indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamnya

Benturan dan bentrokan antara Islam dengan agama-agama dan peradaban lain di seluruh penjuru dunia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamnya

Post by Laurent »

Senin, 31 Desember 2012 , 07:05:00
Horvath Pilz Eva Gertraud, Mantan Aktris Austria Dalami Budaya Jawa di Surakarta
Tinggalkan Keluarga, Kini Hidup Sebatang Kara


SEMRINGAH: Eva sendirian tinggal di kamarnya yang sederhana di Dalem Mlayakusuman, Solo. Foto: Tri Wahyu Cahyono/Radar Solo
DATANG ke Indonesia sebagai turis biasa 30 tahun silam, Horvath Pilz Eva Gertraud mendadak terpikat budaya Jawa. Layaknya wisatawan, kala itu warga negara Austria tersebut disuguhi tontoan kesenian asli Indonesia seperti wayang kulit. Tapi, siapa sangka, gara-gara itu Eva malah enggan balik ke negaranya.
--------
Tri Wahyu Cahyono, Solo
--------
"Monggo mlebet, lenggah mriki (Mari masuk, silakan duduk di sini, Red)," ujar Eva sambil menyibak untaian manik-manik yang dipasang di daun pintu kepada Jawa Pos Radar Solo yang berkunjung ke kediamannya Sabtu lalu (29/12).

Ruangan, atau lebih tepatnya disebut kamar, sederhana yang dia tempati lebih dari 20 tahun itu hanya berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi. Tak ada televisi atau pendingin ruangan. Hanya ada kipas angin warna putih yang sudah berdebu diletakkan di bawah tempat tidur. Tapi, sentuhan budaya Jawa sangat kental di kamar yang menjadi bagian Ndalem Mlayakusuman atau masih satu kawasan dengan Keraton Kasunanan Surakarta itu.

Hampir di seluruh sudut ruangan dipasang gambar tokoh pewayangan. Misalnya, Semar, Rama, Krisna, dan Hanoman. Tak ketinggalan satu lemari kecil tempat menyimpan buku sejarah, buku berbahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.

Secara fisik, Eva sudah menurun. Untuk berjalan, dia agak sulit karena mengalami pegal-pegal di bagian pinggul. Namun, pendengaran, penglihatan, ingatan, dan gaya bicara perempuan kelahiran 6 Juli 1938 itu masih sempurna. "Kok tahu saya di sini dari siapa," tanyanya. Setelah dijelaskan maksud kedatangan Jawa Pos Radar Solo, Eva antusias me-rewind memorinya.

Dia menuturkan, kali pertama datang di Indonesia pada 1982 saat liburan. Kala itu, Eva menyaksikan langsung kekayaan alam dan budaya Indonesia. Termasuk pementasan wayang kulit. "Itu pertama saya melihat wayang kulit. Tidak tahu bahasanya, tapi mengerti gerakannya. Saya tertarik dan terus menonton dari malam sampai pagi," kata perempuan yang kini tinggal sebatang kara di Solo itu.

Sayangnya, jatah liburan selama dua bulan di Indonesia habis. Eva pun harus kembali ke negaranya. Namun, setahun di Austria Eva merasa tidak betah. Menurut dia, "Jawa" telah merasuki jiwanya.

"Tuhan yang membawa saya kembali ke Jawa. Di sini (Jawa), sopan santun, penuh kerendahan hati, tolong-menolong, saling menghormati, dan kepercayaan kepada Tuhan sangat kuat," bebernya.

Sebelum bercerita banyak tentang kehidupannya di Jawa, khususnya di Solo, perempuan 74 tahun itu mengisahkan perjalanan hidupnya selama di Austria. Pada masa muda, Eva pernah menjadi aktris film, teater, komedian, dan kerap tampil di TV. Profesi itu dia geluti selama 20 tahun.

Meski menjadi selebriti, Eva menampik kehidupannya sangat glamor. "Tidak banyak uang. Kerja keras sekali. Tiap malam main teater. Satu tahun hanya libur dua kali, saat Natal dan Paskah. Tapi, itu (honor aktris) cukup untuk hidup dan dibagikan kepada teman atau orang yang membutuhkan," tuturnya. Sedangkan, kehidupan pribadinya kurang beruntung karena harus bercerai dengan sang suami.

Keteguhan Eva untuk kembali ke Jawa tak bisa dicegah oleh sang bunda Margit Pilz. Meskipun pada awalnya merasa khawatir si sulung dua bersaudara itu tinggal sendirian di Jawa, akhirnya Margit merestui. Sebelum meninggal, sekitar 1995"1996 sang bunda menjelaskan kepada kerabatnya bahwa Eva tidak cocok tinggal di Austria dan lebih betah di Jawa. "Itu dikatakan Ibu saat saya sungkem. Saya nggak menyangka itu sungkem yang terakhir," kenangnya.

