Budaya Geng Muslim di UK/Inggris

Muslim moderat, radikal, bgm pemikiran mereka & bgm hubungan mereka dgn NON-Muslim, sejarah perlakuan Muslim terhdp NON-Muslim, Dhimmi & Jizyah
Post Reply
israel hu akbar
Posts: 220
Joined: Thu Jan 24, 2008 11:30 pm

Budaya Geng Muslim di UK/Inggris

Post by israel hu akbar »

UK: Budaya Geng Muslim: Segera mampir di Kota dekat Anda! (1 dari 3)
Muslim Gang CUlture: Coming to a Street Near You
14 Januari 2008
http://www.wvwnews.net/story.php?id=2973

Geng The Muslim Boys

Image
Almarhum Adrian Marriott

Pada Rabu, 4 Januari 2006, seorang ibu berkulit hitam memberikan kesaksian di pengadilan. Di Pengadilan Pidana di Southwark, tenggara London, Ruth Marriott berbicara tentang hari-hari terakhir putranya, Adrian Marriott. Selain sebagai mahasiswa akuntansi, Adrian juga anggota geng Peel Den Crew.
Adrian ditembak lima kali di kepala pada 8 Juni 2004 KARENA MENOLAK MASUK ISLAM, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya ke 21. Mayatnya ditemukan di sebuah taman, di ujung Barrington Road, Brixton.

Ruth Marriott, 52 tahun, mengatakan: "Kami mendengar suara tembakan. Aku langsung berpikir bahwa Adrian terlibat, tapi itu hanya perasaanku saja. Lalu kami mendengar dari polisi pada malam berikutnya, mengenai yang terjadi... Adrian diberitahu pada hari Minggu sebelum kematiannya bahwa ia akan dibunuh jika dia tidak menjadi seorang Muslim pada hari Rabu, hari dimana ia meninggal. ".

Geng yang memerintahkan Adrian Marriott masuk Islam disebut “The Muslim Boys.” Sebelum terjadinya pembunuhan, pengaruh geng tsb. luput dari perhatian media. The Muslim Boys dipandang hanya sekedar dari geng kebanyakan yang beroperasi di London selatan, dengan nama-nama seperti Stockwell Crew, Peel Den Crew, Mad Crew atau Mad4T, The SMS (South Man Syndicate, juga dikenal sebagai South Man Dem) dan PDC (Poverty Driven Children). Tapi kini polisi menganggap The Muslim Boys sebagai ancaman besar. Pada saat pemakaman Adrian Marriott di Brixton, upacara itu malah dijaga oleh polisi bersenjata.

Target rekrutan The Muslim Boys kebanyakan pemuda kulit hitam dari Brixton, Peckham, Lambeth, dan Streatham. Mereka menarget perumahan kumuh seperti Angel Town Estate di Brixton dimana Adrian Marriott tinggal bersama ibunya, saudaranya David, adiknya Tara dan saudara lainnya. The Muslim Boys memperoleh sebagian besar pendapatan mereka dengan melakukan perampokan, mencuri dari pengedar narkoba dan pencucian uang. Mereka mendapatkan reputasi yang menakutkan diantara rekan2 sebaya mereka karena mereka sering melakukan pemaksaan masuk Islam.

Sebelum Adrian Marriott diultimatum untuk memeluk Islam atau mati, adiknya Tara sudah menjadi target The Muslim Boys. Tara Marriott dan temannya Jade Okai tunduk pada tuntutan geng. Mereka diberi Jilbab yang wajib mereka pakai, dan buku-buku Islam, DVD dan salinan Quran, oleh dua orang yang kemudian dituntut dalam pembunuhan Adrian.

Pada September 2005, tiga pemuda, Marcus Archer, Aaron Irving-Simpson dan Marlon Stubbs, semua berusia 24 tahun, diadili atas pembunuhan Adrian Marriott. Sidang berakhir cepat, dan dua terdakwa dibebaskan. Marcus Archer dipenjara selama delapan tahun untuk kepemilikan senjata api ilegal. Tapi tidak seorangpun dari anggota geng dinyatakan bersalah membunuh Adrian Marriott.

Pada 2005, sekitar 20 anggota geng The Muslim Boys garis keras mendekam dipenjara, tetapi penjara hanyalah tempat lain untuk melanjutkan intimidasi dan rekrutmen. Pada Februari tahun itu, seorang wartawan dari koran Evening Standard mewawancarai salah satu The Muslim Boys. Winston berusia 21 tahun telah "diubah" di penjara. Dia mengatakan:.. "Sekarang kita semua pergi ke masjid bersama-sama. Jika aku menolak, mereka akan meledakkan [menembak] aku, ya aku berdoa dua kali sehari: sebelum aku melakukan kejahatan, dan setelahnya. Aku meminta Allah untuk berkat ketika aku keluar di jalan. Setelah itu, saya minta maaf kepada Allah atas apa yang kulakukan. "

Winston, yang mengaku mendukung Osama bin Laden, menggambarkan cintanya pada pisau dan bercerita mengenai senjata api yang dimiliki oleh anggota geng. Ini termasuk pistol mesin Mac-10. Dia membanggakan uang yang geng dapatkan dari perampokan, dan berkata: "Kemudian, setelah tengah malam saya dan brothers saya pergi ke masjid untuk berdoa."

Imam di London selatan diintimidasi untuk tetap membuka mesjid mereka dan mengizinkan anggota Muslim Boys untuk berdoa diluar jam kerja. Ketua Masjid Brixton, Abdul Haqq Baker, berkata tentang perilaku geng: "Apa yang kita lihat adalah sebuah fenomena baru yang saya tidak lihat selama 15 tahun saya menjadi seorang Muslim." Pada Januari 2005, masjid Brixton dan Stockwell secara terbuka menyatakan bahwa ada "kriminal yang menyamar sebagai Muslim" yang mengancam reputasi Islam sejati.

Operasi Trident merupakan inisiatif polisi untuk memerangi meningkatnya kasus kejahatan bersenjata diantara geng kulit hitam, dipimpin oleh Kepala Detektif Inspektur John Coles. Sebuah pernyataan polisi: “Trident menyadari beberapa remaja kulit hitam di London Selatan yang menyebut diri The Muslim Boys, dan terlibat dalam tindak pidana senjata api dan narkoba. Beberapa orang mengklaim telah masuk Islam, walaupun kepercayaan mereka tidak diakui oleh umat Islam sejati dalam masyarakat. "

Satu petugas dari Operasi Trident, Detektif Sersan Gary Friar, mengklaim bahwa The Muslim Boys menggunakan anak-anak dalam kegiatan narkoba mereka dan mempersenjatai mereka. Ia mengatakan pada 2006: "Mereka mempekerjakan anak2 usia 12 atau 13 tahun. Sebagian besar anak-anak ini bergabung dengan geng di bawah paksaan. Mayoritas adalah dari latar belakang yang tersisihkan di suatu perumahan, di mana mereka melakukan kontak dengan anggota geng senior . The Myatt's Field Estate di Brixton,... misalnya, berintikan 4 atau 5 pemimpin yang menekan anak-anak muda untuk bertransaksi narkoba bagi mereka. "

"Banyak anak-anak ini tidak ingin terlibat, tetapi mereka mengalami kekerasan fisik atau diancam dengan senjata api. Anggota geng senior tidak ingin mengotori tangan mereka. Mereka tidak mau tertangkap dengan narkoba. Mereka bersiasat dengan menelpon bawahannya sebagai kurir senjata, saat mereka memerlukannya saja, daripada membawanya selalu, dengan risiko lima tahun penjara, bila tertangkap."

[...]

Tiga anggota The Muslim Boys terbukti melakukan pembunuhan yang terjadi tak lama setelah Adrian Marriott dihabisi, karena menolak masuk Islam. Pada 1 Agustus 2005, seorang asisten perawat berusia 23 tahun bernama Charles Anokye bersama seorang teman datang ke klab malam di Gereja St. Matius, Effra Road, Brixton. Kedua orang itu bekerja di Rosedale Nursing Home, Tooting Broadway.

Selama tiga bulan persidangan di Old Bailey, teman Anokye, James Idamakin bersaksi bahwa mereka berdua tengah menari ketika sesorang berkata: "Kau menghalangi pandanganku" Lalu Charles Anokye menghantamnya dengan botol minuman, dan Idamakin melerainya dengan mengatakan bahwa Anokye sedang mabuk. Mereka meninggalkan klab pukul 4 pagi, dan Idamakin mengatakan kepada pengadilan bahwa ia melihat The Muslim Boys berlarian keluar dari klab.

"Saya melihat Charles dengan beberapa remaja. Mereka mengejarnya, sekitar enam orang menendang dan meninju dia. Laku ia tersungkur," kata Idamakin.

