Page 1 of 1

KONTROVERSI : AKU YANG TIDAK BERAGAMA (KOMUNITAS LIA EDEN)

Posted: Tue Sep 05, 2006 4:52 am
by up1234go
INILAH AJARAN YH HARUS DILENYAPKAN MENURUT KEYAKINAN ISLAM ABU BAKAR BASYHIR, HABIEB RIJIQ, KRN DIANGGAP SESAT DAN MERUSAK TAFSIRAN AYAT AL-QURAN

KOMUNITAS LIA EDEN

Image

Posted: Tue Sep 05, 2006 4:54 am
by up1234go
Aku Memang Tidak Beragama

Image

Mira Julia Putri Utari (Lala)

Sekarang aku memang tidak beragama. Tapi aku sangat percaya adanya Tuhan dan berusaha menjalani hari-hariku dengan benar sesuai dengan apa-apa yang dikehendaki-Nya. Cuma, memang aku suka bingung kenapa orang susah sekali menerima kalau seseorang itu bertuhan tapi tidak beragama? Nggak apa-apa, kan?? Sah-sah saja, bukan??

Kenapa kebanyakan orang yang kutemui selalu menganggap bahwa “mempunyai sebuah agama” (walaupun kelakuannya tidak mencerminkan seorang yang beragama) masih jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang berkelakuan santun tapi tidak beragama. Bahkan bapakku sendiri sempat berucap, “Masih lebih baik kamu menjadi Kristen atau Buddha sekalian daripada kamu tidak beragama seperti ini..!”

Bukan tanpa alasan aku menjadi tidak beragama. Alasan terbesar memang karena Malaikat Jibril meminta kami -kaum Eden- untuk melepas “baju keagamaan” kami dan mengikuti syariat malaikat sebagaimana pernyataannya dalam Majelis Pengkajian Eden, 26 Februari 2005 : "Hari ini kami ingin mengumumkan tentang keadaan yang harus ditempuh, yaitu Surga yang diyakini dan diimani oleh seluruh agama, seluruh umat dan seluruh bangsa. Maka semua penghuni Surga ini adalah orang-orang yang berkeyakinan netral. Tak ada syariat selain syariat Surga, yaitu pensucian."

Tapi sebenarnya aku sudah menjadi Perenial (begitu konon istilahnya) sejak November 2002. Waktu itu Malaikat Jibril menyampaikan teguran tentang praktek bertuhan yang kini cenderung hanya mengejar aspek formalitas dan legalitas. Rumah peribadatan banyak dan ramai dikunjungi, tapi kekhusyukan minim. Tetap saja kejahatan dimana-mana, Indonesia masih terkenal bukan karena keindahan negerinya dan kesalihan penduduknya, tapi menjadi salah satu negara paling korup di dunia. Ditambah lagi, kini Indonesia dicurigai sebagai sarang teroris. Terus, sekarang ada sebagian umat Islam yang berlagak menjadi “polisi agama”, memaksakan cara bertuhannya yang dianggapnya paling benar sehingga di luar kelompoknya dianggap kafir dan tak punya kesempatan untuk selamat di akhirat.

Tapi untuk sampai ke titik “tidak beragama” aku ini tidak bim salabim. Sesungguhnyalah aku ini tadinya juga seperti orang beragama pada umumnya yang sudah merasa mapan dengan apa yang aku percaya. Apalagi teman-teman di Eden yang kebanyakan orang-orang “melek” agama. Bahkan ada mantan guru ngajiku waktu kecil lho, seorang Aceh yang dulu berjenggot panjang dan pernah menjadi sahabat Habib Rizieq, (itu.. Ketua Front Pembela Islam, FPI) waktu SMA. Sekarang dia pun sudah ikut menikmati berkeyakinan netral. Pasti seru deh kalau suatu hari mereka reuni, he he he…

Di Eden sendiri, proses yang berlangsung sangat panjang dan bertahun-tahun. Kalau mau sampai pada titik bertuhan tanpa beragama itu, mungkin orang harus melihat sejarah pengajaran Malaikat Jibril di Eden. Nah, aku pengin cerita salah satu potongan sejarah itu melalui kisah lagu-lagu yang diturunkan Malaikat Jibril.

