Bagaimana Allah Punya Anak Jika Dia Tak Beristri?
Posted: Wed Nov 28, 2007 3:11 pm
Bagaimana Allah Punya Anak Jika Dia Tak Beristri?
oleh Mumin Salih
25 Nov, 2007
Pertanyaan di atas diambil dari Qur’an 6:101 dan sebenarnya isi ayat ini mengungkapkan khayalan Muhammad tentang sifat keberadaan dan kemampuan Allah. Ayat ini juga menunjukkan tiadanya konsistensi dan akal sehat dalam Qur’an. Seperti banyak ayat lain dalam Qur’an, ayat 6:101 membuktikan bahwa saat Muhammad mengatakan ayat ini, dia tampaknya lupa sama sekali ayat2 lain yang telah dinyatakan di tahun2 sebelumnya yang sangat bertentangan dengan 6:101.
Dulu sebagai Muslim berusia muda, aku biasa membaca ayat 6:101 berulang kali dan sebenarnya merasakan betapa tidak masuk akalnya ayat ini, tapi otak Islamku yang telah mati rasa tidak dapat menyadari hal ini selain menikmati alunan bahasa Arabnya. Setelah murtad, aku jadi benar2 melihat segala hal yang tak masuk akal dalam Qur’an.
Inilah terjemahan dari Hilali dan Khan dari Q 6:101:
He is the Originator of the heavens and the earth. How can He have children when He has no wife? He created all things and He is the All-Knower of everything.
terjemahan:
Dia adalah Sang Pencipta surga2 dan bumi. Bagaimana mungkin Dia punya anak2 jika Dia tidak punya istri? Dia menciptakan segala hal dan Dia Maha Tahu akan apapun.
Hilali/Khan menggunakan kata istri untuk menerjemahkan kata Arab ‘sahiba’, yang sebenarnya merupakan kata feminin untuk ‘kawan’, atau dengan kata lain sama dengan ‘girlfriend’ (Inggris) atau pacar wanita (Indonesia). Akan tetapi kata ‘girlfriend’ atau ‘pacar wanita’ ini dianggap penerjemah Muslim sebagai tidak Islami dan tidak layak untuk hubungan antar pria dan wanita. Karena itu sang penerjemah tidak mau menggunakan kata ‘girlfriend’ agar Allah tidak tampak mempromosikan budaya barat dan bisa jadi nantinya punya anak haram dari hasil pacaran itu!
Menurut ayat di atas, Allah heran mengapa ada orang yang percaya bahwa Dia bisa punya anak laki tanpa berhubungan seks dengan wanita (pacar atau sejenisnya) dan mengakibatkan wanita itu melahirkan anak lakiNya. Muhammad memandang hal ini secara sederhana karena dipikirnya jika pria ingin punya anak laki, maka pertama-tama tentunya pria itu harus memiliki pasangan wanita. Meskipun logika ini hanya meyakinkan orang2 yang berotak udang, tapi Muhammad berpikir ini merupakan sangkalan mutlak terhadap kepercayaan orang Kristen bahwa Tuhan punya anak laki.
Sudah jelas bahwa Muhammad lupa di bagian lain dalam Qur’an, dia ternyata tidak henti2nya membicarakan tentang keajaiban penciptaan2 yang dilakukan Allah. Menurut Qur’an, prestasi penciptaan Allah mencakup penciptaan malaikat2, Adam dan Hawa, tuguh lapis langit dan bumi. Jadi mengapa semua kemampuan sakti ini tiba2 hilang begitu saja ketika Allah ingin menciptakan anakNya sendiri? Bagaimana mungkin kita bisa percaya bahwa karena alasan ‘tidak punya istri, maka tidak punya anak’ jika Muhammad sendiri dalam Qur’an menyatakan bahwa jika Allah menginginkan sesuatu maka Dia cukup hanya mengatakan ‘Jadilah’ dan lalu hal itu terjadi? Lihatlah Q 2:117 yang berbunyi:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia.