Setelah kembali ke Jawa, Eva dipertemukan dengan Harjanto Projo Pangarso yang disebutnya sebagai mahaguru yoga dan tempatnya belajar budaya Jawa. Kepada Harjanto-lah, Eva menimba ilmu tentang budaya Jawa sepenuhnya. Setelah Harjanto meninggal, Eva diizinkan untuk menempati Dalem Mlayakusuman yang berada di dalam kompleks Keraton Kasunanan Surakarta hingga sekarang.

Tekadnya mempelajari budaya Jawa memang luar biasa. Untuk bisa membaca dan menulis aksara Jawa, Eva rela belajar bersama anak-anak SD di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Dia juga ikut kursus pambirawa atau soal tata cara upacara adat Jawa, sesaji, wilujengan, dan upacara adat yang lain di Keraton Kasunanan Surakarta.

"Waktu masih kuat berjalan, saya kerap membaca buku-buku di perpustakaan keraton dan diajari langsung oleh Gusti Puger, Gusti Moeng (keduanya putra-putri Paku Buwono XII), dan gusti-gusti lainnya," jelasnya.

Eva yang mengenakan kemeja lengan panjang warna hitam itu mengatakan tidak mudah mempelajari bahasa Jawa karena ada tingkatannya. Yakni, ngoko, krama, dan krama inggil. Masih ada pula bahasa Jawa kuno. "Kula sagete sekedhik-sekedhik. Lidah kula dereng Jawi (Saya bisa sedikit-sedikit. Lidah saya belum seperti orang Jawa)," katanya, lantas tertawa kecil.

Walau begitu, dia tak melupakan bahasa yang digunakan di negaranya, yaitu bahasa Jerman. Caranya, tetap membaca buku-buku berbahasa asing. Karena itu, lemarinya di kamar disesaki buku berbahasa Jerman, Inggris, dan Prancis.

Dia sangat mengapresiasi sikap para sentana Keraton Kasunanan yang memberinya bimbingan dan kesempatan belajar budaya Jawa secara gratis. "Saya mendapat pengajaran yang luar biasa. Saya tidak mikir akan diberi gelar dan sebagainya. Sudah bisa diterima saja saya sangat berterima kasih," ucapnya.

Mengapa sangat tertarik budaya Jawa? Eva menegaskan, budaya Jawa memiliki tataran tinggi yang tak ditemui di budaya lainnya. Misalnya, adanya tatanan yang mengatur hubungan antara Tuhan dan manusia serta pentingnya menjalin kebersamaan antarsesama manusia.

Contohnya, saat peringatan malam 1 Sura, tidak sedikit orang Jawa yang melakukan tapa brata selama sebulan penuh. Diungkapkan Eva, tapa brata itu adalah sebagai sarana penyucian diri dan sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta.

Semangat Eva mendalami budaya Jawa mendapat perhatian khusus dari Paguyuban Tridarmo Mangkunegaran Solo dengan menganugerahinya nama Nyi Idayu Hananingtyas. Dan tak terasa, sudah hampir tiga puluh tahun Eva mendalami budaya Jawa dan tinggal di lingkungan kompleks Keraton Kasunanan Surakarta.

Menjalani hari-hari di Dalem Mlayakusuman, Eva hidup seorang diri secara sederhana. Untuk kebutuhan keuangan, perempuan murah senyum itu hanya mengandalkan kiriman uang setiap bulan dari keluarganya di Austria. Kondisi seperti itu tak membuat Eva nelangsa. Sebab, dia merasa selalu dikelilingi orang-orang Jawa berbudi luhur.

"Pak Sunar yang jualan di dekat sini selalu memberi saya makanan dua kali sehari. Hujan-hujan juga diantar. Dia bilang, kalau saya sendiri dan tidak ada makanan, hatinya (Pak Sunar, Red) tidak tenang. Itu anugerah untuk saya. Tetangga begitu bagus gotong royongnya. Semua seperti keluarga," tuturnya.

Dia mengaku trenyuh melihat generasi muda yang tak begitu mengenal budaya sendiri. "Meninggalkan budaya itu tidak baik. Sebab, materialisme dari Barat tidak baik untuk hidup, egois. Yang penting tolong-menolong, pikirkan orang lain sebelum memikirkan diri sendiri. Ingat dan selalu melaksanakan perintah Tuhan," bebernya.