Pengadilan memperlihatkan rekaman CCTV saat Charles Anokye ditendang, ditinju dan ditusuk. Dua orang lain bersaksi, setelah ditempatkan di bawah program perlindungan saksi. Anokye menderita 13 luka tusukan di dada dan punggung, kemudian mati. penyerangnya mengambil uang disakunya saat ia terbaring berdarah, sampai mati di jalanan.

Anwar Hussain, 17 tahun, dihukum karena pembunuhan. Dua kaki tangannya, Edwin Bamfo, 18 tahun dan Aaron Roberts, 20 tahun dihukum juga karena pembunuhan. Rico Tracey, 18 tahun dan Ben Jatto, 17 tahun, dibebaskan dari dakwaan membunuh tetapi dihukum karena kekerasan. Satu orang lainnya dibebaskan, dan juri tidak bisa mencapai keputusan pada dua terdakwa lain, sehingga harus diulang sidangnya..

Hussain kemudian diberi hukuman seumur hidup, sementara Bamfo dan Roberts dihukum 10 tahun penjara. Bamfo, yang sebelumnya berambisi untuk mewakili Inggris sebagai sprinter di Olimpiade, memperoleh pengurangan hukuman menjadi delapan tahun. Ben Jatto menerima hukuman penjara 18 bulan dan Rico Tracey dipenjara selama 2 tahun.

Pacar Tracey, Fatima Cardoso divonis 3 tahun hukuman penjara untuk kesaksian palsu pada Juli 2007. Dia telah memberikan alibi palsu untuk Tracey selama persidangan, dan terus berbohong saat disidang tentang sumpah palsu.

Pada September 2006, seorang anggota geng The Muslim Boys dipenjara selama 10 tahun untuk kepemilikan senjata. Joel Simmonds, 22 tahun, memiliki-Mac 10 dengan 10 butir amunisi, serta senjata setrum dan pelindung tubuh.

Pada bulan yang sama, South London Press melaporkan bahwa dengan banyaknya anggota kunci di dalam penjara, polisi mengklaim bahwa reputasi menakutkan dari The Muslim Boys memudar.

Ruth Marriott merasa skeptis. Dia berkata: "Saya tidak berpikir ini adalah akhir mereka, pengadilan terlalu lunak dan orang-orang ini diperlakukan seperti bangsawan di lapas. Di lapas mereka malah makin kompak, sehingga saat keluar, mereka semakin percaya diri ... keterkaitan muslim mereka penuh dengan ****. Mereka menggunakannya untuk menyembunyikan perbuatan jahat mereka. Saya tahu Muslim sejati dan mereka tidak akan pernah bersikap seperti ini.. "

Meskipun anggota aktif The Muslim boys menurun di jalan-jalan London selatan, kegiatan mereka di penjara membuat aparat lapas di Inggris pusing tujuh keliling.

Banyak anggota geng Muslim Boys dipenjara di Belmarsh, sebuah penjara yang dibangun pada 1991. Penjara ini biasanya diperuntukan bagi mayoritas teroris muslim Inggris. Salah satu narapidana terkenal adalah si tangan-kait Abu Hamza al-Masri, eks pengkhotbah penghasut di Masjid Finsbury Park. Seorang aparat lapas di HMP Belmarsh baru-baru ini menyatakan: "Para tahanan risiko-tinggi ditaruh di High Security Unit, itu adalah penjara dalam penjara. Pembicara di unit hanyalah Abu Hamza. Tak satu pun dari tahanan yang pernah mengganggunya.... Banyak The Muslim Boys yang mengidolakannya. Selain TV portabel, ia memiliki laptop sendiri yang disediakan oleh Dinas Penjara, beberapa buku dan sajadah.. "

Di dalam penjara Belmarsh, The Muslim Boys membawa karakter buas dan ganas mereka. Mereka memantapkan posisi yang unik dalam hirarki penjara, ditakuti oleh narapidana dan diperlakukan dengan hati-hati oleh petugas penjara. Untuk mencapai hal ini, mereka mencapainya dengan kekerasan terhadap narapidana dan staf.

Pada Desember 2005, sebuah laporan keamanan internal bocor dari penjara: "Tahanan melaporkan penyalahgunaan, serangan, intimidasi dan ancaman. Beberapa kekejaman yang dilakukan dengan impunitas (bebas dari hukuman) menyebabkan korban takut akan keselamatannya. Sebagian besar pelaku diyakini.. anggota geng The Muslim Boys yang berusaha merekrut tahanan lain. Mereka memaksa tahanan untuk menerima keyakinan Islam -. mereka yang menolak diserang. Bila menjadi mualaf, mereka dijanjikan perlindungan dari tahanan lain dan staf.

Sebulan kemudian, seorang sumber dari dalam penjara menyatakan: " Pentolan The Muslim Boys memerintahkan sebagian besar serangan terhadap tahanan lain. Mereka berkuasa lewat penindasan dan sangat sulit untuk disusupi.."

Suatu upaya tak bermanfaat untuk mengontrol kekerasan yang dipimpin oleh geng Muslim Boys, satu pemimpin geng dialihkan pada Desember 2005 ke penjara Brixton. Orang ini memiliki catatan kriminal yang berhubungan dengan narkoba, kekerasan dan ancaman terhadap staf dan sesama tahanan." Pentolan Muslim Boys lainnya dikirim ke penjara Whitemoor, di Cambridgeshire. Dalam laporan keamanan yang bocor, dia terlibat dalam intimidasi, penyerangan dan rekrutmen Geng Mulim Boys dan menjadikan rekrutmen masuk Islam. Tujuan rekrutmen adalah untuk bemper menghadapi staf dan menyebabkan gangguan di penjara. Dia juga terlihat, bersama dengan dua orang lain, membawa senjata.

Pada Februari 2006, seorang anggota terkemuka geng Muslim Boys memimpin serangan terhadap staf penjara yang menyebabkan kerusuhan di high security unit lapas. Seorang penjaga lapas disandera oleh dua napi. Keduanya adalah geng Muslim Boys. Tahanan lain kemudian bergabung. Petugas dipukul di kepala dan tubuh bagian atas dengan tongkat bilyar dan juga kaus kaki yang diisi dengan kaleng tuna. Dia terluka dan dirawat rumah sakit. Insiden itu menyebabkan kekerasan lebih lanjut di mana dua penjaga lapas lainnya juga diserang. Salah satunya dipukul dan ditendang di blok kamar mandi, dan yang lainnya diserang di ruang perawatan medis. Sekitar sepuluh tahanan dan sepuluh staf berkelahi , dan lima tahanan diberi tindakan disiplin.

Pada Jumat Agung, 14 April 2006, salah satu anggota Muslim Boys "dihukum" karena mencoba untuk keluar dari Islam. Ketika tahanan di Belmarsh tsb. berada di toilet, delapan anggota geng Muslim Boys menyerangnya. Korban cedera kepala. Ketika petugas lapas berusaha melerai, mereka juga diserang. The Home Office (Departemen dalam Pemerintahan Kerajaan Inggris, yang mengurusi hukum, imigrasi di Inggris dan Wales) membantah bahwa serangan itu merupakan insiden yang serius, tetapi seorang juru bicaranya mengatakan bahwa empat orang itu menjadi sasaran "tindakan administratif."

Pada Mei 2007, seorang anggota terkemuka dari geng Muslim Boys, kembali memimpin serangan terhadap staf lapas Belmarsh. Pada pagi hari 4 Mei, ybs. diminta untuk menyerahkan laptop-nya ke petugas lapas. Pada Maret 2006, lapas secara kontroversial memungut biaya £ 1,000 ($ 1,958) per laptop bagi 28 tahanan di penjara, termasuk tersangka teror dan Abu Hamza. Pihak berwenang lapas berpendapat bahwa laptop tsb. digunakan tahanan untuk mempersiapkan pembelaan hukum mereka.

Anggota geng Muslim Boys telah dicurigai menyelundupkan kartu untuk dipakai sebagai sambungan internet lewat laptop. Dia menolak untuk memberikan laptop kepada petugas dan kemudian meninju dan menendangnya. Tahanan lain kemudian bergabung, mengacungkan tongkat biliar.Saat alarm keamanan terdengar, tiga petugas lapas lagi diserang, sesuatu yang dianggap oleh staf sebagai serangan terencana. Salah satu petugas lapas patah dagunya dan lainnya cedera bahu.