Ayat ini mengandung pernyataan Arab terkenal ‘Kun Fayakun’ (bahasa Arab yang berarti ‘Terjadilah’ maka jadilah ia) dan kata2 ini diulang-ulang sampai enam kali dalam Qur’an (3:47, 3:59, 16:40, 19:35, 36:82 and 40:68 ).
Kesaktian Allah luntur, ya?
Qur’an menjabarkan dengan bangganya dan berulangkali bagaimana Allah menciptakan Adam dari tanah liat, melalui proses cepat yang berlangsung mulus. Penciptaan manusia kedua, yakni istri Adam, yang dikisahkan dengan singkat dalam Qur’an, bahkan terjadi lebih cepat lagi. Berdasarkan apa yang tertulis di Qur’an, kita tidak tahu berapa cepat Allah menciptakan binatang pertama, tapi kita kira hal ini tentunya terjadi dengan begitu mudahnya sehingga Allah bahkan merasa tidak perlu mengungkapkannya sama sekali.
Ribuan tahun kemudian, Allah berkeputusan untuk memusnahkan semua manusia berdosa (dan juga binatang2!) dan bersumpah untuk mengulang semuanya dari awal lagi. Ini terjadi sewaktu Allah memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera dan membawa sepasang binatang dari setiap spesies. Pasangan2 ini berfungsi sebagai Adam dan Hawa dari semua binatang. Para Muslim biasanya berpikir keputusan untuk menyelamatkan pasangan2 binatang ini merupakan langkah penting untuk mempertahankan kehidupan. Tapi herannya, mengapa Allah harus melakukan hal itu jika Dia sendiri mampu mempertahankan nyawa2 binatang dengan hanya berkata “Terjadilah!”
Meniup ke dalam Vagina Maryam!
Ayat di atas bukanlah satu2nya tanda bahwa khayalan proses penciptaan dalam pikiran Muhammad di Qur’an tidak bisa lepas dari skenario hubungan seks, hamil dan kelahiran bayi, yang dia terapkan terhadap semua orang, bahkan termasuk pada Allah sendiri!
Tema yang sama juga muncul di Sura Al Anbiyaa’ di mana Qur’an mengisahkan Maryam jadi hamil. Di ayat 91 di Sura Al Anbiyaa’ (21:91), Qur’an mengingatkan kita pada kisah Maryam yang mempertahankan ‘farj’-nya (bahasa Arab yang berarti celah kemaluan wanita diantara kedua kakinya, atau vagina) sampai Dia meniupkan rohNya ke dalam diri Maryam. Marilah kita baca Sura Al Anbiyaa’:
http://www.sacred-texts.com/isl/quran/02106.htm" onclick="window.open(this.href);return false;
Q 21: 91
Waallatee ahsanat farjaha fanafakhna feeha min roohina wajaAAalnaha waibnaha ayatan lilAAalameena
And (remember) she who guarded her chastity [Virgin Maryam (Mary)], We breathed into (the sleeves of) her (shirt or garment) [through Our Rûh Jibrael (Gabriel)][], and We made her and her son ['Iesa (Jesus)] a sign for Al-'Alamin (the mankind and jinns).
terjemahan:
Dan (ingat) dia yang menjaga kehormatannya (Maryam), Kami tiupkan ke dalam (lengan bajunya) miliknya (kain baju) [roh Kami melalui Jibril], dan Kami membuatnya dan anak lakinya (Isa) sebagai tanda bagi Al-'Alamin (manusia dan jin).
