Page 1 of 1

Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Wed Apr 06, 2011 12:54 pm
by Laurent
Benarkah Islam adalah Agama?
Muslim category

pet adoptionvisual basic 6free downloadswordpress
“Benarkah Islam adalah Agama?” ketegori Muslim. Salamum’alaikum…

Benarkah yang diyakini sebahagian manusia bahwa
Islam itu adalah agama? Karena setelah saya pelajari al-Qur’an ternyata Islam
itu bukan agama tapi aturan hidup karena merupakan diin fitrah sebelum manusia
diciptakan seperti pada QS 30:30: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada diin Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. diin yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Apabila kita
teliti melihat ayat di atas diin diartikan fitrah, apakah ini bukan merupakan
kekeliruan para mufasir dalam menterjemahkan ayat-ayat al-Qur’an. Atau diin itu
memang banyak artinya, tapi dalam bahasa Arab jika diartikan ke dalam bahasa apa
saja diin adalah agama.

Tolong penjelasan secara mendetail karena ini
menyangkut seluruh ummat Islam agar bisa memahami lebih mendalam tentang Islam
dengan haq bukan Islam dengan bathil.

Saya bertanya kepada ustadz untuk meyakinkan saja.
Alhamdulillah.

Kosong

Jawaban

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

Dien itu agama atau religon, namun berbeda
pengertiannya dengan yang umumnya dipahami oleh orang tentang istilah agama.
Sebagian orang mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata, a = tidak dan gama
= kacau. Jadi agama adalah sekedar tidak ada kekacauan.

Orang lain lagi membatasi agama hanya sebatas
kepercayaan dan ritual-ritual penyembahan kepada tuhan. Tapi tidak mengatur
masalah tata kehidupan yang lebih luas. Pemahaman ini lahir di barat akibat
tekanan kalangan penguasa yang memanfaatkan tokoh agama untuk menindas, sehingga
lahirlah paham sekulerisme. Sekulerisme adalah paham yang masih mengakui agama,
tapi dengan wilayah yang terbatas.

Maka pengertian dien atau agama dalam konsep aqidah
Islam tentu sangat jauh berbeda. Kita tetap menyebut Islam sebagai agama, tapi
konsepnya bukan seperti orang sekuleris, melainkan agama dalam arti sebuah
sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan.

Dan memang agama atau dien Islam itu bukan
semata-mata terkungkung dalam wilayah penyembahan ritual manusia kepada tuhan,
melainkan termasuk juga semua jenis peraturan dan undang-undang yang Allah
ciptakan.

Jadi kalau Anda simpulkan bahwa ruang lingkup dien
itu luas, kesimpulan Anda memang benar. Sebab dien Islam itu bukan hanya
mencakup askep ibadah saja, tetapi semua aspek kehidupan, mulai dari bangun
tidur hingga bangun tidur lagi. Mulai dari masuk WC sampai masuk istana.

Tetapi jangan salahkan ketika orang menyebut
istilah agama Islam. Sebab terjemahan resmi kata dien memang agama. Akan
tetapi pengertian agama dalam pandangan Islam tidak sama dengan cara pandang
orang sekuler terhadap pengertian agama.

Permainan Kata dan Logika

Seringkali kita terjebak dengan permainan kata dan
logika yang sengaja dipasang oleh pihak-pihak yang ingin menjerumuskan paham
keIslaman kita. Misalnya permainan kata bahwa dien bukan agama.

Sebab ada juga segelintir orang yang semangat
menyelewengkan makna dien dan dikatakan bukan agama, melainkan maknanya hanya
fitrah, di mana semua manusia pada hakikatnya lahir dalam keadaan fitrah. Lalu
kesimpulan sesatnya: kalau semua manusia lahir sudah dalam keadaan fitrah,
berarti semua sudah beragama Islam secara hakikatnya. Meski pun secara lahir dia
beragama lainnya. Jadi tidak perlu beragama Islam secara formal, tidak mengapa,
toh semua Islam juga. Dan semua pasti masuk surga.

Inilah paham sesat versi orang-orang pluralis dan
liberalis. Dan inilah yang paling sering dikampanyekan, yaitu bahwa Islam
bukanlah nama agama, melainkan sebuah fitrah yang sudah ada di dalam setiap diri
manusia, jadi tak perlu beragama Islam, pasti masuk surga juga.

Yang benar Islam memang nama sebuah agama. Yang
mengatakannya Al-Quran Al-Kariem sendiri. Sebab Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
jadi agama bagimu.

Allah sendiri yang mengatakan bahwa Dia meredhai
Islam jadi agama buat kita. Mengapa tiba-tiba muncul pikiran sesat yang
menyimpulkan bahwa Islam bukan nama agama? Dari mana datangnya pikiran aneh itu?

Allah SWT juga berfirman dengan ayat ini:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا
اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ
بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ
الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Allah sekali lagi menegaskan bahwa agama di
sisi-Nya hanya Islam. Kok tiba-tiba ada orang yang mengatakan Islam bukan nama
agama?

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن
يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi. {QS. Ali Imran:
85}

Siapa yang mencari agama selain agama Islam. Ini
adalah sebuah kalimat yang teramat jelasbahwa Islam adalah nama sebuah agama.
Tentu sangat menggelikan kalau ada yang menolak keberadaan Islam sebagai agama.

Ketiga ayat itukalau direnungkan dan dipahami
baik-baik,jelas-jelas menyebut Islam dalam konteks sebuah nama agama. Kalau ada
orang bilang bahwa setelah diteliti ternyata di dalam Al-Quran kata Islam
tidak menunjukkan nama agama, segera kita tahu betapa bodohnya orang tersebut.

Semoga Allah SWT Yang Maha Pemberi petunjuk itu
segera menurunkan hidayah-Nya, agar kumpulan orang-orang sesat ini segera
bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Amien Ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Sumber Benarkah Islam adalah Agama? : http://assunnah.or.id

http://blog.re.or.id/benarkah-islam-adalah-agama.htm

Re: Benarkah Islam adalah Agama?

Posted: Wed Apr 06, 2011 12:56 pm
by Laurent
Istilah Dien Islam
Makna Dien Islam

Din atau dien berasal dari Bahasa Arab (Ad Diin).

Secara bahasa, dien berarti tradisi, perilaku, perhitungan, kekuasaan, hukum, ketaatan, balasan, peraturan. Secara istilah umum dien dapat juga diartikan sebagai agama. Dien Islam berarti peraturan – peraturan Allah untuk mengatur umat manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dilihat dari arti bahasa, dapat disimpulkan dien itu adalah suatu sistem kehidupan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan. Berarti dien Islam adalah suatu sistem kehidupan Islam yang diridhoi oleh Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan manusia itu tidak hanya menyangkut hubungan seorang hamba kepada Tuhannya tetapi aspek kehidupan lainnya seperti idiologi, hukum, perundang-undangan, keuangan, politik dan lain sebagainya.

Jika kita hanya mengartikan dien itu sebagai agama Islam, ditakutkan akan mengkerdilkan arti dari dien Islam itu sendiri. Padahal dien Islam itu lebih besar dari itu. Karena dien Islam berarti suatu sistem Islam untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia baik muslim maupun non-muslim.

