Sampai bagian ini tidak ada yang aneh dan baru buat kita2x di FFI. Masyarakat umum tahu bahwa radikalisme kelompok islam garis keras bersumber dari ajaran2x dari agama mereka sendiri. Kelompok lain dalam islam yang tidak setuju dengan kelompok radikal menganggap bahwa penyebab dari radikalisme adalah kesalahan dalam memahami ajaran islam. Tapi benarkah demikian?Menjadi Radikal Karena Pemahaman, Menjadi Toleran Karena Pengalaman
Opini: Irfan Amalee, Co-founder PeaceGeneration Indonesia
Dalam sebuah diskusi Gerakan Islam Cinta (GIC), Solahudin, peneliti gerakan radikal dan terorisme yang juga penulis buku "NII hingga JI: Salafisme Jihadisme di Indonesia", mengungkapkan temuan yang menarik. Solahudin membuat list orang-orang yang terlibat aksi terorisme, dari 300 nama yang telah ia teliti, secara demografi mereka sangat beragam. Secara ekonomi, ada yang berasal dari kelas bawah, menengah, dan atas. Secara intelektual ada yang istimewa, ada yang biasa-biasa. Ada yang dari kota ada yang dari desa. Sangat beragam. Arinya faktor ekonomi, status sosial bukan menjadi faktor utama terorisme. Lalu apa?
Dari semua perbedaan itu, mereka memiliki satu kesamaan: mereka pernah bersentuhan, aktif atau belajar agama melalui kelompok "keras". Dari sana bisa disimpulkan bahwa aksi terorisme yang mereka lakukan selalu dilandasi oleh PEMAHAMAN mereka terhadap agama yang mereka dapat dari kelompok-kelompok yang cenderung keras.
Hilman yang awalnya begitu sekular bahkan tenggelam dalam dunia narkoba, tiba-tiba menjadi berubah setelah bertemu Imam Samudra di penjara Grobogan. Meskipun singkat, Imam Samudra berhasil memberi "pencerahan" dan membangkitkan semangat jihad Hilman dan menjadikannya sebagai pelanjut terror bom Bali episode 3. Hal serupa dialami Taufik dan Iwan Cina yang "mengaji" Islam dari Toni Togar alias Hasan, terpidana 20 tahun penjara atas aksi pembakaran gereja di Pekanbaru, Riau, saat malam Natal dan terlibat pemboman hotel JW Marriot pada 2003.
Mawan Kurniawan, si anak jenius yang berhasil membobol situs investasi Malaysia menempuh cara lain belajar Islam. Sebagai anak muda yang tengah mencari, dia belajar Islam kepada Mbah Google. Sayangnya, Google tidak selalu mengantarkan kita pada sumber yang valid. Kelompok-kelompok Islam keras sangat jago SEO (search engine optimiser), mereka telah mengkapling index google dengan konten konten materi Islam yang keras. Sehingga ketika Mawan Kurniawan mengetikkan "Cara Belajar Shalat" google menyajikan Islam yang bernuansa keras. Bagi anak muda yang sedang mencari kebenaran seperti Mawan, tawaran Islam yang keras cukup menantang dan menggairahkan. itulah awal yang mengantarkan mawan pada pemahaman Islam, jihad, hingga aksi terorisme.
Pemahaman Islam yang radikal dan keras memang tidak selalu berujung pada aksi terorisme. Tapi terorisme selalu berawal dari cara berpikir yang radikal. "Radicalism is only one step short of terrorism" mengutip Rizal Sukma (2004). Pemahaman terhadap Islam yang radikal bisa ditandai dengan sikap terutup tidak bergaul dengan kelompok lain, menganggap kelompoknya paling benar dan kelompok lain sesat, antidialog dan penuh prasangka.
Terus terang saya kuatir dan ngeri membaca bagian ini. Apakah ini artinya tidak ada ada ajaran dalam agama mereka yang bisa digunakan untuk mengalahkan argumen kaum radikal macam al-qaeda, baasyir, habib riziek, serta para bomber model imam samudra cs? Saya sebetulnya berhadap bahwa ada sekelompok muslim 'moderat', di Indonesia dan atau negara2x muslim lain, yang cukup cerdas dan berani untuk beradu argumen dengan kelompok2x radikal. Kalau memang ayat kerasnya cuma comot sana sini, kenapa jadi sulit untuk membantahnya dengan dalil yang menyebutkan bahwa islam adalah agama yang lemah lembut? Atau memang tidak ada dalil yang menyatakan demikian? Kalau ayat-ayat rujukan untuk bertindak radikal tidak bisa dibantah, maka sulit untuk mengharapkan umat islam berperan besar untuk memerangi radikalisme di dalam agamanya. Saya ngeri membayangkan bahwa jumlah penganut ajaran radikal akan terus bertambah dengan cepat di seluruh dunia.Lalu bagaimana menghadapinya?