Awal kedatangan Malaikat Jibri kepada Bunda, dia mengajarkan Bunda Lia untuk semakin mencintai Tuhan. Sarananya melalui ibadah-ibadah yang dikenal umat Islam. Setiap malam Ramadhan, kami diminta datang berkumpul di Mahoni untuk shalat Tarawih bersama yang diikuti tadarusan luamaaa bangettt. Atau Shalat Tarawih yang diikuti pembukaan surat mutasyabihat oleh Malaikat Jibril. Penjelasan ayat-ayat mutasyabihat itu sangat asyik. Buatku, Al Quran menjadi “hidup” dan seakan baru diturunkan sekarang karena ternyata ayat-ayatnya sangat pas dengan kejadian masa kini.

Bulan Desember 1998, Malaikat Jibril kembali meminta kami untuk banyak melewati masa Ramadhan di Mahoni. Setiap malam kami diminta shalat Tarawih bersama dan melakukan Iktikaf di Mahoni untuk mendapatkan Lailatul Qadr.

Salah satu mukjizat Lailatul Qadr yang diturunkan Tuhan saat itu adalah Mukjizat Lagu. Banyak sekali lagu yang diturunkan di bulan Ramadhan waktu itu. Malaikat Jibril menyatakan, Tuhan akan menurunkan 100 lagu selama Ramadhan, tapi rupanya kemampuanku tidak mencukupi. Hanya sekitar 60-an lagu yang akhirnya diturunkan Tuhan. Ampuni aku ya Tuhan, karena ketidakmampuanku menyelesaikan seluruh lagu-lagu yang Engkau turunkan menyebabkan tidak seluruh lagu itu turun sebagaimana yang Engkau kehendaki …

Ternyata, lagu-lagu yang turun di masa itu menjadi cara Tuhan utnuk menjembatani kami (yang saat itu mayoritas Islam) mempelajari agama Kristen. Bunda sebagai reinkarnasi dari Maria mulai diajarkan membuka Injil. Malaikat Jibril mulai membukakan rahasia kitab suci Injil sebagaimana Malaikat Jibril telah membuka mutasyabihat kitab suci Al Quran sebelumnya. Kami pun mulai dibiasakan dengan istilah-istilah umat Kristiani, seperti ‘Puji Tuhan’, ‘Haleluya’, ‘Kudus’ dan berbagai istilah Kristen lainnya. Caranya adalah dengan memasukkan kata-kata tersebut dalam Kidung Eden.

Lagu "Suci Ramadhan" yang liriknya sangat Islam dinyanyikan dengan melodi yang mirip dengan "Silent Night", tujuannya agar kami tidak jengah menyanyikan puji-pujian umat Kristen. Pada masa itu pula kami mulai berkenalan dengan beberapa komunitas Kristen yang kemudian mengundang kami untuk hadir dalam perayaan Natal mereka.

Pada waktu itu Malaikat Jibril menjelaskan, bulan Ramadhan yang menyatu dengan bulan Natal menjadi tanda betapa Tuhan ingin menyatukan umat Islam dengan umat Kristen dalam kasih. Dalam penjelasan itu, Malaikat Jibril menciptakan lagu-lagu dengan tema persaudaran Islam-Kristen. Tema persaudaraan ini terasa sangat kental misalnya dalam lagu "Doa Bersama", "Juru Selamat", "Kaaf Ha Yaa Ain Shaad", "Shaloom Malaikat Jibril", dan sebagian besar lagu yang turun di masa itu.


Doa Bersama
(Mahoni, 6 Januari 1999)

Misa di gereja dan di dalam kebaktian, kami berdoa
Misa yang kudus, menyertakan kami
Allahu Akbar (2x)

Puji Tuhan, kerajaan langit telah tiba
Di dalam kerajaan-Mu kami berdoa
Umat Allah ingin bersatu
Menjauhi neraka permusuhan

Di Misa yang kudus bersatu doa kami
Allahu Akbar (2x)
Sucilah Bunda Maria, sucilah Isa Almasih
Sucilah Nabi Muhammad

Sucilah Ruhul Kudus
Islam dan Kristen bersatulah
Kita sesama umat Allah
Islam dan Kristen bersatulah

Menyembah Allah Yang Esa
Menyembah Allah Yang Maha Kudus
Oh suci dan Kudus Tuhan Allah
Ruhul Kudus menerangi jalan kita
Menuju Allah Yang Esa