Seperti biasa, terjemahan Qur’an ini sangatlah mengelabui. Kata ‘kehormatannya’ (Inggris: ‘her chastity’) digunakan untuk menerjemahkan kata Arab ‘farjaha’, dan ini merupakan terjemahan yang sangat berbeda artinya. Akar kata Arab ‘farj’ berarti organ kelamin wanita (tepatnya: vagina), dan kata ini digunakan berulangkali dalam Qur’an dalam arti yang sebenarnya. Qur’an juga menggunakan kata ini secara tak langsung bagi pria, yang dalam hal itu berarti organ kelamin pria, atau tepatnya: penis. Di semua kasus ini, kata ‘farj’ merupakan kata kotor dalam bahasa Arab yang biasanya tidak ditemukan dalam tulisan Arab yang terpelajar. Kata ‘farj’ ini biasanya tidak digunakan dalam percakapan sopan orang2 Arab. Orang2 Arab menyebut kehormatan wanita dengan menggunakan kata2 seperti ‘afifa’ atau ‘sharifa’, tanpa sama sekali perlu menyebut langsung alat kelaminnya.
Terjemahan yang menipu ini juga jelas nampak pada penggunaan kata ‘tiupkan ke dalam’ (Inggris: ‘breathed into’) sebagai terjemahan untuk kata Arab ‘nafakhna feeha’, yang berarti ‘kami tiupkan ke dalam dirinya…’ Qur’an jelas2 bermaksud ‘ke dalam vaginanya’, tapi sang penerjemah malah bicara tentang lengan baju dan kain baju! Kukira jika kita bertanya pada sang penerjemah mengapa dia malah bicara tentang masalah baju di sini, jawabannya tentunya adalah proses peniupan terjadi secara diam2 tanpa membuka bajunya!
Terjemahan yang lebih tepat dari ayat di atas adalah: ‘dan dia yang menjaga vaginanya, Kami tiupkan kedalamnya dari roh kami…’
Lihat pula pesan yang sama di Qur'an, Sura Al Tahrim (66), ayat 12:
http://www.sacred-texts.com/isl/quran/06602.htm" onclick="window.open(this.href);return false;
Wamaryama ibnata AAimrana allatee ahsanat farjaha fanafakhna fihi min roohina wasaddaqat bikalimati rabbiha wakutubihi wakanat mina alqaniteena
Qur’an menyampaikan kisah yang sama di Sura Al Tahreem (66:12), tapi menggunakan kata Arab ‘nafakhna fihi’ dan bukannya kata nafakhna fiha, sehingga tidak ada alasan untuk mengubah maknanya. Nafakhna fihi berarti ‘kita meniupkan ke dalam kemaluannya’ dan ini menjelaskan bagaimana proses peniupan terjadi. Kata2 terjemahan yang tepat bagi Q 66:12 seharusnya adalah:
‘Dan Maryam, anak perempuan Imran yang menjaga vaginanya; dan Kami tiupkan ke dalam vaginanya dari roh Kami’.
Meskipun kata2 Arabnya sudah jelas demikian, penerjemah Qur’an bahasa Inggris tetap bersikeras menulis hal yang tidak ada hubungannya dan tetap menggunakan kata2 lengan baju, baju, dan kain dalam ayat ini. Mari kita lihat terjemahan dari Hilali dan Khan
Q 66: 12
And Maryam (Mary), the daughter of 'Imran who guarded her chastity; and We breathed into (the sleeve of her shirt or her garment) through Our Rûh i.e. (Gabriel), ….
terjemahan:
Dan Maryam, anak perempuan ‘Imran yang menjaga kehormatannya; dan Kami tiupkan ke dalam (lengan bajunya atau kain bajunya) Ruh kami (oleh Jibril), …
(Adadeh: semua kata² dalam kurung adalah tambahan ulama Indonesia sendiri dan tidak tercantum dalam Qur'an yang asli.)
Ayat 17 dari Sura Maryam (19:17) mengisahkan kejadian yang membuat Maryam hamil. Kejadian kehamilan ini dimulai ketika Maryam sedang sendirian di tempat tersembunyi; maka Jibril, juru bicara Allah yang terkenal itu, tiba2 muncul di hadapan Maryam dalam bentuk pria sempurna. Jibril tidak merahasiakan tugasnya – dia berada di sana untuk meniupkan angin spesial (benih atau roh Allah) ke dalam vagina Maryam yang nantinya akan membuat Maryam hamil.
