DENMARK: menjadi Dhimmi

Muslim moderat, radikal, bgm pemikiran mereka & bgm hubungan mereka dgn NON-Muslim, sejarah perlakuan Muslim terhdp NON-Muslim, Dhimmi & Jizyah
Post Reply
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

DENMARK: menjadi Dhimmi

Post by ali5196 »

http://www.faithfreedom.org/oped/Pham&Krauss60330.htm

Descent into Dhimmitude/Tenggelam kedlm ke-Dhimmi-an
Denmark dibawah ancaman muslim
By J. Peter Pham & Michael I. Krauss
2006/03/30

TCS Daily

Aneh bahwa wartawan enggan melaporkan ttg semakin meningkatnya kejahatan kaum Muslim ekstrimis di Denmark sebelum kontroversi kartun itu. Malah itulah alasan mengapa editor Jyllands-Posten menerbitkan kartun2 naas tsb.

Akhir th 2004 – seorang professor keturunan Maroko-Yahudi dari Universitas Kopenhagen – disandera pada siang bolong dan dipukuli secara brutal karena “kejahatan “ membaca Quran ditengah2 kuliahnya. Beberapa bulan kemudian, sebuah penerbit Denmark, menyembunyikan nama2 penerjemah yg menerjemahkan koleksi essay yg kritis terhdp Islam karena takut nama mereka akan mengundang ancaman terhdp nyawa mereka. Dan setelah peristiwa penolakan oleh para artis Denmark utk mengilustrasikan sebuah buku anak2 ttg Muhamad, Jyllands-Posten memutuskan utk menerbitkan kartun2 itu sbg tes toleransi Islam.

Peristiwa2 diatas itu, semuanya mengkhawatirkan, tidak sedikitpun dibahas oleh orang2 Denmark yg sudah melakukan begitu banyak utk mengakomodasi Muslim yg begitu biadab. Mereka bahkan mencoba menculik anak2 para kartunis dari sekolah2 mereka. Di sekolah2 negeri Kopenhagen, merkea sampai tidak berani menyediakan makanan yang tidak halal. Denmark, sebuah negara yg terpuji karena keberaniannya menyelamatkan masy Yahudi merkea selama Perang Dunia II, sekarang tidak protes menyaksikan dilarangnya siswa2 Yahudi memasuki beberapa sekolah karena kehadiran mereka dianggap para administrator sekolah sbg “provokasi" terhdp siswa2 Muslim radikal. Satu2nya sekolah Yahudi negara itu di Kopenhagen, Carolineskolen yg beranggotakan 300 siswa, yg didirikan th 1805, kini dikelilingi kawat dobel berduri.

Naser Khader, anggota parlemen kelahiran Damascus (ayah Palestina, ibu Syria) kini harus dijaga polisi 24 jam karena ia memberi puterinya nama kafir. Belum lagi kemurtadannya dgn mendirikan kelompok Muslim moderat berjumlah 700 anggota, “Democratic Muslims”, setelah pecahnya huru hara "cartoon jihad" utk melawan islam militan. Imam Ahmad Abu Laban – orang yg menginstigasi huru hara anti-Denmark di Timur Tengah ini dgn kartun2 palsu ciptaannya sendiri – mencap
Khader dan pendukung2 sbg “tikus2 dlm lobang."

Seorang anggota kelompok baru Khader ini, pengungsi Iran- Kamran Tahmesabi- baru2 ini mengatakan kpd surat kabar Belgia; "Betapa ironis bahwa sekarang saya berada dlm negara demokratik Eropa tapi tetap tidak aman dari orang2 fanatik yg menjadi alasan pengungsian saya dari Iran beberapa tahun lalu."

Setelah "cartoon jihad" mereda, tgl 12 Februari lalu, kelompok Islam radikal Denmark, Hizb ut-Tahrir mengadakan pertemuan di kota Nørrebro, utk menyebarkan semangat kebencian terhdp Barat yg “dekaden”. Pada pertemuan itu mereka tidak tedeng aling2 ttg “para kafir” yg hidup di negara “mereka”. Sang pemimpin,
Fadi Abdullatif (yg dijatuhi hukuman penjara 60-hari karena mengancam akan membunuh Yahudi) memusatkan kebenciannya terhdp ratu Denmark yg popular itu, Ratu Margarethe II, yg dituduhnya terlibat "konspirasi" dgn Jyllands-Posten dan PM Anders Fogh Rasmussen utk "melukai Islam." Jaksa Umum, dibawah tekanan kelompok2 Muslim, menolak utk menuntutnya.

Dalam sejarah, minoritas non-Muslim minorities (Yahudi dan Kristen) bisa melindungi diri dari kekerasan gaya Islam (jihad) dgn menundukkan diri pada dominasi Islam lewat perjanjian subjugasi dan opresi yg membuat mereka menjadi “orang2 yg dilindungi” (dhimmi) yg memberikan status warga kelas dua dlm negara Islam tsb. Kini, bahkan MAYORITAS non-Muslim-pun diminta utk menurunkan status mereka, menjadi DHIMMI, utk menghindari kemarahan para imigran mulsim.

Spt yg dikatakan seroang pembela kemerdekaan AS, KAMI PENDUDUK, BUKAN DHIMMI. Namun demikian, begitu orang membiarkan diri utk diperlakukan sbg dhimmi, semakin sulit jadinya utk memrotes.//

J. Peter Pham is director of the Nelson Institute for International and Public Affairs at James Madison University. Michael I. Krauss is professor of law at George Mason University School of Law. Both are academic fellows of the Foundation for the Defense of Democracies
Post Reply