Allahu Akbar (2x)
Puji Tuhan

Malaikat kudus itu telah datang
Kau dinanti di sini

Umat Islam dan umat Kristen menantimu
Membawakan sinar terang dari Tuhan Allah,
Tuhan kita, Tuhan Allah,
Tuhan kita Yang Esa dan Maha Kudus

Sucikan kami ya Ruhul Kudus
Sucikan kami menuju
Tuhan Allah, Tuhan kita

Esa Tuhan kita, Esa Allah, Esa Allah kita
Lailaha illa Allah, Tuhan Yang Maha Esa
Lailaha illa Allah, Tuhan Yang Maha Esa
Haleluya…


Ramadhan ini betul-betul berat untukku. Aku seperti dikejar setoran. Lagu turun berturut-turut setiap harinya, sebagian besar melodinya mendekati lagu-lagu pujian yang biasa dinyanyikan umat Kristen. Malaikat Jibril betul-betul mengajarkan kami berdoa melalui lagu. Sebuah cara baru bagi kami untuk mengekspresikan cinta kami pada-Nya.
Inilah jembatanku keluar dari zona kenyamanan beragama Islam. Ternyata bernyanyi itu juga berdoa. Ternyata orang Kristen itu juga diberkati Tuhan. Ternyata melepaskan rasa bahwa agamaku (Islam) adalah yang paling benar itu ueenaaak bangeeeet. Aku bisa masuk gereja dengan enteng, menyalakan lilin dan bernyanyi bersama memuja Tuhan yang Maha Esa penuh rasa haru dengan nikmat tanpa ada rasa sedikit pun dalam hati bahwa kedudukanku lebih baik di mata-Nya.

Waktu itu padahal aku masih Islam lho. Tapi Ayah menyebut kami Islam Perenial, Islam yang tetap menjalankan ibadah sebagaimana kaum muslimin pada umumnya. Hanya saja, kami memperjuangkan perenialisme yang ditandai dengan toleransi dan sikap terbuka terhadap agama lain, kelapangan serta kerendahan hati di dalam menjalankan agama, disamping menjaga kekhusyukan di dalam ibadah sehari-hari.

Setelah sekat pertama itu terbuka, Malaikat Jibril kemudian mulai membuka sekat-sekat yang lain.

Dia mengajak kami untuk bertandang ke Vihara dan Pura, ke umat-umat beragama yang lain. Kami pun mulai menjalin silaturahmi dengan teman-teman agama lain. Tentu saja bahasanya melalui Bunga dan Lagu. Banyak lagu-lagu persahabatan yang diciptakan Malaikat Jibril untuk momen-momen ini.

Tahun 2000 di Vila Zaitun, Megamendung Coblong, Bunda Lia diminta Tuhan untuk melepaskan atribut agamanya karena dia ditunjuk Tuhan menjadi pembawa amanah-Nya yang hadir untuk seluruh umat manusia dan seluruh agama. Akhir tahun 2002, Malaikat Jibril memerintahkan kami untuk merintis jalan Perenial, menjadi penyembah Tuhan yang khusyuk (monotheis), hidup suci, tanpa berafiliasi pada sebuah agama tertentu. Waktu itu, perintah Malaikat Jibril bersifat optional, artinya kami bebas memilih untuk menjadi Perenial (melepaskan syariat agama) atau tetap menjalankan syariat. Ternyata, hanya sebagian diantarakami yang memilih jalur itu. Sebagian besar masih memilih menjadi Islam Perenial dan menjalankan syariat Islam.

Pada waktu itu Mas Aar -suamiku- agak ‘kusut’ beberapa minggu mendapati perintah Malaikat Jibril, sebelum akhirnya memilih menjadi Perenial. Aku sendiri termasuk orang yang tidak punya banyak pergulatan batin untuk tak lagi menjalankan syariat Islam. Puluhan lagu yang turun dengan tema perdamaian, cinta, bahkan rahasia perjalanan Bumi ini cukup membuat hatiku terbuka dan merasakan bahwa Tuhan Maha Besar, tak terkotak dalam agama serta doktrin yang kaku. Aku pun merasa lebih bebas menyampaikan puji-pujian pesan Tuhan dalam bahasa agama apapun bila aku tidak memeluk sebuah agama tertentu. Ketika aku menyanyikan lagu tentang ketauhidan (monotheisme) untuk umat Kristen, aku tidak sedang dalam rangka Islamisasi. Atau ketika aku menyanyikan lagu bernuansa Kristen demi melenturkan syaraf kaku umat Islam, itu bukan dalam rangka Kristenisasi. Aku hanya bernyanyi untuk-Nya dan mengajak semua orang menyembah Dia sesuai dengan jalannya masing-masing. Enak, kan..??