Q 19: 17
She placed a screen (to screen herself) from them; then We sent to her Our Ruh [angel Jibrael (Gabriel)], and he appeared before her in the form of a man in all respects.
terjemahan:
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Betapa memalukannya! Orang dapat membayangkan betapa kagetnya Maryam atas kemunculan tiba2 pria asing di hadapannya, terutama karena dia belum pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Kalau ini memang lelucon, maka ini adalah lelucon garing, dan tentunya Maryam sangat ketakutan mengalami hal ini!
Keintiman antara pria dan vagina wanita biasanya berhubungan dengan kegiatan seksual. Keintiman seperti ini bisa terjadi dalam bentuk hubungan kelamin seksual, sentuhan atau ciuman. Meniupkan angin ke dalam vagina wanita (mungkin bisa termasuk sebagai oral seks), meskipun sangat jarang, tapi tepat untuk dimasukkan ke dalam kategori ini.
Jika tugasnya adalah meniup angin ke dalam vagina, mengapa Jibril harus muncul dalam bentuk seorang pria? Kenapa tidak jadi wanita saja, yang tentunya tidak akan begitu mengejutkan Maryam? Wanita manapun tentunya akan lebih mengijinkan wanita asing daripada pria asing meniup ke dalam vaginanya.
Qur’an tidak menjelaskan secara rinci bagaimana jalannya proses peniupan angin ini dilakukan. Umumnya Muslim percaya bahwa Maryam tidak menolak dan merasa bahagia dan terhormat untuk mengandung anak spesial (dari Allah melalui Jibril). Akan tetapi, membaca Sura Maryam dengan seksama akan mengungkapkan hal yang berlawanan.
Mari kita baca Q 19:23
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan".
Q 19:23 ini menyatakan perasaan Maryam ketika hampir melahirkan bayinya. Sudah jelas bahwa dia merasa sangat malu dan berharap mati saja sebelum hal ini terjadi. Bukankah lebih mudah bagi Maryam jika Allah mengucapkan kata ajaibnya “Terjadilah!”? Tidak dapatkah Allah mengijinkan Maryam melahirkan bayinya tanpa rasa sakit?
oleh Mumin Salih
25 Nov, 2007
Pertanyaan di atas diambil dari Qur’an 6:101 dan sebenarnya isi ayat ini mengungkapkan khayalan Muhammad tentang sifat keberadaan dan kemampuan Allah. Ayat ini juga menunjukkan tiadanya konsistensi dan akal sehat dalam Qur’an. Seperti banyak ayat lain dalam Qur’an, ayat 6:101 membuktikan bahwa saat Muhammad mengatakan ayat ini, dia tampaknya lupa sama sekali ayat2 lain yang telah dinyatakan di tahun2 sebelumnya yang sangat bertentangan dengan 6:101.
Dulu sebagai Muslim berusia muda, aku biasa membaca ayat 6:101 berulang kali dan sebenarnya merasakan betapa tidak masuk akalnya ayat ini, tapi otak Islamku yang telah mati rasa tidak dapat menyadari hal ini selain menikmati alunan bahasa Arabnya. Setelah murtad, aku jadi benar2 melihat segala hal yang tak masuk akal dalam Qur’an.
Inilah terjemahan dari Hilali dan Khan dari Q 6:101:
He is the Originator of the heavens and the earth. How can He have children when He has no wife? He created all things and He is the All-Knower of everything.
terjemahan:
Dia adalah Sang Pencipta surga2 dan bumi. Bagaimana mungkin Dia punya anak2 jika Dia tidak punya istri? Dia menciptakan segala hal dan Dia Maha Tahu akan apapun.
Hilali/Khan menggunakan kata istri untuk menerjemahkan kata Arab ‘sahiba’, yang sebenarnya merupakan kata feminin untuk ‘kawan’, atau dengan kata lain sama dengan ‘girlfriend’ (Inggris) atau pacar wanita (Indonesia). Akan tetapi kata ‘girlfriend’ atau ‘pacar wanita’ ini dianggap penerjemah Muslim sebagai tidak Islami dan tidak layak untuk hubungan antar pria dan wanita. Karena itu sang penerjemah tidak mau menggunakan kata ‘girlfriend’ agar Allah tidak tampak mempromosikan budaya barat dan bisa jadi nantinya punya anak haram dari hasil pacaran itu!
