Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Khusus ttg sepak terjang/sejarah jihad dan penerapan Syariah di INDONESIA & negara jiran (MALAYSIA)
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Adadeh »

http://www.swaveda.com/articles.php?action=show&id=49
Kebangkitan Gerakan Agama Hindu di Jawa, Indonesia
Oleh Thomas Reuter

Selama 1000 tahun, kerajaan2 Hindu subur di Jawa, sampai datangnya Islam di abad ke 15. Tetapi, di tahun 1970-an, bangkit kembali sebuah gerakan Hindu yg menyebar ke seluruh kepulauan Indonesia. Agama Hindu bahkan mendapat lebih banyak pengikut di saat negara sedang menghadapi berbagai krisis, terutama di Jawa, pusat politik di Indonesia.

Berdasarkan riset etnografis atas lima kelompok masyarakat pada candi2 Hindu besar, tulisan ini menelaah sejarah politik dan dinamika sosial bangkitnya kembali agama Hindu di Jawa.

Saya tertarik pada Jawa setelah melakukan penelitian selama 10 tahun di Bali. Kebanyakan masyarakat Bali menganggap diri mereka sebagai keturunan kaum ningrat kerajaan Hindu Jawa Majapahit yang menaklukkan Bali di abad ke 14. Jumlah orang Bali yang berziarah ke kuil2 Hindu di Jawa semakin bertambah. Malah mereka sering terlibat dalam pembangunan kuil2 dan pelaksanaan ibadah Hindu baru di Jawa. Mereka juga mendominasi perwakilan kaum Hindu di taraf nasional. Dan banyak pendeta2 Hindu Jawa yang dilatih di Bali.

Hal yang paling mempengaruhi gerakan ini :


1) Kebangkitan Agama Hindu dalam Konteks Sejarah dan Politik

a)
Banyak orang Jawa masih mempertahankan kepercayaan warisan tradisi Hindu selama berabad-abad sambil juga memeluk Islam. Kepercayaan ini dikenal sebagai agama Jawa (kejawen) atau Islam Jawa (Islam abangan, nama yg dipakai Geertz 1960). Beberapa kelompok masyarakat terpencil masih tetap memeluk Hindu secara terbuka. Salah satu kelompok ini adalah masyarakat Hindu yang tinggal di dataran tinggi Tengger (Hefner 1985, 1990) di Jawa Timur. Orang2 ‘Hindu’ Jawa yang ditulis di laporan ini adalah mereka yang tadinya Muslim dan kemudian murtad untuk memeluk agama Hindu.

Laporan tahun 1999 yang tidak pernah diumumkan oleh Kantor Statistik Nasional Indonesia memperkirakan terdapat 100.000 orang Jawa yang secara resmi murtad atau ‘kembali lagi’ pindah dari Islam ke Hindu dalam waktu 20 tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, cabang organisasi Hindu (PHDI) Jawa Timur mengatakan bahwa umatnya bertambah sampai berjumlah 76.000 di tahun ini saja. Angka ini tidak sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak dapat pula menggambarkan besarnya kebangkitan agama Hindu di Jawa karena ini hanya berdasarkan nama agama yang tercantum di KTP dan hanya berdasarkan laporan agama resmi. Menurut pengamatan saya, banyak yang pindah agama tapi tidak melaporkan diri.

Meskipun demikian, perhitungan jumlah orang Hindu di Jawa ternyata lebih banyak daripada orang Hindu di Bali. Data yang dikumpulkan secara independen selama penelitian saya di Jawa Timur menunjukkan bahwa tingkat cepatnya proses pindah agama melesat secara dramatis selama dan setelah jatuhnya Pemerintahan Rezim Suharto di tahun 1998.

Sebelum tahun 1962, agama Hindu tidak diakui secara nasional sehingga orang2 beragama Hindu tidak bisa mencantumkan agama mereka secara resmi. [2] Permohonan pengakuan Hindu sebagai agama resmi diajukan oleh organisasi agama dari Bali dan dikabulkan di tahun 1962 demi kepentingan masyarakat Bali yang mayoritas adalah Hindu. Organisasi yang terbesar yakni Parisada Hindu Dharma Bali yang kemudian diubah menjadi PHD Indonesia (PHDI) di tahun 1964, berupaya untuk memperkenalkan Hindu secara nasional dan bukan hanya milik Bali saja (Ramstedt 1998).

Di awal tahun 70-an, orang2 Toraja Sulawesi mengambil kesempatan ini dengan memeluk agama nenek moyang mereka yang banyak dipengaruhi oleh Hindu. Masyarakat Batak Karo dari Sumatra di tahun 1977 dan masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan di tahun 1980 juga melakukan hal yang sama (Bakker 1995).

b)
Identitas agama menjadi masalah hidup-mati saat agama Hindu memperoleh status resminya, yakni di saat terjadinya kerusuhan anti komunis di tahun 1965-66 (Beatty 1999). Orang2 yang tidak dapat menyebutkan agamanya digolongkan sebagai orang atheis dan dituduh komunis. Terlepas alasan politis ini, kebanyakan orang menganut Hindu karena juga ingin mempertahankan agama nenek moyang dan bagi masyarakat di luar Jawa, Hindu merupakan pilihan terbaik dibandingkan Islam. Sebaliknya, kebanyakan orang Jawa tidaklah melihat Hindu sebagai agama pilihan di saat itu karena kurang adanya organisasi Hindu dan juga karena takut pembalasan organisasi2 Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU). Anggota2 muda NU tidak hanya aktif membunuhi orang2 komunis tapi juga unsur2 Jawa Kejawen atau anti Islam yang banyak dianut Partai Nasionalis Islam milik Sukarno selama tahap pertama pembunuhan masal di jaman itu (Hefner 1987). Demi keslamatan nyawa, para pengikut Kejawen terpaksa mengumumkan diri mereka sebagai Muslim.

Pada awal Orde Baru, Presiden Suharto tidak mengikuti paham agama apapun. Baru di tahun 1990-an, Suharto mulai mendekati organisasi2 Islam. Awalnya Suharto adalah pembela aliran Kejawen yang gigih, tapi ia lalu mengajukan tawaran2 kepada kelompok Islam di masa itu karena berkurangnya dukungan masyarakat dan militer terhadap rezimnya. Tindakannya yang paling jelas tampak pada dukungannya atas Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang anggotanya secara terbuka menginginkan negara dan masyarakat Islam Indonesia (Hefner 1997).

Kekuatiran mulai tumbuh tatkala ICMI menjadi organisasi yang mendominasi birokrasi nasional dan melaksanakan program2 pendidikan Islam besar2an dan pembangunan mesjid2 melalui Departemen Agama dan sekali lagi menyerang aliran dan penganut Kejawen. Pada waktu yang sama, terjadi pembunuhan2 oleh ekstrimis Muslim atas orang2 yang dituduh sebagai dukun yang melakukan pengobatan tradisional Kejawen. (Ingat serentetan kasus pembunuhan dukun santet oleh ‘ninja’ yang terjadi di desa2 terpencil di Jawa?)

Pengalaman2 pahit dan penindasan2 membuat para penganut Kejawen takut dan juga benci. Dalam wawancara yang dilakukan di tahun 1999, orang2 yang baru saja murtad dan memeluk Hindu di Jawa Tengah dan Timur mengaku bahwa mereka sebenarnya tidak keberatan dengan identitas Islam. Tapi mereka sakit hati saat harus meninggalkan tradisi Hindu Jawa dengan tidak lagi melakukan upacara2 tertentu yang sudah menjadi bagian hidup mereka. Untuk menyalurkan hasrat politik, banyak penganut Kejawen dan pemeluk baru agama Hindu yang menjadi anggota partai politik Megawati Sukarnoputri. Sumber2 keterangan dari kelompok ini menyatakan bahwa kembalinya mereka kepada agama Majapahit (Hindu) merupakan kebanggaan nasional dan ini diwujudkan melalui pandangan politik baru yang penuh rasa percaya diri..


2)Kebangkitan Agama Hindu dalam Konteks Sosial dan Ekonomi

Ciri2 umum yang tampak di masyarakat baru Hindu di Jawa adalah kecenderungan untuk berkumpul di pura2 yang baru saja dibangun atau candi2 kuno yang dinyatakan kembali sebagai tempat ibadah masyarakat Hindu. Satu dari pura2 Hindu yang baru dibangun di Jawa Timur adalah

Contoh, Candi Mandaragiri Semeru Agung, di bukit dekat Gunung Semeru. Ketika candi ini selesai dibangun pd bulan Juli 1992 dengan bantuan keuangan Bali, hanya segelintir keluarga setempat secara resmi memeluk agama Hindu. Penelitian di bulan Desember 1999 menunjukkan masyarakat Hindu lokal berkembang menjadi lebih dari 5.000 keluarga.

Perpindahan agama besar2an yang sama juga terjadi di daerah sekitar Candi Agung Blambangan yang merupakan candi baru yang dibangun di daerah sisa2 kerajaan Blambangan, pusat kekuatan politis Hindu terakhir di Jawa. Yang tidak kalah pentingnya adalah Candi Loka Moksa Jayabaya (di desa Menang dekat Kediri), di mana raja dan petinggi Hindu, Jayabaya, dipercaya mencapai moksa (kemerdekaan spiritual).

Gerakan Hindu lain yang juga mulai tampak terjadi di daerah sekitar Candi Pucak Raung (di Jawa TImur) yang baru saja dibangun. Daerah ini disebut dalam sastra Bali sebagai tempat di mana begawan Hindu, Maharishi Markandeya, mengumpulkan pengikutnya untuk melakukan perjalanan ke Bali dan dengan itu membawa agama Hindu ke Bali di abad 5 M.

Kebangkitan agama Hindu juga tampak di daerah Candi Hindukuno di Trowulan dekat Mojokerto. Daerah ini dikenal sebagai ibukota kerajaan Hindu Majapahit. Gerakan Hindu setempat berusaha untuk mendapatkan ijin menggunakan candi yang baru saja digali sebagai tempat ibadah agama Hindu. Candi ini akan dipersembahkan bagi Gajah Mada, perdana menteri Majapahit yang berhasil mengembangkan kerajaan Hindu kecil itu sampai meliput wilayah dari Sabang sampai Merauke.

Meskipun terdapat lebih banyak pertentangan dari kelompok Islam di Jawa Tengah daripada di Jawa Timur, masyarakat Hindu ternyata juga berkembang di Jawa Tengah (Lyon 1980). Contohnya adalah di Klaten di dekat Candi Prambanan.