Posted: Tue Sep 05, 2006 5:02 am
by up1234go
Aku Memang Tidak Beragama

Image

Mira Julia Putri Utari (Lala)

maaf...double

Posted: Tue Sep 05, 2006 5:04 am
by zeba0th
wah.... ini room buat yg murtad ..Pengakuan dan kesaksian bagi mereka yang meninggalkan Islam.

Mod.. silahkan bertindak :D

Posted: Tue Sep 05, 2006 5:07 am
by Namaku
bung zeba... Lia eden juga murtadkan??

Posted: Tue Sep 05, 2006 5:10 am
by up1234go
zeba0th wrote:wah.... ini room buat yg murtad ..Pengakuan dan kesaksian bagi mereka yang meninggalkan Islam.

Mod.. silahkan bertindak :D
Utk moderator :
kalau memang salah tempat, sebaiknya di delete aja topik ini.

Lagipula si cewek ini udah keluar dr agama Islam, kok

bahkan syariat Islam-nya sudah dia tinggalkan.

Satu hal lagi...

Mereka ini tdk memiliki agama tapi membentuk komunitas universal yg damai (new age).

Walaupun Al-quran masih dipakai mereka, tapi mereka ini tetap tdk beragama (universal absolut)

Posted: Wed Sep 06, 2006 7:34 pm
by Fajar K
Semua orang berhak membuat penafsirannya sendiri2 toh.

Re: KONTROVERSI : AKU YANG TIDAK BERAGAMA (KOMUNITAS LIA EDE

Posted: Wed Sep 06, 2006 7:52 pm
by namasamaran
up1234go wrote:INILAH AJARAN YH HARUS DILENYAPKAN MENURUT KEYAKINAN ISLAM ABU BAKAR BASYHIR, HABIEB RIJIQ, KRN DIANGGAP SESAT DAN MERUSAK TAFSIRAN AYAT AL-QURAN

KOMUNITAS LIA EDEN

Image
Wahai orang beriman, sesungguhnya (sebaik-baiknya) islam, masih terlebih baik komunitas Lia Eden. (Surat Al-Qohol 666)

Posted: Wed Sep 06, 2006 8:07 pm
by superme
up1234go wrote:Aku Memang Tidak Beragama

Image

Mira Julia Putri Utari (Lala)

Sekarang aku memang tidak beragama. menyembah Dia sesuai dengan jalannya masing-masing. Enak, kan..??
Kenapa kalau mengatakan "AKU MENINGGALKAN AGAMA" atau "AKAU DISELAMATKAN DARI ISLAM" dan yang sejenisnya - selalu menunjukkan dirinya sebagai muslim, terutama yang ditonjolkan hijabnya. Ada penjelasan yang bisa diterima akal dari cara ini?

Posted: Wed Sep 06, 2006 8:49 pm
by up1234go
superme wrote: Kenapa kalau mengatakan "AKU MENINGGALKAN AGAMA" atau "AKAU DISELAMATKAN DARI ISLAM" dan yang sejenisnya - selalu menunjukkan dirinya sebagai muslim, terutama yang ditonjolkan hijabnya. Ada penjelasan yang bisa diterima akal dari cara ini?
INI JAWABANNYA :

Aku Tidak Berjilbab Lagi

Image

Mira Julia Putri Utari (Lala)

Susah juga yaaa... Sebenernya aku sih masih pengen pakai jilbab. Di luar alasan keyakinan, buatku memakai jilbab itu lebih nyaman, sudah menjadi kebiasaan, enak pula karena nggak perlu mikir mode rambut. Kalau ada tamu tinggal 'syuut' pake jilbab, sudah kelihatan rapi tanpa harus nyisir, he he he... Apalagi, katanya wajahku yang bandel ini jadi kelihatan 'alim' kalo pakai jilbab.

dan yang asiknya lagi jilbab ini juga bisa menutupi para jerawat di jidat, he he he... Banyak keuntungannya kan?
Malaikat Jibril dan Bunda Lia juga tidak pernah meminta Kaum Eden yang berjilbab untuk melepas jilbabnya setelah kami tidak menjalankan syariat Islam lagi. Memangnya jilbab itu hanya milik orang Islam? Bukan, kan? Bunda Maria, Bunda Theresa dan banyak tokoh wanita non muslim lainnya juga memakai penutup kepala.