Perdebatan, diskusi, adu pemahaman terbukti sulit mengubah pemahaman seseorang. Sebab secara alamiah seseorang yang telah memegang kuat pemahaman, akan mempertahankannya, sekuat mungkin. Bahkan semakin kita debat, semakin yakin dia pada pemahamnnya. Berbagai dalil agama yang menunjukkan bahwa agama Islam itu rahmatan lilalamin dan lemah lembut, bisa dipatahkan oleh ayat-ayat yang "keras" yang dicomot sana sini.
Inilah cara yang digunakan oleh organisasi PeaceGeneration Indonesia.
Sepintas kelihatannya penyelesaian model begini cukup efektif. Tapi buat saya, penyelesaian model begini memiliki kelemahan yang mendasar. Tanpa dasar dalil yang kuat, kelompok dalam islam yang mempromosikan perdamaian bisa dengan mudah dicap oleh kelompok radikal dengan label: tidak paham agama, antek kafir, agen amerika/zionis, dlsb. Yang paling parah disebut murtad dan halal darahnya. Kalau tidak kuat mental, kelompok dalam islam yang sebenarnya tidak suka kekerasan bisa ciut semangatnya. Apalagi kalau mengingat bahwa kelompok radikal tidak segan melakukan intimidasi dan kekerasan fisik.Sejumlah peristiwa dan contoh, meyakinkan saya bahwa PENGALAMAN-lah yang mengubah pemahaman.
Pak Toni dan Pak Wahyu, adalah dua dari sekian korban bom JW Marriot. Pak Wahyu, saat bom meledak berada tepat di pinggir kaca besar, dan di seberang kaca itulah mobil yang berisi bom meledak. Dapat dibayangkan bagaimana pecahan kaca berhamburan dan menancap di tubuhnya. Mereka cacat seumur hidup dan menjalani pengobatan bertahun-tahun unutk dapat kembali hidup normal. Ketika bertemu mereka, saya dapat melihat bekas-bekas luka ditubuh pak Toni dan Pak Wahyu. Tapi mereka berhasil bangkit. Bahkan mereka mengorganisir para korban bom untuk melakukan aksi sosial mengadvokasi para korban bom.
Bukan hanya itu, mereka juga mencoba menyembuhkan rasa sakit mereka dengan berusaha memaafkan para pelaku bom. Mereka datang ke penjara menemui para pelaku bom, mengajak berbicara dari hati ke hati. Dengan tulus mereka menyampaikan bahwa mereka tidak menyimpan dendam bahkan inign menjalin persahabatan dengan para pelaku. Dalam beberap foto, Pak Toni terlihat berbincang akrab dnegan Umar Patek salah satu teroris yang sempat menjadi orang paling dicari intelejen Amerika. Umar Patek begitu miris ketika Pak Toni memperlihatkan sejumlah luka di tubuhnya. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya mereka menajdi sahabat. Sebuah foto memperlihatkan Umar Patek mengimami shalat, Pak Toni dan beberapa korban bom berdiri sebagai makmum. Secara eksplisit Umar Patek menyesali perbuatannya dan menyadari kesalahan tindakannya. Tidak ada perdebatan soal "konsep jihad", tak ada perbincangan tentang "radikalisme". Hanya berbicara dari hati ke hati. Sebuah pengalaman yang menyentuh, hingga runtuhlah pemahaman Umar Patek tentang pemaknaannya terhadap agama selama ini.
Artikel di atas sengaja saya kutip terpisah untuk memudahkan pembahasan. Selengkapnya bisa lihat di sini: http://islamindonesia.co.id/index.php/o ... pengalaman
Moga-moga ada netter muslim di sini yang bersedia menaggapi artikel ini. Beberapa bulan yang lalu ada netter muslim bernama subhannallah yang mencoba menjelaskan bahwa islam adalah agama damai. Sayang, baru diskusi sebentar lantas menghilang. Adakah netter muslim yang tersisa yang mau menanggapi?
Bisakah Radikalisme diubah menjadi Toleransi?
FFI Alternative
Faithfreedompedia