Image
Candi Prambanan

Selain itu candi2 besar Hindu juga dapat mendatangkan kemakmuran baru bagi masyarakat setempat. Selain mengundang biaya bagi pekerja2, pelebaran dan perbaikan candi itu sendiri, mengalirnya peziarah Bali yang terus menerus ke candi2 nasional itu menciptakan suatu industri baru bagi penduduk setempat. Di sepanjang jalan utama menuju Candi Semeru terdapat sederetan hotel dan toko2 yang menawarkan sesajen siap pakai, angkutan, dan makanan bagi para pendatang. Pada hari2 raya besar, puluhan ribu peziarah akan datang setiap hari. Peziarah yang memberi sumbangan dana besar bagi candi besar itu juga ternyata menarik perhatian penduduk setempat. Kemakmuran ekonomi orang2 Bali juga membuat penduduk setempat berpendapat bahwa ‘budaya Hindu ternyata lebih banyak mendatangkan keberhasilan pariwisata internasional dibandingkan budaya Islam’.

3) Kebangkitan Hindu sebagai Pemenuhan Ramalan Utopia (negara impian)

Pihak pendukung dan penentang agama Hindu biasanya menghubungkan bangkitnya agama Hindu secara tiba2 di Jawa dengan ramalan terkenal Sabdapalon dan Jayabaya. Dalam ramalan itu dinyatakan beberapa utopia dan bencana alam dahsyat, meskipun pengertian akan ramalan ini berbeda antara kedua pihak.
Harapan terpenuhinya ramalan itu merupakan cermin ketidakpuasan yang semakin membesar atas Pemerintahan Suharto yang korup dan tangan besi di tahun 1990-an sampai berakhir di tahun 1998, yang diikuti dengan demonstrasi mahasiswa di berbagai kota di Jawa sejalan dengan krisis ekonomi Asia. Krisis politik dan ekonomi yang lebih besar yang terus berlangsung di Indonesia saat ini juga semakin menumbuhkan harapan itu.

Presiden Abdurahman Wahid, presiden Indonesia pertama yang terpilih secara demokratis, ternyata mengundang banyak kritik karena pada masanya terjadi pertentangan agama, pemberontakan di Aceh dan Papua Barat dan skandal korupsi di Pemerintahan. [3] Masyarakat luas menduga ketidakstabilan politik di bawah Pemerintahan Megawati Sukarnoputri (sejak tanggal 23 Juli 2001) akan terus berlangsung. Selain itu dikhawatirkan penindasan seperti yang terjadi di jaman Suharto akan terulang lagi. Menurut penentang dan pendukung gerakan baru agama Hindu, keadaan politik yang tak menentu saat ini sesuai dengan ramalan Sabdapalon dan Jayabaya.

Menurut legenda, Sabdapalon adalah pendeta dan penasehat Brawijaya V, raja terakhir kerajaan Hindu Majapahit. Dikisahkan pula bahwa Sabdapalon mengutuk rajanya yang meninggalkan agama Hindu untuk memeluk agama Islam di tahun 1478. Sabdapalon lalu berjanji untuk kembali setelah waktu 500 tahun berlalu di masa merajalelanya korupsi politik dan bencana2 alam besar, untuk mengenyahkan Islam dari pulau Jawa dan membangkitkan kembali agama dan masyarakat Hindu Jawa.

Beberapa candi Hindu baru yang pertama dibangun di Jawa memang selesai dibangun sekitar tahun 1978, misalnya Candi Blambangan di daerah Banyuwangi. Sesuai dengan ramalan, Gunung Semeru meledak di waktu itu pula. Semua ini dianggap sebagai bukti tepatnya ramalan Sabdapalon. Pihak penentang Hindu dari agama Islam menerima prinsip ramalan itu, meskipun menafsirkannya secara berbeda. Beberapa kalangan Islam menganggap murtadin yang memeluk Hindu disebabkan karena kelemahan sesaat dalam masyarakat Islam itu sendiri, dengan menyalahkan sifat materialisme di dunia modern dan turunnya nilai2 Islami atau karena penerapan Islam yang tak murni melalui tatacara ibadat Kejawen (Soewarno 1981). Menurut pendapat mereka, ‘kembalinya Sabdapalon’ berarti ujian bagi Islam dan perlunya memurnikan dan membangkitkan kembali iman Islam.

Ramalan yang lain yang juga terkenal di seluruh Jawa dan Indonesia adalah ramalan Jayabaya. Buku tentang ramalan ini yang ditulis oleh Soesetro & Arief (1999) telah jadi best seller nasional. Ramalan Jayabaya juga seringkali didiskusikan di koran2. Ramalan2 kuno ini memang bagian dari percakapan dan diskusi sehari-hari dalam masyarakat Indonesia.

Tokoh legendaris Sri Mapanji Jayabaya berkuasa di kerajaan Kediri di Jawa Timur dari tahun 1135 sampai 1157 M (Buchari 1968:19). Dia terkenal atas usahanya menyatukan kembali Jawa setelah pecah karena kematian raja sebelumnya, Airlangga. Jayabaya juga terkenal karena keadilan dan kemakmuran kerajaannya dan karena pengabdiannya bagi kesejahteraan rakyatnya. Jayabaya dikenal sebagai titisan dewa Wishnu dan dianggap sebagai ‘ratu adil’ yakni raja yang bijaksana yang muncul di jaman edan di akhir putaran tatasurya untuk menegakkan kembali keadilan sosial, keteraturan dan keseimbangan di dunia. Banyak yang percaya waktu datangnya sang ratu adil yang baru telah dekat (seperti yang disebutkan dalam ramalan itu, “jika kendaraan2 besi bergerak sendiri tanpa kuda2 dan kapal2 berlayar menembus langit“), dan ia akan datang untuk menyelamatkan dan menyatukan Indonesia kembali setelah krisis hebat yang mengantarkan kepada awal jaman keemasan yang baru.

Dugaan terjadinya bencana besar dan utopia ini mengingatkan akan berakhirnya putaran tatasurya di masa kejayaan yang lampau untuk masuk ke jaman sekarang yang penuh kebobrokan moral, dan perlu diperbaiki kembali di masa depan dengan mengulangi kembali kejayaan di masa lampau.

Orang2 Hindu Jawa mengenang Sabdapalon dan Jayabaya dgn penuh kebanggaan karena mewakili jaman keemasan sebelum Islam. Kalangan Islam sendiri sebaliknya percaya bahwa Jayabaya itu sebetulnya adalah seorang Muslim dan Sabdapalon tidak mau masuk Islam karena saat itu dia berhadapan dengan bentuk Islam yang salah dan tidak murni lagi (Soewarno 1981). Meskipun begitu, para penelaah ramalan dari pihak Muslim dan Hindu setuju bahwa sekaranglah masa terjadinya bencana hebat. Mungkin dalam bentuk reformasi politik besar2an dan mungkin pula sebuah revolusi. Kedua belah pihak juga setuju bahwa sistem pemerintahan demokrasi yang murni hanya dapat terlaksana dengan adanya pemimpin yang bermoral sangat tinggi yang mencampurkan kesadaran demokrasi modern dengan karisma kepemimpinan tradisional.

Pengaruh ramalan Jayabaya tampak nyata pada diri masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan dan ini tampak pula dengan kunjungan2 rahasia yang dilakukan Presiden Abdurahman Wahid (sekali sebelum dia dicalonkan untuk jadi presiden dan sekali lagi sebelum dia terpilih) sewaktu menjabat ketua NU ke candi keramat Raja Jayabaya di Bali, Pura Pucak Penulisan. [4] Setelah kunjungan pribadi malam hari di pura Hindu kuno ini, demikian menurut pengakuan pendeta2 Hindu setempat, Gus Dur berbicara dengan mereka untuk waktu lama tentang ramalan2 Jayabaya dan kedatangan kembali ratu adil.


Image
Bukit Penulisan
------------------------------------------------------------------------


Footnotes

[1] Islam, for example, incorporated elements from the tribal traditions of Arab peoples and from Jewish and Christian texts such as the 'Old Testament'.

[2] The other four state-recognized religions (agama) are Islam, Catholicism, Protestantism, and Buddhism (mainly Indonesians of Chinese ethnicity). Unrecognized religions are categorized by the state as minor
'streams of belief' (aliran kepercayaan) or are simply treated as a part of different local 'customs and traditions' (adat).

[3] As I am writing this, parliamentary procedures have been set into motion so as to impeach President Abdurahman Wahid on allegations of his involvement in corruption scandals.

[4] Pura Pucak Penulisan is still an important regional temple, and was a state temple of Balinese kings from the eighth century AD (Reuter 1998). Many statues of Balinese kings are still found in its inner sanctum, including one depicting Airlangga's younger brother Anak Wungsu. Literary sources suggest that intimate ties of kinship connected the royal families of Bali with the dynasties of Eastern Javanese kingdoms, including Kediri. Jayabaya's predecessor Airlannga, for example, was a Balinese prince.

[5] Sometimes apocalyptic expectations can reach such a pitch that members of the movement concerned may feel a need to bring about the very cataclysm the have been predicting. The poison gas attack in Tokyo launched by Japan's AUM Shinokio sect is a recent example. It is still uncertain whether the recent bomb attacks on Javanese Christian churches over the christmas period of 2000 were the responsibility of radical religious groups, or were instigated by other political interest groups wishing to destabilize the country by inciting simmering inter-religious conflicts in Java to the same level of violence as in the troubled Molukka Province.


References

Adorno, T. W. 1978. 'Freudian Theory and the Pattern of Fascist Propaganda'. In A. Arato & E. Gebhardt (eds), The Essential Frankfurt School Reader. Oxford: Basil Blackwell.

Bakker, F. 1995. Bali in the Indonesian State in the 1990s: The religious aspect. Paper presented at the Third International Bali Studies Workshop, 3-7 July 1995.

Beatty, A. 1999. Varieties of Javanese Religion. Cambridge: Cambridge University Press.

Buchari 1968. 'Sri Maharaja Mapanji Garasakan'. Madjalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, 1968(4):1-26.

Ellingsen, P. 1999. 'Silence on Campus: How academics are being gagged as universities toe the corporate line'. Melbourne: The Age Magazine, 11.12.1999:26-32.

Fox, J. & Sathers, C. (eds) 1996. Origins, Ancestry and Alliance: Explorations in Austronesian Ethnography. Canberra: Department of Anthropology, Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University.

Geertz, C. 1960. The Religion of Java. Chicago: The University of Chicago Press.

Hefner, R. 1985. Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam. Princeton: Princeton University Press.

Hefner, R. 1987. 'The Political Economy of Islamic Conversion in Modern East Java'. In W. Roff (ed.), Islam and the Political Economy of Meaning. London: Croom Helm.

Hefner, R. 1990. The Political Economy of Mountain Java. Berkeley: University of California Press.

Hefner, R. 1997. 'Islamization and Democratization in Indonesia'. In R. Hefner & P. Horvatich (eds), Islam in an Era of Nation States: Politics and Religious Renewal in Muslim Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press.

Kaplan, M. 1995. Neither Cargo nor Cult: Ritual Politics and the Colonial Imagination in Fiji. Durham (NC): Duke University Press.

Lee, K. 1999. A Fragile Nation: The Indonesian Crisis. River Edge (N.J.): World Scientific.

Lindstrom, L. 1993. Cargo Cult: Strange Stories of Desire from Melanesia and Beyond. Honolulu: University of Hawaii Press.