[3.83] Maka apakah mereka mencari dien yang lain dari dien Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

[2.208] Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.

[2.209] Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

[2.256] Tidak ada paksaan untuk (memasuki) dien (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.


Penegakan Dien Islam Dari Masa Dulu Sampai Sekarang

Dien Allah diturunkan melalui para utusan-Nya dari nabi Adams as sampai dengan nabi Muhammad SAW. Mereka membawa ajaran yang sama yaitu dien Islam tetapi hanya saja syariatnya saja yang berbeda-beda. Berbeda dengan rasul-rasul sebelumnya yang diutus untuk kaumnya masing-masing, maka Rasullullah adalah nabi terakhir yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, hingga akhir zaman. Dien Allah yang diturunkan kepada Rasulullah telah sempurna. Misi yang diemban setiap nabi Allah pun tetap sama yaitu penegakan Dien Islam dimuka bumi ini. Misi ini pun tidak ada yang terputus dari dulu sampai sekarang. Walaupun Nabi Muhammad SAW telah wafat, tetapi misi ini tidaklah terputus sampai dengan saat ini.

[2.132] Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih dien ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk dien Islam”.

http://dienislam.wordpress.com/page-1/

Re: Islam itu Dien ato Agama ?

Posted: Sun Oct 02, 2011 11:09 am
by Laurent
inul Islam, Bukan Agama Islam !
# Posted on
# by Pemimpi Bidadari Surga
# in Label: Aqidah, Tahukah Anda ???
Dinul Islam, Bukan Agama Islam !, Salah kaprah umat muslim di Indonesia memahami Dinul Islam adalah Agama Islam, Kyai mana, atau ustad mana yang telah mengajarkan pengertian seperti ini, jangan jangan para ustadz akhir zaman telah menyeru pengikutnya ke neraka jahannam baca di posting, Dai yang Menyeru ke Neraka Jahannam,bersama sempurnakan Aqidah kita dengan pemahaman yang Islam syumul dan kaffah, karena muslim hari ini juga telah melupakan Pondasi Awal dalam beribadah kepada Allah SWT lihat disini, Syarat Syarat Syahadat yang Terlupakan

Dien al-Islam merupakan tatanan hidup (syari’ah = aturan, jalan hidup) ciptaan Allah untuk mengatur segenap aktivitas manusia di dunia, baik aktivitas lahir maupun aktivitas batin. Aturan Allah yang terkandung dalam al-Islam ini bersifat absolut. Selanjutnya, aturan Allah dibagi dua, yakni : Pertama, aturan tentang tata keyakinan disebut Aqidah (sistema credo). Kedua adalah aturan tentang tatacara beribadah, yang disebut syari’ah ibadah (sistema ritus). Ada satu lagi yang disebut Akhlaq, yakni aturan tentang tatacara menjalin hubungan dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar. Akhlaq ini, sebenarnya, adalah syari’ah ibadah juga, hanya saja dilihatnya dari persepktif layak dan tidaknya suatu perbuatan dilakukan, bukan sekadar wajib dan haram. Aqidah, syari;ah dan akhlaq ini dalam terminology lain adalah Imam, Islam dan Ihsan.

Seorang mukmin memiliki keterikatan (commited) dengan al-Islam yakni : (1). Meyakini kebenaran aturan al-Islam sebagai kebenaran yang absulut. (2). Mengamalkan seluruh aturan Islam yang absout itu secara kaffah (menyeluruh), dan (3). Mendakwahkan al-Islam melalui hikmah (pendalaman keilmuan), mau’idlah (nasihat-nasihat) jadilhim billati hiya ahsan (diskusi, seminar, dialog interaktif yang menarik ), yang ditujukan kepada ke segenap manusia di dunia ini tanpa kecuali.






Esensi Dienul Islam

Din berasal dari kata dana yadinu dinan berarti tatanan, sistem atau tatacara hidup. Jadi Din al-Islám berarti tatacara hidup Islam.


Tidak tepat apabila din diterjemahkan sebagai agama, sebab istilah agama (religion, religie) hanyalah merupakan alih bahasa saja yang tidak mengandung makna substantif dan essensil. Lebih dari itu apabila din diterjemahkan sebagai agama maka maknanya menjadi sempit. Di Indonesia misalnya, agama yang diakui hanya ada enam , yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kunghuchu padahal di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan tatacara hidup.

Dengan memaknai din sebagai tatan hidup, maka yang dimaksud dengan istilah muslim adalah orang yang ber-din al-Islám, sedangkan istilah kafir adalah orang-orang yang ber-din ghair al-Islam.
Din al-Islam sebagai tatanan hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari mulai masalah ritual sampai kepada masalah mu‘ámalah termasuk masalah sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik, bahkan sampai kepada masalah kenegaraan. Seseorang yang mengaku muslim atau menganut din al-Islám harus mengikuti tatanan hidup Islam secara káffah ; integratif dan komprehensif apapun resikonya. Apabila ia menolaknya, maka ia pasti akan terpental di akhirat sebagaimana diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan ayat 85 :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ اْلإِسْلاَم (ال عمران : 19 ) وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِين (ال عمران : 85)
Sesungguhnya dân atau tatanan hidup (yang diriÜai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. 3 : 19 ) Barangsiapa mencari tatanan hidup selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (dân itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(QS. 3 : 85).

Din terbagi dua yang sangat jelas bedanya, yakni din al-haq dan din al-Bathil . Yang dimaksud dengan din al-haq ialah din yang berisi aturan Allah yang telah didesain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fitrah manusia. Aturan ini kemudian dituangkan di dalam kitab undang-undang Allah, yakni Al-Qur’an. Sedangkan di luar din al-Islam adalah din yang berisi aturan manusia sebagai produk akal, hasil angan-angan, imajinasi, hawa nafsu serta merupakan hasil kajian falsafahnya. Tatanan hidup yang demikian bukan saja tidak bisa menyelamatkan manusia tapi justeru mencelakakan.
Berdasarkan pengelompokkan din ini, maka manusia sebagai pemilih din, otomatis hanya terbagi menjadi dua kelompok yang jelas-jelas berbeda (furqán), yakni kelompok Huda dan kelompok Dhallin (kelompok orang-orang yang tersesat).
Kelompok Hudá adalah kelompok yang memilih din Islam sebagai tatanan hidupnya. Ini berarti bahwa mereka telah mengikuti jalan yang haq sehingga Allah akan menghapuskan segala kesalahannya. Sedangkan kelompok Dhalalah adalah orang-orang yang memilih din selain Islam. Ini berarti mereka telah mengikuti aturan yang salah dan telah menjadikan syetan sebagai pimpinan mereka. Mereka itulah orang-orang yang sesat sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an surat 7 : 30 dan surat 47 : 1,2,3
فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلاَلَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ(30)

Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.

الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ(1) وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَءَامَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ(2)ذَلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ(3)

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka. QS. 47 : 1,2,3.

