Demi POLIGAMI, kirim gugatan ke MK
Posted: Fri May 11, 2007 9:01 am
Hayo pada taruhan, kira-kira menang siapa ?
----------------------------------------------------------------------------------
Jumat, 11 Mei 2007,
Demi Poligami, Kirim Gugatan ke MK
JAKARTA - Gara-gara niat berpoligami terhalang oleh undang-undang (UU), M. Insa mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengusaha asal Jakarta Selatan itu kemarin mengajukan permohonan uji materiil pasal pembatasan poligami yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Daripada menikah sirri atau berbuat zina, lebih baik melakukan poligami secara resmi," kata Insa ketika ditemui usai mengikuti sidang di gedung MK kemarin.
Dalam gugatannya, Insa menganggap pasal 3 ayat 1 dan 2, pasal 4 ayat 1 dan 2, pasal 5 ayat 1, pasal 9, pasal 15, dan pasal 24 UU Perkawinan telah mengambil hak konstitusionalnya untuk menjalankan kebebasan beragama. Yakni melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah secara poligami, berpedoman kepada Hukum Perkawinan Islam yang telah diakui UU.
Akibat berlakunya pasal tersebut, Insa merasa dihalang-halangi oleh petugas pencatat perkawinan. Mereka tak bersedia mencatat perkawinan kedua Insa sebagai perkawinan sah sesuai hukum Islam.
Insa tak mau melakukan perkawinan sirri dalam berpoligami. "Itu (perkawinan secara resmi, Red) untuk melindungi hak anak hasil poligami, terutama menyangkut hak waris," ujar Insa yang kemarin mengenakan kemeja putih itu.
Dia menambahkan, syarat-syarat poligami dalam UU Perkawinan terlalu memberatkan. Dalam pasal 4 ayat 1 UU itu disebutkan, seseorang harus memperoleh izin pengadilan untuk melakukan poligami. Padahal, tidak semua orang mendapatkan izin pengadilan.
Dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan, pengadilan hanya bisa memberikan izin poligami kepada suami yang istrinya tak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan, atau tak dapat memberikan keturunan. Persetujuan istri juga merupakan hal yang utama.
Pria paro baya itu menganggap, berpoligami adalah haknya dan hak bagi calon istri keduanya. "Istri kedua saya tidak terikat perkawinan. Dia berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, walaupun dengan status istri kedua," tambahnya.
Selain merugikan hak konstitusionalnya, Insa menganggap pembatasan aturan poligami dalam UU Perkawinan melanggar pasal 28 B ayat 1, pasal 28 E ayat 1, pasal 28 I ayat 1 dan 2, serta pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. "Saya meminta kepada MK agar menyatakan pasal-pasal itu tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat," tambahnya.
Untuk kepentingannya itu, Insa mengaku telah menghubungi Eggi Sudjana untuk mendampinginya sebagai kuasa hukum dalam persidangan.
Bagaimana tanggapan majelis hakim konstitusi? Dalam sidang yang dipimpin ketua panel majelis Roestandi dengan dua anggotanya, Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan, majelis menganggap permohonan Insa terlalu banyak dan tak fokus.
Permohonan Insa yang menggunakan dalil hukum Islam juga dipertanyakan. Dalih bahwa melakukan poligami merupakan salah satu cara menjalankan ibadah agama disangsikan majelis hakim. "Apakah poligami termasuk asas Islam? Bagaimana dengan pendapat beberapa ulama bahwa poligami adalah emergency exit (pintu darurat, Red)?" ujar Roestandi. (ein)
http://www.jawapos.co.id/index.php?act= ... &id=284776
----------------------------------------------------------------------------------
Jumat, 11 Mei 2007,
Demi Poligami, Kirim Gugatan ke MK
JAKARTA - Gara-gara niat berpoligami terhalang oleh undang-undang (UU), M. Insa mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengusaha asal Jakarta Selatan itu kemarin mengajukan permohonan uji materiil pasal pembatasan poligami yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Daripada menikah sirri atau berbuat zina, lebih baik melakukan poligami secara resmi," kata Insa ketika ditemui usai mengikuti sidang di gedung MK kemarin.
Dalam gugatannya, Insa menganggap pasal 3 ayat 1 dan 2, pasal 4 ayat 1 dan 2, pasal 5 ayat 1, pasal 9, pasal 15, dan pasal 24 UU Perkawinan telah mengambil hak konstitusionalnya untuk menjalankan kebebasan beragama. Yakni melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah secara poligami, berpedoman kepada Hukum Perkawinan Islam yang telah diakui UU.
Akibat berlakunya pasal tersebut, Insa merasa dihalang-halangi oleh petugas pencatat perkawinan. Mereka tak bersedia mencatat perkawinan kedua Insa sebagai perkawinan sah sesuai hukum Islam.
Insa tak mau melakukan perkawinan sirri dalam berpoligami. "Itu (perkawinan secara resmi, Red) untuk melindungi hak anak hasil poligami, terutama menyangkut hak waris," ujar Insa yang kemarin mengenakan kemeja putih itu.
Dia menambahkan, syarat-syarat poligami dalam UU Perkawinan terlalu memberatkan. Dalam pasal 4 ayat 1 UU itu disebutkan, seseorang harus memperoleh izin pengadilan untuk melakukan poligami. Padahal, tidak semua orang mendapatkan izin pengadilan.
Dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan, pengadilan hanya bisa memberikan izin poligami kepada suami yang istrinya tak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan, atau tak dapat memberikan keturunan. Persetujuan istri juga merupakan hal yang utama.
Pria paro baya itu menganggap, berpoligami adalah haknya dan hak bagi calon istri keduanya. "Istri kedua saya tidak terikat perkawinan. Dia berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, walaupun dengan status istri kedua," tambahnya.
Selain merugikan hak konstitusionalnya, Insa menganggap pembatasan aturan poligami dalam UU Perkawinan melanggar pasal 28 B ayat 1, pasal 28 E ayat 1, pasal 28 I ayat 1 dan 2, serta pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945. "Saya meminta kepada MK agar menyatakan pasal-pasal itu tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat," tambahnya.
Untuk kepentingannya itu, Insa mengaku telah menghubungi Eggi Sudjana untuk mendampinginya sebagai kuasa hukum dalam persidangan.
Bagaimana tanggapan majelis hakim konstitusi? Dalam sidang yang dipimpin ketua panel majelis Roestandi dengan dua anggotanya, Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan, majelis menganggap permohonan Insa terlalu banyak dan tak fokus.
Permohonan Insa yang menggunakan dalil hukum Islam juga dipertanyakan. Dalih bahwa melakukan poligami merupakan salah satu cara menjalankan ibadah agama disangsikan majelis hakim. "Apakah poligami termasuk asas Islam? Bagaimana dengan pendapat beberapa ulama bahwa poligami adalah emergency exit (pintu darurat, Red)?" ujar Roestandi. (ein)
http://www.jawapos.co.id/index.php?act= ... &id=284776