Jadi kenapa harus buka jilbab? Bukankah itu menjadi sebuah simbol kesalehan?

Nah, itu juga yang menjadi keyakinanku sebenarnya, bahwa penutup kepala alias jilbab itu bukan milik satu kaum saja, tapi bisa menjadi cara berpakaian siapa saja.

Tapi (mungkin) karena aku tinggal di Indonesia yang mayoritas wanita bertutup kepala itu adalah orang Islam, jadi jilbab itu seolah identik dengan Islam. Padahal, nggak seharusnya begitu, kan? Terus, kalau sudah tidak memeluk agama Islam tapi masih pakai jilbab, dianggap tak konsisten, bahkan munafik karena masih memakai atribut Islam (alias jilbab). Soalnya, sebagian orang Islam menganggap jilbab itu milik mereka dan tidak boleh dipakai orang lain.

Eiits, jangan tersinggung dulu. Masalah ini bukan mengada-ada. Soalnya aku mengalami beberapa kejadian yang agak-agak nggak enak dengan status "Jilbab dan Sudah Bukan Islam" lagi ini. Beberapa orang bertanya, "Kenapa mbak Lala masih berjilbab ya, padahal katanya sudah nggak Islam lagi?", atau "Wah, aku pikir kamu sekarang sudah bisa kelihatan kupingnya". Secara tidak langsung, sebenarnya mereka mempertanyakan aku yang masih memakai jilbab, kan..?

Sebenarnya kalau masih sebatas pertanyaan-pertanyaan model begitu, aku nggak masalah. Sah-sah aja dong orang komentar... wong bener kok, aku ini sudah bukan Islam. Tapi yang menurutku nggak bener itu, emangnya kalo sudah bukan Islam terus nggak boleh pake jilbab? Bukannya di tempat-tempat yang menjalankan syariat Islam seperti di Aceh semua orang (termasuk yang bukan beragama Islam) malah disuruh pakai jilbab? Terus, yang bener menurut orang Islam yang mana donk, buka jilbab atau pakai jilbab...?

Tapi bukan pertanyaan orang-orang yang mempertanyakan jilbab yang membuatku akhirnya membuka jilbab. Justru kalo hanya itu, aku malah pengen 'sengaja' mempertahankan jilbabku, supaya orang-orang Islam itu bisa berbaik hati mau berbagi model pakaian dengan kami-kami yang non Islam ini

Tapi sebuah kejadian merubah pendirianku.


Suatu hari aku diundang sahabat SMA-ku ke sebuah acara perayaan sebuah hari raya umat Kristen. Kebetulan kami sangat akrab dan sering bertukar pikiran. Walau secara keyakinan kami berbeda, namun cinta di antara aku dan sahabatku itu membuat hubungan kami tetap baik (sangat baik malah). Dia sering datang ke rumah dengan saudara seimannya untuk bertukar cerita. Aku tidak pernah merasa di-Kristen-kan olehnya dan aku pun tak berusaha mempengaruhi dia dengan keyakinanku.

Karena kami berdua yakin bahwa selama yang disembah itu sama, Dia Yang Maha Esa, maka semua jalan menuju Dia itu menjadi indah untuk diceritakan. Seperti kalau kita sama-sama pengen ke Monas, aku naik KA Express dari Bogor, dia naik mobil dari Pasar Minggu. Pemandangannya lain doong.., yang dialami juga beda. Jadi pengalaman berkeretaku itu yang kubagi dengan pengalaman berkendaraan sahabatku.