Lyon, M. 1980. 'The Hindu Revival in Java". In J. Fox (ed.), Indonesia: The making of a Culture. Canberra: Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University.

Ramstedt, M. 1998. 'Negotiating Identity: 'Hinduism' in Modern Indonesia'. Leiden: IIAS Newsletter, 17:50.

Reuter, T. 1998. 'The Banua of CandiPucak Penulisan: A Ritual Domain in the Highlands of Bali'. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 32 (1):55-109.

Schwartz, H. 1987. 'Millenarianism: An overview'. In M. Eliade (ed.), The Encyclopedia of Religion, Vol. 9:521-532. New York: MacMillan.

Smelser, J. 1962. Theory of Collective Behavior. London: Routledge and Kegan Paul.

Soesetro, D. & Arief, Z. 1999. Ramalan Jayabaya di Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Soewarna, M. 1981. Ramalan Jayabaya Versi Sabda Palon. Jakarta: P.T Yudha Gama.

Stewart, K. & Harding, S. 1999. 'Bad Endings: American Apocalypsis'. Annual Review of Anthropology 28:285-310.

Stewart, P.J. 2000. 'Introduction: Latencies and realizations in millennial practices'. Ethnohistory 47(1):3-27. [Special Issue on Millenarian Movements.]

Timmer, J. 2000. 'The return of the kingdom: Agama and the millennium among the Imyan of Irian Jaya, Indonesia'. . Ethnohistory 47(1):29-65.

Note: Dr Thomas Reuter is Queen Elizabeth II Research Fellow at the University of Melbourne's School of Anthropology, Geography & Environmental Studies. This paper was published in The Australian Journal of Anthropology and is being reproduced with their permission.
Terima
Posts: 4
Joined: Sat Dec 01, 2007 3:51 pm

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Terima »

Oleh Thomas Reuter

Laporan tahun 1999 yang tidak pernah diumumkan oleh Kantor Statistik Nasional Indonesia memperkirakan terdapat 100.000 orang Jawa yang secara resmi murtad atau ‘kembali lagi’ pindah dari Islam ke Hindu dalam waktu 20 tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, cabang organisasi Hindu (PHDI) Jawa Timur mengatakan bahwa umatnya bertambah sampai berjumlah 76.000 di tahun ini saja.
--------------

Boleh saja pindah dari satu agama ke agama lain, tapi ingat tantangan ke depan tidak bisa dipecahkan dari agama. Khusus untuk agama Hindu agar lebih bersikap ilmiah, jangan hanya mengembangkan mitos ritual yang tidak ada artinya. Justru dekade ini kelihatan sekali kecendrungan untuk membesar-besarkan aspek ritual dibandingkan dengan mengembangkan sumber daya manusia
http://www.balitouring.com http://www.jakarta-cityhotels.com
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Post by Laurent »

Pemerintah Indonesia Pembohong terbesar di bumi !!!!! Pemerintah Indonesia telah menipu Rakyatnya Sendiri & Dunia Internasional krn mengatakan sbg Negara Muslim Terbesar di Dunia ini !!!! Dr Artikel itu, terbukti Bahwa Islam sbg Mayoritas adl Bohong belaka. G br th kl dulu Hindu tdk pernah diakui sbg byk Org2 Jawa yg terpaksa mengaku sbg Kejawen. tampaknya Hindu diakui agar Bali tdk berpisah dr NKRI bukan. Lalu Apakah Hindu cuma ada di Bali ??? Hindu bukan cuma ada di bali, tapi ada di Jawa Tengah, jawa Timur, DKI Jakarta. Bahkan Sumatra Utara di mana Warga Keturunan India , byk yg menganut Hindu. Juga Produser Sinetron yg keturunan India , byk yg Hindu bukan. Kata Parisda aja, Agama Hindu jumlahnya Sekitar 10 % dr penduduk Indonesia
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Post by Adadeh »

User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Post by Adadeh »

Islam tidak hanya beringas bagai anjing gila di Indonesia, tapi juga di India:
Cuplikan dari Mengapa Islam Melarang Musik

Untuk melukiskan kebrutalan yang dilakukan para Hindu di Bangladesh sewaktu Perang Pembebasan di tahun 1971, Pak Anwar Shaikh dalam Kata Pengantar di bukunya yang berjudul “This is Jihad” menulis, “Kebrutalan yang dilakukan terhadap umat Hindu di Bengal Timur di tahun 1971 tiada tandingannya di dunia. Di banyak kasus, seluruh masyarakat Hindu dikepung. Ibu2 dan anak2 perempuannya diperkosa massal, di hadapan saudara2 laki dan bapak2nya. Payudara2 wanita2 usia lanjut dipotong. Wanita2 hamil disobek perutnya, kepala2 anak2 dihantamkan ke lantai. Lalu dilanjutkan dengan pemotongan kemaluan, pencabutan mata, dan akhirnya pemotongan kepala tawanan2 pria. Sebagai klimaks terbesar, semua orang dipaksa masuk ke dalam rumah dan rumah itu lalu dibakar.”

Di tahun 1360 M, Firoz Shah Tughlaq menyerang Orissa dan menghancurkan kuil Dewa Jagannath dan melemparkan patung dewa itu ke Teluk Bengal. Sewaktu melakukan perjalanan pulang, dia melalui Jajnagar, dan dia lalu mengetahui bahwa sekitar 120.000 orang Hindu melarikan diri dan berlindung di pulau seberang. Firoz Shan lalu pergi ke pulau itu bersama tentaranya dan membantai 120.000 orang Hindu dalam waktu sehari saja dan membuang mayat2 mereka ke Teluk Bengal.

Ulugh Khan (yang kemudian jadi Sultan Ghiasuddin Balban), ketika dia menjadi komandan perang Nassiruddin (saudara pria Sultana Rizia), pergi ke Gahrwal, yang terletak di kaki pegunungan Himalaya. Dia menjanjikan tentaranya 1 rupee jika mereka berhasil membawa kepala orang Hindu dan dua rupee jika berhasil membawa orang Hindu hidup2. Bagaikan anjing rabies, tentara2 Muslim memburu kafir2 Hindu. Pembantaian massal berlangsung selama tiga minggu dan beberapa ratus ribu orang Hindu dibantai. Ulugh Khan lalu membangun dua menara tinggi dengan menumpukkan kepala2 orang Hindu tersebut.

Ketika Maharana Sangram Singh dikalahkan di perang Khanua di 1527 M, Babar memerintahkan pembantaian massal. Komandan pasukan Mohammadi dan komandan2 lainnya membantai 1.000.000 tawanan Rajput dan juga 1.000.000 penduduk sipil Hindu. Pembantaian massal seperti ini terus berlangsung di seluruh masa pemerintahan Muslim yang berlangsung selama 700 tahun. Para sejawarawan dunia yakin bahwa penaklukan Muslim atas India merupakan peristiwa paling berdarah dalam sejarah manusia.
berani_murtad
Posts: 2496
Joined: Sat May 19, 2007 3:11 pm
Location: Surga 72 bidadari

Post by berani_murtad »

saatnya kita harus menyiarkan ramalam sabdapalon biar para muslim di jawa sadar. islamlah yang menghancurkan negara ini.
Darah_Kafir
Posts: 9
Joined: Sun May 25, 2008 4:56 am

Post by Darah_Kafir »

Agama Hindu lebih baik daripada Islam,HIndu telah menghasilkan Candi2 dan Kuil2 yang diakui keindahan budaya dunia..agama Islam telah menghasilkan keindahan buadaya mereka yaitu TERORIS
berani_murtad
Posts: 2496
Joined: Sat May 19, 2007 3:11 pm
Location: Surga 72 bidadari

Post by berani_murtad »

apa seh sumbangan islam bagi indonesia, yang saya lihat negara ini tidak pernah merdeka dengan adanya islam.
netter FFi Lovers
Posts: 11
Joined: Sat Oct 10, 2009 10:47 pm

Re:

Post by netter FFi Lovers »

Adadeh wrote:Islam tidak hanya beringas bagai anjing gila di Indonesia, tapi juga di India:
Cuplikan dari Mengapa Islam Melarang Musik ...
GILE! ISLAM MEMANG BARBAR! TU EST BARBARE! jgn2 nnti orang2 jahat yg dihancurkan d hari kiamat itu islam smua ya?
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Laurent »

Maraknya Yoga Dianggap Pertanda Kebangkitan Hindu di Indonesia
24 December 2008 | Filed under: Dunia Islam | Posted by: nahimunkar.com
WP Greet Box icon
X
Halo Facebooker! Jika menurut Anda artikel ini menarik, mohon bantuan menyebarkannya dengan Share Artikel Ini di Facebook. Jika Anda baru berkunjung, jangan lupa untuk Berlangganan Gratis di FB. Terima kasih atas kunjungannya!


Maraknya Yoga Dianggap Pertanda

Kebangkitan Hindu di Indonesia

Dikumpulkan oleh Hartono Ahmad Jaiz



Orang Hindu mengakui, Yoga dari Hindu, bahkan menjamurnya praktek senam yoga dianggap sebagai pertanda kebangkitan Hindu di Indonesia.

Berikut ini petikan artikel tentang Yoga, ditulis oleh guru yoga, dari Majalah Hindu, Raditya, yang beredar di Bali. (Kami petik bagian-bagian yang kami anggap penting sebagi berikut):



Yoga Menjamur Pertanda Kebangkitan Hindu di Nusantara?

Mohan MS



Banyak yang percaya bahkan sangat yakin, bahwasannya suatu hari nanti Hindu Dharma akan kembali hadir dan berjaya di Nusantara ini. Hal tersebut diramalkan di ramalan Ronggowarsito Jayabaya secara tersirat. Perihal yang sama juga dipercaya oleh mereka-mereka penganut aliran Kejawen dan sebagian umat Hindu dan Islam di tanah air ini.



Saya ingin mengajukan fenomena yang disebut yoga (hatha yoga dan meditasi) yang makin hari semakin menyebar dengan luas di negara kita ini. Perhatikan tiada hari di Indonesia ini tanpa berita-berita akan praktik-praktik, ajaran-ajaran dan berbagai manfaat yoga ini di berbagai mass media seperti majalah, koran, radio dan TV.



Bentuk-benluk yoga ini selain yang berasal dari India, maka hadir juga yang dari daratan China seperti ***-Chi, dari Jepang plus prana dari Filipina, (Reiki), dan sebagainya. Di mana-mana kursus-kursus yoga menjamur bahkan telah menjadi konsumsi elit di hotel-hotel mewah bagi kaum yang punya dan para selebriti. Yang lebih menarik lagi, hadir juga yoga Islam dan yoga Kristen, dan sebagainya. Fenomena ini merupakan bentuk pengakuan akan yoga asal Hindu, tetapi dikemas dengan agama masing-masing, agar umatnya tidak pindah ke agama Hindu-Buddha (Dharma).