Kejahatan Muslim Boys berlanjut dalam Belmarsh. Pada Selasa pekan lalu, The Daily Mirror melaporkan bahwa sebuah plot oleh Muslim Boys untuk menyandera petugas lapas berhasil digagalkan. Petugas lapas mengatakan tindakan itu dilakukan sebagai "unjuk kekuatan" oleh geng. Pada malam Natal, salah satu tahanan diketahui memiliki akomodasi lapas dan sistem alarm. Sebuah sumber penjara mengatakan pada Mirror:. "Kami memahami beberapa tahanan merencanakan untuk melukai atau bahkan membunuh anggota staf saat menyanderanya. Hal itu dirancang untuk berdampak luas ... Ada rasa lega bahwa plot utama telah digagalkan. Tetapi pada saat yang sama, meningkat kekhawatiran bahwa keselamatan staf tidak bisa lagi dijamin.. "

The Muslim Boys sama sekali diluar kekhasan geng Muslim di Inggris maupun geng "tradisional" yang ada di kota-kota besar Inggris. Beberapa polisi memperkirakan bahwa mereka muncul setelah 9 / 11, dan klaim mereka untuk mendukung Osama bin Laden dan Al Qaeda adalah bagian dari kampanye untuk mengintimidasi. Cengkeraman mereka di jalan-jalan London Selatan mungkin, untuk sementara, setidaknya berkurang. Dalam Belmarsh, sebuah penjara di mana beberapa teroris terburuk Inggris ditempatkan, tetap menunjukkan bahwa kampanye mereka tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang.

Pada Bagian Kedua, saya akan menjelaskan bagaimana pemuda Muslim Inggris, yang terasing dari budaya tradisional orang tua mereka, telah ditarik ke dalam geng. Kegiatan dari beberapa anggota geng hanya mengganggu, sama seperti "The Muslim Boys".

Adrian Morgan
© 2003-2007 FamilySecurityMatters.org All Rights Reserved
Last edited by israel hu akbar on Fri Apr 29, 2011 5:27 pm, edited 3 times in total.
israel hu akbar
Posts: 220
Joined: Thu Jan 24, 2008 11:30 pm

Re: Budaya Geng Muslim (bag. 1 dari 3)

Post by israel hu akbar »

UK: BUDAYA GANG MUSLIM (Bagian 2 dari 3)
15 Januari 2008
oleh Adrian Morgan (Giraldus Cambrensis of Western Resistance)


Islamisme Dan Budaya Geng

Pada bagian satu dari artikel ini saya membahas geng "Muslim Boys", di London selatan, yang menggunakan ancaman pembunuhan untuk memaksa remaja kulit hitam masuk islam. Meskipun individu2 ini telah ber-kroni dengan Muslim “sejati” - kebanyakan dihukum karena terorisme dalam lapas Belmarsh - dimana sebagian besar mereka tidak dibesarkan sebagai Muslim.

Image
Salah satu dari beberapa individu, yang berkroni dengan geng, yang dibesarkan sebagai seorang Muslim adalah Zartash Khan. Pada 10 Agustus 2005, Khan dijatuhi hukuman 22 tahun penjara atas percobaan pembunuhan seorang polisi, PC Liam Morrow. Polisi itu ditembak tiga kali di kaki setelah ia dan rekannnya dipanggil untuk menyelidiki perilaku mencurigakan dari empat orang di Bromley, London Selatan pada 20 Desember 2004.

Muslim Boys bukanlah gambaran kebanyakan geng Muslim di Inggris. Untuk sebagian besar, geng Muslim - seperti geng2 lainnya - terdiri dari pemuda yang merasa terkucil dan tidak dianggap oleh masyarakat, dan eksis di "wilayah" sangat kecil, sering dikaitkan pada proyek perumahan tertentu. Para pemuda2 tsb. umumnya berasal dari keluarga yang bermigrasi dari Pakistan atau Bangladesh, namun sekarang ada peningkatan jumlah geng Somalia di Inggris. Berapa banyak dari geng2 ini yang dapat digambarkan sebagai geng Muslim berbasis “etnis” atau “agama” masih diperdebatkan.

Kelompok Islam internasional Hizbut Tahrir - didirikan pada 1973 di Jerusalem - pertama kali didirikan di Inggris oleh Omar Bakri Mohammad. Di bawah kepemimpinannya, Pemuda Muslim didorong untuk berperilaku layaknya geng jalanan. Di kampus, mereka mengancam dan mengintimidasi perempuan muslim agar mengenakan hijab/jilbab. Pada 27 Februari 1995 di Newham College, London Timur, sebuah geng pengikut Hizbut Tahrir, bersenjatakan palu dan pisau menyerang dan membunuh mahasiswa Nigeria, Ayotunde Obanubi, di tangga kampus. Geng ini dipimpin oleh seorang anggota Hizbut Tahrir yang bukan mahasiswa, disebut Said Nur. Obanubi dibunuh karena ia dianggap "menghina" Islam.

Pada Februari 1996, Bakri merekrut beberapa anggota radikal dari Hizbut Tahrir untuk membentuk Al Muhajirun. Bakri dikeluarkan dari Hizbut Tahrir, tapi aktivitas bergaya geng tetap ada dijajaran bawah dari sekelompok senior. Pada November 2006, Richard Watson melaporkan pada BBC Newsnight tentang ekstremisme Muslim. Penyelidikan menyatakan bahwa Hizbut Tahrir mendorong anggota baru untuk menjadi bagian dari sel-sel kecil. Untuk menjadi anggota, rekrutan baru harus melakukan kejahatan untuk membuktikan kesetiaan. Seorang remaja yang bernama "Jay" mengklaim bahwa ia diberitahu oleh sel-nya: "Mereka berkata, Allah bersabda kamu harus pergi dan mengintimidasi anak-anak di seberang jalan dan mendapatkan uang dari mereka." Jay juga mengatakan sel tsb: "Mereka adalah orang2 yang siap memukulimu dan menjual narkoba padamu dan mematikanmu."

Image
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... im-t21887/
Lebih dari seminggu yang lalu, Michael Nazir-Ali (foto atas), Uskup kelahiran Pakistan dari Rochester memperingatkan bahwa ekstremisme muslim telah menyebabkan pemuda muslim terkucil, mengarahkan mereka yang telah terpisah, masuk ke area " no-go " (area berbahaya, dilarang atau tak mungkin, bila ingin memasukinya) di mana kepatuhan ideologi telah menjadi tanda mereka diterima/dianggap. Bagi mereka dengan kepercayaan atau ras berbeda mungkin merasa sulit untuk tinggal atau bekerja di sana, karena gesekan kepada mereka dan bahkan risiko kekerasan.. "

Komentar sang uskup dilaporkan secara luas media di Inggris dan Amerika. Komentar tsb. dikutuk oleh para "juru bicara" muslim. Kata-katanya dianggap sebagai "mengobarkan rasisme" oleh Inayat Bunglawala dari Dewan Muslim Inggris, yang didirikannya bersama2 dengan el-Helbawy Kemal, seorang Islamist dari Ikhwanul Muslimin. Inayat Bunglawala sebelumnya menyebut Osama bin Laden sebagai "pejuang kemerdekaan" dan menyatakan bahwa teroris Syekh Omar Abdel-Rahman seorang "pemberani".

Bunglawala menyiratkan bahwa Uskup Rochester salah atau berbohong, menulis: "Tapi di mana area" no-go " di negara kita yang tidak boleh dimasuki non-muslim? Sayangnya sang uskup yang baik tidak menyertakan bukti2 sahih, untuk mendukung pernyataanya.” Seandainya Bunglawala jujur atau menyadari sepenuhnya, maka dia mampu menjawab pertanyaannya sendiri dengan menyebutkan Bradford di Utara Inggris, misalnya.

Image

Image
Sunday, 8 July, 2001, In pictures: Bradford violence http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/1428239.stm

Di Bradford, dan kota-kota didekatnya, Oldham dan Burnley, kerusuhan ras terjadi di musim panas 2001, dengan banyak kekerasan disebabkan oleh geng Muslim lokal. Saya akan membahas kerusuhan nanti.

Image
Muslim2 yg diciduk sbg perusuh di Bradford http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/1461681.stm

Image
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... at-t13299/

Image
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... at-t13299/

Di Bradford juga, satu keluarga hidup dalam ketakutan karena kekerasan Muslim yang dimulai pada 2002. Kepala keluarga ini, bekerja sebagai perawat rumah sakit di Bradford, bercerita tentang batu bata yang dilemparkan melalui jendela ruang tamu, dan kaca mobilnya yang pecah. Mobilnya telah dirusak dan disulut, sampah ditaruh didepan pintu rumahnya, ia dan keluarganya di ancam mati. Suatu ketika istrinya disandera di rumah mereka selama dua jam. Rumah dan mobilnya di grafiti.

Keluarga tsb. diteror karena sang suami orangtuanya berasal dari Pakistan, dibesarkan sebagai seorang Muslim, tapi melakukan "dosa" MURTAD! Pada akhir 1990-an, Nissar Hussein menjadi Kristen. Dia berkata: "Mereka dengan alasan etnis, mencoba mengusir saya, dari rumah saya sendiri. Polisi tidak menuduh siapapun, dan malahan memberitahu dia untuk meninggalkan kediamannya. Karenanya kepolisian Bradford telah membenarkan pernyataan Uskup Michael Nazir-Ali mengena area "no-go." http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... lit=nissar hussein

Inilah tujuan ekstremis Muslim untuk menciptakan daerah Muslim eksklusif. (Yang Muslim moderat manggut2 saja. Diluar pura2 keberatan, dalam hati sih, OK Ok saja dgn kelakuan ekstrimis ini--penerjemah)

Image
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... t=izzadeen
Pada 20 September 2006, Menteri Dalam Negeri Inggris mengunjungi Leytonstone di timur laut London, mengamanatkan pada orang tua Muslim dan mendorong mereka untuk melaporkan tanda-tanda ekstremisme dari keturunan mereka. Ia diteriaki oleh Abu Izzadeen (foto): "Bagaimana beraninya kamu datang ke area Muslim, ketika kamu telah menangkap banyak umat Islam di daerah ini." Leytonstone memiliki komunitas Muslim, tetapi belum bisa dikatakan mayoritas.