Ketika dia mengundang aku untuk hadir di acaranya, aku membuka diriku untuk hadir. Kepadanya aku mengatakan keinginanku untuk hadir, semoga Tuhan mengizinkan dan memberikan waktunya. Lalu aku pun bertanya kepada Tuhan dengan cara membuka Kitab Suci sebagaimana yang biasa diajarkan oleh Malaikat Jibril di Eden. Dari ayat yang pertama terpandang, di situlah ada petunjuk Tuhan untuk masalah itu. Begitulah cara Malaikat Jibril mengajarkan kepada kami untuk mencari petunjuk personal dari Tuhan bagi masalah-masalah keseharian yang kami alami.

Ternyata ayat yang terbuka dan kudapat waktu itu mendorong aku untuk pergi ke acara itu. Aku senang sekali dibolehkan pergi ke acara itu. Aku memang senang melihat keberagaman cara tiap umat berdoa. Apalagi acara ini hanya satu tahun sekali.

Sebelum berangkat, mas Aar (suamiku) memintaku untuk tidak memakai jilbab ke acara itu. Aku keberatan, memangnya kenapa? Apa salahnya? Mas Aar merasa bahwa bagaimanapun sebagian besar orang Indonesia masih merasa bahwa jilbab itu adalah simbol Islam. Dan sebaiknya untuk menghadiri kebaktian ini aku tidak memakai jilbab karena nanti orang bisa rancu, menyangka ada orang Islam datang kebaktian.

Aku masih belum bisa menerima logika itu, kalau toh aku disangka orang Islam yang ikut kebaktian terus kenapa? Dulu juga kaum Eden sering diundang ke acara Natal bersama (waktu itu kami semua masih Islam) dan memakai jilbab. Nggak apa-apa, kan?

Kata Mas Aar, justru karena waktu itu kami masih Islam, maka nggak apa-apa. Sebab, waktu itu pengajaran Tuhan memang dimaksudkan untuk meretas jalan hubungan Islam-Kristen yang lapang. Tapi karena kami sekarang sudah bukan Islam, tapi berkeyakinan netral sebagaimana nabi Ibrahim, Mas Aar menjaga agar orang tidak berasumsi yang tidak-tidak ketika melihat jilbabku.

Pada waktu itu aku masih keberatan membuka jilbabku. Aku betul-betul tidak merasa bermasalah dengan penutup kepalaku ini. Mau dibilang apa juga rasanya aku nggak peduli. Tapi karena Mas Aar terus mendesak, akhirnya aku berkompromi hanya menutup kepalaku dengan scarf (masih kelihatan kupingnya) seperti orang Gipsy.

Ternyata penutup kepala itu memang menimbulkan "masalah". Walau mereka (sahabatku dan teman-teman gerejanya) menyambut kami dengan sangat baik, tapi aku sempat diberondong beragam pertanyaan. Dan sebenarnya yang paling membuatku tidak nyaman dengan jilbabku ini adalah karena kemudian pembicaraan itu sering dimulai dengan, "Saya dulu juga orang Islam, tapi setelah saya percaya .....dst".

No matter how hard I try to tell them bahwa aku ini seorang Spiritualis dan "Bukan Orang Islam", tetap saja mereka melihat aku sebagai orang Islam.

Walaupun aku berusaha mempersingkat percakapan dan beralih ke orang lain, eeeh... orang yang lain itu juga menyangka aku orang Islam. Yah karena jilbabku ini mungkin...

Ternyata, aku peduli dengan komentar itu. Mereka memang tidak mempertanyakan mengapa aku berjilbab padahal bukan Islam. Tapi pandangan kawan-kawan non-muslim bahwa jilbab itu adalah simbol Islam itu yang membuatku sadar bahwa suka tidak suka, mau tidak mau, saat ini jilbab memang sudah sangat lekat menjadi simbol umat Islam dan akan menjadi pembatas bagiku untuk dapat menyatu dengan sahabat-sahabatku yang bukan Islam.

Ternyata, seakrab apapun hubunganku dengan teman-teman non-Islam, jilbab yang kupakai itu tetap akan menimbulkan jarak.

Bila aku bernyanyi dan menyebut-nyebut 'Haleluya', 'Puji Tuhan' atau menyapa dengan 'om santi santi om', tetap saja umat non-Islam itu merasa salam itu diucapkan oleh seorang Islam.

Atau, orang Islam yang melihat sambil lalu bisa jadi akan merasa tersinggung dan marah karena orang berjilbab kok ngomong begitu.

