Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?

Benturan dan bentrokan antara Islam dengan agama-agama dan peradaban lain di seluruh penjuru dunia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?

Post by Laurent »

Natal 2012
Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?
Tribunnews.com - Kamis, 27 Desember 2012 13:16 WIB

TRIBUNNEWS.COM/RICHARD SUSILO
Suasana natal di sebuah sudut di Kota Tokyo, Jepang.

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang

TRIBUNNEWS.COM - Apakah orang Jepang punya agama? Itulah pertanyaan yang sering kita dengar. Jawabannya, punya dan tidak. Mengapa? Menikah umumnya pakai kristen, diberkati di gereja, tetapi meninggal umumnya pakai Budha dan dibakar diperabukan. Demikian dilaporkan koresponden Tribunnews.com dari Tokyo, Jepang, Kamis (27/12/2012).

Lalu Shinto itu sendiri bagian dari kebudayaan Jepang dan sejenis aliran kepercayaan, bukan agama. Kalau di Indonesia ada yang disebut kejawen.

Mengapa saat Natal gereja di Jepang dipenuhi banyak orang Jepang? Satu kecenderungan menarik memang saat ini semakin banyak orang Jepang ke gereja meskipun mereka belum dipermandikan. Ada pula yang ikut-ikutan temannya ke gereja, pacarnya ke gereja dan sebagainya.

Latarbelakang mereka ke gereja karena orang Jepang berbasis perdamaian. Dengan kejadian bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, umumnya orang Jepang saat ini pencinta damai yang sangat kuat. Mereka merasakan kedamaian setelah berada di dalam gereja, ungkap Hiroshi Kumagai, seorang warga Okinawa saat berada di gereja Katolik di Yotsuya Tokyo.

“Suasana gereja yang tenang, penuh dengan doa-doa dan musik yang indah membuat jiwa saya terasa damai dan tenang. Mungkin inilah yang membuat orang Jepang senang ke gereja. Soal kepercayaan kepada Tuhan, kami rasa orang Jepang tahu dan mengerti ada sesuatu yang lebih tinggi dari manusia seperti julukan Tuhan bagi orang yang percaya dan beragama. Namun yang terpenting adalah kita sendiri sebagai manusia agar bisa melaksanakan kehidupan ini dengan baik, damai, tidak menyusahkan orang lain. Apabila hal itu dijalankan dengan baik saya yakin dunia ini akan tenang tenteram dan damai, indah bagi kita semua,” paparnya lagi yang mengaku belum dpermandikan, hanya ke gereja karena merasa dirinya menjadi tenang, nyaman dan terasa damai.

Suasana natal di Jepang terutama di kota besar seperti Tokyo dimulai dengan pemasangan hiasan natal sejak awal November lalu. Terutama pohon natal akan hilang atau lenyap habis per tanggal 26 Desember. Inilah hal menarik di Jepang. Apabila di Inodonesia kita merayakan natal kedua tanggal 26 Desember, di Jepang semua pajangan natal terutama pohon natal, illumination natal, hanya sampai dengan 25 Desember . Lalu sehari kemudian semua langsung hilang dan berubah menjadi hiasan tahun baru.

Sex di Hotel

Bagi banyak anak muda di kota besar di Jepang, peringatan natal memiliki citra tersendiri. Dirinya sebagai manusia, hari natal itu sebagai saat mereka berkasih-kasihan, bercinta sehabisnya sampai kepada hubungan seksual.

Jangan heran bookingan kamar hotel penuh di saat malam natal, 24 Desember. Pergi ke hotel, menginap semalam dan melakukan hubungan seks sebagai tanda cinta mereka satu sama lain. Inilah sebagian citra natal terutama di banyak kota besar di Jepang.

Mengapa demikian? Ada kemungkinan natal menjadi titik tolak cinta mereka yang abadi tak akan dapat dilupakan sampai kapan pun oleh keduanya bahwa mereka bercinta habis saat peringatan natal. Hanya mengetahui natal, yang kata orang kristen, sebagai hari lahir Yesus Kristus. Lalu siapa Yesus Kristus, tidak tahu lagi dan tak mau memikirkan lebih lanjut, kankeinai, tidak ada hubungan, itulah pikiran banyak anak muda Jepang saat ini.