Izzadin adalah pengikut Omar Bakri Mohammad, pendiri Al Muhajirun. Setelah Bakri menutup Al Muhajirun pada Oktober 2004, Izzadin membantu Bakri memimpin dua kelompok derivatif. Dia sedang menunggu persidangan atas tuduhan terorisme. Bakri mendesak pengikutnya untuk meminta hak akan kesejahteraan dari pemerintah yang mereka benci. Pengikutnya ringan tangan saat di jalanan. Pengikut Bakri, seperti Abdul Muhid terlibat pelecehan terhadap Kaum Sikh dan berani melawan polisi. Pengikutnya menggunakan kekerasan dan intimidasi, metode geng jalanan untuk mendapatkan "pengakuan".

Kekerasan Etnis

Bbudaya geng Inggris tidak seteratur atau seganas budaya geng Amerika, namun kekerasan geng terus meningkat. Pemerintahan Partai Buruh telah lama menganut gagasan bahwa multikulturalisme adalah tujuan bagus. Dalam prakteknya, multikulturalisme menimbulkan konflik. Kekhawatiran tentang area "no-go" sudah disuarakan oleh polisi. Greater Manchester Police melaporkan pada 2001 bahwa dari 572 serangan rasial di Oldham pada tahun sebelumnya, 62% dilakukan oleh "orang-orang Asia".

Di Oldham istilah "Asia" dimaksudkan sebagai Pakistan (6,4% dari penduduk kota) dan Bangladesh (4,1% dari demografis kota). Ketika kerusuhan pecah di Oldham, Burnley dan Bradford di musim panas 2001, pemuda muslim yang beroperasi di geng berperan penting dalam konflik.

Kepala Inspektur Eric Hewitt mengatakan pada Februari 2001: "Kita tidak dapat bersembunyi dari fakta bahwa tren kejahatan rasial di Oldham terus meningkat ... Kadang-kadang motifnya adalah perampokan, tapi seringkali hanya kekerasan. Para pelaku adalah geng pemuda Asia, berusia antara 8 dan 18, yang bersenjatakan pisau, batu bata dan tongkat. "

Biang kerok konflik Juni 2001 di Oldham disangkakan pada kulit putih yang berkampanye politis dalam pemilu lokal. Mungkin inilah yang meningkatkan ketegangan, tetapi sebagian besar kerusakan disebabkan oleh 500 pemuda muslim yang mengamuk di pusat kota.
Segera sebelum kerusuhan dimulai, surat kabar sudah melaporkan ancaman dan serangan oleh geng Asia (Muslim) pada warga kulit putih di Oldham.

Kondisi serupa menyebabkan kerusuhan di kota dekat Burnley pada Juli 2001, dimana konflik antara kulit putih dan geng "Asia" menyebabkan kerusuhan massa dan kehancuran. Polisi menjadi sasaran serangan bom molotov oleh para pemuda Asia.

Kekerasan etnis juga melanda Bradford pada Juli 2001, di mana geng2 muslim "Asia" menghancurkan toko-toko dan pusat bisnis, melemparkan bom molotov, menyebabkan kerugian sebesar $ 40.000.000. Setelah kerusuhan berakhir, permusuhan berlanjut. Pada November 2001, 60 pemuda Muslim mencoba membakar gereja Bradford, melemparkan batu dan melecehkan secara rasial thd. pastor.

Sebuah laporan yang didukung pemerintah mengenai kerusuhan di Burnley, Oldham dan Bradford diumumkan pada akhir 2001. Kesimpulannya bahwa kerusuhan itu merupakan hasil dari adanya gap di masyarakat. Laporan tsb. menegaskan perlunya debat "terbuka dan jujur" mengenai multikulturalisme. Bahwa kerusuhan Oldham terpicu karena "pengucilan dan pemisahan diri, dan merupakan hal yang tidak dapat diterima dalam suatu komunitas harmonis dan akan menimbulkan masalah yang lebih serius jika tidak diatasi."

Di Keighley, Yorkshire barat pada Juli 2002 Anggota Parlemen, Ann Cryer, dikutuk oleh kelompok Islam. Dia mengatakan dalam sebuah wawancara radio bahwa pemicu kejahatan adalah adanya koneksi narkoba antara Pakistan dan orang2 Asia lainnya (baca: Muslim). Dia berkata: "Semua hanyalah keterkaitan antara narkoba dan geng, juga perebutan wilayah peredaran.” Dr Ghayasuddin Siddiqui, seorang tokoh muslim mengatakan: "Masalah ini telah ada sejak lama. Budaya narkoba dan perang geng yang merembes ke seluruh masyarakat di Inggris.."

Kekerasan etnis pada waktu itu tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan pemuda kulit putih. Kaum Sikh dan Muslim, meskipun dianggap sama oleh media Inggris sebagai "orang Asia" telah terlibat dalam peperangan geng sejak 1990-an. Di Slough, barat London pada 1997, pertempuran berkobar antara geng Sikh bernama Shere-e-Punjab (Singa dari Punjab) dan Muslim dari Chalvey, daerah pinggiran Slough, bernama Chalvey Boys.

Shere-e-Punjab terbentuk di Handsworth, Birmingham, pada 1980-an, dan telah berkembang di sebagian London, Slough dan Derby. Ketika “Slough Violence” meletus pada 1997, dengan kabar kaum Sikh meneror muslim di rumah mereka (dan Chalvey Boys menanggapi dengan menyerang rumah kaum Sikh, toko dan mobil), sebuah geng lalu lahir di kota yang disebut Aik Saath. Kelompok ini ada selama delapan tahun dan bertindak sebagai perantara antara anggota geng Sikh dan Muslim.

Setelah 9/11, ketegangan antara Sikh dan pemuda Muslim terulang dengan banyak konflik berpusat di sekitar sekolah. Pada 16 Mei 2006 kekerasan terjadi antara siswa dari dua sekolah di Burnham, Slough, di mana satu siswa ditusuk. Tahun sebelumnya, salah satu sekolah ini, Burnham Grammar School, megizinkan siswa Sikh membawa pisau seremonial (kirpan) di kelas.

Di Derby, kekerasan antara kelompok-kelompok Sikh dan siswa sekolah muslim mengambil proporsi nyata. Pada Oktober 2001, gang Muslim merengsek ke Derby Moor Community School. Seorang siswi Sikh diduga berdebat dengan perempuan muslim mengenai serangan Al Qaeda 9/11 di Amerika dan seorang gadis Muslim jilbabnya robek. Geng yang menyerang sekolah siswi itu membawa kapak dan palu. Setelah memecahkan jendela, geng menyerang siswa dan guru yang mencoba untuk melerai. Lima anak-anak dibawa ke rumah sakit. Salah satunya, siswi Sikh berusia 15 tahun diduga terlibat dalam argumen sebelumnya, ia cedera tulang belakang dan retak kepalanya. Setelah serangan, geng Muslim itu berparade di luar sekolah, mengumandangkan "Osama bin Laden".

Ketegangan antara Muslim dan Sikh diperburuk oleh beredarnya surat yang mendesak umat Islam untuk menggagahi gadis2 Sikh dengan cara membuat mabuk
dan menjadikannya mualaf. Surat tersebut berasal dari kelompok yang menamakan dirinya "Real Khilafah", front dari Al Muhajirun.

Dua minggu setelah serangan di sekolah, seorang pria sikh berusia 22 tahun disergap oleh geng Islam di Derby. Para penyerang membawa palu dan linggis. Harjit Singh Sandhu mengalami kaki patah dan luka ke kepala dan wajah. Teman Sandhu mengatakan bahwa Sandhu yang terluka berlari ke toko muslim meminta pertolongan, tapi diabaikan. Sebelumnya, penyerangnya mencoba membawa Sandhu ke dalam mobil. Sebuah geng Muslim, Youth Muslim Organization senantiasa berpatroli dijalanan Derby menyerukan nama Osama bin Laden.

Laporan Cantle mengenai kerusuhan 2001 tidak dijadikan pelajaran dan jurang perbedaan dlm masyarakat Inggris sekarang menjadi2. Pada 2003, surat kabar Telegraph melaporkan bahwa geng Pakistan di Walsall, Midlands mengancam dan menyerang pemuda kulit hitam. Polisi dikatakan abai akan hal itu. Moses Whyte, tokoh masyarakat kulit hitam menyebutnya sebagai "perang rahasia" dan memperingatkan bahwa "Jika tidak ada tindakan, akan ada kerusuhan ras dan semuanya akan menjadi sangat buruk." Dia berkata: "Pada tahun tujuh puluhan kami membantu melindungi orang-orang Pakistan dari pelecehan oleh kaum pro Nazi skinhead kulit putih. Sekarang malah anak-anak mereka mengerjai anak2 kami, edun bin gelo..."