Dalam pandangan Al-Qur’an, din al-Islám adalah satu-satunya dân ciptaan Allah, dân yang satu ini adalah aturan untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali. Namun pada tataran realita sekarang ini Din al-Islam menjadi banyak ragam dan versinya. Semua ini sebagai akibat kesalahan manusia sendiri.
Sementara itu, din-din hasil ciptaan manusia berdasarkan akal, imajinasi dan falsafah sebagaimana telah dikemukakan di atas telah melahirkan banyak din dan isme-isme lainnya, antara lain Materalisme, Kapitalisme, Liberalisme, Markisme, Komunisme, Nasionalisme, dan Kolonialisme.
Segala macam aturan hasil manusia tersebut yang termasuk katagori din al-bathil telah terbukti gagal dalam mengatur umat manusia. Materealisme yang bertitik tolak dari dan berorientasi kepada materi telah melahirkan orang-orang yang serakah; Kapitalisme yang menitikberatkan kepada penguasaan kapital (modal) telah melahirkan terjadinya monopoli; Liberalisme yang menitikberatkan kebebasan dan menonjolkan hak individu telah melahirkan terjadinya jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin, serta melahirkan kecemburuan sosial dan dekadensi moral; Sedangkan Komunisme telah melahirkan manusia yang tidak mengenal Tuhan dan tidak mengenal hak milik individu sehingga melahirkan ketidakpuasan. Oleh karena tatanan hidup produk falsafah manusia itu telah terbukti tidak membawa keselamatan, maka manusia harus segera hijrah kepada din al-Islám
Bersambung ke Bag 2
Sumber http://forum.dudung.net/index.php?topic=3413.0#top

http://keluarga-madinah.blogspot.com/20 ... islam.html

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Sat Feb 25, 2012 10:51 am
by Laurent
Islam: Agama atau Din?
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
Meskipun kata “agama” didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli, saya cenderung menerima kata ini sebagai istilah praktis yang bisa kita pakai untuk menyebut sistem kepercayaan apapun, termasuk Islam. Saya juga cenderung memandang bahwa kata “din” tidak mempunyai makna yang secara signifikan berbeda dengan kata “agama”.

Kita kerap mendengar pernyataan berikut ini, “Islam bukan sekedar agama, tetapi…” Bagian yang kosong dalam pernyataan itu bisa diisi dengan konsep apa saja. Misalnya, Islam bukan sekedar agama, tetapi way of life atau jalan hidup. Pernyataan ini kerap kita lihat pada stiker-stiker yang ditempel di kaca mobil.

Atau, Islam bukan sekedar agama, tetapi sebuah peradaban. Kita tahu, pernyataan yang terakhir ini sering dikutip oleh para penulis Islam dari seorang orientalis terkenal, H. A. R. Gibb. Atau, Islam bukan sekedar agama tetapi pandangan hidup atau world view. Pernyataan ini pernah saya baca dalam pamflet kecil yang ditulis oleh seorang pemikir Islam dari Pakistan, Abul A’la Al Maududi, Toward Understanding Islam.

Kalimat-kalimat seperti itu kerap kita dengar dalam pidato, ceramah, atau tulisan-tulisan populer. Umumnya orang menerimanya dengan senang hati, tanpa ada persoalan. Secara implisit, pernyataan itu hendak menekankan bahwa konsep “agama” tidak mencukupi untuk mengatakan secara menyeluruh tentang apa itu Islam. Islam adalah sesuatu yang lebih besar dari pengertian yang selama ini kita lekatkan pada kata agama. Ada orang yang bahkan sama sekali menganggap kata “agama” sebagai konsep yang kabur, dan karena itu tak bisa diterapkan pada Islam. Sebagai gantinya, kata “din” diusulkan sebagai alternatif. Jadi, orang-orang ini tidak mau menyebut Islam sebagai agama tetapi “din”.

Saya menduga, penolakan atas kata “agama” untuk Islam didorong oleh kehendak untuk membedakan Islam dari agama-agama lain. Kata “agama”, begitu jalan pikiran sebagian orang, boleh dipakai untuk Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan agama-agama lain, tetapi jangan untuk Islam, sebab Islam adalah “sesuatu” yang lain.

Betulkan pandangan seperti itu?

Islam bukan sekedar agama, tetapi jalan hidup. Ya, tentu benar demikian, tetapi bukankah semua agama juga sekaligus jalan hidup. Bagi orang Kristen, agama itu jelas adalah jalan hidup. Islam bukan sekedar agama, tetapi sebuah pandangan hidup. Ya, sudah tentu demikian, tetapi bukankah agama Hindu juga merupakan pandangan hidup bagi pemeluk mereka. Lagi pula, ideologi-ideologi sekuler seperti komunisme juga merupakan pandangan hidup, atau istilah kerennya “weltanschauung”, bagi para penganutnya. Apakah dengan demikian komunisme adalah agama?

Yang menarik adalah pernyataan terakhir: Islam bukan sekedar agama, tetapi sebuah peradaban. Meskipun tidak semua agama melahirkan sebuah peradaban besar, tetapi harus diakui bahwa hampir semua peradaban besar merupakan produk dari sebuah agama. Yang melahirkan peradaban bukan saja Islam, tetapi juga Kristen, Hindu, Budha, dan agama-agama lokal (Ingat peradaban besar di Amerika Latin seperti Maya dan Inca). Bahkan peradaban modern yang konon sekuler dan memusuhi agama, secara langsung atau tidak, adalah anak kandung dari tradisi Judeo-Kristiani.

Lalu bagaimana dengan kata “din”? Apakah benar bahwa Islam lebih tepat disebut sebagai “din” dan bukan “agama”?

Takrif atas kata “din” sendiri sebetulnya mengandung banyak arti. Jika kita buka Al Munjid, kamus Arab modern yang paling luas dipakai, kata itu mempunyai tak kurang dari 21 arti, satu dengan yang lainnya kadang-kadang bertentangan. “Din” bisa berarti: hari pembalasan, kerajaan, kekuasaan, putusan, segala sarana untuk menyembah Tuhan, mazhab, prilaku, kebiasaan, keadaan, ketaatan. Tetapi kata itu juga bisa berarti: maksiat atau pemaksaan (al ikrah).

Jika demikian, apa usulan sodara?

Meskipun kata “agama” didefinisikan secara berbeda-beda oleh para ahli, saya cenderung menerima kata ini sebagai istilah praktis yang bisa kita pakai untuk menyebut sistem kepercayaan apapun, termasuk Islam. Saya juga cenderung memandang bahwa kata “din” tidak mempunyai makna yang secara signifikan berbeda dengan kata “agama”. Kamus modern yang ditulis oleh leksikograf Arab kontemporer juga menerjemahkan kata “religion” sebagai “din” (Bisa dicek pada kamus Al Mawrid susunan Munir Al Ba’albaki). Jika mau tambahan rujukan, kita bisa memakai ayat yang terkenal dalam Qur’an: lakum dinukum wa liya din, bagi kalian din kalian, bagiku din ku. Dalam ayat itu, kepercayaan orang-orang musyrik di Mekah disebut juga sebagai “din”.