Eva berharap, hingga akhir hayatnya bisa mempelajari budaya Jawa. Sebab, jika budaya Jawa bisa disebarkan ke seluruh dunia, dia optimistis dunia akan damai dan sejahtera. (*/c4/oki)

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berit ... &id=152433
swatantre
Posts: 4049
Joined: Thu Jul 20, 2006 7:40 pm
Location: Tanah Suci, dalem Ka'bah

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by swatantre »

Terima kasih utk artikelnya. Yang wong solo mohon dicek, Ndalem Mlayakusuman itu yg dari Kori belok ke kiri, depan museum keraton masuk ke kiri itu ya..? Kalo betul, beruntung sekali saya bisa melihat narasumber walau dari jauh...
User avatar
Mohmed Bin Atang
Posts: 2350
Joined: Sun Feb 19, 2012 5:45 pm
Location: Surga Islam, bermain rudal bersama 72 bidadari
Contact:

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by Mohmed Bin Atang »

Pas baca judulnya: "indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamnya"
Langsung deh keinget sama Bali ... :lol:
AlapAlapArab
Posts: 266
Joined: Thu Jun 03, 2010 5:20 pm

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by AlapAlapArab »

swatantre wrote:Terima kasih utk artikelnya. Yang wong solo mohon dicek, Ndalem Mlayakusuman itu yg dari Kori belok ke kiri, depan museum keraton masuk ke kiri itu ya..? Kalo betul, beruntung sekali saya bisa melihat narasumber walau dari jauh...
Persis..!!
Mloyokusuman memang di situ.
swatantre
Posts: 4049
Joined: Thu Jul 20, 2006 7:40 pm
Location: Tanah Suci, dalem Ka'bah

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by swatantre »

Terima kasih Bro!! Saya ketemu melihat beliau itu 5 tahunan yang lalu, menemani Budhe ke rumah teman di samping bilik si bule tsb :). Mungkin temen Budhe tsb trah Mloyokusuman. Sayang katanya sekarang sdh pindah... Ndalemnya dijual ke siapa yah??

Soal ketenteraman orang jawa yg diceritakan bule tsb memang betul saya rasakan mulai dari gapura alun2 sampai kori sampai masuk ke kompleks Ndalem. KEarifan lokal memang mengutamakan harmonisme. Beda banget dah dengan lewat depan masjid di jakarta yang selalu brisik...
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by Laurent »

MENGAPA KEBUDAYAAN JAWA

MENGALAMI KEMUNDURAN YANG SIGNIFIKAN ?

Pengantar

Manusia Jawa adalah mayoritas di Indonesia. Nasib bangsa Indonesia sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen manusia Jawa (MJ). Sayang sekali s/d saat ini, MJ mengalami krisis kebudayaan; hal ini disebabkan Kebudayaan Jawa (KJ) dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak2 yang berkompeten (TERUTAMA OLEH POLITISI). Bahkan KJ terkesan dibiarkan mati merana digerilya oleh kebudayaan asing (terutama dari timur tengah/Arab). Mochtar Lubis dalam bukunya: Manusia Indonesia Baru, juga mengkritisi watak2 negatip manusia Jawa seperti munafik, feodal, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi dan prestis, dan tidak suka bisnis (lebih aman jadi pegawai).
Kemunduran kebudayaan Jawa tidak lepas dari dosa regim Orde Baru. Strategi regim Soeharto untuk melepaskan diri dari tuannya (USA dkk.) dan tekanan kaum reformis melalui politisasi agama Islam menjadikan Indonesia mengarah ke ideologi Timur Tengah (Arab). Indonesia saat ini (2007) adalah kembali menjadi ajang pertempuran antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. (mohon dibaca artikel yang lain dulu, sebaiknya sesuai no. urut)

Boleh diibaratkan bahwa manusia Jawa terusmenerus mengalami penjajahan, misalnya penjajahan oleh:
- Bs. Belanda selama 300 tahunan
- Bs. Jepang selama hampir 3 tahunan
- Regim Soeharto/ORBA selama hampir 32 tahun (Londo Ireng).
- Negara Adidaya/perusahaan multi nasioanal selama ORBA s/d saat ini.
- Sekarang dan dimasa dekat, bila tidak hati2, diramalkan bahwa Indonesia akan menjadi negara boneka Timur Tengah/Arab Saudi (melalui kendaraan utama politisasi agama).

Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah terpaan berbagai krisis yang tak pernah selesai dialami oleh bangsa Indonesia. Politisasi uang dan agama mengakibatkan percepatan krisis kebudayaan Jawa, seperti analisa dibawah ini.
Gerilya Kebudayaan
Negara2 TIMTENG/ARAB harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa selain dari kekayaan minyak (petro dollar), hal ini mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG/Arab) adalah terbatas umurnya; diperkirakan oleh para ahli bahwa umur tambang minyak sekitar 15 tahun lagi, disamping itu, penemuan energi alternatip akan dapat membuat minyak turun harganya. Begitu negara Timur Tengah mendapat angin dari regim Orde Baru, Indonesia lalu bagaikan diterpa badai gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapatkan angin bagus, ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam pasti sulit mencernanya! Berikut ini adalah gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
- Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan manusia yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.
- Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka adalah banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’*** politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.
- Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang memakai assalam…dan wassalam…. Dulu kita bangga dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; sekarang kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu membuat manusia dekat dengan surga! Sungguh cerdik dan licik.
- Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang bagus semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., sedikit demi sedikit digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha menetapkan hukum syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! Kemudian, mereka lebih dalam lagi mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan berbagai larangan dan usikan bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.
- Gerilya lewat pendidikan juga gencar, perguruan berbasis Taman Siswa yang nasionalis, pluralis dan menjujung tinggi kebudayaan Jawa secara lambat namun pasti juga digerilya, mereka ini digeser oleh madrasah2/pesantren2. Padahal Taman Siswa adalah asli produk perjuangan dan merupakan kebanggaan manusia Jawa. UU Sisdiknas juga merupakan gerilya yang luar biasa berhasilnya. Sekolah swasta berciri keagamaan non Islam dipaksa menyediakan guru beragama Islam, sehingga ciri mereka lenyap.
- Demikian pula dengan perbankan, mereka ingin eksklusif dengan bank syariah, dengan menghindari kata bunga/rente/riba; istilah ke Arab2an pun diada-adakan, walau nampak kurang logis! Seperti USA memakai IMF, dan orang Yahudi menguasai finansial, maka manusia Arab ingin mendominasi Indonesia memakai strategi halal-haramnya pinjaman, misalnya lewat bank syariah.
- Keberhasilan perempuan dalam menduduki jabatan tinggi di pegawai negeri (eselon 1 s/d 3) dikonotasikan/dipotretkan dengan penampilan berjilbab dan naik mobil yang baik. Para pejabat eselon ini lalu memberikan pengarahan untuk arabisasi pakaian dinas di kantor masing2.
- Di hampir pelosok P. Jawa kita dapat menyaksikan bangunan2 masjid yang megah, dana pembangunan dari Arab luar biasa besarnya. Bahkan organisasi preman bentukan militer di jaman ORBA, yaitu Pemuda Pancasila, pun mendapatkan grojogan dana dari Timur Tengah untuk membangun pesantren2 di Kalimantan, luar biasa!
- Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 tentang larangan2 yang tidak berdasar nalar dan tidak menjaga keharmonisan masyarakat sungguh menyakitkan manusia Jawa yang suka damai dan harmoni. Bila ulama hanya menjadi sekedar alat politik, maka panglima agama adalah ulama politikus yang mementingkan uang, kekuasaan dan jabatan saja; efek keputusan tidak mereka hiraukan. Sejarah ORBA membuktikan bahwa MUI dan ICMI adalah alat regim ORBA yang sangat canggih. Saat ini, MUI boleh dikata telah menjadi alat negara asing (Arab) untuk menguasai
- Dimasa lalu, banyak orang cerdas mengatakan bahwa Wali Songo adalah bagaikan MUI sekarang ini, dakwah mereka penuh gerilya kebudayaan dan politik. Manusia Majapahit digerilya, sehingga terdesak ke Bromo (suku Tengger) dan pulau Bali. Mengingat negara baru memerangi KKN, mestinya fatwa MUI adalah tentang KKN (yang relevan), misal pejabat tinggi negara yang PNS yang mempunyai tabungan diatas 3 milyar rupiah diharuskan mengembalikan uang haram itu (sebab hasil KKN), namun karena memang ditujukan untuk membelokan pemberantasan KKN, yang terjadi justru sebaliknya, fatwanya justru yang aneh2 dan merusak keharmonisan kebhinekaan Indonesia!
- Buku2 yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan membabi buta ditulis hanya untuk melawan dominasi ilmuwan Barat saat ini membanjiri pasaran di Indonesia. Rupanya ilmuwan Timur Tengah ingin melawan ilmuwan Barat, semua teori Barat yang rasional-empiris dilawan dengan teori Timur Tengah yang berbasis intuisi-agamis (berbasis Al-Quran), misal teori kebutuhan Maslow yang sangat populer dilawankan teori kebutuhan spiritual Nabi Ibrahim, teori EQ ditandingi dengan ESQ, dst. Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada dalam memilih buku yang ingin dibacanya.
- Dengan halus, licik tapi mengena, mass media, terutama TV dan radio, telah digunakan untuk membunuh karakater (character assasination) budaya Jawa dan meninggikan karakter budaya Arab (lewat agama)! Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat sangat cerdik, yaitu: kebudayaan Arab itu bagian dari kebudayaan pribumi, kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang karena tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab adalah sangat asing!
- Gerilya yang cerdik dan rapi sekali adalah melalui peraturan negara seperti undang-undang, misalnya hukum Syariah yang mulai diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat menjahati/menjaili kaum wanita dan pekerja seni). Menurut Gus Dur, RUU APP telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 karena tidak memberikan tempat terhadap perbedaan. Padahal, UUD 1945 telah memberi ruang seluas-luasnya bagi keragaman di Indonesia. RUU APP juga mengancam demokrasi bangsa yang mensyaratkan kedaulatan hukum dan perlakuan sama terhadap setiap warga negara di depan hukum. Gus Dur menolak RUU APP dan meminta pemerintah mengoptimalkan penegakan undang-undang lain yang telah mengakomodir pornografi dan pornoaksi. “Telah terjadi formalisasi dan arabisasi saat ini. Kalau sikap Nahdlatul Ulama sangat jelas bahwa untuk menjalankan syariat Islam tidak perlu negara Islam,” ungkapnya. (Kompas, 3 Maret 2006).