Delapan bulan kemudian, Darcus Howe, seorang penulis kulit hitam dan aktivis veteran kesetaraan ras, mengalami sendiri kekerasan geng Muslim Walsall. Howe-kelahiran Trinidad- memproduksi dokumenter untuk Channel 4 TV berjudul "Who you're calling a Nigger?/Siapa Anda Sebut Negro?" disiarkan pada Agustus 2004. Film dokumenter ini mengeksplorasi masyarakat kumuh di ghettoes, Inggris (ghetto adalah suatu bagian di kota yang dikuasai suatu kelompok karena tekanan sosial, ekonomi, dan hukum. Dipakai pertama kali sebagai area di venesia, dimana yahudi dipaksa tinggal. Saat ini lebih sering dipakai sebagai gambaran daerah urban padat yang dihuni suatu ras/etnis tertentu) Di Walsall, Darcus Howe diancam anggota geng Pakistan. Dia juga menyoroti bagaimana geng pemuda Somalia di Plumstead dan Woolwich di London selatan yang terlibat dalam kekerasan rasial terhadap orang kulit hitam asal Afrika/Hindia Barat.

Howe menyatakan bahwa ketegangan antar-ras di Inggris (gara2 Muslim) berada pada titik terburuk dalam 50 tahun.

Seorang "pekerja sosial" Somalia menyerang kru TV setelah mereka memfilmkan pemuda Somalia tanpa "izin." Seorang pemuda berusia 16 tahun asal India Barat menggambarkan bagaimana ia telah menghadiri konser anti-rasisme di Greenwich, ketika dia diserang secara fisik oleh sekelompok geng Somalia dan menderita cedera kepala. Dia mengatakan: "Ketika aku berbicara tentang mereka, aku muak, aku pikir mereka barbar, bukan manusia yang beradab, mereka kulit hitam, tetapi kulit hitam lain. Bagiku mereka seperti kotoran yang harus dibersihkan. Aku ingat yang memukuliku, batu bata mengenai kepalaku. Aku melihat darah, tapi tidak tahu di mana, lalu aku jatuh dan tidak sadar dan akhirnya dibawa ambulan. " Pemuda kulit hitam lain menyatakan: "Seorang wanita Somalia mengolokku niggger. Edan .. edannnnn!!"

Masalah imigran Somalia yang tidak melebur ke dalam masyarakat Inggris disorot pada November 2006, ketika ditemukan bahwa orang Somalia di tenggara London memiliki "pengadilan syariah" mereka sendiri yang disebut "Gars". Seorang pekerja sosial membenarkan kabar itu, mengatakan: "Kami Somalia, dimanapun berada di dunia, kami mempunyai hukum kami sendiri. Itu bukan Islam dan tidak religius - hanya masalah budaya."

Gang2 dari semua kelompok etnis terlibat perdagangan narkoba. Situasi ini diperparah oleh pemerintah, dimana secara legal orang somalia mengimpor dan menjual stimulan Khat (Catha edulis) Tanaman narkotik yang mengandung cathine dan cathinone. Khat telah dikaitkan dengan gangguan mental dan berakibat halusinasi dan mendorong kekerasan. Pada Januari tahun lalu, seorang pria Somalia di London utara dibui karena membunuh istrinya saat memakai Khat dosis tinggi. Dia mengatakan dia tidak ingat akan insiden itu.

Konflik geng antar-etnis muncul pada 22 Oktober 2005, ketika kerusuhan pecah di Birmingham, media melaporkan sebagai "kerusuhan ras". Kekerasan terjadi antara Muslim Asia dan penduduk kulit hitam di Lozells. Sebelumnya, sebuah stasiun radio ilegal menyebarkan gosip tidka berdasar bahwa seorang gadis berusia 14 tahun dari Jamaika telah diperkosa oleh 19 orang dari geng "Asia". Laporan radio itu menyatakan bahwa gadis itu adalah imigran gelap yang takut deportasi, sehingga tidak melapor polisi.

Image
Afzal Khan and Waqar Ahmed, Three Asian men have been sentenced to life in prison for the murder of a 23-year-old black IT worker during riots in Birmingham. http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/engl ... 992966.stm

Gosip pemerkosaan tsb membawa konsekuensi serius. Usaha pendekatan antar kedua komunitas dilakukan disebuah gereja,TAPIIIII biasalahhh ... pihak Muslim mulai melempar batu pada hadirin. Kekerasan meletus setelahnya, menyebabkan perusakan mobil2. Kekerasan ini berlanjut pada 23 Oktober, Muslim vs kulit hitam yang mengakibatkan seorang pemuda kulit hitam tewas di daerah Lozells.

Image
Korban yang tewas adalah Isaiah Young-Sam, usia 23, yang ditikam di jantung. Temannya, Locksley Byfield, ditikam di pantatnya. Mereka adalah empat orang
kulit hitam yang justru berusaha menghindari kerusuhan. Geng muslim berkerudung, bermobil, mengejar mereka. Para pembunuh mencoba melarikan diri ke Pakistan yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Di Dubai para pembunuh diciduk dari penerbangan mereka dan dikirim kembali ke Inggris. Pada 22 Mei 2006, Waqar Ahmed (26), Azhil Khan (23) dan Afzal Khan (22) dinyatakan bersalah secara bulat oleh juri. Isaiah Young-Sam,sang korban, bekerja di bidang teknologi informasi komputer dan Kristen soleh yang tidak pernah terlibat dengan aktivitas geng.

Multikulturalisme

Bukti kegagalan multikulturalisme diakui oleh laporan Cantle akibat kerusuhan 2001, namun pemerintahan Partai Buruh Inggris dan media yang bias, berargumen bahwa multikulturalisme menguntungkan. TAPI multikulturalisme mendorong pemisahan, bukan integrasi. Pemerintah telah mengijinkan imigrasi yang tidak terkontrol. Masyarakat setempat tidak melihat adanya upaya asimilasi dari pihak imigran2 yang datang dalam gelombang2 tidak habis2nya. Hasilnya, selain adanya ghettoes, adalah kebencian dan ketidakpercayaan antar kelompok-kelompok etnis.

Pada September 2005, Trevor Phillips, Ketua Komisi untuk Persamaan Ras, memperingatkan bahwa Inggris sedang 'sleepwalking through segregation,' yi "secara tidak sadar menuju keterpisahan". Meskipun ia tidak secara khusus menyebutkan area "no-go", dia berbicara tentang "dinding penghalang" disekitar beberapa komunitas etnis, terutama keturunan Bangladesh dan Pakistan.

Dia berkata kemudian: "Sebagai sebuah negara, kita tidak berbicara di garis etnis, agama dan warna. Semakin bertambah pemisahan perumahan, kita mencapai tingkat seperti di AS. Kita akan ke arah yang salah. Kami khawatir, ini adalah lahan subur bagi lahirnya ekstremis. "

Komunitas Muslim asal Bangladesh dan Pakistan hanya berbuat sedikit dalam mendorong integrasi. Kebiasaan umum mengatur perkawinan dengan orang-orang dari negara asal mereka, menghambat integrasi dengan masyarakat lainnya. Pada September 2005, Sunday Times menulis:.. "Diperkirakan bahwa 60% dari pernikahan Pakistan dan Bangladesh di Bradford pada 2001 melibatkan pasangan dari benua itu. Hampir sepertiga dari seluruh anak yang lahir di Bradford kini memiliki ibu asing. Di London borough of Tower Hamlets gambarannya adalah 68%. "

Semakin keluarga2 mencoba untuk menjodohkan anak-anak mereka, tercetus bahaya bahwa keturunan laki-laki akan memberontak, berpaling kepada narkoba, geng atau ekstremisme. Ketika Mohammad Sidique Khan menolak perjodohan yang diatur orangtuanya, ia dikucilkan dari keluarganya. Dalam pengucilan ia berpaling ke ekstremisme. Kemudian dia mengendalikan sel, beranggotakan empat orang yang melakukan pemboman London 7 Juli 2005, menewaskan 52 orang tidak berdosa. Kelompok-kelompok seperti Al Muhajirun dan penerusnya mengeksploitasi pemuda Muslim yang terkucil dari keluarga mereka. Banyak rekrutan adalah mantan pecandu heroin.

Perkawinan dgn saudara sepupu dlm keluarga2 Pakistan itu juga menyebabkan peningkatan penyakit bawaan. Kalau sang calon menantu menolak perkawinan paksa/diatur orang tua, ini bisa berakibat honor killings (pembunuhan anggota keluarga oleh keluarga lain karena dianggap mengkhianat atau membawa aib
bagi keluarga dan komunitas, yang kebanyakan menimpa kaum perempuan).