Menurut ayat di atas, Allah heran mengapa ada orang yang percaya bahwa Dia bisa punya anak laki tanpa berhubungan seks dengan wanita (pacar atau sejenisnya) dan mengakibatkan wanita itu melahirkan anak lakiNya. Muhammad memandang hal ini secara sederhana karena dipikirnya jika pria ingin punya anak laki, maka pertama-tama tentunya pria itu harus memiliki pasangan wanita. Meskipun logika ini hanya meyakinkan orang2 yang berotak udang, tapi Muhammad berpikir ini merupakan sangkalan mutlak terhadap kepercayaan orang Kristen bahwa Tuhan punya anak laki.
Sudah jelas bahwa Muhammad lupa di bagian lain dalam Qur’an, dia ternyata tidak henti2nya membicarakan tentang keajaiban penciptaan2 yang dilakukan Allah. Menurut Qur’an, prestasi penciptaan Allah mencakup penciptaan malaikat2, Adam dan Hawa, tuguh lapis langit dan bumi. Jadi mengapa semua kemampuan sakti ini tiba2 hilang begitu saja ketika Allah ingin menciptakan anakNya sendiri? Bagaimana mungkin kita bisa percaya bahwa karena alasan ‘tidak punya istri, maka tidak punya anak’ jika Muhammad sendiri dalam Qur’an menyatakan bahwa jika Allah menginginkan sesuatu maka Dia cukup hanya mengatakan ‘Jadilah’ dan lalu hal itu terjadi? Lihatlah Q 2:117 yang berbunyi:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah". Lalu jadilah ia.
Ayat ini mengandung pernyataan Arab terkenal ‘Kun Fayakun’ (bahasa Arab yang berarti ‘Terjadilah’ maka jadilah ia) dan kata2 ini diulang-ulang sampai enam kali dalam Qur’an (3:47, 3:59, 16:40, 19:35, 36:82 and 40:68 ).
Kesaktian Allah luntur, ya?
Qur’an menjabarkan dengan bangganya dan berulangkali bagaimana Allah menciptakan Adam dari tanah liat, melalui proses cepat yang berlangsung mulus. Penciptaan manusia kedua, yakni istri Adam, yang dikisahkan dengan singkat dalam Qur’an, bahkan terjadi lebih cepat lagi. Berdasarkan apa yang tertulis di Qur’an, kita tidak tahu berapa cepat Allah menciptakan binatang pertama, tapi kita kira hal ini tentunya terjadi dengan begitu mudahnya sehingga Allah bahkan merasa tidak perlu mengungkapkannya sama sekali.
Ribuan tahun kemudian, Allah berkeputusan untuk memusnahkan semua manusia berdosa (dan juga binatang2!) dan bersumpah untuk mengulang semuanya dari awal lagi. Ini terjadi sewaktu Allah memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera dan membawa sepasang binatang dari setiap spesies. Pasangan2 ini berfungsi sebagai Adam dan Hawa dari semua binatang. Para Muslim biasanya berpikir keputusan untuk menyelamatkan pasangan2 binatang ini merupakan langkah penting untuk mempertahankan kehidupan. Tapi herannya, mengapa Allah harus melakukan hal itu jika Dia sendiri mampu mempertahankan nyawa2 binatang dengan hanya berkata “Terjadilah!”
Meniup ke dalam Vagina Maryam!
Ayat di atas bukanlah satu2nya tanda bahwa khayalan proses penciptaan dalam pikiran Muhammad di Qur’an tidak bisa lepas dari skenario hubungan seks, hamil dan kelahiran bayi, yang dia terapkan terhadap semua orang, bahkan termasuk pada Allah sendiri!