Bagi banyak manusia Jepang mungkin dapat kita sebut sebagai pikiran rasionalis, hanya percaya sesuai apa daya pikir yang ada dan tercakup di otak kita saja, tak mau mempersoalkan hal lain yang dianggap tak jelas. Apalagi kalau sudah soal agama, mendokusai, merepotkan, begitulah pola pikirnya.

Puncak dari perayaan natal justru dianggap hura-hura, kesenangan karena adanya kelahiran seorang putra manusia “khusus” tanpa mengetahui arti “khusus” tersebut dan bagi banyak anak muda Jepang mereka mengintegrasikan pacarnya sebagai hal yang khusus pula sehingga hubungan seks supaya tetap selamanya diingat dilakukan pertama kali saat natal, sebagai bukti curahan cinta tertingginya.

Memang tidak semua anak muda Jepang demikian. Namun citra kuat seks di waktu natal kenyataan tak bisa dilepaskan lagi saat ini dan hal itu terbukti dengan pasti, hotel di Jepang penuh khususnya di kota besar per tanggal 24 Desember malam. Pasang lilin supaya romantis, makan yang enak, minum wine atau bir, pulang ke hotel melakukan hubungan seks.

Keesokan harinya pulang ke rumah masing-masing dengan rasa kebahagiaan sebuah “upacara ritual pribadi” telah dilaksanakan dengan baik.

Pajangan

Saat pajangan natal mulai ditebar ke berbagai sudut jalan dan toko, saat itu sebenarnya dimulai masa komersialisasi natal di Jepang. Diskon diberikan, berbagai perangkat dan keterkaitan pajangan natal digelar di sana sini. Lagu natal dialunkan di hampir semua tempat umum dan pohon natal pasti tak terlupa dipajang di sana-sini.

Negeri matahari terbit yang bukan beragama Kristen ini, justru menjadi negara yang paling laris, paling banyak menghasilkan uang keuntungan di dunia saat menjual produk terkait natal. Tak heran berbagai produsen produk natal dari berbagai negara saat ini menargetkan Jepang sebagai tempat penjualan utama mereka keran pasti terjual dengan laris dan memberikan keuntungan besar ketimbang penjualan di negaranya sendiri.

Satu realitas menarik memang saat ini. Penjualan sekitar dua bulan produk dan jasa terkait natal dengan omset miliar dolar AS, hanya ada di Jepang, di negara bukan mayoritas pengangut Kristen.

Mungkin benar yang disebutkan Kumagai di atas bahwa citra khusus natal sebagai hal yang positif, perdamaian dan ketengan batin kita semua di saat itu, mendorong kuat penjualan produk dan jasa natal di akhir tahun.

Di samping itu, karena natal berada di akhir tahun dan akhir tahun dipercaya sebagai waktu membersihkan, mencuci kembali hati dan jiwa yang sudah kotor di dalam tahun yang bersangkutan, mempersiapkan tahun yang baru dengan segala kebersihan sehingga diharapkan dapat memperoleh rezeki yang lebih banyak lagi.

Itulah sebabnya belanja atau buang uang sebanyak mungkin di akhir tahun sebagai bagian yang dipercaya membuang semua sial di tahun yang bersangkutan, lalu berharap memperoleh uang dan karier lebih baik lagi di tahun mendatang.

Pembelian berbagai produk dan jasa di akhir tahun juga di dorong oleh bonus akhir tahun yang biasanya tidak sedikit. Karena ada bonus akhir tahun inilah banyak orang Jepang ke luar negeri atau belanja produk untuk masa depan yang diharapkan lebih baik lagi. Inilah yang mendorong peningkatan penjualan selama dan setelah natal dirayakan di Jepang.

Pada hakekatnya natal menjadi bisnis menggiurkan di Jepang saat ini ketimbang perayaan kelahiran seorang anak manusia yang disebut Yesus penyelamat dunia.