Pada Juni 2006, pemerintah Inggris mem-peti-es-kan rencananya untuk melarang kawin paksa, meskipun setiap tahun paling tidak 200 muslimah2 Inggris dibawa ke ke Pakistan untuk menikah diluar kehendak mereka. Pemerintah telah ditekan oleh Dewan Muslim Inggris. Tak lama setelah ini, ketua MCB (Muslim Council Board), Dr Muhammad Abdul Bari mengatakan bahwa dia tidak hanya menyetujui perjodohan paksa tsb, tapi malah menuntut bahwa semua orang di Inggris harus mengadopsi gaya hidup mereka.

Pemuda muslim yang tertarik pada budaya geng sering melakukannya karena keinginan untuk diterima komunitas. Pada 1980-an, geng Muslim berbasis di Birmingham, seperti Aston Panthers, Lynx, Afghan Warriors dan Redheads, dibentuk untuk melindungi komunitas mereka dari serangan rasis kulit putih. Kondisi tersebut tidak ada lagi. Meskipun geng2 di atas telah hilang, mereka telah digantikan oleh geng2 tanpa "raison d'etre" (tanpa alasan jelas).

Karena takut dituduh rasis atau mendorong rasisme, media dan pemerintah menghindari diskusi untuk mencari akar penyebab mencuat2nya gang2 Muslim di Inggris. Sikap itu malah menciptakan area "no-go" nyata di beberapa kota Inggris. Sampai masalah dapat diatasi, sebagaimana dinyatakan laporan Cantle pada 2001 dalam "debat terbuka dan jujur", hal itu akan memburuk.

Jumlah pemuda yang meninggal akibat kejahatan geng di seluruh Inggris telah mencapai rekor. Dalam beberapa kasus, Geng Pakistan dan Bangladesh telah melakukan kekerasan serius dan bahkan pembunuhan rasial. Aku akan membahasnya dibagian tiga.


Adrian Morgan
Last edited by israel hu akbar on Fri Apr 29, 2011 5:26 pm, edited 1 time in total.
israel hu akbar
Posts: 220
Joined: Thu Jan 24, 2008 11:30 pm

Post by israel hu akbar »

UK: BUDAYA GENG MUSLIM (Bagian 3 dari 3)
Artikel Adrian Morgan
http://www.fsmarchives.org/article.php?id=1386161

[...] Daerah London Timur bernama Hackney berpenduduk Muslim lebih sedikit daripada kawasan London lainnya, namun Hackney hanyalah gambaran kecil dari apa yang terjadi di seluruh Inggris.

Dalam ghetto2 terpisah, dimana banyak orang Bangladesh dan Pakistan telah hidup sejak 1960-an, dimana orang-orang muda merasa kesempatan mereka terbatas, geng menjadi lebih defensif. Kadang-kadang geng Muslim berusaha untuk mempertahankan wilayah mereka, kadang-kadang rasa frustrasi mereka sengaja dimanfaatkan oleh para aktivis Islam. Al Muhajirun telah memanfaatkan permusuhan antara kaum Sikh dan Muslim di Southall, London Barat, dan juga di Derby.

Hizbut Tahrir, yang memunculkan Al Muhajirun, juga mengeksploitasi mentalitas geng di antara anggotanya dalam eselon yang lebih rendah. Rekrutan baru didorong untuk mencuri atau mengintimidasi orang luar, untuk menunjukkan komitmen mereka demi tujuan kelompok. Pada Agustus 2005, sebulan setelah pemboman London, Perdana Menteri-kala itu- Tony Blair, mengatakan bahwa ia ingin melarang kelompok Islam. Sebagai tanggapan, Hizbut Tahrir memperingatkan bahwa "komunitas muslim" tidak akan mentolerir tindakan seperti itu, dan bisa memicu kerusuhan di kota-kota seluruh Inggris.

Tower Hamlets

Daerah Tower Hamlets di London timur terletak di selatan Hackney. Hanya 51% dari penduduknya adalah kulit putih. Tower Hamlets memiliki populasi Muslim yang tinggi, dengan konsentrasi terbesar Bangladesh di London. Sebagian besar berasal dari distrik Sylhet di Bangladesh timur laut. Di sini, budaya geng telah berkembang. Dari 27 geng di borough, 26 di antaranya adalah Bangladesh.

Seperti kebanyakan geng, kekerasan terjadi pada etnis sama yang terikat geng di daerah perumahan lainnya. Pada 4 Februari 2003, tiga geng, The Poplar Massive Kru, The Shadwell Massive dan Bow Kru terlibat peperangan jalanan, dipersenjatai dengan pisau daging besar, pisau dapur dan parang. Tiga orang berakhir di rumah sakit. Seorang mahasiswa Bangladesh menjelaskan bahwa geng awalnya bertujuan "untuk melawan para rasis kulit putih yang menyerang. Tapi sekarang kulit putih sudah pindah dan kita akhirnya berkelahi satu sama lain.."

Geng terbesar pada waktu itu adalah Brick Lane Massive, berkekuatan 250 anggota. Brick Lane Massive telah ada sejak 1980 dan diketahui terbaik dari geng2 Bangladesh. Pelacur kulit putih kerap terlihat di sepanjang Commercial Street dan di jalan-jalan yang mengarah ke Brick Lane, seperti Fournier Street, Fashion Street dan Hanbury Street. Prostitusi telah menjadi bagian dari kehidupan di daerah London sejak zaman Jack the Ripper. Korban terakhirnya, Mary Kelly, ditemukan termutilasi di rumahnya yang sekarang dikenal sebagai Fashion Street. Pada 2002 dan 2003, Brick Lane Massive mulai melecehkan dan mengintimidasi para pelacur. Inspektur Polisi Simmons berkata: "fundamentalis ini tidak menyukai pelacur2 ini karena dianggap
bertentangan dengan Alquran. Mereka melecehkan pelacur2 tsb yang tidak mau kalah dan membalas Muslim dgn komentar “Kami tidak tersentuh Jack the Ripper, apalagi bajingan2 t*ngik seperti kalian.."


Pada 2003, polisi membentuk suatu unit, beranggotakan enam orang polisi dalam pelaksanaan Operasi Ashford di Tower Hamlets untuk menangani secara eksklusif masalah-masalah yang diciptakan oleh geng Bangladesh. Geng ini menggunakan berbagai senjata, dari pedang Samurai, pisau besar daging dan sarung bisbol. Kadang-kadang bom molotov yang dilemparkan pada geng saingan, tetapi jarang ditemukan pemakaian senjata api. Masyarakat keturunan Bangladesh bangga dan mendirikan pemantauan mandiri dan mendukung skema, untuk menyapih pemuda dari maraknya budaya geng. Ini termasuk Aasha Gang Conflict Mediation Group dan Shaathi Mentoring Project.

The Aasha mediation group ( kelompok mediasi Aasha) yang namanya berarti "harapan" dalam bahasa Bangla, membuktikan diri berhasil menyelesaikan konflik, dimana pada 2004 Tower Hamlets Borough Council mendirikan sendiri "regu gerak cepat", dengan kemampuan mengirim mediator ke wilayah konflik.

Meski telah ada metode untuk mengakhiri insiden2 serius, geng di Tower Hamlets tetap eksis. Pada 2006, Times mewawancarai seorang anggota Shadwell Massive, geng dengan 70 anggota. Pada satu tahap, individu ini telah menghasilkan £ 960 ($ 1,880) setiap minggu dari menjual heroin. Dia berkata: "Sebelumnya semua terbaur dan kamu akan mengenal orang lain, tetapi sekarang tak seorang pun bertemu siapapun, kamu tumbuh dengan mentalitas bahwa kita adalah Bangladesh, putih adalah putih dan hitam adalah hitam'."

Sebagian besar kekerasan geng di Tower Hamlets terjadi diantara sesama geng-geng Bangladesh, tetapi dari sidang yang berakhir bulan lalu menunjukkan bahwa setiap "orang luar" yang masuk wilayah geng berpotensi ditarget. Pada malam 8 April 2006, John Payne, lelaki kulit putih berusia 33 tahun, sedang berjalan pulang melalui Stepney bersama dua orang teman perempuan dan seorang rekan kerja. Sekelompok orang "Asia" menunggu diparkiran mobil dan mulai berteriak rasis pada mereka. Keempat korban dikepung. Saat serangan berlangsung, jumlah penyerang bertambah menjadi sekitar 30.

Seorang wanita berulang kali dipukul dan kepalanya terkena pentungan besi. Kedua pria kepalanya diparang. Kepala John Payne terbelah dan fragmen tengkoraknya masuk otak. Saat terbaring di tanah, penyerang itu terus menendang dan memukulnya. Akibatnya, ia lumpuh satu sisi dan bicaranya cadel dan juga menderita epilepsi.