Jadi, kita sudah benar selama ini memakai istilah “agama Islam”.[]

http://islamlib.com/id/artikel/islam-agama-atau-din

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Sat Feb 25, 2012 11:03 am
by Laurent

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Mon Feb 27, 2012 1:25 pm
by Laurent
Assalamualaikum wr।wb॥
Semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya amien।

Rekan-rekan semua yang saya cintai dan saya hormati, tujuan saya menulis ini adalah tiada lain dan tiada bukan yaitu untuk mengajak rekan-rekan semuanya untuk merubah cara pandang kebanyakan orang, khususnya orang Indonesia terhadap Islam itu sendiri.
Untuk menghindari kemungkinan adanya suatu peribadatan yang sia-sia, karena tujuan kita sesungguhnya adalah mencari kebahagiaan yang Hakiki bukan begitu??’’.

Baiklah akan saya mulai dengan satu permasalahan yang sangat mendasar mengenai Islam itu sendiri.
Pasti anda semua sudah terbiasa dengan kata “AGAMA ISLAM di banding dengan kata “DIENUL ISLAM”, namun perlu kita ketahui bahwasannya Islam adalah merupakan sebuah konsep yang Hakiki dari Allah SWT, agar konsep-Nya ini menjadi :

1. Hudalinas (petunjuk) bagi orang-orang yang beriman.
2. Bayinah (bukti) suatu pembuktian bahwa Islam adalah sebuah konsep yang akan menyejahterakan bumi beserta isinya.
3. AL-furqon (pembeda) , yang akhirnya dapat menjadi pembeda bagi umat manusia antara yang Haq dan yang Bathil.

Melihat kenyataan yang ada di dunia khususnya di Negara RI ini apakah ke tiga point di atas sudah menjadikan Alquran sebagai pembeda antara yang Haq dan yang bathiL ?, atau telah menjadi bukti bahwa Islam adalah sebuah konsep yang akan menyejahterakan Alam termasuk manusia? Jawaban dari kedua pertanyaan tadi belum sama sekali terealisasi, mengapa ? jangan2 Al-quran belum dijadikan kita sebagai petunjuk?, Logika nya bagaimana manusia bisa mencapai pada kesejahteraan kalau Alqur’an nya sendiri belum di jadikan sebagai petunjuk?, seperti ada seseorang yang ingin sampai ke sebuah setasiun, tapi dia sendiri tidak mengikuti petunjuk jalan yang ada?, kira2 bakal sampai tidak orang itu ke stasiun? Padahal si petunjuknya sudah dia pegang?..lucu ya !?!?, itu sebabnya di RI ini rakyat nya tidak sejahtera karena petunjuknya dari Allah Yang Maha Pemurah yaitu Al quran di sia-siakan, Naudzubillah.
Jika kita menyetujui yang namanya Islam adalah sebuah Konsep yang Mutlak kebenarannya
Tentunya sebuah konsep ini perlu yang namanya Roda-roda untuk menggerakan konsep tersebut hingga tercapai nya Rahmatan lil alamin..
Antara Roda-roda dan konsep itulah yang dinamakan system, seperti apa? Layaknya sebuah system yang menyangkut masalah sosial kemasyarakatan, contohnya yaitu Madinah dimana di Madinah itu sendiri ada yang namanya:

1. Khalifah (pemimpin) Rasulullah saw, yang terus berkesinambungan setelah beliau wafat, sampai Daulah yang terakhir Ustman di Turkey.
2. Umat (yang di pimpin) yaitu Umat Muslimin.
3. dan adanya sebuah wilayah atau territorial yastrib yang lebih popular namanya menjadi Madinah.

Ketiga Unsur di atas menjadi sangat penting peranannya dalam Mewujudkan Kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, ke adilan dan hal-hal baik lainnya yang di janjikan Al quran, maka ke tiga unsure tersebut di namakan DAULAH atau Rumah (atau tempat perlindungan),

Al- ankabuut (29 : 67) : “ Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah? “.

Menjadikan negeri mereka tanah suci yang aman, tentunya yang namanya sebuah negeri tidak terlepas dari ketiga unsur tadi yaitu pemimpin yang dipimpin dan teritori atau wilayah.

Ash shaff (61 : 4) :”Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, nah yang namanya barisan yang teratur tentunya ada komandonya donk??, yang di sebut juga pemimpin atau didalam daulah Islam sendiri di sebuti khalifah.

Jadi Intinya Islam sendiri memerlukan Daulah sebagai penggerak dari konsep tersebut.
Karena Allah menyukai orang yg berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur yang artinya Allah tidak menyukai orang islam yang berislam secara individual atau sendiri-sendiri, dengan seperti itu Islam sangat menjadi rapuh tidak ada kekuatan sama sekali.

Mari kita cermati mengenai kata “DIENUL ISLAM” yang oleh departemen agama RI diartikan menjadi agama Islam, karena kata “DIENUL ISLAM” sendiri jika terjadi kesalahan penafsiran ini akan menggelincirkan umat Islam pada kesesatan Naudzubillah, yang sekaligus membawanya ke Neraka djahanam.

Ali Imran (3:19) “ innadina innallahi Islam…..

Yang artinya “ sesungguhnya “Din” yang di ridhoi disisi Allah hanyalah Islam….”

Mari kita mengutip pendapat dari Ustad Abu Ala Maududi mengenai “Din” itu sendiri, Ingat-ingatkanlah kembali ketiga-tiga perkara ini :

Din berarti kepatuhan
Syari’ah disebut juga hukum.
Ibadat mengandungi arti penghambaan.

Apabila anda menghambakan dan menghinakan diri (sub-servience) kepada seseorang yang mengaku sebagai pemerintah anda, maka hal itu berarti anda telah menerima dinnya..
Setelah itu ia menjadi pemerintah (ruler) anda, dan anda menjadi rakyatnya (subject).
Perintah-perintah dan peraturan-peraturan yang dibuatnya menjadi hukum dan syari’ah bagi anda. Apabila anda memberikan kepadanya apa yang dimintanya, melaksanakan apa pun yang diperintahkannya, tidak melakukan apa yang dilarangnya, bekerja dalam batas-batas yang telah ditetapkan untuk anda, mengikuti arahan-arahannya,dan menerima keputusan-keputusannya yang bersangkutan dengan hubungan timbal-balik antara anda semua, urusan-urusan bisnis anda, perkara-perkara kehakiman dan hukuman anda… maka sikap anda separti itu dinamakan penghambaan atau ‘ibadat.

Dari penjelasan ini jelaslah bahwa “din” sesungguhnya adalah pemerintahan, atau pemerintahan sendiri di sebut juga dalam Islam Daulah, yang contohnya telah di realisasikan oleh Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik dan di tegakan hingga mendunia yaitu Madinah, tempat berdirinya system Allah yang didalamnya ada pemerintahan Islam.

JADI KESIMPULAN PERTAMA MENGENAI DINUL ISLAM SENDIRI YAITU DAULAH ISLAM/ PEMERINTAHAN ISLAM

LALU KESIMPULAN KEDUA MENGENAI DINUL ISLAM YANG DIARTIKAN OLEH DEPARTEMEN AGAMA RI YAITU AGAMA ISLAM.

Tibalah mengenai pembahasan kedua yaitu mengenai Dinul Islam yang di artikan menjadi agama islam.

Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Secara entomologis, agama berarti situasi yang tidak kacau, seperti kita ketahui bahwa sansekerta adalah bahasa klasik yang pernah di pakai di india, bahasa ini sudah arkais pada saat ini selain menjadi bahasa kitab umat hindu, maka dapat di simpulkan bahwa kata “agama” sendiri berasal dari bahasa hindu, kenyataannya antara ajaran Hindu dan Islam Itu bnyak berseberangan seperti adanya golongan2 atau kasta2, ada golongan yang lebih tinggi ada golongan yang lebih rendah pada ajaran Hindu sedangkan di Islam sendiri tidak mengenal akan hal itu, Islam mengajarkan semua manusia sama, yang membedakan tingkat ketaqwaannya saja

Seperti yang kita lihat kenyataan di Indonesia masalah sosial tidak terlepas dari pembunuhan, maksiat di mana2, aborsi, kriminalitas perjudian bahkan di Indonesia sendiri sering terjadi Orang tua memperkosa anaknya, sungguh suatu maksiat yang sudah layak membuat sang Penguasa Alam murka, dan sungguh Agama yang seharusnya membuat ketidak kacauan menjadi tidak berfungsi.

Jika dinul islam di artikan menjadi agama islam, saya sendiri merasa islam hanya menjadi sebatas kepercayaan, dimana urusannya hanya sebatas perasaan, yang akhirnya ruang geraknya terbatasi hanya masalah ritual (shalat lima waktu) dan puasa, sedangkan Alquran itu menyimpan hukum2, dan aturan yang harus di realisasikan, ada hukum ekonomi perdagangan ada hukum zinah ada hukum mengenai ketata negaraan, dan banyak lagi yang menyangkut masalah kehidupan dan sosial, nah mengapa hukum2 yang lain ini seperti tidak di ambil pusing oleh orang-orang yang beragama Islam di Indonesia seakan tidak di laksanakan pun santai2 saja?, padahal nilainya sama seperti hukum2 yang lain, kebanyakan tahunya shalat 5 waktu itu wajib padahal masih banyak hukum2 yang lainya yang juga wajib kenapa seperti diabaikan?, nah disinilah permasalahannya adanya persinggungan antara hukum Islam yang menyangkut masalah sosial kemasyarakatan dengan hukum yang ada di Indonesia itu sendiri yaitu UUD 45 dan nilai2 pancasila.
Salah satu contoh Islam mengajarkan Tauhid bahwa Tuhan itu satu, lalu pada butir pancasila sila pertama yaitu “KETUHANAN YANG MAHA ESA” sudah ada satu pertentangan dengan ajaran tauhid itu sendiri, dari kata “KETUHANAN” sendiri bersifat jamak yang artinya lebih dari satu atau terdiri dari berbagai macam tuhan, Naudzubillah bukan kah ini sudah membawa orang2 indonesia pada kemusyrikan??.

Jadi mengenai pengertian Dinul islam menjadi Agama Islam itu kurang tepat adanya, karena Rasulullah pun mengajarakan Islam itu ber-Daulah atau ber system,” seperti bangunan yang tersusun kokoh “ yang telah di contohkan oleh Rasulullah yaitu Madinah yang di dalamnya ada struktur pemerintahan Islam yang tertib teratur dan disiplin, Daulah inilah yang bisa dijadikan oleh umat islam sebagai sarana tempat pengabdian (ibadah) sepenuhnya(kaffah) karena hukumnya tidak bersinggungan dengan hukum2 atau ajaran2 di luar islam, itu sebabnya Rasulullah Hijrah ke yastrib dalam rangka pngingkaran tehadap din yang bathil yaitu mekah dimana hukum abu djahal yang bathil masih berkuasa.

Ali imran (3:112) “ Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (din) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan………..”

Dari ayat diatas jika “din” diartikan Agama jadinya ngga nyambung karena di agama islam sendiri tidak di kenal yang namanya perjanjian dengan manusia atau di sebut baiat, kebanyakan mereka beragama islam berdasarkan keturunan, karena orang tuanya agama islam otomatis keturunannya pun beragama islam, dan jika “din” pada ayat tersebut diartikan Daulah Islam atau Khilafah Islam ini akan tepat sekali karena adanya pemerintahan Islam yang berfungsi sebagai saksi pembaiatan orang2 yang beriman yang telah melaksanakan Hijrah, (pembaiatan itu hukumnya wajib bagi orang2 yang beriman yang memasuki(hijrah) pada daulah Islam, yang lalu menjadi umat islam), perlu di ketahui mana mungkin di sebut Umat jika tidak ada pemimpim(pemerintahan Islam), mana mungkin di sebut anak buah jika tidak ada boss??,
Mana mungkin di sebut rakyat jika tidak ada presiden??, begitu pun pentingnya Khalifah bagi umat islam yang harus menjalankan Hukum2 islam pada daulah Islam, dan Daulah itu sekaligus sebagai tempat menjalankan bentuk2 pengabdian umat islam secara kaffah, ibaratnya seperti kendaraannya umat islam hingga bisa membawa umat islam sampai RAHMATAN LIL ALAMIN.

AT taubah (9:20) ; “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan

Pada ayat diatas pun sudah jelas pentingnya Daulah Islam sebagai sarana orang2 beriman melaksanakan Hijrah (satu bentuk nyata menginkari system yang bathil) lalu menjadi umat islam setelah pembaiatan oleh pemerintahan Islam, lalu Umat Islam dapat berjihad (bersungguh – sungguh) mengabdi pada daulah Islam dengan harta dan dirinya, dan Allah berjanji meninggikan derajatnya dan mendapat kemenangan Insya Allah.

Kebutuhan mutlak Daulah Islam, tampak jelas untuk menerapkan syariah Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Tentunya adalah wewenang daulahnya atau pemerintahannya untuk menerapkan mata uang apa yang berlaku di sebuah negara. Dalam daulah Khilafah Islam negara akan menetapkan mata uang yang berlaku adalah mata uang emas dan perak (dinar dan dirham). Bisa kita bayangkan kalau dalam satu negara banyak mata uang yang berlaku berdasarkan kelompok atau individu.

Penerapan syariah Islam oleh negara, bukan berarti bahwa negara Khilafah hanyalah untuk kelompok tertentu atau orang tertentu saja. Daulah Islam Madinah yang dipimpin oleh Rosulullah merupakan bukti yang gamblang. Saat itu meskipun yang berlaku adalah hukum Islam, masyarakat Madinah bukanlah homogen, hanya muslim saja. Disana terdapat orang Yahudi, Musyrik, dan berbagai kabilah. Bisa disebut sepanjang sejarah kekhilafahan yang menerapkan syariah Islam, tidak pernah ada masa dimana seluruh penduduknya memeluk Islam.

Khilafah Islam yang terbentang melintasi benua tentu akan mengumpulkan berbagai bangsa , warna kulit, agama dan keyakinan. Seperti yang disampaikan Carleton: Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adi daya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya , dengan perbedaan kepercayaan dan suku.