Selain percintaan pada malam natal, hubungan intim juga dilakukan kedua kali biasanya di akhir tahun atau tanggal 31 Desember. Coba lihat saja bookingan hotel tanggal 31 Desember bukan hanya penuh, tetapi didominasi oleh kalangan muda Jepang. Satu masa penutupan tahun yang sulit untuk dilupakan untuk sepasang remaja yang bukan hanya dimabuk cinta tetapi benar-benar mabuk, untuk melupakan hal-hal yang telah lampau.

Sekali lagi, hal ini umumnya dilakukan anak muda perkotaan di Jepang dan tentu saja yang punya uang karena tarif hotel paling mahal pula saat ini di Jepang. Satu bentuk apresiasi kebebasan dan kenyataan atau fenomena yang menarik mungkin bagi beberapa pihak dalam mencermati budaya anak muda perkotaan di Jepang.

http://www.tribunnews.com/2012/12/27/se ... -di-jepang
1234567890
Posts: 3862
Joined: Sun Aug 09, 2009 2:31 am

Re: Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?

Post by 1234567890 »

bukannya jepang itu negara islami ?
kan bagi muslim ... semua yang maju dan sukses pasti diklaim sebagai islam/islami
:green:
User avatar
Mohmed Bin Atang
Posts: 2350
Joined: Sun Feb 19, 2012 5:45 pm
Location: Surga Islam, bermain rudal bersama 72 bidadari
Contact:

Re: Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?

Post by Mohmed Bin Atang »

Aku pernah liat disitus mana gitu, tentang Islam yang ditolak di Jepang, Ini beberapa alasannya:
Have you ever read in the news paper that a political leader or a Prime Minister from an Islamic nation have ever visited Japan? Have you ever come across any news paper that King of Iran or Saudi Arabia has visited Japan?

The reasons are:

a) Japan is the only nation that does not give citizenship to Muslims.

b) In Japan permanent residence is not given to Muslims.

c) There is strong ban on the propagation of Islam in Japan.

d) In the University of Japan Arabic or any Islamic language is not taught.

e) One cannot import ‘Koran’ published in Arabic language.

f) According to data published by Japanese government, it has given citizenship to only 2 lakhs Muslims. These Muslims speak Japanese and carry their religious ritual in the same.

g) Japan is the only country in the world having negligible number of embassies of Islamic countries.

h) Japanese people are not attracted to Islam at all.

i) Muslims residing in Japan are the employees of foreign companies.

j) Even today Visas are not granted to Muslim doctors, engineers or managers send by foreign company.

k) In majority of the companies, it is stated in their laws that no Muslims should apply for the job.

l) Japan government is of an opinion that Muslims are fundamentalist and even in the era of globalization, they are not willing to change their Muslim laws.

m) Muslims can not even think about getting a rented house in Japan.

n) If anyone comes to know that his neighbor is a Muslim then the whole colony stays alert.

o) No one can start a Islamic or Arabic ‘Madarsa’ in Japan

p) There is no personal law in Japan.

q) If Japanese women marry a Muslim then she is banned.

r) According to Mr. Komico Yagi (Head of Department, Tokyo University) “There is a mind frame in Japan that Islam is narrow minded religion and one should stay away from it.”

s) Freelance journalist Mohammad Juber turned many Islamic countries after 9/11 incidence and at that time he went even to Japan. He found out Japanese are confident that extremist can do no harm in Japan
.
Ada juga blog yang menjelaskan tentang ditolaknya Islam di Jepang, isinya berbeda dengan yang diatas:
In Japan, Islam under a ban
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Re: Sebenarnya, Agama Apa yang Dianut Warga di Jepang?

Post by Laurent »

Memo mantan nuncio Jepang terkait evangelisasi
06/06/2012




Ini adalah sebuah analisis dan refleksi luar biasa yang jujur dan tulus, yang Anda biasanya tidak mendengar dari para diplomat, apalagi orang-orang Vatikan.

Sebenarnya, publik tidak seharusnya membaca memo Uskup Agung Alberto Bottari del Castello tertanggal 15 Agustus 2011 dimana ia membuat ringkasan terkait tugasnya selama enam tahun sebagai Duta Besar Vatikan untuk Jepang.