Image
Penyerangnya adalah anggota sebuah geng dari Clichy housing estate (proyek) di Stepney. Pada 9 Desember 2007, tiga orang - Sodrul Islam, 23, Delwar Hussain, 21, dan Mamoon Hussain, 20, - divonis bersalah atas percobaan pembunuhan. Pada Jumat, 8 Januari minggu lalu, tiga orang itu dihukum masing-masing 18 tahun penjara. Ayah John Payne mengatakan kepada pengadilan: "Aku tidak akan pernah lagi bisa bermain sepak bola dengan putraku. Ini hal terberat yang harus aku hadapi."

Area “No-Go”

Sifat dan aktivitas geng Muslim ini bertentangan dengan klaim cengeng para pemimpin masyarakat Muslim yagn mengaku umatnyalah selalu menjadi ''korban.'' Perwakilan kelompok Muslim selalu mengklaim bahwa Islamophobia menembus semua lapisan masyarakat Inggris, dan fobia ini diperparah oleh polisi, politisi dan media.

Dr Muhammad Abdul Bari, sekretaris jenderal Dewan Muslim Inggris (MCB) mengeluh pada November dua bulan yang lalu bahwa Inggris berada dalam bahaya menjadi seperti Nazi Jerman. Dia berkata: "Setiap masyarakat harus benar-benar hati-hati, sehingga situasi tidak membawa kita kepada jaman ketika pikiran manusia dapat teracuni seperti pada 1930-an. Jika komunitasmu dipandang dengan cara yang sangat negatif, dan berbagai jajak pendapat mengatakan bahwa kita terasing, maka umat Islam menjadi merasa sangat rentan. "

Sebelumnya Bari membandingkan Muslim Inggris dengan Yahudi yang hidup di bawah Hitler, tapi ia lupa pada kenyataan bahwa Yahudi di Inggris yang empat kali lebih besar dari umat Islam juga mengalami kekerasan berbasis agama. DAN serangan terhadap Yahudi tampaknya dilakukan oleh umat Islam.

Rabbi Alex Chapper menggambarkan bagaimana dia pulang dari sebuah sinagoga di Ilford, Essex dengan tiga kolega Yahudi. Tujuh pemuda Pakistan, dengan topi tengkorak mengikuti mereka dan berteriak "Yehudi". Salah satu berteriak: "Kami Pakistani, kalian Yahudi, kami akan membunuhmu ..." Rabbi Chapper dipukul diwajah dan salah satu temannya dipukul dikepala dengan botol. Meskipun mereka mengidentifikasi penyerangnya kepada polisi, tidak ada tindakan yang diambil. Rabbi Chapper mengatakan bahwa polisi tampaknya tidak tertarik, “..aku merasa sangat kecewa.."

Media Inggris dengan sigap mengabarkan serangan kulit putih terhadap Muslim dan minoritas lain, tapi tampaknya berhati2 sekali mempublikasikan serangan oleh umat Islam, mungkin karena takut memicu ketegangan rasial.

Image
Minggu lalu, Henry Webster (foto atas), seorang pemuda 16 tahun, memberi kesaksian di Pengadilan Bristol Crown. Tahun lalu ia diejek oleh lima murid Asia di Sekolah Ridgeway, Wilshere. Dia ditantang oleh salah satunya untuk berkelahi dilapangan tenis sekolah dan ia menerimanya dengan syarat "satu lawan satu".

Kabar tentang perkelahian itu tersebar melalui pesan singkat pada banyak orang. Para murid Asia tersebut dihubungkan dengan sebuah geng yang disebut "Asian Invasion". Ketika Henry Webster tiba dilapangan tenis, ia diserang oleh sekitar 16 pemuda Asia. Ia dipukul dengan palu, tembus sampai cairan yang mengelilingi otaknya. Sekarang ia memiliki kerusakan otak permanen dan tidak dapat berkonsentrasi lebih dari 20 menit. Tertuduh terdiri dari empat remaja - Wasif Khan (18), Amjad Qazi (19) dan dua pemuda berusia 15 dan 16 yang terlalu muda untuk disebut namanya.

Ketika BBC melaporkan saat persidangan, etnisitas para tertuduh tidak disebut. Tidak disebutkan bahwa mereka adalah Muslim, TAPIIII jika remaja kulit putih
menyerang seorang Muslim Asia, sudah pasti BBC akan menyebutkan agama korban. Reportase tidak seimbang ini tersebut menjustifikasi dogma bahwa Muslim selalu sebagai "korban" dan jarang sebagai "penindas".

Sejak sebagian artikel ini terbit, seorang pembaca menghubungiku. Dia mengatakan kepada saya bahwa di sekolah anaknya di Shepherd's Bush, London Barat, muncul sebuah geng yang menamakan dirinya "Asian Invasion." Kelompok ini mencoba membujuk mahasiswa2 Asia dan kulit hitam untuk masuk Islam. Dia berkata ketika berbicara dengan orang tua lain, ia mendengar geng ini ada di sekolah-sekolah di Harlesden, Willesden dan daerah lainnya. Geng tersebut tampaknya juga beroperasi di Swindon, Wiltshire yang berjarak 70 mil.

Memang juga terjadi serangan brutal terhadap umat Islam, yaitu pembunuhan terhadap Shezan Umraji pada Juli 2006, saat pertikaian antara geng kulit putih dan Asia di Preston, Lancashire. Kota ini memiliki kejadian serangan rasial tertinggi di Inggris. Tiga bulan kemudian, setelah empat Muslim memberikan bukti dalam sidang dua perampok, geng putih dan hitam mulai mengintimidasi warga Muslim, mobil2 di luar sebuah masjid dilempari dengan batu, dan seorang pemuda Muslim ditikam di lengan.

Semua kekerasan rasial dan etnis menjijikan, tapi insiden seperti ini harus dilaporkan secara obyektif dan jujur. Beberapa insiden "sensitif" hanya dilaporkan media nasional, itupun saat persidangan telah berkeputusan. Pada 7 November 2004, programmer komputer Christopher Yates sedang berjalan pulang dari pesta ulang tahun seorang teman wanita di London Timur. Saat ia melewati kampus Universitas East London Barking, ia diserang tiga Muslim. Saat terbaring di tanah, ia ditendang tubuh dan kepalanya berulangkali. Kepalanya diinjak2. Dia meninggal di tempat kejadian dengan cedera wajah. Para penyerang yang sebelumnya mabuk dan nyimeng, lari sementara seorang diantaranya, Sajid Zulfiqar, berteriak: "Kami membunuh orang kulit putih" Sementara Yates terbaring sekarat, pemuda lain bernama Junaid Khan mencuri ponselnya.

Meskipun tersirat rasisme dari teriakannya, para penyerang tidak dikenai tuduhan dengan "pembunuhan rasis keji." Ketiga pembunuh berencana melarikan diri ke Pakistan setelah serangan itu. Pada 24 November 2005, Sajid Zulfiqar, 25, Imran Maqsood, 21, dan Zahid Bashir, 23 dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dengan 15 tahun minimum yang harus dihabiskan di balik jeruji.

Peterborough di timur Inggris memiliki populasi Asia yang cukup besar. Pada dini hari, 21 September 2001, pemuda bernama Ross Parker-17 tahun-berjalan pulang dengan pacarnya di Peterborough. Ia dihadang geng "Asia" yang memakai semprotan aerosol dan palu untuk menyerangnya. Dia dipukul dan ditendang, dan ditusuk pada tenggorokan dengan pisau berburu sampai ia tewas. Shaied Nazir, 22, Ahmed Ali Awan, 22, dan Sarfraz Ali, 25, dijatuhi hukuman seumur hidup atas pembunuhan pada Desember 2002.

Michael Nazir-Ali, Uskup Rochester kelahiran Pakistan, baru-baru ini menulis, bahwa beberapa wilayah di Inggris menjadi area "no-go" bagi non-Muslim. Untuk Ross Parker dan lain-lain, kebenaran akan adanya area “no-go” untuk non-Muslim tidak tersangkal.

Secara keseluruhan budaya geng membenarkan bahwa beberapa area memang “off-limits”/terlarang bagi banyak orang muda di Inggris, tidak peduli ras atau agamanya, dan budaya geng muslim tidak bertanggung jawab sendiri atas ini. Tanda-tanda terbaginya masyarakat Inggris telah terlihat selama beberapa waktu. Burhan Wazir menulis di Times pada 27 November 2004: "Ketegangan rasial baru Pakistan dengan Kurdi, atau India dengan Afrika, sementara mayoritas kulit putih berfokus pada pembersihan Augean Stable (pembersihan korupsi). Di Woolwich dan Plumstead, tenggara London, dimana pemuda asal India Barat telah berkonflik dengan tetangga Somalia mereka, seorang pemuda kulit hitam berbicara tentang pendatang baru Afrika sebagai "hitam yang berbeda, mereka seperti kotoran", dan seorang nenek India Barat mengharapkan Somalia "kembali ke asal mereka ".