Hal ini gampang dipahami, sebab syariah Islam bukanlah hanya untuk orang Islam, tapi manusia. Islam sebagai rahmat lil ‘alamin, artinya Islam untuk seluruh manusia (lihat tafsir Fathul Qadhir). Karena itu , Daulah Khilafah saat menjalankan kebijakannya, tidaklah melihat suku, bangsa, atau agamanya. Siapapun mereka kalau menjadi warga negera daulah Khilafah akan dijamin terpenuhi kebutuhan pokoknya, dijamin pendidikan dan kesehatan gratis. Siapapun warga negaranya akan dijamin keamanannya oleh negara Khilafah. Warga non muslim pun dibolehkan beribadah menurut agamanya, makan, minum, dan menikah berdasarkan keyakinan agamanya. Namun, dalam masalah publik mereka harus tunduk kepada hukum negara yang berdasarkan syariah Islam.

Mengingat pentingnya Khilafah ini, wajar kemudian kalau ulama-ulama dan pemimpin umat Islam terdahulu segera bereaksi saat Khilafah Islam diruntuhkan tahun 1924. Pemimpin Syarikat Islam (SI ) HOS COKROAMINOTO mengatakan Khilafah adalah hak bersama muslimin bukan dominasi bangsa tertentu, karenanya, bila umat tidak memiliki Khilafah, seperti badan tidak berkepala .

Muslih Shobir menyatakan bahwa saat ini negera-negara Islam perlu bersatu membentuk khilafah. Agar umat Islam bersatu dan memiliki kepemimpinan untuk menyelesaikan problem di dunia.
kaum muslimin di seluruh dunia telah rindu akan kesejahteraanya dan mencari jalan menuju kebangkitan untuk mengembalikan Daulah Khilafah Islam. AS dan sekutu-sekutu imperialismenya sangat tahu persis, bahwa Daulah Khilafah itulah satu-satunya negara yang berkemampuan untuk meluluhlantakkan idoelogi Kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika.
Maka tidaklah mengherankan kalau saat ini kita saksikan bagaimana para pejuangan penegak Syariat Islam dan Daulah Khilafah dihalangi dan ditindas. Mereka dituduh teroris, menggangu stabilitas, memecah belah. Padahal yang mereka perjuangankan adalah Islam yang akan menjamin kedamain dan keamanan bagi manusia . Di Uzbekistan dan belahan dunia lainnya , yang berjuang tanpa kekerasan, dituduh sebagai teroris. Bagaimana mungkin mereka dituduh teroris ?

Hilangnya sistem Khilafah berarti hilangnya sebuah sistem Islam yang menyatukan Dunia Islam di bawah satu kepemimpinan berlandaskan syariat Islam, juga berarti hilangnya Negara Islam yang-menurut Dr. Yusuf Qaradhawi-merupakan perwujudan dari ideologi Islam.
Karena itu, keruntuhan Khilafah Islam 82 tahun lalu, (3 Maret 1924 M) di Turki Khilafah Ustman yang antara lain akibat dari berbagai konspirasi jahat Barat imperialis dan Yahudi selama puluhan tahun terhadap Khilafah, sesungguhnya merupakan tragedi terbesar yang belum pernah dialami oleh kaum Muslim sebelumnya. Bagaimana tidak?! Khilafahlah yang selama 13 abad (632-1924 M)-jika dihitung dari masa Khulafaur Rasyidin, Khilafah Bani Umayah, Khilafah Bani Abbasiyah hingga Khilafah Utsmaniyah-menjadi institusi pelayan dan pelindung umat manusia, yang wilayah kekuasaannya pernah meliputi hampir 2/3 bagian dunia, dengan berbagai kesuksesannya di berbagai bidang kehidupan.

Kendati pun pada masa kepemimpinan Umayyah, Abbasiyah mapun bani Ustaminyah terdapat kekurangan, satu hal yang tak terbantahkan adalah pada masa itu kaum muslimin tetap berada dalam satu payung Daulah sehingga segala urusan ummat tetap tertangani dalam khajanah sistem Islam yang mulia.
Arti pentingnya sebuah kepemimpinan umat Islam dalam supremasi Daulah Khilafah merupakan keniscayaan sebagaimana telah ter-syari’atkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Saw. Bahkan jumhur ‘ulama pun telah menyepakati arti pentingnya Daulah ini yang akan menjamin keberlangsungan kehidupan Islam secara sempurna….

http://ruangpelangi.wordpress.com/2011/ ... au-daulah/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Tue Mar 20, 2012 5:14 pm
by Laurent
Alam Semesta Ber”Agama Islam”, Patut Ditauladani
REP | 23 April 2011 | 21:32 Dibaca: 399 Komentar: 18 4 dari 5 Kompasianer menilai aktual


http://dipragha.blogspot.com/2010/08/en ... mesta.html

Tulisan Ini Khusus Muslim

Alam Semesta Ber-”Agama Islam”, Patut Ditauladani

Pendekatan yang akan saya gunakan untuk memperkuat argument saya bahwa alam ini beragama Islam adalah dengan menggunakan pendekatan bahasa, etimologi:

Pertama saya akan mencopot dulu kata, “agama” dari Islam, saya akan menggantinya dengan kata bawaan dari Al-Quran yang berkonotasi sama dengan agama, yakni “Ad-Dien”. Ad-Dien, artinya agama, setidaknya itu yang digunakan di Indonesia (sebagian orang muslim ada yang tidak menggunakan kata agama untuk ad-dien (agama) Islam. Kenapa saya harus mengganti kata agama dengan ad-dien? Ini hanya perspektif saya,. Kata ad-dien jika diartikan agama, maka kedua kata itu akan mempunyai makna dan definisi yang kurang sejalan. Sederhanya, kata agama tidak mengikuti secara tepat dengan pengertian ad-dien. Sebab, kata ad-dien dan agama mempunyai makna etimoligi yang berbeda.

Ad-dien berasal dari bahasa Arab, yang artinya “jalan atau aturan”, (saya hanya mengambil salah satunya, sebab makna ad-dien lumayan banyak). Sedangkan agama berasal dari bahasa sansakerta, yakni “a” dan “gama”. “A” artinya tidak dan “gama” kacau. Jadi agama artinya tidak kacau. Selain itu, di Wikipedia saya menemukan, bahwa agama itu artinya “tradisi”. Di tempat lain agama diartikan, kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal” (http://umum.kompasiana.com/2009/06/10/p ... cara-umum/). Untuk pengertian yang terakhir, saya kira sangat dengan dengan pengertian ad-dien secara bahasa, jalan atau aturan.

Jadi saya tidak akan menyebutnya agama Islam di sini. Tapi, dinul Islam.

Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa pengertian ad-dien adalah jalan atau aturan. Dan (dien) aturan sendiri di dalam Islam ada dua, yakni aturan Tuhan dan aturan manusia. Tapi saya tidak akan menjelaskan hal ini, saya hanya akan mengambil bahwa ad-dien artinya jalan atau aturan Allah SWT. Sedangkan pengertian Islam menurut bahasa adalah Keselamatan, kedamaian, atau berserah diri, dan ada juga yang memaknainya dengan menggabungkan smua kata itu. Jadi Islam adalah berserah diri kepada Allah SWT untuk menciptakan atau “menetapkan” keselamatan dan kedamaian. Saya menambahkan menetapkan sebab, segala sesuatu tidak berawal dari kekacauan.