- Puncak gerilya kebudayaan adalah tidak diberikannya tempat untuk kepercayaan asli, misalnya Kejawen, dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan urusan pernikahan/perceraian bagi kaum kepercayaan asli ditiadakan. Kejawen, harta warisan nenek moyang, yang kaya akan nilai: pluralisme, humanisme, harmoni, religius, anti kekerasan dan nasionalisme, ternyata tidak hanya digerilya, melainkan akan dibunuh dan dimatikan secara perlahan! Sungguh sangat disayangkan! Urusan perkawinan dan kematian untuk MJ penganut Kejawen dipersulit sedemikian rupa, urusan ini harus dikembalikan ke agama masing2! Sementara itu aliran setingkat Kejawen yang disebut Kong Hu Chu yang berasal dari RRC justru disyahkan keberadaannya. Sungguh sangat sadis para gerilyawan kebudayaan ini!
- Gerilya kebudayaan juga telah mempengaruhi perilaku manusia Jawa, orang Jawa yang dahulu dikenal lemah-lembut, andap asor, cerdas, dan harmoni; namun sekarang sudah terbalik: suka kerusuhan dan kekerasan, suka menentang harmoni. Bayangkan saja, kota Solo yang dulu terkenal putri nya yang lemah lembut (putri Solo, lakune koyo macan luwe) digerilya menjadi kota yang suka kekerasan, ulama Arab (Basyir) mendirikan pesantren Ngruki untuk mencuci otak anak2 muda. Akhir2 ini kota Solo kesulitan mendatangkan turis manca negara, karena kota Solo sudah diidentikan dengan kekerasan sektarian. Untuk diketahui, di Pakistan, banyak madrasah disinyalir dijadikan tempat brain washing dan baiat. Banyak intelektual muda kita di universitas2 yang kena baiat (sumpah secara agama Islam, setelah di brain wahing) untuk mendirikan NII (negara Islam Indonesia) dengan cara menghalalkan segala cara. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang dijadikan tempat2 cuci otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Berapa jam pelajaran dihabiskan untuk belajar agama (ngaji) dan bahasa Arab? Banyak, diperkirakan sampai hampir 50% nya! Tentu saja ini akan sangat mempengaruhi turunnya perilaku dan turunnya kualitas SDM bgs. Indonesia secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI yang menjungkirbalikan harmoni dan gotong royong manusia Jawa gencar dilancarkan!