Tema yang sama juga muncul di Sura Al Anbiyaa’ di mana Qur’an mengisahkan Maryam jadi hamil. Di ayat 91 di Sura Al Anbiyaa’ (21:91), Qur’an mengingatkan kita pada kisah Maryam yang mempertahankan ‘farj’-nya (bahasa Arab yang berarti celah kemaluan wanita diantara kedua kakinya, atau vagina) sampai Dia meniupkan rohNya ke dalam diri Maryam. Marilah kita baca Sura Al Anbiyaa’:
http://www.sacred-texts.com/isl/quran/02106.htm" onclick="window.open(this.href);return false;
Q 21: 91
Waallatee ahsanat farjaha fanafakhna feeha min roohina wajaAAalnaha waibnaha ayatan lilAAalameena
And (remember) she who guarded her chastity [Virgin Maryam (Mary)], We breathed into (the sleeves of) her (shirt or garment) [through Our Rûh Jibrael (Gabriel)][], and We made her and her son ['Iesa (Jesus)] a sign for Al-'Alamin (the mankind and jinns).
terjemahan:
Dan (ingat) dia yang menjaga kehormatannya (Maryam), Kami tiupkan ke dalam (lengan bajunya) miliknya (kain baju) [roh Kami melalui Jibril], dan Kami membuatnya dan anak lakinya (Isa) sebagai tanda bagi Al-'Alamin (manusia dan jin).
Seperti biasa, terjemahan Qur’an ini sangatlah mengelabui. Kata ‘kehormatannya’ (Inggris: ‘her chastity’) digunakan untuk menerjemahkan kata Arab ‘farjaha’, dan ini merupakan terjemahan yang sangat berbeda artinya. Akar kata Arab ‘farj’ berarti organ kelamin wanita (tepatnya: vagina), dan kata ini digunakan berulangkali dalam Qur’an dalam arti yang sebenarnya. Qur’an juga menggunakan kata ini secara tak langsung bagi pria, yang dalam hal itu berarti organ kelamin pria, atau tepatnya: penis. Di semua kasus ini, kata ‘farj’ merupakan kata kotor dalam bahasa Arab yang biasanya tidak ditemukan dalam tulisan Arab yang terpelajar. Kata ‘farj’ ini biasanya tidak digunakan dalam percakapan sopan orang2 Arab. Orang2 Arab menyebut kehormatan wanita dengan menggunakan kata2 seperti ‘afifa’ atau ‘sharifa’, tanpa sama sekali perlu menyebut langsung alat kelaminnya.
Terjemahan yang menipu ini juga jelas nampak pada penggunaan kata ‘tiupkan ke dalam’ (Inggris: ‘breathed into’) sebagai terjemahan untuk kata Arab ‘nafakhna feeha’, yang berarti ‘kami tiupkan ke dalam dirinya…’ Qur’an jelas2 bermaksud ‘ke dalam vaginanya’, tapi sang penerjemah malah bicara tentang lengan baju dan kain baju! Kukira jika kita bertanya pada sang penerjemah mengapa dia malah bicara tentang masalah baju di sini, jawabannya tentunya adalah proses peniupan terjadi secara diam2 tanpa membuka bajunya!
Terjemahan yang lebih tepat dari ayat di atas adalah: ‘dan dia yang menjaga vaginanya, Kami tiupkan kedalamnya dari roh kami…’
Lihat pula pesan yang sama di Qur'an, Sura Al Tahrim (66), ayat 12:
http://www.sacred-texts.com/isl/quran/06602.htm" onclick="window.open(this.href);return false;
Wamaryama ibnata AAimrana allatee ahsanat farjaha fanafakhna fihi min roohina wasaddaqat bikalimati rabbiha wakutubihi wakanat mina alqaniteena
Qur’an menyampaikan kisah yang sama di Sura Al Tahreem (66:12), tapi menggunakan kata Arab ‘nafakhna fihi’ dan bukannya kata nafakhna fiha, sehingga tidak ada alasan untuk mengubah maknanya. Nafakhna fihi berarti ‘kita meniupkan ke dalam kemaluannya’ dan ini menjelaskan bagaimana proses peniupan terjadi. Kata2 terjemahan yang tepat bagi Q 66:12 seharusnya adalah:
‘Dan Maryam, anak perempuan Imran yang menjaga vaginanya; dan Kami tiupkan ke dalam vaginanya dari roh Kami’.