Saya pribadi pernah mengajar yoga dan meditasi kepada beberapa dokter asing dan lokal sampai kini, bahkan ajaran-ajaran yoga kami yang disebut Shanti Hatha Yoga ini sudah dipraktikkan di Indonesia, Australia, Jerman dan USA



Sebagian umat dari berbagai agama, kepercayaan lalu mulai berpaling ke yoga dan meditasi. Mungkin Anda ingin lebih tahu apa makna dan praktik-praktik yoga yang sebenarnya ini?



Di Indonesia saat ini mereka-mereka yang tertarik kepada yoga pada umumnya terdiri dari orang-orang yang memang gemar pada kesehatan dan hal-hal yang bersifat spiritual



Saat ini boom yoga membuat sementara orang latah ikut-ikutan yoga bahkan mengaku dirinya guru yoga, karena tidak seperti di Eropah, USA, Australia dan Canada, di sini tidak ada peraturan dan proteksi dari pemerintah maupun departemen kesehatan yang terkait.



Dalam Bahasa Sanskerta kata yoga berasal dari kata Yuj (union, penyatuan). Sewaktu kita berlatih fisik dan mental secara seksama dan penuh disiplin, maka lambat laun akan hadir rasa keseimbangan penyatuan dengan Sang Jiwa Yang Maha Agung



Ada ribuan aliran yoga saat ini, namun prinsipnya dasar-dasar yoga ada 8 tahap: (1). Yama, yaitu dilarang melakukan kekerasan (himsa), berbohong, mencuri, seks bebas, rakus, iri hati. (2). Niyama, yaitu anjuran menjaga kebersihan lahir batin, lingkungan, kesederhanaan, bersyukur selalu untuk apa adanya, rajin belajar dan setia pada pasangan hidup, guru, orang tua, negara, dan seterusnya. (3). Asana, yaitu pelatihan atau posisi posisi hatha-yoga menyeluruh yang meliputi gerakan-gerakan sambil berdiri, duduk, berbaring dan juga secara akrobatis demi menjaga otot-otot persendian, organ-organ bagian dalam dan luar tubuh. (4). Pranayama: Pernafasan yang dilatih secara sistematis, baik secara individual maupun berkelompok. (5). Pratihara: memusatkan pikiran dan perhatian ke dalam diri, membatasi diri dari berbagai rangsangan-rangsangan duniawi yang mengikat dan negatif melalui berbagai panca indra kita. (6). Dharana: memusatkan perhatian pada suatu hal dalam kehidupan ini, 6-7-8 harus dibawah guru spritual yang handal dan non pamrih. (7) Dhyana: meditasi ke arah ketenangan. (8). Samadi: pencerahan spritual akan hakekat diri manusia itu sendiri dan hubungannya dengan Sang Pencipta.



(Sumber: Majalah Hindu RADITYA edisi 133 Agustus 2008 hal. 60-61, dipetik bagian-bagian yang kami anggap penting).



Tidak dapat diragukan lagi, yoga memang dari Hindu, dengan tujuan menyatu dengan tuhan mereka. Dan itu ditempuh dengan 8 prinsip dasar yoga.

Kentalnya yoga dengan kepercayaan kemusyrikan itu sudah dari asal mulanya, karena memang dari lafal yoga itu sendiri artinya adalah menyatukan diri dengan Tuhannya orang Hindu. Dan itu dilaksanakan dengan 8 prinsip dasar yoga, yang salah satunya adalah samadi (semedi, Jawa) yang jelas-jelas berhubungan dengan hal ghaib yang hal itu dalam Islam dilarang, kecuali kalau ada nash (teks yang jelas) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Orang Islam sendiri pun dilarang mengada-adakan hubungan dengan hal ghaib, apalagi meniru-niru agama kemusyrikan.

Bahwa asal kata yoga itu sendiri berarti menyatukan diri dengan Tuhan, suatu keyakinan kemusyrikan yang merupakan dosa tertinggi tak diampuni dalam Islam. Kutipan tulisan seorang doctor dan guru Yoga di Majalah Hindu berikut ini satu bukti nyata:

YOGA berasal dan akar kata Sansekerta ‘yuj’ yang artinya menyatukan diri dengan Tuhan. Pengertian lain dari yoga adalah penyatuan, yaitu penyatuan antara jiwa individual dengan jiwa universal. Dikatakan pula bahwa yoga adalah pembatasan pikiran-pikiran yang selalu bergerak. Yoga juga terdapat dalam bahasa Yunani ‘zygon’dan kata lainnya adalah ‘jugum’. Sedangkan dalam Rgveda, yoga disimbolkan dengan ‘tapas’ yang lebih fokus terhadap pengendalian indriya. (Dr. Somvir, Guru Yoga, Tinggal di Bali, PATANJALI YOGA, Media Hindu, Edisi 53 Juli 2008).

Lebih jelas lagi, keterangan berikut ini, berupa keterangan bentuk gerakan senam yoga yang memang berkaitan dengan keyakinan penyembahan matahari, suatu kemusyrikan yang jelas. Inilah ungkapan yang dikirim oleh seorang teman dari Bali yang mendapatkan keterangan dari guru yoga:

“Salah satu Gerakan yoga yang populer adalah Soorya Namaskara (karena berhubungan dengan siklus matahari, yang menurut HINDU di “kelola” oleh DEWA SURYA) (“sumber Pak Ari, salah satu Guru Yoga ) dengan dilampiri gambar bentuk-bentuk gerakan yoga.
Dari keterangan itu, maka tidak dapat diragukan lagi relevennya fatwa Syaikh Dr Abdullah Faqih seperti yang telah dimuat nahimunkar.com, Fatwa Haramnya Yoga bagi Ummat Islam, November 23, 2008 10:01 pm admin Fatwa

Yoga penyembahan berhalaisme kepada matahari

Syaikh Dr Abdullah Al-Faqih dalam fatwanya yang berjudul Yoga itu penyembahan berhalaisme kepada matahari tertanggal 17 Nyharram 1422H/ 11 April 2001 menegaskan haramnya yoga.

Dia menegaskan:

إن اليوجا ليست رياضة، وإنما هي نوع من العبادة الوثنية التي لا يجوز للمسلم أن يقدم عليها بحال.

Sesungguhnya yoga bukanlah olahraga, tetapi dia hanyalah jenis dari peribadahan berhalaisme (paganisme) yang tidak boleh bagi orang Muslim untuk mendatanginya sama sekali.

Dia menegaskan, yoga itu bukan murni olahraga badani, tetapi itu hanyalah penyembahan yang ditujukan oleh pelakunya kepada matahari selain Allah. Yoga itu tersebar luas di India sejak zaman dulu.

Nama aslinya berbahasa sanskerta, sastanaga surya nama sekar, artinya sujud kepada matahari dengan delapan anggota badan.

Olahraga ini bertumpu pada 10 anggota badan tertentu, di antaranya lima anggota badan yang terhampar di tanah dengan melebar dengan menyentuh tanah yaitu: dua tangan, hidung, dada, dua dengkul, dan jari-jari dua telapak kaki . Dengan ini maka terwujudlah sujud terhadap matahari dengan delapan anggota badan.

Latihan-latihan yoga itu dimulai dengan kondisi pertama yang menggambarkan penghormatan kepada yang disembah yaitu matahari. Latihan-latihan ini mesti disertai kata-kata yang menjelaskan penyembahan matahari dan mengarah kepadanya. Kata-kata itulah yang disebut mantra. Itu diulang-ulang dengan suara keras dan dengan cara tata letak yang teratur. Potongan-potongan mantra itu mengandung sebutan nama-nama matahari dua belas.

Oleh karena itu Mufti ini setelah menjelaskan bunyi mantra-mantra dan maksudnya, kemudian mengatakan: Sesungguhnya yoga bukanlah olahraga, tetapi dia hanyalah jenis dari peribadahan berhalaisme (paganisme) yang tidak boleh bagi orang Muslim untuk mendatanginya sama sekali.

Demikian fatwa dari Markaz Fatwa yang dibimbing oleh Dr Abdullah Al-Faqih, yang dikeluarkan 17 محرم 1422 / 11-04-2001, kemudian disiarkan lewat as-syabakah al-Islamiyah, dan sudah dikumpulkan dalam Al-Maktabah As-Syamilah oleh multaqa ahl hadith.

http://nahimunkar.com/181/maraknya-yoga ... indonesia/
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Laurent »

Catatan Akhir Pekan ke-349
More Sharing ServicesShare | Share on facebookShare on twitterShare on googleShare on favorites
"Salam dan Kebangkitan Hindu di Jawa”





Senin, 12 November 2012



Oleh: Dr. Adian Husaini

PADA hari Kamis (8/11/2012) pagi, saya berkesempatan menonton tayangan langsung acara pembukaan “Bali Democracy Forum V” di Bali. Acara itu dibuka oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan dihadiri sejumlah kepala negara dan pemerintahan. Saat menyampaikan sambutan, Presiden SBY mengucapkan basmalah, salam secara Islam, dan juga ungkapan “Om Swastyastu” – sebuah salam khas agama Hindu. Pejabat sebelumnya pun melakukan hal yang sama.

Tindakan pejabat tinggi Indonesia dalam mengucapkan salam dalam berbagai versi agama itu sudah seringkali terdengar. Bagi kaum Hindu, “Om Swastyastu” memang ucapan ibadah dalam agama Hindu. Seorang Hindu menjelaskan tentang makna Om Swastyastu sebagai berikut:

“Salam Om Swastyastu yang ditampilkan dalam bahasa Sansekerta dipadukan dari tiga kata yaitu: Om, swasti dan astu. Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah seruan yang tertua kepada Tuhan dalam Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru dengan ribuan nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Mengucapkan Om itu artinya seruan untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan. Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu mengucapkan Om dengan sepenuh hati berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ya Tuhan.

Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Dari kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal. Kata swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang langgeng sebagai tujuan beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan yang langgeng.” (http://www.mail-archive.com/hindu-dharm ... 07018.html).

Itulah penjelasan Hindu tentang ucapan salam khas Hindu, “Om Swastyastu”. Dari penjelasan itu tampak, bahwa ungkapan salam Hindu itu sangat terkait erat dengan konsep Tuhan dan sembahyang dalam agama Hindu. Jadi, kata “Om” dalam agama Hindu berarti “Ya Tuhan”.

Dalam buku kecil berjudul “Sembahyang, Tuntunan Bagi Umat Hindu” karya Jro Mangku I Wayan Sumerta (Denpasar: CV Dharma Duta, 2007), disebutkan sejumlah contoh doa dalam agama Hindu yang diawali dengan kata “Om”, seperti doa sebelum mandi: “OM, gangga di gangga prama gangga suke ya namah swaha”.