- Sejarah membuktikan bagaimana kerajaan Majapahit, yang luarbiasa jaya, juga terdesak melalui gerilya kebudayaan Arab sehingga manusianya terpojok ke Gn. Bromo (suku Tengger) dan P. Bali (suku Bali). Mereka tetap menjaga kepercayaannya yaitu Hindu. Peranan wali Songo saat itu sebagai alat politis (mirip MUI dan ICMI saat ini) adalah besar sekali! Semenjak saat itu kemunduran kebudayaan Jawa sungguh luar biasa!
Tanda-tanda Kemunduran Budaya Jawa
Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah:
- Orang2 hitam dari Afrika (yang budayanya dianggap lebih tertinggal) ternyata dengan mudah mempedayakan masyarakat kita dengan manipulasi penggandaan uang dan jual-beli narkoba.
- Orang Barat mempedayakan kita dengan kurs nilai mata uang. Dengan $ 1 = k.l Rp. 10000, ini sama saja penjajahan baru. Mereka dapat bahan mentah hasil alam dari Indonesia murah sekali, setelah diproses di L.N menjadi barang hitech, maka harganya jadi selangit. Nilai tambah pemrosesan/produksi barang mentah menjadi barang jadi diambil mereka (disamping membuka lapangan kerja). Indonesia terus dengan mudah dikibulin dan dinina bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.
- Orang Jepang terus membuat kita tidak pernah bisa bikin mobil sendiri, walau industri Jepang sudah lebih 30 tahun ada di Indonesia. Semestinya bangsa ini mampu mendikte Jepang dan negara lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, misalnya pabrik: Honda di Sumatra, Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dst. Ternyata kita sekedar menjadi bangsa konsumen dan perakit.
- Orang Timur Tengah/Arab dengan mudah menggerilya kebudayaan kita seperti cerita diatas; disamping itu, Indonesia adalah termasuk pemasok devisa haji terbesar! Kemudian, dengan hanya Asahari, Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq (FPI), cukup beberapa gelintir manusia saja, Indonesia sudah dapat dibuat kalang kabut oleh negara asing! Sungguh keterlaluan dan memalukan!
- Kalau dulu banyak mahasiswa Malaysia studi ke Indonesia, sekarang posisinya terbalik: banyak mahasiswa Indonesia belajar ke Malaysia (bahkan ke S’pore, Thailand, Pilipina, dst.). Konyol bukan?
- Banyak manusia Jawa yang ingin kaya secara instant, misalnya mengikuti berbagai arisan/multi level marketing seperti pohon emas, dst., yang tidak masuk akal!
- Dalam beragamapun terkesan jauh dari nalar, bijak dan jauh dari cerdas, terkesan hanya ikut2an saja. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama, dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.
- Sampai dengan saat ini, Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran manusia Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat dominan dalam berbagai krisis yang dialami bangsa ini.

Penutup

Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama. Gus Dur mensinyalir telah terjadi arabisasi kebudayaan. Kepentingan negara asing untuk menguasai bumi dan alam Indonesia yang kaya raya dan indah sekali sungguh riil dan kuat sekali, kalau negara modern memakai teknologi tinggi dan jasa keuangan, sedangkan negara lain memakai politisasi agama beserta kebudayaannya. Indonesia saat ini (2007) adalah sedang menjadi ajang pertempuran antara dua ideologi besar dunia: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. CLASH OF CIVILIZATION antar dua ideologi besar di dunia ini, yang sudah diramalkan oleh sejarahwan kelas dunia – Samuel Hutington dan Francis Fukuyama.

Tanpa harus menirukan/menjiplak kebudayaan Arab, Indonesia diperkirakan dapat menjadi pusat Islam (center of excellence) yang modern bagi dunia. Seperti pusat agama Kristen modern, yang tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika. Beragama tanpa nalar disertai menjiplak budaya asal agama tersebut secara membabi buta hanya akan mengakibatkan kemunduran budaya lokal sendiri! Maka bijaksana, kritis, dan cerdik sangat diperlukan dalam beragama.

Ulil Abshar Abdala

Koordinator Jamaah Islam Liberal (JIL)

http://sabdalangit.wordpress.com/2008/1 ... mua-agama/
swatantre
Posts: 4049
Joined: Thu Jul 20, 2006 7:40 pm
Location: Tanah Suci, dalem Ka'bah

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by swatantre »

Laurent wrote:....
Ulil Abshar Abdala

Koordinator Jamaah Islam Liberal (JIL)

http://sabdalangit.wordpress.com/2008/1 ... mua-agama/
Hmm, kalau tulisan ini bener dibuat oleh Ulil, saya kok menemukan warna lain dari tulisannya. Dari biasanya membela islam dg mempergunakan pemikiran2 filsafat mdoern menjadi kritis pada islam dengan mengedepankan/membanggakan potensi lokal... Apa bener yang nulis ini Ulil?
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: indonesia dikagumi asing karena budayanya bukan islamny

Post by Laurent »

http://superkoran.info/?p=123

Ketika Agama (dianggap) bukan produk BUDAYA





Pembaca: 1267

Sambutan Teewoel atas tulisan Mbah Soeloyo: Ketika Agama (dianggap) bukan produk BUDAYA

Cerita tentang Ki Sondong Mandali dari mbah Soeloyo sangat
membesarkan hati. Terimakasih kepada KSM dan mbah Soel yg telah
membagikan cerita ttg kebijaksanaan dan keberanian KSM tampil di
tengah berbagai pemimpin kelompok agama. Saat ini memang saat yang
paling tepat utk orang-orang Jawa entah dari agama apa saja a utk
tampil, keluar dari persembunyiannya yang panjang. Begitupun rekan-
rekan dari agama Kebatinan Jawa. Tanpa takut sedikitpun utk
merevitalisasi dan mengembangkan budaya Jawa. Apalagi tahun depan
2006, Presiden SBY sudah mencanangkan sebagai tahun budaya nasional.
Manakala kekerasan brutal lewat bom atau kekerasan fisik lewat
penyerbuan dan pengrusakan rumah tempat ibadah kelompok lain;
manakala kekerasan non fisik lewat tuduhan sesat, atau lewat fatwa,
semakin sering terjadi inilah saatnya utk kembali ke budaya
kemanusiaan lokal.