Nanti aku dikenai pasal penodaan agama pula seperti Bunda dan Yang Mulia

Tapi aku sih sebenarnya nggak terlalu peduli apa kata orang. Aku juga nggak terlalu risau dengan resiko saat aku menjalani apa-apa yang aku yakini sebagai kebenaran dari Tuhan. Tapi ketika kebenaran dan kepentingan pribadiku berbenturan dengan kehendak-Nya, sudah waktunya aku untuk merenungkan kembali kebenaranku.

Balik lagi ke masalah jilbab, aku sebenarnya masih senang memakai jilbab karena banyak alasan seperti yang sudah kutuliskan. Tetapi ketika jilbab itu menjadi penghalang untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan untuk seluruh umat manusia, maka sudah saatnya aku merenungkan kembali alasanku memakai jilbab. Ketika Malaikat Jibril mengajarkan di Eden mengenai perdamaian antar-kelompok agama yang sangat diprioritaskan Tuhan, ketika aku diberi tanggung jawab untuk menyanyikan pesan-pesan Tuhan untuk semua umat beragama, maka semua kepentingan pribadi yang menghalangi misi Tuhan itu harus dapat kukalahkan.

Jadilah aku akhirnya memutuskan untuk melepaskan jilbabku.

Buat Mas Aar, masalah pakai/tidak pakai jilbab ini mungkin sebuah hal yang sepele, tapi buat aku ...ehm, it's a girl thing laah, cuman cewek yang ngerti. Walaupun aku jengah dan sebenarnya enggan, tapi ketika kehendak Tuhan itu terbatasi, maka kejengahan dan keengganan itu harus dapat kukalahkan. Dan kepentingan Tuhan harus kuutamakan. Ya sudahlah, jerawat dan rambut yang kacau ini tak dapat kututupi lagi...

It's my personal call. Aku merasa harus melakukannya karena Tuhan telah memperlihatkan logika-Nya ke dalam nuraniku. Aku ingin, ketika lagu-lagu perdamaian itu kunyanyikan, tidak ada lagi sekat dan penghalang yang tak perlu.

Lalu, untuk apa aku masih mempertahankan selembar penutup kepalaku ini bila kemudian hanya menjadi pembatas hati di antara umat beragama?

.

Re: KONTROVERSI : AKU YANG TIDAK BERAGAMA (KOMUNITAS LIA EDE

Posted: Sat Sep 09, 2006 4:24 am
by dreamtheater
namasamaran wrote: Wahai orang beriman, sesungguhnya (sebaik-baiknya) islam, masih terlebih baik komunitas Lia Eden. (Surat Al-Qohol 666)
Ini ada lagi ayatnya:

Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya kami memberikan kepadamu lia eden kebenaran yang lebih baik daripada al islam (surat Al-ganja 1001)

Posted: Tue Sep 12, 2006 10:48 am
by Mpok Tinem
Betul-betul...

Lia Eden tidak membunuh, perang di mana-mana, punya banyak suami, tidak mengawini bocah ingusan yang masih maen robot-robotan.

Penganut Lia Eden nggak ngebom bunuh diri untuk membela Tuhannya, nggak ngancam orang yang beda agama, nggak tereak2 dizolimi, nggak ngebacot disana-sini, nggak norak dan kampungan.

Memang Islam, worst of the worst...

Re:

Posted: Fri Oct 28, 2011 2:26 am
by mohammadiot
Mpok Tinem wrote:Betul-betul...

Lia Eden tidak membunuh, perang di mana-mana, punya banyak suami, tidak mengawini bocah ingusan yang masih maen robot-robotan.

Penganut Lia Eden nggak ngebom bunuh diri untuk membela Tuhannya, nggak ngancam orang yang beda agama, nggak tereak2 dizolimi, nggak ngebacot disana-sini, nggak norak dan kampungan.

Memang Islam, worst of the worst...
setubuh ama Mpok Tinem . . .

