Solidaritas untuk Ceriyati : Duka Ceriyati di Negeri Jiran
Oleh : Redaksi 21 Jun, 07 - 5:07 pm
imagePemerintah Malaysia diminta menangani secara serius kasus penganiayaan yang dialami Ceriyati. Peristiwa yang menimpa tenaga kerja wanita asal Brebes, Jateng ini, terjadi akibat kesalahan majikan.
Kasus penyiksaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia kembali terjadi. Kali ini kejadiannya menimpa Ceriyati, tenaga kerja wanita asal Brebes, Jawa Tengah. Selama lima bulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, hampir setiap hari majikan Ceriyati, Ivone Siew, menyiksanya.
Rata-rata, Ceriyati harus melayani majikannya sejak pukul 06.00 pagi hingga pukul 03.00 dini hari. Tiap hari dia hanya diberi makan sekali oleh majikannya. Ironisnya lagi, hingga kini Ceriyati belum menerima gaji seringgit pun. Saat berdialog dengan suaminya, Ridwan, dalam acara Topik Minggu Ini, Rabu (20/6) malam, Ceriyati mengaku kondisinya kini sudah membaik. :foto :video
Namun dia masih sedikit merasakan sakit di bagian belakang kepala dan pinggang. "Biru di bawah mata adalah bekas ditonjok," kata Ceriyati di studio Kuala Lumpur, Malaysia. Dia hadir bersama Duta Besar RI untuk Malaysia, A.M. Fachir.
Menanggapi keluhan istrinya, Ridwan menyatakan ingin menemui Ceriyati secara langsung di Kuala Lumpur. "Saya mau menegaskan supaya hati mami (Ceriyati) lega dan tegar menghadapi persoalan ini," kata Ridwan. Dia menambahkan, semua biaya keberangkatan akan ditanggung pemerintah.
Namun Fachir menyarankan agar Ceriyati pulang ke Indonesia, bukan suaminya yang menyusul ke Kuala Lumpur. Menurut dia, jauh lebih baik jika Ceriyati berkumpul dengan keluarganya tidak hanya bertemu dengan Ridwan dan anak-anaknya. "Insya Allah dalam satu dua hari ini dia sudah bisa berkumpul dengan keluarganya," kata Fachir.
Fachir menjamin proses hukum dan pemenuhan hak-hak Ceriyati akan terus berlanjut karena ini semua tercantum dalam kontrak. Apabila nanti Ceriyati diperlukan kembali kehadirannya di Malaysia, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia akan membantunya. Ceriyati langsung menyetujui saran Fachir. Tapi, Ridwan sebaliknya. Dia bersikukuh ingin berangkat ke Malaysia.
Menanggapi kejadian yang menimpa Ceriyati, Fachir berharap pemerintah Malaysia mau lebih memperhatikan kasus seperti ini. Apalagi, KBRI sudah melaporkan kasus ini kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri yang menangani soal tenaga kerja asing.
Pemerintah Malaysia, kata Fachir, menyatakan akan membicarakan kasus ini dalam rapat kabinet. Hasilnya, mereka akan memperbaiki Undang-undang penerimaan TKI. Khusus kasus Ceriyati sekarang masih dalam proses hukum. "Karena ini sudah menjadi perhatian publik, saya harap pemerintah Malaysia lebih serius menanganinya," kata Fachri.
Selain itu, Fachir melanjutkan, akhir bulan ini di Surabaya, Jawa Timur, akan diadakan pertemuan working grup antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Salah satu isi pertemuan akan membahas dan mengevaluasi pelaksanaan kesepakatan soal tenaga kerja informal khususnya pembantu rumah tangga. "Ini momentum yang baik untuk mengangkat kasus-kasus seperti itu," kata Fachir.
Fachir menambahkan, sejak kemarin polisi setempat sudah menahan majikan Ceriyati. Sebaliknya Ceriyati didampingi tim pengacara yang ditunjuk KBRI sudah memberikan keterangan, termasuk menyerahkan hasil visum [baca: Kasus Ceriyati Akan Diproses Secara Hukum].
Dalam keterangannya, Ceriyati mengaku sudah merancang pelariannya sejak satu bulan silam. Ceriyati bertekad jika majikannya terus menyiksa terpaksa dia akan kabur dengan cara menuruni apartemen. "Majikan saya saat itu sedang keluar. Dia pamit akan sembahyang," tutur Ceriyati.
Ceriyati nekat kabur dari lantai 15 Apartemen Tamarind, Kuala Lumpur, Malaysia, dengan bergantung pada beberapa helai kain yang diikat menjadi tali. Namun baru tiba di lantai 12, dia mulai gamang dan memutuskan berhenti meluncur. Untunglah tim pemadam kebakaran bisa menyelamatkan nyawanya.