Meskipun sama-sama menyatakan bertuhan SATU, agama-agama memiliki konsep Tuhan yang berbeda-beda tentang “Yang Satu” itu. Kaum Hindu, misalnya, mempunyai konsep dan juga sebutan-sebutan untuk Tuhan mereka secara khas. Dalam buku karya Ngakan Made Madrasuta berjudul “Tuhan, Agama dan Negara” (Media Hindu, 2010), dijelaskan perbedaan konsep Tuhan antara Hindu, Kristen, Yahudi, dan Islam. Tentu saja penjelasan itu dalam perspektif Hindu. Menurut penulis buku ini, Tuhan dalam agama Hindu, yakni Sang Hyang Widhi tidak dapat disebut “Allah”. Disimpulkan oleh penulis buku ini:



“Membangun toleransi bukan dengan mencampuradukkan pemahaman tentang Tuhan, tetapi sebaliknya justru dengan mengakui perbedaan itu. Dalam pengertian ini, Krishna bukan Kristus, Sang Hyang Widhi bukan Allah!” (hal. 33).



Misalnya, tentang perbedaan antara Kristus dan Krishna dijelaskan:



“Ingat Hindu tidak percaya akan dosa asal, tidak percaya dengan Adam dan Hawa, dan Krishna juga tidak mati di kayu salib. Krishna datang ke dunia sebagai Avatara, bukan untuk menebus dosa, tetapi untuk menegaskan kembali jalan menuju moksha (empat yoga itu) terutama karma yoga. Jadi manusia sendiri harus aktif untuk memperoleh keselamatannya. Tidak perlu akal yang terlalu kritis untuk membedakan misi keberadaan Kristus dengan Krishna di dunia ini.” (hal. 31).

Kaum Hindu juga sangat membanggakan konsep Tuhan mereka yang bersifat pantheistik dan bukan monotheistik. Lebih jauh buku terbitan Media Hindu ini menyatakan:




“Monotheisme mengajarkan kebencian dan kekerasan, memecah belah manusia ke dalam apartheid orang beriman versus orang kafir. Tuhan pemecah belah. Pantheisme mengajarkan hal-hal sebaliknya; penghormatan terhadap seluruh makhluk hidup, semua manusia adalah satu keluarga, ahimsa, welas asih, Tuhan pemersatu.” (hal. 214).

Untuk membanggakan agama Hindu sebagai agama yang lebih hebat dari agama Yahudi, Kristen, dan Islam, buku ini juga memberikan gambaran yang tidak sepenuhnya benar tentang ajaran Islam. Dalam bab berjudul “Agama-agama Langit Kualitasnya Jauh di Bawah Hindu” ditulis ungkapan-ungkapan sebagai berikut:




“Hakikat manusia adalah dosa (Yahudi/Kristen) atau budak Allah (Islam). Artinya agama-agama ini memandang manusia secara sangat negatif. Untuk membuat manusia tetap percaya kepada Tuhan dan agennya dan taat beribadah, ia terus diancam dengan kiamat, siksa neraka bahkan termasuk pembunuhan di dunia ini. Di samping itu, agar manusia terus memerlukan Tuhan, Tuhan menciptakan dan memelihara setan untuk menggoda manusia.



Sebagai budak manusia tidak memiliki kebebasan. Hidupnya ditentukan secara sepihak dan sewenang-wenang oleh Tuhannya, pemilik budak-budak itu. Karena Tuhan bermukim jauh di langit, kekuasaan Tuhan itu didelegasikan atau diasumsikan oleh para agennya, apakah dengan sebutan nabi, rasul, sultan, atau paus. Kebebasannya digantungkan pada seorang tokoh pendiri agama. Kematian Yesus menyelamatkan semua pengikutnya. Muhammad, pada waktu Pengadilan Akhir, merekomendasikan siapa dari pengikutnya masuk sorga atau neraka, dan Allah hanya mengikuti rekomendasi itu. Keselamatan mereka semata-mata karena iman. Bukan karena perbuatannya. Etika tidak perlu. Ini tentu saja merupakan ketidakadilan rangkap dua…



Tujuan tertinggi manusia menurut agama-agama ini adalah sorga di mana mereka hidup abadi dengan badannya, yang berasal dari badan yang hina, tempat pencabulan, kata Paulus, salah satu pendiri agama Kristen. Bahkan di dalam sorga salah satu agama ini, dijelaskan secara rinci bagaimana hidup untuk memenuhi nafsu birahinya, terutama seks, tanpa batas. Sorga menjadi tempat pesta orgi yang menjijikkan.” (hal. 217-218).

****

Begitulah pandangan kaum Hindu terhadap konsep Tuhan Islam dan konsep manusia dalam Islam. Karena begitu membanggakan agamanya, sebagian kaum Hindu, tampaknya sangat berambisi untuk mengubah kembali Indonesia menjadi negara Hindu. Majalah MEDIA HINDU (edisi Juli 2012), menurunkan laporan utama bertajuk: “Hindu dengan Label Bali Tidak Laku”.

Dilaporkan, pada tanggal 19 Mei 2012, telah diselenggarakan sebuah acara dialog bertema: “Dialog Kebangkitan Hindu di Tanah Jawa.” Menurut majalah ini: “Kebangkitan Hindu bukan hal yang mustahil terjadi, dengan catatan kita harus berani menunjukkan eksistensi dan jati diri Hindu. Ini sangat penting.”

Katanya, kebangkitan Hindu di Nusantara dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama, kebangkitan tahun 1970-an. “Pada awal kebangkitan pertama tersebut harus diakui bahwa nostalgia kembalinya kejayaan Hindu di Nusantara sepertinya sudah di depan mata.” Tapi, setelah 40 tahun kebangkitan Hindu pertama itu, perkembangan Hindu tidak sehebat dulu lagi. “Suara Hindu masih belum banyak diperhitungkan pada setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama mayoritas justru semakin menunjukkan hegemoni yang memperberat kehidupan berbangsa dan bernegara.”

Dalam artikel berjudul “Mengkondisikan Jawa Kembali Hindu” di majalah ini dikatakan: “Kita semua mendambakan Jawa kembali Hindu, guna mengiringi kejayaan bangsa Indonesia menjadi negara adidaya di tahun 2080 an, sebagaimana sabda Pandita Ratu Jayabaya, ramalan Sabdo Palon dan prediksi para ahli kelas dunia seperti Goldman Sach. Untuk diperlukan kondisi yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya Hindu di Jawa atau bagaimana menjadikan Jawa kondusif untuk kembali menjadi Hindu.”

Ditargetkan, sepuluh tahun ke depan, 30 persen penduduk Indonesia sudah kembali menjadi Hindu dan ditahun keadidayaan bangsa ini, yaitu di tahun 2080, 80 persen sudah kembali Hindu. “Yang pada gilirannya menjadi bangsa yang telah menemukan kembali kepribadiannya, yang telah berpijak pada jatidirinya dan menjadi pusat kebudayaan dunia.”

Ambisi untuk meng-Hindukan kembali Indonesia sudah pernah diungkap dalam Majalah MEDIA HINDU, edisi Oktober 2011, yang saat itu menurunkan laporan utama berjudul “Kembali ke Hindu, Bila Indonesia Ingin Berjaya Kembali Seperti Majapahit”. Ditegaskan pada bahasan utama: “Kembali pada Hindu, sebagai satu-satunya langkah utama untuk mengantar Indonesia ini kembali menjadi Negara Adidaya.”

Lalu disimpulkan: “Kembali menjadi Hindu adalah mutlak perlu bagi bangsa Indonesia apabila ingin menjadi Negara Adidaya ke depan, karena hanya Hindu satu-satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan Jatidiri bangsa sebagai modal dasar untuk menjadi Negara maju.”

Hindu Pluralis?

Membaca pemikiran kaum Hindu yang begitu berambisi untuk menghindukan kembali Indonesia, cukup memunculkan tanda tanya tentang klaim Hindu sebagai agama pluralis yang sangat toleran dengan kepercayaan agama-agama lain, sebagaimana pernah dipaparkan di Majalah MEDIA HINDU edisi April 2010. Dalam kolomnya yang berjudul ‘Pluralisme Surga’, Ngakan Putu Putra menyebutkan dukungan kuat terhadap gagasan pluralisme agama. Ia menulis sebagai berikut :




"Meninggalnya Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), pada akhir Desember 2009, bagaikan momentum sebuah perayaan atas pluralisme agama. Doa bersama oleh tokoh berbagai agama dilakukan di kediaman mendiang, maupun di tempat ibadah masing-masing, berbagai tulisan diterbitkan, buku tentang Gus Dur diluncurkan, seperti yang dilakukan di Pura Aditya Jaya Rawamangun, tanggal 8 Februari yang dihadiri oleh perwakilan keluarga, perwakilan majelis agama para sahabat yang memberikan testimoni, diikuti dengan doa bersama.



Penghormatan ini memang pantas, karena jasanya yang besar untuk mengembangkan pluralisme agama di Indonesia, yang dilakukannya secara konsisten sejak muda, melalui tulisan-tulisannya di media massa, dialog yang dilakukannya ketika menjadi ketua umum PBNU, dan keputusan ang diambilnya ketika menjadi Presiden, yang paling fenomenal adalah pengakuannya terhadap agama Konghucu dan diperbolehkanna Imlek. Gus Dur juga sering datang ke pura dan ashram di Bali dan ikut sembahyang dan bhajan.




Namun dibalik perayaan itu, yang melambangkan optimisme akan pluralisme di Indonesia, yang sebetulnya sudah dirumuskan oleh Mpu Tantular pada abad 15, terselip juga kekhawatiran. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang di dalamnya terdapat wakil-wakil dari organisasi massa Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah beberapa tahun lalu mengeluarkan fatwa mengharamkan pluralisme. Sekalipun mendapat kritik keras dari berbagai kalangan sampai saat ini fatwa itu belum dicabut….




Agama-agama Timur seperti Hindu, Buddha, Jain, dan Sikh tidak mengalami kesulitan untuk menerima pluralisme agama. Sikap pluralistik itu berakar di dalam ajarannya. Sementara agama-agama Semitik bersifat anti-pluralisme. Paus Benedict XVI, pemimpin Gereja Katolik Roma, menolak menghadiri doa bersama para tamunya, para tokoh berbagai agama di dunia yang diundangnya untuk acara dialog antar agama, yang diadakan di Vatikan, 2007. Karena bila dia ikut dalam doa bersama itu, akan memberi kesan bahwa dia mengakui semua agama memiliki kebenaran yang sama. Tuan rumah yang arogan.’’

Di MEDIA HINDU edisi yang sama, diturunkan artikel dari I Ketut Budiasa, berjudul ‘Hindu, Pluralisme, dan Masa Depan Umat Manusia’. Ditulis dalam artikel ini : "Agama Hindu tidak bermasalah dengan pluralisme." Lalu, ditegaskan : "Manusia membutuhkan paham ketuhanan Hindu untuk menciptakan masa depan umat manusia yang damai di bumi yang dihuni bersama ini. Hanya dengan pandangan ketuhanan Hindu dan "sifat-sifat Tuhan Hindu" manusia dapat menciptakan masa depan yang damai secara hakiki dan tulus."