Memo tersebut adalah salah satu dari banyak dokumen rahasia Vatikan yang diterbitkan dalam sebuah buku terbaru oleh wartawan Italia Gianluigi Nuzzi, Sua Santita, yang telah memicu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di Vatikan, dan menyebabkan penangkapan kepala pelayan pribadi paus setelah polisi Vatikan menemukan “sejumlah dokumen rahasia kepausan” di rumahnya.

Memo Uskup Agung Bottari del Castello bukanlah yang paling menghebohkan dari buku tersebut. Tapi, itu menyajikan sekilas tentang situasi Gereja di Jepang selama lebih dari empat abad setelah kedatangan para misionaris Kristen pertama.

Orang Kristen tetap menjadi minoritas kecil di Jepang, sementara di Korea tetangganya jumlah orang Kristen telah meningkat secara dramatis selama satu dekade terakhir.

“Selama bertahun-tahun, Duta Besar Vatikan itu menulis kepada atasannya,” Saya bertanya dan pertanyaan ini saya sering utarakan: ‘Mengapa di Jepang yang indah ini masih jauh dari Injil? Mengapa ada hanya setengah juta umat Katolik dari 128 juta penduduk Jepang? ‘”

Pertanyaan yang diberikan Duta Besar Vatikan itu adalah hasil dari bertahun-tahun percakapan dan refleksi dengan uskup Jepang, misionaris dan awam Katolik.

“Jepang memiliki budaya yang mulia, sejarah [dan] identitas nasional yang kuat terkait dengan beberapa simbol [kaisar] dan menganut agama [ Shinto, Buddha]. Untuk mengkonversi ke dalam agama Kristen adalah melepaskan diri dari dunia ini, dan muncul anggapan bahwa dengan konversi itu membuat orang lokal telah menjadi ‘bukan Jepang.”

Uskup agung itu menceritakan bagaimana kebanggaan orang Jepang dan identitas nasional yang kuat membuat mereka tidak terpengaruh dengan sesuatu yang datang dari luar negeri.

“Mereka terbuka dan ingin tahu, mereka mengintegrasikan apa yang baru kepada dunia dengan budaya mereka, tetapi mereka tidak ingin meninggalkan budaya mereka. Konversi melalui penginjilan adalah sebuah keajaiban.”

Kenyataan bahwa agama Katolik dianggap sebagai fenomena Barat yang tidak membantu.

“Citra dan gaya hidup yang berasal dari dunia Barat dan menyebar melalui media, seperti kekerasan, materialisme, korupsi, yang dilihat sebagai bagian dari dunia Kristen, dan dengan demikian sangat sulit diterima di Jepang.”

Menurut analisa Uskup Agung Bottari del Castello, ini adalah akar dari perselisihan lama antara uskup Jepang dan jalan Neokatekumen (Neocatechumenal Way).

“Dari apa yang bisa kita saksikan, mereka datang ke sini dan mengikuti metode yang lahir dan berkembang di Eropa, tanpa mau beradaptasi dengan situasi lokal. Di kalangan misionaris di Jepang, saya menemukan gaya yang sama seperti yang saya lihat di Kamerun, karena saya adalah seorang misionaris di sana 20 tahun yang lalu: menyanyi dengan diiringi gitar, lagu yang sama, metode katekese juga sama”.

Tak heran, kemudian, ada “ketegangan, kesalahpahaman dan reaksi”, dan “sedikit dialog, maka akan terjadi penolakan.”

Menurut uskup agung itu, “niat dan kemauan baik para katekis adalah untuk mengajar,” tapi mereka tidak bisa “berintegrasi dalam budaya lokal.”

Dengan membaca refleksi ini, orang hanya bisa bertanya-tanya apakah mereka cocok untuk Jepang atau di tempat lain di Asia, dan apakah kata-kata terakhir Uskup Agung Bottari del Castello menjadi pertimbangan serius di Vatikan.

Sumber: Archbishop’s memo on Japan addresses evangelization

http://indonesia.ucanews.com/2012/06/06 ... ngelisasi/
Post Reply