Meskipun kata2 Arabnya sudah jelas demikian, penerjemah Qur’an bahasa Inggris tetap bersikeras menulis hal yang tidak ada hubungannya dan tetap menggunakan kata2 lengan baju, baju, dan kain dalam ayat ini. Mari kita lihat terjemahan dari Hilali dan Khan
Q 66: 12
And Maryam (Mary), the daughter of 'Imran who guarded her chastity; and We breathed into (the sleeve of her shirt or her garment) through Our Rûh i.e. (Gabriel), ….
terjemahan:
Dan Maryam, anak perempuan ‘Imran yang menjaga kehormatannya; dan Kami tiupkan ke dalam (lengan bajunya atau kain bajunya) Ruh kami (oleh Jibril), …
(Adadeh: semua kata² dalam kurung adalah tambahan ulama Indonesia sendiri dan tidak tercantum dalam Qur'an yang asli.)
Ayat 17 dari Sura Maryam (19:17) mengisahkan kejadian yang membuat Maryam hamil. Kejadian kehamilan ini dimulai ketika Maryam sedang sendirian di tempat tersembunyi; maka Jibril, juru bicara Allah yang terkenal itu, tiba2 muncul di hadapan Maryam dalam bentuk pria sempurna. Jibril tidak merahasiakan tugasnya – dia berada di sana untuk meniupkan angin spesial (benih atau roh Allah) ke dalam vagina Maryam yang nantinya akan membuat Maryam hamil.
Q 19: 17
She placed a screen (to screen herself) from them; then We sent to her Our Ruh [angel Jibrael (Gabriel)], and he appeared before her in the form of a man in all respects.
terjemahan:
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Betapa memalukannya! Orang dapat membayangkan betapa kagetnya Maryam atas kemunculan tiba2 pria asing di hadapannya, terutama karena dia belum pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Kalau ini memang lelucon, maka ini adalah lelucon garing, dan tentunya Maryam sangat ketakutan mengalami hal ini!
Keintiman antara pria dan vagina wanita biasanya berhubungan dengan kegiatan seksual. Keintiman seperti ini bisa terjadi dalam bentuk hubungan kelamin seksual, sentuhan atau ciuman. Meniupkan angin ke dalam vagina wanita (mungkin bisa termasuk sebagai oral seks), meskipun sangat jarang, tapi tepat untuk dimasukkan ke dalam kategori ini.
Jika tugasnya adalah meniup angin ke dalam vagina, mengapa Jibril harus muncul dalam bentuk seorang pria? Kenapa tidak jadi wanita saja, yang tentunya tidak akan begitu mengejutkan Maryam? Wanita manapun tentunya akan lebih mengijinkan wanita asing daripada pria asing meniup ke dalam vaginanya.
Qur’an tidak menjelaskan secara rinci bagaimana jalannya proses peniupan angin ini dilakukan. Umumnya Muslim percaya bahwa Maryam tidak menolak dan merasa bahagia dan terhormat untuk mengandung anak spesial (dari Allah melalui Jibril). Akan tetapi, membaca Sura Maryam dengan seksama akan mengungkapkan hal yang berlawanan.
Mari kita baca Q 19:23
Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan".
Q 19:23 ini menyatakan perasaan Maryam ketika hampir melahirkan bayinya. Sudah jelas bahwa dia merasa sangat malu dan berharap mati saja sebelum hal ini terjadi. Bukankah lebih mudah bagi Maryam jika Allah mengucapkan kata ajaibnya “Terjadilah!”? Tidak dapatkah Allah mengijinkan Maryam melahirkan bayinya tanpa rasa sakit?