Menurut penulis, Hindu tak membagi manusia ke dalam ‘pemuja Tuhan’ dan ‘musuh Tuhan’. Apakah matahari hanya memberi sinarnya kepada sekelompok orang ? Bahkan, ia tidak memalingkan sinarnya dari kotoran. Selanjutnya dikatakan: "Tuhan Hindu’’ yaitu Tuhan dalam konsep dan pandangan agama Hindu, yang disebut dengan berbagai nama : Brahman, Wisnu, Siwa, Rudra, dan ratusan atau bahkan mungkin ribuan nama lain, bukanlah Tuhan pencemburu.’’

Membaca persepsi dan ambisi kaum Hindu, kita patut bertanya: Jika Hindu mengaku sebagai agama pluralis dan toleran dengan kepercayaan agama lain, harusnya tidak mengritik konsep agama-agama lain, dan tidak berambisi meng-Hindu-kan kembali Indonesia.*/Depok, 12 November 2012

Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com

http://www.hidayatullah.com/read/25820/12/11/2012/
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by nap.bon »

Wah, yang muat websitenya muslimer tha? Pantes mah banyak taqqiya nya.


Kasihan yang monotheisme, cuma gara-gara satu (agama) monotheisme, semua monotheisme yang lain jadi kena.
swatantre
Posts: 4049
Joined: Thu Jul 20, 2006 7:40 pm
Location: Tanah Suci, dalem Ka'bah

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by swatantre »

Dr. Adian Husaini wrote: ...
Jika Hindu mengaku sebagai agama pluralis dan toleran dengan kepercayaan agama lain, harusnya tidak mengritik konsep agama-agama lain, dan tidak berambisi meng-Hindu-kan kembali Indonesia.*/Depok, 12 November 2012

Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com

http://www.hidayatullah.com/read/25820/12/11/2012/
Gimana kalau kalimatnya begini
Jika Islam mengaku sebagai agama pluralis dan toleran dengan kepercayaan agama lain, harusnya tidak mengritik konsep agama-agama lain, dan tidak berambisi meng-islamkan Indonesia
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Laurent »

sekalian aja haramkan kata agama karena kata tersebut berasal dari ajaran hindu begitu juga dengan surga, puasa, sembahyang, tuhan

http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ml#p893412

jangan lupa juga haramkan orang2 muslim pake nama2 hindu-buddha & hanya boleh pake nama arab

ganti semua slogan2 yang berbau hindu di instansi pemerintahan dengan slogan berbau arab

ganti pancasila dengan panca syariah, panca syahadat, panca sholat

ganti nama indonesia dengan islamnesia / indonistan

ganti kata agama pada kemnag, kua, pengadilan agama dengan din karena kata agama berbau hindu

ganti aksara jawa dengan aksara arab

itu bisa dilakukan jika anda masih takut dengan kebangkitan hindu
User avatar
Kibou
Posts: 1359
Joined: Mon Nov 03, 2008 11:30 am
Location: Land of the free

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Kibou »

Agama Hindu bangkit di Indonesia, bagus lah. Biar bisa kembali kepada warisan leluhur dulu. Saya dukung.
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Laurent »

[bali] penindasan terhadap umat Hindu

Ambara, Gede Ngurah \(KPC\) Sun, 07 Oct 2007 18:39:24 -0700
Pak Chepy dan semeton yang lain...



Penindasan yang saya maksud saat ini lebih ke monopoli Informasi,
pembiasaan informasi, menjelek-jelekkan agama Hindu baik di media massa
maupun di kotbah-kotbah di Mesjid (terutama dimesjid) maupun di Gereja,
dan ini memang lebih sering terjadi di luar Bali...Sinetron-sinetron
yang sering di putar di Indonesia dalam banyak kejadian sering sekali
melecehkan umat Hindu, misalnya tokoh Ulama selalu menang terhadap tokoh
jahat yang digambarkan biasanya berupa dukun dengan pakaian tertentu
biasanya selalu dikaitkan menggunakan ritual seperti Hindu, ada hio
kemenyan dll, bahkan di latar belakang sering terlihat ada patung maupun
tapel/topeng serupa topeng rangda di Bali..singkat cerita Ulama/tokoh
Islam selalu menang terhadap lawan-lawan kleniknya apakah yang kejawen
ataupun seolah-seolah tokoh-tokoh jahat ini orang Hindu (berbudaya
Hindu)...umat Hindu pada diam saja, beberapa sempat protes, tapi setelah
itu sinetron semacam ini terus saja jalan...

Dan selama bulan Ramadan satu bulan penuh televisi dimonopoli oleh Siar
Islam dan beberapa kali melukai hati umat lain..misalnya saat covering
tentang Islam Pegayaman di Bali, mereka (penyiar) menyatakan Sinar Suci
Allah ternyata sampai juga di Bali di sebuah desa...dengan kata lain
desa-desa lain selain pegayaman tidak atau belum mendapat Hidayah Tuhan
(ALLAH)...ini maksudnya apa?? Terjemahan bebasnya selain pegayaman sisa
dari Bali yang lain adalah KAFIR dan semuanya masuk neraka.....



Di daerah Klaten Jawa tengah, umat Hindu Jawa selama puluhan tahun dan
sampai saat ini sering sekali mendapat intimidasi karena semata-mata
mereka Hindu dan bukan Islam, dari pengurusan KTP yang di persulit,
sengaja di salah-salahkan, dan pengurusan ijin-ijin yang lain, demikian
juga di sejumlah desa-desa kantong-kantong umat Hindu Jawa, seperti
misalnya di Jatim...



Pura Krembung di Sidoarjo, 6 km dari pusat Lumpur, dalam masa
pembangunannya sering dilempar batu, mau dirusak oleh orang-orang muslim
sekitarnya, tapi atas perlindungan Hyang Widhi mereka tidak berhasil
merusak pura ini, bahkan batu-batu ini terlempar kembali ke penyerangnya
oleh tangan-tangan gaib yang tidak terlihat..



Di Jawa Barat, khususnya Bandung dan sekitarnya sangat susah sekali
membangun pura di daerah sipil, satu orang saja (biasanya ulama) tidak
setuju maka pura tidak boleh dibangun. Akibatnya apa, di Bandung
sekitarnya Pura hanya bisa berdiri di daerah militer. Pura Cimahi, Pura
Ujung Berung, Margahayu Sulaeman semuanya berdiri di daerah
militer..tapi kalau di Bali gampang sekali orang membangun mesjid
ataupun gereja..karena orang Bali (Hindu) sangat polos tidak
neko-neko....



Tahun 65-66, pada masa pembantaian PKI, sejumlah orang-orang Ansor (NU)
dengan mendompleng militer masuk ke Bali terutama di daerah Jembrana,
mereka orang-orang Islam ini dengan senang hati ikut membantai ribuan
orang-orang Bali PKI, karena menganggap orang-orang Bali layak dibunuh
karena kafir.(tidak beragama)..saya mempunyai saksi Hidup yang bercerita
pada saya saat masih mahasiswa di bandung, namanya Pak Nyoman Sirna Mph.
Saat itu kebetulan ia berusaha melindungi beberapa orang yang
dikejar-kejar orang-orang militer dan Ansor ini ..200 ribu orang yang
tidak berdosa, dan sama sekali tidak tahu tentang politik di bantai di
Bali...cerita gelap ini tidak pernah di buka karena sangat melukai dan
merupakan trauma mendalam bagi rakyat bali, dan juga di luar bali
terutama di Jawa Timur (korban terbesar setelah bali)..sampai sekarang
tidak ada pernyataan minta maaf atas kejadian ini baik oleh orang-orang
Militer maupun Ansor...dan seperti biasa pemerintah diam saja (mungkin
pemerintah tidak mau minta maaf, takut harus memberikan
santunan)...padahal permintaan maaf dan rekonsialisi nasional ini sangat
penting, terutama bagi para korban/keluarga yang ditinggalkan...kami
orang-orang Bali tidak dendam, tapi sedih sangat sedih sekali atas
kejadian ini...



Kristen sama saja, Cuma jarang menggunakan kekerasan phisik, penindasan
yang dilakukan mereka kepada orang-orang Hindu lebih halus, yang sama
seperti Islam, menganggap orang-orang Hindu belum mendapatkan Kebenaran
dari Tuhan Yesus, sehingga perlu di-konversi (dirubah agamanya menjadi
Kristen)...

Sebagian orang bali mungkin sudah tahu : 1 desa di Dalung Tabanan
setengahnya dikonversi menjadi Kristen dengan cara -cara halus dan
licik..dibangun gereja dengan ornament Bali, bahkan ritual serupa dengan
ritual adat Hindu Bali, menggunakan banten dsb..Cuma rohnya dicabut,
doa-doa menggunakan bahasa Bali, tapi Sang Hyang Widhi diubah namanya
menjadi Sang Hyang Yesus..benar-benar cara-cara yang halus dan licik
untuk mengkonversi orang-orang yang sudah beragama....akibatnya Bale
banjar dibagi dua...setengah untuk yang sudah pindah ke Kristen,
setengahnya masih Hindu. Beberapa donatur Hindu baru-baru ini memberikan
sumbangan buat membangun kembali pura kecil, yang sederhana yang
ter-abaikan di bagian desa yang masih hindu di Dalung...sungguh kasihan
dan merana kehidupan sisa warga Hindu yang masih bertahan di desa ini.



Toko buku Gramedia, hanya menjual buku-buku Agama Kristen dan
Islam!..kecuali di Bali, diluar Bali buku-buku Hindu di Gramedia jarang
sekali bahkan tidak ada...

Oke lah Gramedia memang grup kepunyaan Kristen, tapi sangat mencolok
sekali sama sekali tidak membantu saudaranya yang minoritas (Hindu),
menurut saya ini disengaja, mereka tidak mau Hindu berkembang. Hanya di
Bali mereka terpaksa memajangnya takut di-protes....



Di daerah saya ada sejumlah kejadian provokas/siar misi Kristen ke
kantong umat Hindu asal transmigrant dari Bali (daerah Sangkulirang,
Kutai Timur). Seorang pendeta Kristen meng-iming-imingi warga Hindu
dengan memberikan kredit motor, dengan tujuan agar suatu saat mereka
bisa pindah/beralih ke Kristen...



Paus di Vatikan secara tegas menyatakan beberapa tahun lalu untuk
mengkristen-kan belahan India (yang belum Kristen) dan Asia sisanya.
Memberikan Sinar Cahaya Suci Allah menerangi Asia, untuk segera
mewujudkan Sorga di Bumi. Dalam pandangan Gereja Katolik surga di Bumi
baru muncul setelah semua manusia menjadi pengikut Yesus...pantas saja
Islam dan Kristen selalu bentrok dan saling membunuh di Indonesia dan
belahan lain di bumi. Kerusuhan Poso, Kerusuhan Ambon..ini karena kedua
agama ini (Kristen dan Islam) saling berebut pengaruh dalam siar agama
masing-masing...saya punya teman Kristen di tempat kerja, waktu saya
tanya, kenapa ya di kota Sangata yang kecil ini banyak sekali ada Gereja
(tidak kurang dari 20 gereja)..jawaban dia kalem saja: "Bli itu berarti
sorga di bumi sudah dekat"...

Saya cuma bisa terdiam....



