Tidak ada kaum pagan yang menyerang Muhammad dan Muslim terlebih dahulu. Muhammad sendirilah yang memulainya dengan merampoki harta benda mereka terlebih dahulu. Memang begitulah yang harus dilakukan perampok untuk mencari nafkah, apalagi dia sendiri juga sudah mengaku bahwa memang demikianlah mata pencahariannya:faiz wrote:Menurut mas adadeh yang pintar ini kaum muslimin seharusnya tidak melawan tapi memaafkan mau nyerang monggo, nyusun kekuatan buat bunuh kaum muslimin monggo aja, pemikiran yang aneh.
Hadis Sahih Bukhari, Vol. IV, pg. 104:
Dikisahkan oleh Ibn ‘Umar bahwa sang Nabi berkata,”Mata pencaharianku ada di bawah bayangan tombakku, (1) dan dia yang tidak menaati perintahku akan dihinakan dengan membayar Jizya.”Catatan: (1) “Di bawah bayangan tombakku” berarti “dari jarahan perang”.
[Ref: The Translation of the Meanings of Sahih Al-Bukhari, Arabic-English, Vol.IV (page 104) by Dr. Muhammad Muhsin Khan, Islamic University—Al-Medina Al-Munauwara].
Muhammad sendiri sudah mengakui bahwa dia mencari nafkah dari barang jarahan/rampokan/rampasan dan pungutan liar alias Jizyah. Dengan itu pula, Muhammad selalu siap mengeluarkan ayat2 suci Qur'an dan berbagai alasan lain yang menghalalkan tindakan agresifnya menyerang berbagai suku pagan di Jazirah Arabia.
lebih jelasnya baca buku sejarah teks qur'an, bisa didownload di padenono.com
Website itu tidak menunjukkan buku2 apapun untuk menyangkal keterangan dari pihak Islam sendiri bahwa surah 2 tidak turun di awal masa Muhammad tinggal di Medinah (623M). Tunjukkan referensi Islam yang menyatakan surah 2 turun pada saat Muhammad mengadakan perjanjian Hudaibiya di Mekah.
Sekali lagi, cantumkan judul buku karangan Ibn Hisham itu dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia, beserta nama penerbit, tanggal penerbitannya. Kenapa sulit sekali bagimu untuk melakukan hal itu? Tidak punya bukunya, ya? Sudah berkali-kali kukatakan bahwa di seluruh sumber Islam yang paling asli, tua, dan autentik, hanya Ibn Sa’d saja yang mengatakan Sumayah mati sebagai martir Muslim pertama (hal. 227). Tapi kemudian ditulisnya bahwa Sumayah menikah lagi dengan budak Yunani bernama Azrak dan mendapat seorang anak laki bernama Salma. Majikan Azrak tinggal di Taif, dan ini juga berarti Sumayah ikut suami tinggal di Taif. Karena itu bagaimana kita bisa yakin bahwa Sumayah mati di Mekah jika dia ikut suami dan berkeluarga di Taif? Bahkan di buku yang sama pula, Ibn Sa’d mengatakan bahwa Bilal adalah martir Muslim pertama. Lebih aneh lagi, masih di buku yang sama, Ibn Sa’d menjelaskan bahwa Bilal mati secara natural.iu soal waktu, saya ingin anda mengatakan "saya adalah pembohong jika ada kejadian pembunuhan sumayyah dalam sirah Ibnu hisyam", just it, saya sudah mengatakan hal itu, kenapa anda tidak, takut yah ?
Apakah kau tidak tahu bagaimana nasakh diterapkan dalam Islam? Apakah dasar alasan pembatalan ayat2 terdahulu dalam Islam seperti yang tercantum di ayat2 ini:ditanya dasar pembatalan ayat lari ke nasikh wal mansukh, itu mah saya juga udah tau, saya tanya dasar nya apa ?.
Q 2:106
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Apakah yang dimaksud Muhammad dengan ayat yang lebih baik itu? Yang mana yang lebih baik? Yang terbaru atau yang udah lama? Yang awal muncul atau yang akhir muncul? Mana yang lebih baik: ayat Mekah yang lama atau ayat Medinah yang lebih baru?
Q 13:39
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).
Q 16:101
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Ayat mana yang diganti?