Cuman si LIA EDAN . . . oit sori maksud saya si LIA EDEN ini gak jauh bedanya dengan om mamad waktu pertama kale memperjoangkan (mempromosikan) eslam sebagai agama, bedanya om mamad adalah JANTAN sementara si LIA EDEN adalah BETINA (jadi susah mencari pengikut yang banyak) . . . gak mungkin si LIA EDEN menawarkan SORGA buat para pengikutnya (khususnya CEWEK) dengan 72 GIGOLO, tentu ini bertolak belakang . . . presentasi untuk menuju ke ARAH tujuan dia ("apa sebenarnya?") itu amatlah TIPIS, beda kasusnya jika COWOK yang ditawari SORGA dengan 72 BIDADARI . . . !!!!!!

. . . akan tetapi itu semoanya terpulang pada penilaian diri masing-masing dah, orang SAKIT JIWA alias GILA saja berhak meng-CLAIM dan ber-KOAR-KOAR kalo dia itu adalah SUPERMAN yang baru dateng dari planet CRYPTON dan membawa pesan DAMAI bagi seluruh penduduk BUMI . . . !!!!!!

surah Al-Condh'om [13:13] :
"wahai umat-KU, janganlah sekali-kali kamu meminta dan memohon diperkenankan memakai alat contrasepsi yang bochor, sebab ketahuilah akan kami turunkan azab kehamilan kepada istri-istrimu, itupun jika kami ketahui istri-istrimu subur dan tidak mandul dan juga terhadap dirimu"

:prayer:

Re: KONTROVERSI : AKU YANG TIDAK BERAGAMA (KOMUNITAS LIA EDEN)

Posted: Sat Oct 29, 2011 2:59 am
by kata_holos
up1234go wrote: Bukan tanpa alasan aku menjadi tidak beragama. Alasan terbesar memang karena Malaikat Jibril meminta kami -kaum Eden- untuk melepas “baju keagamaan” kami dan mengikuti syariat malaikat sebagaimana pernyataannya dalam Majelis Pengkajian Eden, 26 Februari 2005 : "Hari ini kami ingin mengumumkan tentang keadaan yang harus ditempuh, yaitu Surga yang diyakini dan diimani oleh seluruh agama, seluruh umat dan seluruh bangsa. Maka semua penghuni Surga ini adalah orang-orang yang berkeyakinan netral. Tak ada syariat selain syariat Surga, yaitu pensucian


Pada waktu itu Mas Aar -suamiku- agak ‘kusut’ beberapa minggu mendapati perintah Malaikat Jibril, sebelum akhirnya memilih menjadi Perenial. Aku sendiri termasuk orang yang tidak punya banyak pergulatan batin untuk tak lagi menjalankan syariat Islam. Puluhan lagu yang turun dengan tema perdamaian, cinta, bahkan rahasia perjalanan Bumi ini cukup membuat hatiku terbuka dan merasakan bahwa Tuhan Maha Besar, tak terkotak dalam agama serta doktrin yang kaku. Aku pun merasa lebih bebas menyampaikan puji-pujian pesan Tuhan dalam bahasa agama apapun bila aku tidak memeluk sebuah agama tertentu. Ketika aku menyanyikan lagu tentang ketauhidan (monotheisme) untuk umat Kristen, aku tidak sedang dalam rangka Islamisasi. Atau ketika aku menyanyikan lagu bernuansa Kristen demi melenturkan syaraf kaku umat Islam, itu bukan dalam rangka Kristenisasi. Aku hanya bernyanyi untuk-Nya dan mengajak semua orang menyembah Dia sesuai dengan jalannya masing-masing. Enak, kan..??
Menurut saya masih dangkal ilmunya.
ketika Lia Eden mulai mempengaruhi orang orang dia sudah membentuk agama. cuma agamanya lain dari pada yang lain.
tidak ada syariat tapi membentuk syariat baru yaitu pensucian.

warna biru: Malah Anda membuat kotak baru

JADI SALAH BESAR KLO BILANG ANDA TIDAK BERAGAMA
LEBIH TEPATNYA
ANDA TIDAK BERAGAMA BERDASARKAN AGAMA YANG ADA (ISLAM, KRISTEN DLL) TAPI JELAS ANDA MEMBUAT AGAMA BARU

Tapi rasanya suatu kemustahilan klo menyatukan seluruh agama apalagi udah terbukti LIA EDEN DAN ISLAM sudah sangat berseberangan.
belum menyatukan ISLAM DAN NON ISLAM, walah perlu TANGAN TUHAN untuk melakukannya.
jadi MAAF ide itu tidak menarik.