Agama-agama asing dan import entah itu dari Arab, Cina, India, Israel, Syria, Jepang, Roma, Amerika atau entah dari planet lain sekalipun harus tahu diri. Mereka semua disini cuma tamu. Mana ada tamu yang dengan seenaknya atau dengan paksaan mengusir tuan rumah untuk tinggal diluar rumahnya sendiri. Setelah diterima dengan baik- baik penuh kesopanan. Lalu malahan memaksa tuan rumah menjadi asing dengan budayanya sendiri dimana dia dibesarkan. Secara halus atau secara kasar. Mana ada tamu yg bisa dibiarkan seenaknya menghina budaya sendiri yg sebenarnya penuh dengan ungkapan seni yg indah, dinamis, penuh simbolik yg mendalam. Bahkan boleh dibilang sering lebih halus, lebih berkwalitas, lebih bermutu, lebih bervariasi dan penuh nuansa yg menggetarkan jiwa, dibanding kalau harus memakai budaya tamu itu. Banyak yg dulu terpaksa menurut saja, walau jelas- jelas hati nurani merasakan sangat tidak "sreg", tidak pas, tersiksa batinnya dengan ungkapan-ungkapan budaya asing itu. Tapi karena toleransi dan ditakut-takuti, dibujuk dengan alasan budaya asing ini lebih sempurna, budaya asing langsung turun dari Alloh, lalu dengan penuh kesabaran dituruti. Namun itu dulu. Sekarang lain ceritanya setelah kelihatan wajah aslinya. Begjo-begjane sing lali, isih begja sing eling lan waspada, begitu orang Jawa bilang (=Betapapun untungnya yang lupa, masih lebih untung yang ingat/sadar dan waspada)

Agama-agama asing dan import entah itu dari Arab, Cina, India, Israel, Syria, Jepang, Roma, Amerika atau entah dari planet lain sekalipun harus tahu diri. Mereka semua disini cuma tamu. Mana ada tamu yang dengan seenaknya atau dengan paksaan mengusir tuan rumah untuk tinggal diluar rumahnya sendiri. Setelah diterima dengan baik- baik penuh kesopanan. Lalu malahan memaksa tuan rumah menjadi asing dengan budayanya sendiri dimana dia dibesarkan. Secara halus atau secara kasar. Mana ada tamu yg bisa dibiarkan seenaknya menghina budaya sendiri yg sebenarnya penuh dengan ungkapan seni yg indah, dinamis, penuh simbolik yg mendalam. Bahkan boleh dibilang sering lebih halus, lebih berkwalitas, lebih bermutu, lebih bervariasi dan penuh nuansa yg menggetarkan jiwa, dibanding kalau harus memakai budaya tamu itu. Banyak yg dulu terpaksa menurut saja, walau jelas- jelas hati nurani merasakan sangat tidak "sreg", tidak pas, tersiksa batinnya dengan ungkapan-ungkapan budaya asing itu. Tapi karena toleransi dan ditakut-takuti, dibujuk dengan alasan budaya asing ini lebih sempurna, budaya asing langsung turun dari Alloh, lalu dengan penuh kesabaran dituruti. Namun itu dulu. Sekarang lain ceritanya setelah kelihatan wajah aslinya. Begjo-begjane sing lali, isih begja sing eling lan waspada, begitu orang Jawa bilang (=Betapapun untungnya yang lupa, masih lebih untung yang ingat/sadar dan waspada)

Kalau dari tatakrama Jawa, polah tingkah orang-orang Arab dan sok ke Arab-Araban akhir-akhir ini sudah boleh dibilang sebagai "ora nduwe dugo" (tidak punya tata krama). Yang lain bilang "wis ora Jowo" (sudah tidak Jawa lagi, artinya ya sudah bertindak seenaknya sendiri). "Kurang ajar, kamanungsan, mungkin bahkan ada yg dengan emosi atau tidak sabar mengatakan sebagai "bajingan", dijelentrehkan lagi lebih kasar bisa terungkap dalam "bajingan-bajingan ngArab lan koyo ngArab, muliho nang asalmu, mung gawe kisruh lan tintrim wae" (bajingan-bajingan Arab dan yg spt Arab, pulang saja ke tempat asalmu, cuma buat kisruh dan merasa tidak aman/mengancam jiwa saja).