Dulu waktu Muhammad di Mekah;
73:10
Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. [3, Mecca ]
Setelah Muhamad di Medina:
2:191
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
[87, Medina ]
Dulu di Mekah: Jangan memaksa para kafir.
50:45
Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku. [34, Mecca ]
Tapi lalu di Medinah: Perangi kaum kafir yang ada di sekitarmu.
9:123
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa. [113, Medina ]
Yang mana yang berlaku? Yang lebih awal (Mekah) atau yang akhir (Medinah)? Mari kita lihat langsung penjelasan dari pihak Islam sendiri. Hukum pembatalan ini berkata bahwa jika terdapat pernyataan2 kontradiktif dalam Qur’an, maka ayat yang paling baru membatalkan ayat2 yang lama. Hasilnya adalah hanya ayat2 terbaru saja yang tetap sah berlaku tanpa ragu. Karena itu penting untuk mengetahui kronologi susunan ayat2 Qur’an.
“Jadi pertama-tama ‘berperang’ itu dilarang, lalu diijinkan dan setelah itu diwajibkan melawan mereka yang memulai ‘perang’ melawan Muslim dan semua yang tidak menyembah Allah”.
(Ref. Bagian pendahuluan dari terjemahan Inggris Sahih Bukhari oleh Dr. Muhammad Muhsin Khan, Medina Islamic University).
Pada bagian yang sama, Dr M. Muhsin Khan menulis lebih jauh
“Lalu Allah menurunkan Sura Bara’at (9) untuk membuang (semua) kewajiban dan memerintahkan Muslim untuk berperang melawan semua kaum pagan dan juga orang2 Kitab (Yahudi dan Kristen) jika mereka tidak memeluk Islam, sampai mereka membayar Jizya (pungutan pajak bagi kaum Yahudi dan Kristen yang tidak mau memeluk Islam dan hidup di bawah kekuasaan Islam) dengan perasaan tunduk dan takluk (9:29). Jadi mereka (Muslim) tidak diijinkan untuk tidak berperang melawan mereka (pagan, Yahudi dan Kristen) atau berdamai dengan mereka atau tidak memusuhi mereka untuk jangka waktu tak terbatas pada saat mereka (Muslim) kuat dan punya kemampuan untuk memerangi mereka (pagan, Yahudi, Kristen).
Jalaluddin Suyuti menulis Itqan fi 'ulum-il-Qur’an di tahun 1497 AD. Buku ini adalah Tafsir Qur’an dan diakui di dunia Islam. Ini merupakan buku wajib baca bagi semua yang ingin mempelajari Qur’an dan ingin tahu ‘arti2 sebenarnya’. Bukunya yang lain yang terkenal berjudul Istenbat al-Tanzeel. Di bukunya dia menulis:
"Semua dalam Qur’an tentang pengampunan telah dibatalkan oleh ayat 9:5”.
Baca kutipan di atas sekali lagi dan ingatlah bahwa ayat 9:5 adalah urutan kronologi nomer 113 (Ingat bahwa ada 114 sura dalam Qur’an). Apologis Islam selalu mengutip ayat2 di bawah untuk menunjukkan pengampunan dan pemaafan dalam Islam:
Bagimu agamamu dan bagiku agamaku ... 109:6
Tiada paksaan dalam agama ... 2:256
Berpalinglah dari mereka yang menyembah illah2 yang salah selain Allah ... 15:94
Sayangnya, semua ayat2 ‘bagus’ dalam Qur’an itu telah dibatalkan jika kita mengikuti Tafsir Suyuti dan hukum pembatalan tentang ayat pedang Q 9:5.
Kalau udah capek, ya silakan berhenti bertukar pendapat. Tidur sanah gih!!!Saya tanya mana mas yang ngerontokin ?, saya sudah cape melihat opini anda, saya tanya mana yang ngerontokin, saya sudah katakan wanita budak itu terbagi dua
Ah, ini sih cuman pendapat pribadimu sendiri. Ente yang dari kemaren cuman berkisar dimain opini. Masih main opini tanpa referensi mas, waduh masa ritme perdebatannya nurun drastis neh, ayo dong ilmiah dikit. Mari kita baca komentar dari Mufti Ebrahim Desai ahli hukum Islam:bener tidak ada batasan dalam menikahi budak tangan kanan, tetapi dengan konsekuensi memperlakukannya sejajar dengan istr-istri yang lain seperti mas kawin
A question that may still arise is that why does the owner of a slave woman not marry her before having relations with her? Well, this is impracticable because of a few intricate technicalities. Firstly, we know that a man has to give "Mahr" (dower-money) to his bride. The Holy Quran says:-
[ A r a b i c ]
Trans: "And allowed unto you is whatsoever is beyond that, so that ye may seek them with your substance (i.e. with your dower-money) (4:24).