Agama Hindu memang bukan agama missi tidak seperti Islam maupun Kristen,
tapi dengan demikian bukan berarti seenaknya boleh di-konversi baik
secara halus maupun dengan kekerasan. Sayangnya Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Cuma sekedar slogan. Pasal 29 UUD 45, Cuma mengatur
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agama, tapi tidak ada
perlindungan terhadap kaum minoritas. Seharusnya ada undang-undang yang
melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi
di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ....



Mudah-mudahan penyampaian fakta-fakta ini tidak membuat orang-orang
Islam dan Kristen menjadi tersinggung, karena kami umat Hindu adalah
korban, yang pantas marah, sedih atau tersinggung adalah kami umat Hindu
bukan kalian orang-orang Kristen maupun Islam...tapi kami umat Hindu
tidak dendam, Cuma sedih, berharap agar penindasan yang selama ini
terjadi dan terus terjadi bisa berkurang..paling tidak biarkan kami yang
jumlahnya sangat sedikit ini untuk bertahan, tolong jangan ubah kami
menjadi Islam ataupun Kristen...terimakasih...



Note : Ini hanya garis besar, kalau semua saya ceritakan akan menjadi 1
buku tebal.....



Gede Ngurah Ambara

http://www.mail-archive.com/[email protected] ... 01317.html
User avatar
Kibou
Posts: 1359
Joined: Mon Nov 03, 2008 11:30 am
Location: Land of the free

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Kibou »

Kristen sama saja, Cuma jarang menggunakan kekerasan phisik, penindasan
yang dilakukan mereka kepada orang-orang Hindu lebih halus, yang sama
seperti Islam, menganggap orang-orang Hindu belum mendapatkan Kebenaran
dari Tuhan Yesus, sehingga perlu di-konversi (dirubah agamanya menjadi
Kristen)...

Sebagian orang bali mungkin sudah tahu : 1 desa di Dalung Tabanan
setengahnya dikonversi menjadi Kristen dengan cara -cara halus dan
licik..dibangun gereja dengan ornament Bali, bahkan ritual serupa dengan
ritual adat Hindu Bali, menggunakan banten dsb..Cuma rohnya dicabut,
doa-doa menggunakan bahasa Bali, tapi Sang Hyang Widhi diubah namanya
menjadi Sang Hyang Yesus..benar-benar cara-cara yang halus dan licik
untuk mengkonversi orang-orang yang sudah beragama....akibatnya Bale
banjar dibagi dua...setengah untuk yang sudah pindah ke Kristen,
setengahnya masih Hindu. Beberapa donatur Hindu baru-baru ini memberikan
sumbangan buat membangun kembali pura kecil, yang sederhana yang
ter-abaikan di bagian desa yang masih hindu di Dalung...sungguh kasihan
dan merana kehidupan sisa warga Hindu yang masih bertahan di desa ini.
Saya ikut simpati dengan masalah yang dihadapi pemeluk Hindu di Indonesia, khususnya di Bali. Ibu saya sendiri adalah orang Bali asli, dan keluarga saya dari sisi Ibu tentunya adalah pemeluk Hindu.

Saya akui, memang ada aliran-aliran Kristen yang sangat agresif menyebarkan aliran kristen mereka. Jadi kalau ada yang menyebarkan ajaran Yesus dengan cara yang keliru, salah, tidak sopan, licik, maka ini membuat saya sangat sedih dan perih hati.
Agama Hindu memang bukan agama missi tidak seperti Islam maupun Kristen,
tapi dengan demikian bukan berarti seenaknya boleh di-konversi baik
secara halus maupun dengan kekerasan. Sayangnya Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Cuma sekedar slogan. Pasal 29 UUD 45, Cuma mengatur
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agama, tapi tidak ada
perlindungan terhadap kaum minoritas. Seharusnya ada undang-undang yang
melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi
di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ....
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada penulis artikel di atas, saya sangat tidak setuju dengan ide beliau yaitu "...undang-undang yang melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ...."

Apakah orang yang terlahir di keluarga atau lingkungan agama X, harus selama-lamanya memeluk agama X? Tentu saja tidak. Adalah hak dan kebebasan setiap orang untuk memegang keyakinan dan juga melepas atau mengganti keyakinan tersebut. Negara tidak berhak membatasi kebebasan setiap orang dalam hal keyakinan. Soal apakah keyakinan tersebut salah atau jahat, itu adalah masalah lain (forum kita ini buktinya).
Mudah-mudahan penyampaian fakta-fakta ini tidak membuat orang-orang
Islam dan Kristen menjadi tersinggung, karena kami umat Hindu adalah
korban, yang pantas marah, sedih atau tersinggung adalah kami umat Hindu
bukan kalian orang-orang Kristen maupun Islam...tapi kami umat Hindu
tidak dendam, Cuma sedih, berharap agar penindasan yang selama ini
terjadi dan terus terjadi bisa berkurang..paling tidak biarkan kami yang
jumlahnya sangat sedikit ini untuk bertahan, tolong jangan ubah kami
menjadi Islam ataupun Kristen...terimakasih...
Saya menghargai isi pikiran Bapak Gede Ngurah Ambara. Tapi bagaimana jika keputusan pindah keyakinan berasal dari orang itu sendiri?

Klik Alternatif Diskusi Kalau FFI Terblokir
Mirror
Mirror Rss Feed
swatantre
Posts: 4049
Joined: Thu Jul 20, 2006 7:40 pm
Location: Tanah Suci, dalem Ka'bah

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by swatantre »

Agama Hindu memang bukan agama missi tidak seperti Islam maupun Kristen,
tapi dengan demikian bukan berarti seenaknya boleh di-konversi baik
secara halus maupun dengan kekerasan. Sayangnya Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Cuma sekedar slogan. Pasal 29 UUD 45, Cuma mengatur
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agama, tapi tidak ada
perlindungan terhadap kaum minoritas. Seharusnya ada undang-undang yang
melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi
di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ....
Kibou wrote: Tanpa mengurangi rasa hormat kepada penulis artikel di atas, saya sangat tidak setuju dengan ide beliau yaitu "...undang-undang yang melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ...."

Apakah orang yang terlahir di keluarga atau lingkungan agama X, harus selama-lamanya memeluk agama X? Tentu saja tidak. Adalah hak dan kebebasan setiap orang untuk memegang keyakinan dan juga melepas atau mengganti keyakinan tersebut. Negara tidak berhak membatasi kebebasan setiap orang dalam hal keyakinan. Soal apakah keyakinan tersebut salah atau jahat, itu adalah masalah lain (forum kita ini buktinya).
Inilah kerancuan pikir manusia Indonesia yg masih dikelilingi alam pikir mitis alih2 rasional!! Yang dilarang itu harusnya adalah konversi agama secara PAKSA, dengan penekanan kepidanaan pada unsur PEMAKSAANNYA!! Bukan pada pengadilan terhadap peralihan keyakinan itu..!! Saya sedih bila org2 nonmuslim mulai memiliki cara pikir seperti muslim... Ini memang tidak membikin Indonesia jadi negara agama, tapi sudah membikin Indonesia jadi negara agama-agama (negara dan masyarakatnya dijajah oleh agama). Harusnya BUDI (kualitas nurani dan nalar DIRI manusiawi) yang memimpin PAKARTI (laku), bukannya agama yang merupakan hukum2 artifisial lalu diberi bobot sakralitas (bukan spiritualitas...).

Yah... sekedar catatan dari uneg2 selama ini saja....

NB. ada beberapa koreksi redaksional sedikit...
Last edited by swatantre on Tue Jan 08, 2013 4:28 pm, edited 1 time in total.
User avatar
Kibou
Posts: 1359
Joined: Mon Nov 03, 2008 11:30 am
Location: Land of the free

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by Kibou »

Agama Hindu memang bukan agama missi tidak seperti Islam maupun Kristen,
tapi dengan demikian bukan berarti seenaknya boleh di-konversi baik
secara halus maupun dengan kekerasan. Sayangnya Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Cuma sekedar slogan. Pasal 29 UUD 45, Cuma mengatur
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agama, tapi tidak ada
perlindungan terhadap kaum minoritas. Seharusnya ada undang-undang yang
melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi
di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ....
Kibou wrote: Tanpa mengurangi rasa hormat kepada penulis artikel di atas, saya sangat tidak setuju dengan ide beliau yaitu "...undang-undang yang melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ...."

Apakah orang yang terlahir di keluarga atau lingkungan agama X, harus selama-lamanya memeluk agama X? Tentu saja tidak. Adalah hak dan kebebasan setiap orang untuk memegang keyakinan dan juga melepas atau mengganti keyakinan tersebut. Negara tidak berhak membatasi kebebasan setiap orang dalam hal keyakinan. Soal apakah keyakinan tersebut salah atau jahat, itu adalah masalah lain (forum kita ini buktinya).
swatantre wrote: Inilah kerancuan pikir manusia Indonesia yg masih dikelilingi alam pikir mitis alih2 rasional!! Yang dilarang itu harusnya dalah konversi agama secara PAKSA, dengan penekanan kepidanaan pada unsur PENEKANANNYA!! Bukan pada pengadilan terhadap peralihan keyakinan itu..!! Saya sedih bila org2 nonmuslim mulai memiliki cara pikir seperti muslim... Ini memang tidak membikin Indonesia jadi negara agama, tapi sudah membikin Indonesia jadi negara agama-agama (negara dan masyarakatnya dijajah oleh agama). Harusnya BUDI (kualitas nurani dan nalar DIRI manusiawi) yang memimpin PAKARTI (laku), bukannya agama yang merupakan hukum2 artifisial lalu diberi bobot sakralitas (bukan spiritualitas...).

Yah... sekedar catatan dari uneg2 selama ini saja....
Kalau saya sendiri secara pribadi melihat adanya obsesi orang Indonesia terhadap agama. Seakan sudah terbiasa mengkotak-kotakan diri sendiri dan orang lain berdasarkan agama yang tercantum di KTP. Padahal dalam satu agama sendiri, baik itu kristen, buddha, hindu, islam, terdiri dari banyak aliran dengan dasar filosofis yang berbeda-beda pula.

Memang dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat idealnya kita lebih berpegang kepada budi pekerti dan biarlah agama berada di dalam hati masing-masing saja.
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Kebangkitan Agama Hindu di Jawa

Post by nap.bon »

Laurent wrote:[bali] penindasan terhadap umat Hindu

Ambara, Gede Ngurah \(KPC\) Sun, 07 Oct 2007 18:39:24 -0700
Pak Chepy dan semeton yang lain...