Perjuangan panjang masih harus ditempuh utk antara lain harus dicari jalan legal agar selalu dihormati utk mencantumkan didalam KTP kolom agama: Kebatinan Pancasila, atau Kebatinan Indonesia, Agama Jawa misalnya. Teman-teman dari Kalimantan tak perlu takut utk menulis di kolom agama: Kaharingan. Begitupun yang dari Irian, Sulawesi, Flores, Sumatra dan seterusnya. Terserah orang lain mau mengolok- ngolok, melecehkan apa saja. Hak kita sebagai warganegara yang sah dan tuan rumah, untuk punya identitas sendiri. Tidak perlu harus ndompleng dan berlindung dibalik agama asing itu. Namun kalau dirasakan langkah legal hukum ini belum saatnya atau masih sulit diterima maka bisa dicari saat yang tepat dan proses hukum yg jitu. Bagaimanapun itulah salah satu tujuan antara yang harus dicapai. Kalau tidak, yah seperti sekarang ini budaya-budaya asing dengan seenaknya memaksakan kehendaknya dengan segala macam alasan. Entah itu alasan suci, alasan menakut-nakuti dengan hukuman neraka, atau alasan lainnya utk menjadikan orang-orang Jawa membenci dan meninggalkan budayanya sendiri. Kehilangan identitasnya. Menjadi korban yg tersandera atau terpenjara. Tidak bisa lagi mengembangkan budaya sendiri. Karena sudah dianggap tidak laku, kurang berkwalitas dalam kerohanian. Sadar atau tidak sadar tersedot, terjajah oleh budaya asing itu. Bahkan utk menyatakan identitas asli dalam KTP.

Tak perlu malu sebagai orang Islam, kita memperkenalkan diri sbg Islam Kejawen, atau Islam Jawa atau Islam Indonesia, Islam humanis dan bukan Islam Arab atau Wahabi. Malah harus bangga karena kalau dikembangkan dengan bagus Islam yg belajar dari budaya Jawa atau budaya Indonesia bahkan bisa menjadi pemimpin dunia-dunia Islam di seluruh dunia. Tidak akan budaya Jawa atau budaya Indonesia yang lebih kaya, lebih kompleks, lebih indah, lebih punya perasaan kemanusiaan ini harus berkiblat, mencontoh, meniru, menjadi budak Islam-Islam Arab dan Wahabi yang kurang bermutu itu. Biar sejuta, sepuluh juta orang-orang Arab dan Timur Tengah menuduh kita sebagai Islam palsu, tidak murni, mana ada urus, so what gitu gitu lho! That is my identity, our identity full stop. Tak peduli satu atau seratus bom meledak, kita harus melakukan perlawanan terhadap budaya kekerasan yang sama sekali tidak sesuai dengan budaya bangsa, budaya Indonesia dan juga budaya Jawa. Budaya tepo sliro, budaya menghormati sesama. "Masiyo cacing yen diidak ya mesti ngulet lan nglawan" (Biarpun cacing kalau diinjak ya akan mencari jalan keluar dan melawan).

Yah, memang kalau harus jujur kita orang-orang Jawa mesti instropeksi diri juga. Mana kala dulu mbah Harto memaksakan budaya Jawa dalam seluruh sistem politik di Indonesia, kita tahu itu tidak betul dan tidak bijaksana. Tidak perlu kesalahan fatal semacam itu diulangi lagi. Namun tidak berarti orang-orang Jawa harus sekedar nrimo, menghadapi neokolonialisme budaya Arab, atau budaya Barat atau dikalahkan oleh budaya Barat. Harus ada gerakan, mesti dilakukan beberapa langkah cerdas utk merevitalisasi budaya sendiri, mengembangkannya. Bahkan perlu diolah agar tradisi dan seni, bersama seluruh sistem kepercayaan, sistem world-view dan ethicsnya mempunyai adaptasi yg jitu menghadapi budaya Arab, budaya Barat dan budaya asing lainnya. Tanpa harus merasa minder, rendah diri, bersembuny dan pasif.

Yah tentu refleksi ini bisa dianggap terlalu ekstrim. Jadi mohon jangan terlalu cepat tersinggung bagi yg tersenggol. Ini hanya salah satu tafsiran dari geguritan yg dari dulu telah menjadi sumber kebijaksanaan orang-orang Jawa yg bisa juga diterapkan pada kebobrokan yg terjadi lewat korupsi dan semacamnya:

Jamane jaman edan,
sing ora edan ora keduman,
ning begjo-begjane sing lali,
isih begja sing eling lan waspada.

(Jamannya jaman edan, yang tidak ikut edan tidak akan kebagian, namun betapapun untungnya orang-orang yang lupa diri, masih untug yang ‘ingat’/eling dan waspada).

Sekedar selingan dari yg sudah agak lupa budaya Jawa:)

*** teewoel

Klik Alternatif Diskusi Kalau FFI Terblokir
Mirror Rss Feed
Post Reply