Di Harringay, London Utara, seorang pria tewas dalam perkelahian jalanan antara geng Turki dan Kurdi. Di West Midlands, pengusaha2 sukses Asia dengan santai mengabaikan kulit hitam setempat, dan mencapnya sebagai malas dan pecandu obat. Kota Peterborough, ditunjuk sebagai cluster untuk penyebaran pencari suaka, kebencian terbesar dari pendatang baru – diperkirakan mencakup 3.000 Kurdi -di antara 10.000 penduduk kota keturunan Kashmir.

Setelah komentar Uskup Rochester, hasil jajak pendapat yang diterbitkan di surat kabar Telegraph, menunjukkan 56 persen responden berpikir umat Islam harus berbuat lebih banyak untuk berintegrasi ke masyarakat. Laporan datang dari imam2 yang menolak namanya dipublikasikan. Seorang imam mengatakan ia telah dihalangi saat berkendara ke Oldham, lokasi kerusuhan ras tahun 2001. Para pemuda ingin tahu mengapa dia memasuki wilayah "mereka".

Seperti yang aku sebutkan di bagian dua, murtad dari Islam adalah hal yang tidak dapat diterima oleh kelompok-kelompok Muslim. Seorang imam dari Rusholme di Manchester, menyatakan bahwa ia mengetahui "puluhan kasus" serangan yang dialami muslim yang murtad ke kristen. Di Leicester, orang Kristen Asia takut dikenali karena alasan yang sama, saat ke gereja. Seorang pendeta di London Timur mengatakan, ia harus senantiasa menghindari "wilayah Muslim".
Image
Kriss Donald

Glasgow, Skotlandia, wilayah yang dikenal sebagai Pollockshields memiliki konsentrasi tertinggi Muslim, sebagian besar berasal dari Pakistan. Pada 15 Maret 2004, Kriss Donald-anak sekolah berusia 15- tanpa disadari menjadi korban persaingan geng. Imran "Baldy" Shahid adalah pemimpin dari geng muslim disebut "The Shielders". Dia sebelumnya diserang dengan botol di sebuah klub. Shahid menyatakan bahwa penyerangnya adalah salah satu "McCulloch Street Boys", sebuah geng kulit putih dari Pollockshields. Shahid merencanakan balas dendam.

"Baldy" Shahid, saudaranya Zeeshan "Crazy" Shahid, Mohammad "Beck" Mushtaq, Zahid Muhammad dan Daanish Zahid masuk ke sebuah Mercedes curian dan pergi ke McCulloch Street di Pollockshields, meneror geng. Di sana mereka melihat Kriss Donald dan temannya Jamie Wallace berjalan ke Kenmure Street. Menurut kesaksian Muhamad, Baldy Shahid mencari sasaran kulit putih.

Geng berkelahi dengan dua pemuda dan terfokus pada Kriss Donald. Kriss berteriak: “Aku hanya 15 tahun, apa salahku?." Kriss diseret ke mobil di mana ia didorong di lantai dan dihajar. Saudara-saudara Shahid, Zahid dan Mushtaq kemudian mengambil Kriss ke sebuah tempat terbuka di dekat lintasan lari dekat sungai Clyde. Di sini, Kriss ditikam 13 kali, disiram bensin dan saat masih hidup ia dibakar. Kriss Donald tampaknya bergulingan di lumpur untuk memadamkan api sebelum dia meninggal. Diduga bahwa sebelum dia dibunuh, Kriss Donald dikebiri dan dicungkil matanya.

Shahid bersaudara dan Mohammad Mushtaq melarikan diri ke Pakistan. Daanish Zahid dihukum karena pembunuhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 16 Desember 2004. Dengan tidak adanya perjanjian ekstradisi dengan Pakistan, Mushtaq dan Shahid bersaudara tetap di Pakistan, kalau bukan karena intervensi dari Mohammed Sarwar, anggota parlemen muslim pertama Inggris. Sarwar bernegosiasi dengan pihak berwenang Pakistan. Ia mengunjungi Pakistan empat kali untuk tujuan ini, dan pada 5 Oktober 2005, tiga buronan dibawa kembali ke Inggris. Pada 8 November 2006, mereka dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Tidak satupun dari pelaku menunjukkan penyesalan apapun selama persidangan dan sesudahnya.

Imran "Baldy" Shahid memimpin geng The Shielders sejak 1994, ketika ia berusia 17 tahun. Pada tahun itu ia memukuli seorang pria berusia 25 tahun dengan tongkat baseball, korban mengalami kerusakan otak. Dia melarikan diri ke Pakistan dan dijatuhi hukuman penjara empat tahun. Dia menyerang secara fisik seorang pekerja wanita sosial dan mencoba menabraknya, dan karenanya ia dijatuhi hukuman penjara dua tahun. Ketika seseorang mengencani adiknya, ia memotong jari orang itu. Para Shielders, yang tampaknya diilhami nama Shields Road di Glasgow, berperang dengan geng Pakistan lain dan pada 1998 dicurigai bertanggung jawab atas serangan bom mobil.

Anggota parlemen lokal, Mohammad Sarwar mengeluh pada Januari 2006 bahwa tidak banyak hal dilakukan untuk mengendalikan kegiatan kekerasan geng non-putih. Dia berkata:. "Banyak orang datang ke saya dan mengatakan polisi tidak berbuat banyak karena takut dituduh rasisme. Budaya Geng adalah masalah, itu merupakan tantangan besar bagi kita semua dan polisi seharusnya tidak takut dianggap rasis bila mereka (menangkap) orang dari komunitas Asia."

Mohammad Sarwar membayar harga yang sangat mahal untuk membawa pembunuh Kriss Donald pengadilan. Pada akhir 2005, lima hari sebelum "Baldy" dan "Crazy" Shahid dan sesama anggota geng Shielders "Beck" Mushtaq dibawa kembali dari Pakistan, sebuah mobil BMW diledakkan di tempat parkir usaha keluarga Sarwar. Sarwar diperingatkan bahwa anak bungsunya akan diculik. Setelah menerima ancaman pembunuhan pribadi terhadap dirinya dan keluarganya, Mohammad Sarwar mengundurkan diri pada Agustus tahun lalu setelah satu dekade di kantor.

Dengan munculnya geng, kejahatan bersenjata dan kejahatan sajam meningkat. Seringkali, para korban tak tahu apa2, seperti Rhys Jones, 11 tahun, yang ditembak mati di Croxteth, Liverpool pada 22 Agustus tahun lalu.

Pada Agustus 2007, pemerintah Inggris dituduh menutupi statistik tentang kejahatan bersenjata. Antara 1998 dan 1999, ada 864 luka-luka dan kematian di negara dari serangan bersenjata. Antara 2005 dan 2006, terdapat 3821 insiden. Home Secretary, Jacqui Smith, sebelumnya menyatakan bahwa kejahatan semacam itu mengalami penurunan.

Situasi di Inggris memburuk, dengan kejahatan sajam lebih banyak korbannya daripada kejahatan bersenjata. Gagasan Inggris menjadi "multikultural" adalah dusta. Ini adalah mosaik retak masyarakat kecil, yang sebagian besar tampaknya berada dalam keadaan konflik konstan. Home Office mengumumkan pembunuhan bermotif rasial, dirilis pada Oktober 2006 menunjukkan bahwa antara 1995 dan 2004 dari 58 pembunuhan terklasifikasi sebagai "bermotif rasial" 24-nya melibatkan korban kulit putih.

Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh semua komunitas dan perwakilan politik. Pemerintah Partai Buruh, sementara memperjuangkan "multikulturalisme" telah memimpin penghancuran masyarakat, dan munculnya budaya geng.

Pada Senin minggu ini, Trevor Phillips, ketua Equality and Human Rights Commission/Komisi Kesetaraan dan Hak Asasi Manusia mengatakan di radio: "Ada wilayah di mana tidak ada kontak atau sangat sedikit antara kelompok etnis dan budaya yang berbeda. Tidak ada yang memasang dinding penghalang dan gerbang tapi kita semua tahu bahwa di kota besar, ada tempat dimana berbagai jenis orang merasa tidak nyaman, apakah itu adalah Asia di daerah kulit putih atau kulit putih di area kulit hitam. "

Kita tahu ini dari studi yang dilakukan oleh Bristol University, ada fenomena dimana kita harus menghadapinya dan aku berpikir bahwa Uskup Rochester benar adanya saat mengeksposnya. "

Pada 2001, sebuah laporan mengenai kerusuhan masyarakat area utara yaitu Oldham, Burnley, Bradford menyatakan bahwa "debat terbuka dan jujur" tentang multikulturalisme diperlukan. Mudah-mudahan saatnya bahwa “gajah” di ruangan ini akhirnya diakui. Hanya jika masalah konflik multikultural dibahas "secara terbuka dan jujur" bisa ada harapan bahwa situasi mengerikan saat ini di Inggris akan teratasi.

Adrian Morgan
Post Reply