Mengingat kejadian itu, Ceriyati awalnya mengaku masih bersemangat bekerja di Malaysia. Namun setelah keinginannya ditolak Ridwan, dia menyatakan tidak akan bekerja lagi di negara tetangga itu. "Ini demi keluarga," kata dia.
Kasus yang menimpa Ceriyati sempat mengundang perhatian Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Jumhur Hidayat. Menurut dia, peristiwa ini terjadi akibat kesalahan majikannya yang telah melanggar kesepakatan kerja.
Namun menurut Wahyu Susilo, aktivis buruh migram dari Migrant Care, kasus ini bukan karena faktor individu, tapi kesalahan sistematik. "Kejadiannya tidak hanya di Malaysia, tapi di Singapura dan negara-negara lain," ujar Wahyu. Pemerintah, lanjut dia, seharusnya mengawasi pula para majikan yang menerima tenaga kerja Indonesia.
Pandangan Wahyu diamini Jumhur. Menurut dia, pihaknya sudah mem-black list puluhan agen di Hongkong, dan ratusan agen lain di Taiwan. Namun khusus di Malaysia, BNP2 TKI masih melakukan penjajakan. "Kita akan mencoba memberikan tes psikologi bagai para majikan," kata Jumhur.
Selama ini, kata Jumhur, memang masih ada perlakuan sewenang-wenang dari para majikan, seperti penyanderaan paspor. Ini terjadi karena mereka takut pekerjanya melarikan diri. Terkait dengan itu, BNP2 TKI menyarankan kepada pemerintah Malaysia agar membuatkan kartu identitas lain yang bisa dikenali semua pihak, termasuk polisi setempat.
Ditambahkan Jumhur, tanggapan positif sudah diberikan pemerintah Malaysia. Dalam rapat kabinet tadi siang, mereka akan mengamendemen Undang-undang rekrutmen pekerja asing. Untuk itu pemerintah Malaysia akan membuat undang-undang baru tentang pekerja.
Janji pemerintah Malaysia ditanggapi secara pesimistis oleh Wahyu. Dia mencontohkan janji mereka yang tidak akan berbuat diskriminasi. Tapi, kenyataannya pada saat terjadi pemulangan TKI tahun 2005 silam, 16.000 orang pekerja mendapat hukuman cambuk. "Namun, cuma ada dua majikan yang menerima hukuman serupa," kata Wahyu.
Berdasarkan data Migrant Care, pada 2006 ada sekitar 31.000 lebih TKW yang terjebak dalam sindikat perdagangan perempuan, termasuk mengalami pelecehan seksual. Dari jumlah itu 8.000 di antaranya berada di dalam penjara. "Kami pernah menangani kasus seorang perempuan, nama samarannya Seruni. Dia diperkosa oleh seorang Tan Sri di Negara Bagian Johor Baru," kata Wahyu.
Di akhir perbincangan, Jumhur menjelaskan, tidak semua TKI di Malaysia mengalami kejadian menyedihkan. Saat ini jumlah TKI yang bekerja di negara tersebut mencapai 1,8 juta orang. Dari jumlah tersebut lebih banyak yang berhasil. "Ini untuk menghilangkan kekhawatiran keluarga yang bekerja di sana. Memang masih ada penyimpangan, tapi akan terus kita perbaiki," kata Jumhur.
Tiga tahun silam, kasus serupa pernah menimpa Nirmala Bonat. TKI ini disiksa begitu kejam oleh majikannya. Hingga saat ini kasus penyiksaan Nirmala belum juga selesai di pengadilan Malaysia.
Hanya gara-gara memecahkan sebuah piring tanpa sengaja, Nirmala harus menangggung derita tak terperi. Tubuh perempuan berusia 19 tahun ini dipukul benda keras, disiram air panas bahkan diseterika.
Kejadian yang menimpa Nirmala menjadi bukti tidak adanya perlindungan apalagi perhatian dari pemerintah. Pernyataan pertama atas kasus Nirmala datang sangat terlambat. Tiga hari setelah kasus ini ramai diberitakan barulah pemerintah bereaksi. Itu pun hanya datang dari Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda yang menjamin orang tua Nirmala bisa datang ke Kuala Lumpur .
Reaksi lebih cepat justru datang dari Pemerintah Malaysia. Perdana Menteri Negeri Jiran itu langsung mengutuk dan meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia atas terjadinya kasus itu. Simpati bagi Nirmala justru banyak datang dari kalangan luar pemerintah.(IAN/liputan6)
http://swaramuslim.net/foto/more.php?id=5616_0_10_0_M