Yahudi Indonesia dipaksa cantumkan Islam di KTP

Artikel2, ajaran Islam, diskusi yang membahas konflik Islam vs. Zionisme secara umum dan masalah Palestina secara khusus.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Yahudi Indonesia dipaksa cantumkan Islam di KTP

Post by Laurent »

http://www.megawatiinstitute.org/megawa ... nesia.html

Opini Musdah Mulia Problem Pengakuan Agama di Indonesia Ditulis oleh Musdah Mulia

Apakah negara perlu mengakui suatu agama agar pemeluknya mendapatkan jaminan kebebasan beragama dan pemenuhan hak-hak sipil dan politik sebagai warga negara dan sebagai manusia merdeka? Itulah pertanyaan krusial yang mengemuka akhir-akhir ini akibat kebijakan diskriminatif pemerintah yang hanya mengakui 5 agama dan bertambah menjadi 6 setelah tahun 2006 dengan keluarnya Surat Edaran Presiden yang mengakui agama Konghucu.

Para penganut dari keenam agama tersebut dapat dengan bebas mencamtumkan identitas agama mereka dalam KTP, Akta Nikah, Akta Lahir, dan berbagai surat penting lainnya. Sebaliknya, para penganut di luar 6 agama tersebut, seperti penganut agama Bahai, Yahudi, Sikh dan seterusnya harus memilih salah satu dari 6 agama tadi. Akibatnya dalam realitas sosial dijumpai para penganut Bahai mencantumkan Islam dalam KTP mereka, sebab kolom agama dalam KTP tidak boleh kosong dan biasanya petugas di kantor kelurahan mengarahkan mereka untuk memilih Islam dalam pengisian kolom KTP.

Perlu dicatat, hanya di Indonesia, para penganut agama Yahudi menulis Islam dalam kolom KTP mereka. Kalau ditanya, mengapa pilih Islam, bukan lainnya, maka dengan enteng mereka menjawab Islam secara historis lebih dekat dengan Yahudi, ketimbang Hindu dan lainnya. Sungguh hal yang menggelikan! Demikian pula para penganut agama lokal (indigenous religion) yang jumlahnya ratusan di Nusantara juga tidak punya pilihan kecuali memilih satu di antara keenam agama yang diakui tersebut.

Dan perlu diketahui hal itu bukan hanya berkaitan dengan KTP melainkan juga pada dokumen penting lainnya, seperti Akta Nikah, Akta lahir, Sertifikat tanah, dan banyak lainnya. Dengan kesal para penganut agama lokal mengutuk pemerintah yang mendiskreditkan eksistensi agama-agama lokal di Indonesia. Padahal, kata mereka, justru keenam agama yang diakui negara itu hakikinya adalah agama import, bukan agama asli masyarakat Nusantara. Sebab, ribuan tahun sebelum keenam agama itu datang ke Nusantara, justru agama-agama lokal yang mereka yakini itu telah eksis dan menjadi keyakinan para penduduk asli di wilayah ini.

Menurut saya, pengakuan agama oleh negara tidak diperlukan dan itu bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah undang-undang nasional yang ada. Mari lihat isi Konstitusi terkait pasal agama. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 jelas menegaskan masalah ini: (1) “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” (2). “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Pernyataan tersebut senafas dengan isi Deklarasi Universal PBB 1948 tentang hak asasi manusia dalam beragama, pasal 18, yakni : “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama, dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan manaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.”

Akan tetapi, dalam perkembangan berikutnya, pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan baru terkait agama dalam bentuk Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/1978 yang antara lain menyebutkan: Agama yang diakui pemerintah, yaitu Islam, Katolik, Kristen/Protestan, Hindu, dan Buddha. Bentuk intervensi Orde Baru adalah melalui pendifinisian “agama resmi” dan “tidak resmi”. Dengan cara ini Orde Baru mengontrol kelompok keagamaan lain di luar “agama resmi” yang dianggap membahayakan kekuasaannya melalui tangan agama-agama resmi. Ini membuktikan bahwa di masa-masa itu negara ingin menjadikan agama-agama resmi sebagai perpanjangan tangan kekuasaan.

Tidak heran jika kemudian muncul lembaga-lembaga seperti MUI, WALUBI, PGI, KWI dan Hindu Dharma. Kelompok-kelompok inilah yang diberi wewenang mengontrol bentuk-bentuk kegiatan dan tafsir keagamaan di masyarakat. Kemurnian dan keshahihan tafsir yang benar pada gilirannya akan dijadikan dalih untuk mengontrol dan mengendalikan sejauhmana praktik-praktik keagamaan yang dijalankan seorang individu atau kelompok masyarakat menyimpang atau tidak dari garis-garis pokok ajaran keagamaan atau dikatakan sebagai induk agama.

Jelas sekali bahwa Surat Edaran menteri dan TAP MPR di atas bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang terkandung dalam UUD 1945. Prinsip UUD 1945 semestinya hanya memberikan kewenangan kepada pemerintah mengambil langkah melalui perundang-undangan untuk mengatur agar kebebasan beragama serta kebebasan mengamalkan ajaran agama dan berdakwah jangan sampai mengganggu keserasian dan kerukunan hidup beragama yang dikhawatirkan akan membahayakan stabilitas politik dan kesinambungan pembangunan, bukan membatasi definisi dan jumlah agama. Wallahu a’lam bi as-shawab.

Yahudi Indonesia dipaksa cantumkan Islam di KTP
Mirror 1: Yahudi Indonesia dipaksa cantumkan Islam di KTP
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia
kotak pandora
Posts: 313
Joined: Sat Jun 11, 2011 2:08 pm

Re: Yahudi Indonesia dipaksa cantumkan Islam di KTP

Post by kotak pandora »

lonceng kematian menteri agama (islam) mulai berdentang.
negeri ini bukan milik islam, tapi milik agama lokal. muslim ngak tahu malu.
Post Reply