Penindasan yang saya maksud saat ini lebih ke monopoli Informasi,
pembiasaan informasi, menjelek-jelekkan agama Hindu baik di media massa
maupun di kotbah-kotbah di Mesjid (terutama dimesjid) maupun di Gereja,
dan ini memang lebih sering terjadi di luar Bali...Sinetron-sinetron
yang sering di putar di Indonesia dalam banyak kejadian sering sekali
melecehkan umat Hindu, misalnya tokoh Ulama selalu menang terhadap tokoh
jahat yang digambarkan biasanya berupa dukun dengan pakaian tertentu
biasanya selalu dikaitkan menggunakan ritual seperti Hindu, ada hio
kemenyan dll, bahkan di latar belakang sering terlihat ada patung maupun
tapel/topeng serupa topeng rangda di Bali..singkat cerita Ulama/tokoh
Islam selalu menang terhadap lawan-lawan kleniknya apakah yang kejawen
ataupun seolah-seolah tokoh-tokoh jahat ini orang Hindu (berbudaya
Hindu)...umat Hindu pada diam saja, beberapa sempat protes, tapi setelah
itu sinetron semacam ini terus saja jalan...
Ya, memang media di sini monopolinya muslim.
Laurent wrote: Dan selama bulan Ramadan satu bulan penuh televisi dimonopoli oleh Siar
Islam dan beberapa kali melukai hati umat lain..misalnya saat covering
tentang Islam Pegayaman di Bali, mereka (penyiar) menyatakan Sinar Suci
Allah ternyata sampai juga di Bali di sebuah desa...dengan kata lain
desa-desa lain selain pegayaman tidak atau belum mendapat Hidayah Tuhan
(ALLAH)...ini maksudnya apa?? Terjemahan bebasnya selain pegayaman sisa
dari Bali yang lain adalah KAFIR dan semuanya masuk neraka.....
Jangan takut, sebab belum tentu Allahnya muslim itu benar, ingat dia maha penipu.
Laurent wrote: Di daerah Klaten Jawa tengah, umat Hindu Jawa selama puluhan tahun dan
sampai saat ini sering sekali mendapat intimidasi karena semata-mata
mereka Hindu dan bukan Islam, dari pengurusan KTP yang di persulit,
sengaja di salah-salahkan, dan pengurusan ijin-ijin yang lain, demikian
juga di sejumlah desa-desa kantong-kantong umat Hindu Jawa, seperti
misalnya di Jatim...


Pura Krembung di Sidoarjo, 6 km dari pusat Lumpur, dalam masa
pembangunannya sering dilempar batu, mau dirusak oleh orang-orang muslim
sekitarnya, tapi atas perlindungan Hyang Widhi mereka tidak berhasil
merusak pura ini, bahkan batu-batu ini terlempar kembali ke penyerangnya
oleh tangan-tangan gaib yang tidak terlihat..


Di Jawa Barat, khususnya Bandung dan sekitarnya sangat susah sekali
membangun pura di daerah sipil, satu orang saja (biasanya ulama) tidak
setuju maka pura tidak boleh dibangun. Akibatnya apa, di Bandung
sekitarnya Pura hanya bisa berdiri di daerah militer. Pura Cimahi, Pura
Ujung Berung, Margahayu Sulaeman semuanya berdiri di daerah
militer.. tapi kalau di Bali gampang sekali orang membangun mesjid
ataupun gereja..karena orang Bali (Hindu) sangat polos tidak
neko-neko....
Ya, kristen juga mengalami hal demikian. Wait, ane rasa itu ga gampang. Apa kalian tidak merasa berlaku sama seperti muslim? Pada awal kristen di Bali, bukankah kristen di-'kasepekang' oleh masyarakat Hindu di sana? Jangankan kegiatan peribadatan, kegiatan sehari-hari Kristen awal di Bali dirintangi (rumah disegel, dikucilkan, dirintangi benda tajam -seingatku macam bambu runcing?).
Laurent wrote: Tahun 65-66, pada masa pembantaian PKI, sejumlah orang-orang Ansor (NU)
dengan mendompleng militer masuk ke Bali terutama di daerah Jembrana,
mereka orang-orang Islam ini dengan senang hati ikut membantai ribuan
orang-orang Bali PKI, karena menganggap orang-orang Bali layak dibunuh
karena kafir.(tidak beragama)..saya mempunyai saksi Hidup yang bercerita
pada saya saat masih mahasiswa di bandung, namanya Pak Nyoman Sirna Mph.
Saat itu kebetulan ia berusaha melindungi beberapa orang yang
dikejar-kejar orang-orang militer dan Ansor ini ..200 ribu orang yang
tidak berdosa, dan sama sekali tidak tahu tentang politik di bantai di
Bali...cerita gelap ini tidak pernah di buka karena sangat melukai dan
merupakan trauma mendalam bagi rakyat bali, dan juga di luar bali
terutama di Jawa Timur (korban terbesar setelah bali)..sampai sekarang
tidak ada pernyataan minta maaf atas kejadian ini baik oleh orang-orang
Militer maupun Ansor...dan seperti biasa pemerintah diam saja (mungkin
pemerintah tidak mau minta maaf, takut harus memberikan
santunan)...padahal permintaan maaf dan rekonsialisi nasional ini sangat
penting, terutama bagi para korban/keluarga yang ditinggalkan...kami
orang-orang Bali tidak dendam, tapi sedih sangat sedih sekali atas
kejadian ini...



Kristen sama saja, Cuma jarang menggunakan kekerasan phisik, penindasan
yang dilakukan mereka kepada orang-orang Hindu lebih halus, yang sama
seperti Islam, menganggap orang-orang Hindu belum mendapatkan Kebenaran
dari Tuhan Yesus, sehingga perlu di-konversi (dirubah agamanya menjadi
Kristen)...

Sebagian orang bali mungkin sudah tahu : 1 desa di Dalung Tabanan
setengahnya dikonversi menjadi Kristen dengan cara -cara halus dan
licik..dibangun gereja dengan ornament Bali, bahkan ritual serupa dengan
ritual adat Hindu Bali, menggunakan banten dsb..Cuma rohnya dicabut,
doa-doa menggunakan bahasa Bali, tapi Sang Hyang Widhi diubah namanya
menjadi Sang Hyang Yesus..benar-benar cara-cara yang halus dan licik
untuk mengkonversi orang-orang yang sudah beragama....akibatnya Bale
banjar dibagi dua...setengah untuk yang sudah pindah ke Kristen,
setengahnya masih Hindu. Beberapa donatur Hindu baru-baru ini memberikan
sumbangan buat membangun kembali pura kecil, yang sederhana yang
ter-abaikan di bagian desa yang masih hindu di Dalung...sungguh kasihan
dan merana kehidupan sisa warga Hindu yang masih bertahan di desa ini.
...merana? Bukankah Bupati Badung setiap tahunnya memberi pura bantuan khusus secara besar-besaran selain melalui desa?

Doa menggunakan bahasa Bali, menggunakan banten, gereja style Bali... dibilang cara mengkonversi licik? Tentunya kalau licik di depan gereja itu tulisannya pura, itu baru licik. Picik seperti muslim, dikiranya budaya Bali = Agama Hindu, pemikiran cacat.
Laurent wrote: Toko buku Gramedia, hanya menjual buku-buku Agama Kristen dan
Islam!..kecuali di Bali, diluar Bali buku-buku Hindu di Gramedia jarang
sekali bahkan tidak ada...

Oke lah Gramedia memang grup kepunyaan Kristen, tapi sangat mencolok
sekali sama sekali tidak membantu saudaranya yang minoritas (Hindu),
menurut saya ini disengaja, mereka tidak mau Hindu berkembang. Hanya di
Bali mereka terpaksa memajangnya takut di-protes....



Di daerah saya ada sejumlah kejadian provokas/siar misi Kristen ke
kantong umat Hindu asal transmigrant dari Bali (daerah Sangkulirang,
Kutai Timur). Seorang pendeta Kristen meng-iming-imingi warga Hindu
dengan memberikan kredit motor, dengan tujuan agar suatu saat mereka
bisa pindah/beralih ke Kristen...
Setidaknya jauh lebih baik memberikan kredit dengan harapan akan berpindah, dibandingkan bakal ngegorok leher agar berpindah.
Laurent wrote: Paus di Vatikan secara tegas menyatakan beberapa tahun lalu untuk
mengkristen-kan belahan India (yang belum Kristen) dan Asia sisanya.
Memberikan Sinar Cahaya Suci Allah menerangi Asia, untuk segera
mewujudkan Sorga di Bumi. Dalam pandangan Gereja Katolik surga di Bumi
baru muncul setelah semua manusia menjadi pengikut Yesus...pantas saja
Islam dan Kristen selalu bentrok dan saling membunuh di Indonesia dan
belahan lain di bumi. Kerusuhan Poso, Kerusuhan Ambon..ini karena kedua
agama ini (Kristen dan Islam) saling berebut pengaruh dalam siar agama
masing-masing...saya punya teman Kristen di tempat kerja, waktu saya
tanya, kenapa ya di kota Sangata yang kecil ini banyak sekali ada Gereja
(tidak kurang dari 20 gereja)..jawaban dia kalem saja: "Bli itu berarti
sorga di bumi sudah dekat"...

Saya cuma bisa terdiam....


Agama Hindu memang bukan agama missi tidak seperti Islam maupun Kristen,
tapi dengan demikian bukan berarti seenaknya boleh di-konversi baik
secara halus maupun dengan kekerasan. Sayangnya Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika Cuma sekedar slogan. Pasal 29 UUD 45, Cuma mengatur
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah agama, tapi tidak ada
perlindungan terhadap kaum minoritas. Seharusnya ada undang-undang yang
melarang mengkonversi orang-orang yang sudah beragama yang diakui resmi
di Indonesia (saat ini ada 6 : masuknya Konfucu kembali) ....
Saya harap juga umat Hindu sadar pula, apabila ingin dihormati, maka umat lain juga harus dihormati. Contoh dasar, program sekolah setiap pagi juga berdoa tri sandya (bisa 15 menit sendiri), yang memotong jam pertama
(45 menit) terbuang untuk umat Hindu atau pelaksanaan program sekolah yang berbenturan dengan pelajaran pendidikan agama tanpa pemberian solusi? Atau muatan lokal budhi pekerti yang tak ayalnya seperti pelajaran agama Hindu? Itu sama saja dengan diskredit umat non-Hindu. Bukankah ini semacam konversi halus yang dilakukan umat Hindu?
Laurent wrote: Mudah-mudahan penyampaian fakta-fakta ini tidak membuat orang-orang
Islam dan Kristen menjadi tersinggung, karena kami umat Hindu adalah
korban, yang pantas marah, sedih atau tersinggung adalah kami umat Hindu
bukan kalian orang-orang Kristen maupun Islam...tapi kami umat Hindu
tidak dendam, Cuma sedih, berharap agar penindasan yang selama ini
terjadi dan terus terjadi bisa berkurang..paling tidak biarkan kami yang
jumlahnya sangat sedikit ini untuk bertahan, tolong jangan ubah kami
menjadi Islam ataupun Kristen...terimakasih...



Note : Ini hanya garis besar, kalau semua saya ceritakan akan menjadi 1
buku tebal.....



Gede Ngurah Ambara

http://www.mail-archive.com/[email protected] ... 01317.html
Semoga umat hindu mau berkaca terlebih dahulu sebelum mengatakan yang lain.
Post Reply