Thus, "Mahr" is a conditional prerequisite of Nikaah. If a man has to marry his slave woman, it would not be possible for him to abide by this condition of 'Mahr' because by Islamic law, a slave does not have rights over any property, i.e. she cannot own anything. In fact, whatever she has with her too, i.e. her clothing, etc., is all regarded as the property of her owner. Therefore, If he gets married to his slave girl and gives her the 'Mahr' she cannot become the owner of it because she has no right of ownership. The 'Mahr' would bounce back to the owner of the slave girl and it would tantamount to giving the 'Mahr' to himself. Hence, the owner would become the payer as well as the PAYEE of the 'Mahr' which would only result in the mockery of the whole system of 'Mahr'. It would be absolutely superfluous to have such a marriage ceremony performed that makes a mockery of the 'Mahr' system. Hence, the owner cannot get married to her while she remains a slave girl. However, if he sets her free, then he can get married to her on the basis of her having become a liberated woman.
Although the owner himself cannot get married to his slave woman, without giving her freedom, he can get her married to someone else. If he gets her married to someone else, then only her husband can now have intercourse with her and the owner's right of having intercourse with her comes to an end
Mufti Ebrahim Desai
FATWA DEPT. http://islam.tc/ask-imam/view.php?q=10896
Nih, gue terjemahin yang ditebelin berhubung gue tahu bahasa Inggris lo super jeblog:
Maka, “mahr” (mas kawin) adalah syarat untuk melakukan Nikah. Jika seorang ingin menikahi budak wanitanya, dia tidak mungkin bisa memberi mahar pada wanita tsb., karena dalam hukum Islam, seorang budak tidak punya hak untuk memiliki, dan ini berarti dia tidak bisa memiliki apapun. Malah segalanya yang dimilikinya, misalnya baju, dll, adalah milik majikannya. Karena itu, jika pria itu ingin menikahi budak itu dan memberinya mahar, budak itu tidak bisa memilikinya karena dia tidak punya hak untuk memiliki. Jadi mahr-nya akan kembali lagi kepada majikan budak itu dan ini bagaikan memberi mahar pada dirinya sendiri. Pria itu akan jadi pihak yang membayar dan dibayar oleh mahar dan ini berarti memperolok sistem mahar itu sendiri. Tentunya tidak layak dilakukan pernikahan yang memperolok sistem mahar. Karena itu, majikan tidak dapat menikahi budak wanita selama wanita itu tetap jadi budak. Akan tetapi, jika majikan membebaskan wanita itu dari status budaknya, maka majikan itu dapat menikahi wanita tersebut dalam statusnya sebagai wanita merdeka.
Juga baca lagi referensi dari si Muhammad Ala-ud-din Haskafi, "The Durr-ul-Mukhtar" (Al-Durr al-Mukhtar), halaman 24:
A freeman may marry four free women and female slaves, not more.
terjemahan:
Seorang pria merdeka dapat menikahi empat wanita bebas dan budak2 wanita, tidak boleh lebih.
Jadi si Muhammad yang ahli hukum Islam sudah menjelaskan dengan jelas: batasan NIKAH adalah EMPAT, kagak boleh lebih!! NIKAH CUMAN EMPAT, tapi kalau mau punya piaraan (gundik/budak seks/concubine) sih boleh2 aja, halal2 aja, punya 10000000 biji juga, bagaikan punya binatang piaraan. Seperti yang kita ketahui, hubungan seks di luar nikah adalah zinah. Iya, ngga’? Islam tidak melarang Muslim menzinahi budaknya. Halal, silakan ngeseks tanpa dikawini, kagak usah pake bayar mahar segala. Hanya tuhan buatan nabi palsu saja yang bisa mengarang hukum-hukum seks seperti ini.