Nah, jadi pengertian Dinul Islam secara bahasa adalah, “mengikuti aturan atau ketetapan Allah SWT dengan cara berserah diri untuk menciptakan atau menetapkan keselamatan dan kedamaian.”

Dengan demikian kita bisa memasukan pengertian ini ke dalam alam semesta. Seperti yang kita ketahui, bahwa alam semesta bergerak sesuai dengan hukum-hukumnya. Jika di alam semesta terjadi pelanggaran hukum-hukum maka hal ini akan mengakibatkan bencana yang sangat besar. Misalnya ada salah satu bintang yang lepas dari tempatnya, lalu bergerak bebas diluar angkasa, tentu hal itu sangat berbahaya.

Jadi, saya yakin. Bahwa hukum-hukum itu adalah aturan dan ketetapan Allah SWT, karena hanya Allah SWT yang mampu menciptakan perhitungan yang sangat cerdas dan rumit ini. Lalu, alam semesta mengikuti aturan Allah SWT itu dengan menempati hukumnya masing-masing dengan penuh ketaatan (berserah diri) sehingga kedamaian dan keselamatan kehidupan pun tercipta.

Bukan hanya itu, jika dilebarkan. Maka kerja organ tubuh yang tidak bisa dikendalikan akal yang ada disetiap diri makhluk hidup, termasuk manusia pun ber-Agama Islam (baca: Dinul Islam).

Terlepas dari perubahan materi alam semseta, yang pasti alam semesta ini bergerak mengikuti aturan Allah SWT dengan berserah diri sehingga kedamaian dan keselamatan tercipta (manusia selamat dari bencana besar).

Kesimpulannya, manusia ditakdirkan dari awal penciptaannya untuk hidup damai dan selamat dunia akhirat. Jika kita beragama Islam (baca pengertianya).

Rasulullah bersabda, “Setiap ummatku akan masuk surga, kecuali orang yang tidak mau. Para sahabat bertanya, ’siapa (adakah) orang yang tidak mau masuk surga? Rasulullah menjawab, ‘orang yang mentataatiku (menalankan perintah Allah) akan masuk surga, sedangkan orang yang membangkangku (membangkang perintah Allah), dialah orang yang tidak mau masuk surga.

Wallahu A’lam.

Saya mengharapkan koreksinya.

Dasam Syamsudin

http://green.kompasiana.com/penghijauan ... tauladani/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Tue Mar 20, 2012 5:17 pm
by Laurent
PENGERTIAN AGAMA DAN DINUL ISLAM
Filed under: Opini — Tinggalkan komentar Desember 11, 2011MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN PERTAMA

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2011/2012

PENGERTIAN AGAMA DAN DINUL ISLAM

Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam

Klasifikasi Agama dan Agama Islam

Salah Paham Terhadap Islam
Oleh : ZULPIQOR, MA

PENDAHULUAN

Di kalangan Masyarakat Indonesia terdapat kesan bahwa Islam bersifat sempit. Kesan itu timbul dari salah pengertian tentang hakekat Islam. Kekeliruan faham ini terdapat bukan hanya terdapat di kalangan umat bukan Islam, tetapi juga dikalangan umat Islam sendiri, bahkan juga dikalangan sebagian agamawan-agamawan Islam.

Kekeliruan faham itu terjadi, karena kurikulum pendidikan agama Islam yang banyak dipakai di Indonesia ditekankan pada pengajaran ibadah, fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan bahasa Arab, oleh karena itu Islam di Indonesia banyak dikenal hanya dari aspek ibadah, fikih, dan tauhid saja. Dan itupun, ibadah, fikih dan tauhid, biasanya diajarkan hanya menurut satu mazhab dan aliran saja. Hal ini memberikan pengetahuan yang sempit tentang Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, 1985)

Untuk mengatasi hal itu maka perlu ada reorientasi pemahaman keislaman yang komprehensif, sehingga setidaknya akan menambah lebih banyak lagi orang yang faham terhadap hakekat Islam yang sesungguhnya dan seiring dengan itu meminimalisir orang yang masih salah mengerti tentang hakekat Islam.

Dalam program pengajaran Al-Islam Kemuhammadiyahan 1 ini, saya sebagai penulis mencoba, menyuguhkan ke hadapan para mahasiswa UMT materi-materi Al-Islam Kemuhammadiyahan 1 yang sengaja disusun berdasarkan silabus yang telah dirumuskan di tingkat Rektorat UMT, untuk kemudian dapat dibahas dan didiskusikan berkenaan dengan permasalahan-permasalahan keislaman perspektif Muhammadiyah terutama yang terkait dengan permasalahan tersebut di atas

a. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam

Pada awal pembelajaran kali ini kita akan mendiskusikan arti dan ruang lingkup agama Islam, sebagai sebuah kajian dasar untuk lebih lanjut mengenal dan mendiskusikan dinul Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyelamatkan.

Mengenai agama, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal berikut. Perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Dalam kepustakaan dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini. Akar kata agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a sehingga menjadi a-gam-a, kadang-kadang i-gam-a, kadang-kadang u-gam-a. Kata go dalam bahasa Inggris sama dengan gam: pergi. Namun setelah mendapat awalan dan akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan.

Dalam bahasa Bali ketiganya mempunyai makna berikut.

Agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja;

Igama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam berhubungan dengan Dewa-Dewa;

Ugama ialah peraturan, tata cara dalam berhubungan antarmanusia.

Dalam bahasa aslinya agama Islam disebut din. Mulailah timbul kerancuan atau pencampuradukan pengertian, karena lambang yang biasa dipakai dalam agama Hindu dan Budha dipergunakan untuk Dinul Islam yang lain sekali sistem ajaran dan ruang lingkupnya kalau dibandingkan dengan sistem ajaran agama yang mendahuluinya.

Kita perlu memahami arti perkataan Islam itu sendiri. Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, keta’atan, kepatuhan, (kepada kehendak Allah). Berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa Indonesia berarti selamat). Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa arti yang dikandung perkataan Islam adalah: kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), keta’atan dan kepatuhan. (Prof, H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, 2006)

Demikianlah analisis perkataan Islam Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak Allah. Kehendak ilahi yang wajib ditaati dengan sepenuh hati oleh manusia itu, manfaatnya bukanlah untuk Allah tetapi untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia dan lingkungan hidupnya. Kehendak Allah telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulnya berupa wahyu yang kini dapat dibaca dan dikaji selengkapnya dalam Al-Quran. Rasul pun telah memberi penjelasan, petunjuk dengan contoh bagaimana memahami dan mengamalkan ayat-ayat Quran dengan sunnah beliau.

Islam itu bisa diibaratkan jalan tol yang lempang dan lurus, di dalamnya terdapat rambu rambu, tanda-tanda serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan manusia yang harus dipatuhi pengguna jalan itu sebagai kenyamanan dan keselamatan, di kanan-kiri jalan itu dipagari oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Berpikir, bersikap dan berbuat sesuai dengan ajaran Islam, tidak menabrak pagar Quran-Sunnah. Apalagi keluar dari keduanya. Selama pemikiran, sikap dan perbuatannya tidak menyimpang atau keluar jalur Al-Quran dan Sunnah, selama itu pula pemikiran, sikap dan perbuatan mereka dapat disebut sebagai Islami.

Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya.

Menurut wilfred Cantwell Smith, dibandingkan dengan agama-agama lain, agama Islam adalah sui generis sesuai dengan wataknya, mempunyai corak dan sifat tersendiri dalam jenisnya), karena dalam banyak hal agama Islam berbeda dengan agama lain. Sebagai contoh sederhana akan kita bahas di bawah ini;

1.Berbeda dengan agama-agama lain yang nama-nya dihubungkan dengan manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat lahir agama yang bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen (Christianity) atau agama Yahudi (Judaism), nama agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan namanya atau nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Seperti agama-agama tersebut di atas. Juga namanya tidak diberikan oleh para penganutnya atau orang lain kemudian hari. Menurut Wilfred nama Islam yang diberikan kepada agama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri melalui wahyu-Nya yang kini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran: 19 yang berbunyi, ”Innad diina ’indallahi-l-Islam.” Artinya lebih kurang, ”sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Penamaan itu juga dapat kita jumpai dalam surah Al-Maidah bagian terakhir ayat 3 yang berbunyi, Waradiitu lakumul Islaama diinaa,” artinya lebih kurang, …”dan aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
1.Islam, seperti telah dikemukakan di atas, mengandung makna damai, sejahtera, selamat, penyerahan diri, taat, patuh dan menerima kehendak Allah. Orang yang mengaku beragama Islam disebut muslim. Penamaan orang yang memeluk agama Islam inipun, menurut Wilfred terdapat dalam Al-Quran surat az-Zumar ayat 12 yang berbunyi, ”Waumirtu li an akuna awwalal muslimina”. Artinya lebih kurang, ”Dan aku diperintahkan menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.”
Oleh karena itu kata Wilfred selanjutnya, Penamaan Muhamedanism untuk agama Islam dan Mohammedan untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan berabat-abad oleh orang Barat, terutama oleh para orientalis, seperti dapat dibaca dalam kepustakaan berbahasa Inggris, misalnya, adalah salah. Kesalahan ini disebabkan karena para penulis Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain, misalnya dengan Christianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus. Budhism yang diajarkan oleh Budha Gautama dan lain-lain.

Penamaan yang salah ini telah menyebabkan pemahaman yang keliru terhadap Islam yang akan dibicarakan kelak. Namun demikian perlu dicatat bahwa setelah perang dunia kedua salah pengertian ini sudah berangsur kurang. Karena pergaulan internasional antar bangsa, menjadi anggota PBB atau lembaga-lembaga dinia lainnya.

Orang yang mengaku beragama Islam atau yang secara bebas memilih untuk menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, disebut muslim. Seorang muslim yang benar adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang muslim (yang benar) adalah orang yang melalui akal bebasnya, mengikuti petunjuk Tuhan. (S.H. Nasr, 1981: 11). Makna ini berlaku untuk semua yang menerima dan patuh kepada hukum-hukum Tuhan yang tidak terbantah itu.

Di dalam ajaran Islam, apa yang disebut Natural Law di dunia barat itu dinamakan sunnatullah. Namun isinya berbeda, karena Sunnatullah menurut ajaran Islam, adalah ketentuan atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta. Adanya sunatullah mengatur alam semesta itu menyebabkan ketertiban hubungan antara benda-benda di alam raya. Di dalam al-Quran banyak ayat-ayat yang menunjukkan ada dan berlakunya Sunnatullah atas alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.

1.b. Klasifikasi Agama dan Agama Islam
Agama-agama yang dianut oleh manusia di dunia ini dapat diklasifikasikan menjad dua golongan berdasarkan tolok ukur tertentu, salah satu tolok ukurnya yang dapat dipergunakan adalah sumber asal ajaran agama, yaitu:

1) Agama Wahyu, (revealed religion) yang kadang-kadang disebut juga agama langit, dan

2) Agama Budaya (cultural religion atau natural religion) yang kadang-kadang disebut juga agama bumi atau agama alam.

Dengan mempergunakan tolok ukur dan klasifikasi tersebut, akan diketahui ciri-ciri masing-masing agama tersebut, adalah sebagai berikut;

No
Agama Wahyu/Langit (Revealed Religion)
Agama Budaya (Natural Religion)

1 Dapat dipastikan kelahirannya. Pada waktu agama wahyu disampaikan malaikat (Jibril) kepada manusia pilihan yang disebut utusan atau Rasul-Nya, pada waktu itulah agama wahyu lahir. Tidak dapat dipastikan kelahirannya karena mengalami proses pertumbuhan sesuai dengan proses pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau perkembangan pemikiran manusia yang memberikan ajaran agama budaya itu.
2 Disampaikan kepada manusia melalui utusan atau Rasul Allah yang bertugas selain menyampaikan, juga menjelaskan wahyu yang diterimanya dengan berbagai cara dan upaya. Tidak mengenal utusan atau Rasul Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filsuf atau pemimpin kerohanian atau pendiri agama itu sendiri.
3 Mempunyai kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang diturunkan Allah. Wahyu yang ada dalam kitab suci itu tidak boleh berubah atau diubah. Yang berhak mengubahnya hanyalah Allah melalui wahyu-Nya juga. Tidak mempunyai kitab suci pada masyarakat sederhana. Agama budaya masyarakat yang telah berperadaban mungkin mempunyai kitab suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat agama atau kesadaran agama masyarakatnya.
4 Ajaran Agama Wahyu mutlak benar karena berasal dari Allah karena mutlak benar, Maha Mengetahui segala-galanya. Karena itu pula kebenaran tidak terikat ruang dan waktu. Yang terikat pada ruang dan waktu adalah kebenaran pemahaman atau penafsiran ajaran agama wahyu yang dilakukan oleh akal yang terbatas kemampuannya dan terikat pada pengalaman pengetahuan manusia. Ajaran Agama Budaya kebenarannya relatif, terikat pada ruang dan waktu tertentu.
5 Sistem hubungan manusia dengan Allah, dalam agama wahyu, ditentukan oleh Allah sendiri denga penjelasan lebih lanjut oleh Rasulnya. Sistem hubungan ini tetap tidak berubah bagaimanapun dahsyatnya perubahan karena perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sistem hubungan manusia dengan Tuhan berasal dari akal berdasarkan kepercayaan (yang berisi anggapan) dan pengetahuan serta pengalaman manusia yang senantiasa berubah atau bertambah.
6 Konsep ketuhanan ialah monoteisme murni sebagaimana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu. Konsep ketuhanan karena disusun oleh akal manusia, berkembang sesuai dengan perkembangan akal manusia mulai dari dinamisme sampai kepada monoteisme tidak murni atau monoteisme terbatas.
7 Dasar-dasar ajaran bersifat mutlak berlaku bagi seluruh ummat manusia. Dasar-dasar bersifat relatif karena ditujukan kepada manusia dalam masyarakat tertentu yang belum tentu sesuai dengan masyarakat lain.
8 Sistem nilai ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaraskan dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan. Yang bernilai baik diwajibkan untuk dilaksanakan agar manusia mmperoleh keselamatan dan kebahagiaan, dan yang bernilai buruk dilarang (ditinggalkan) untuk mencegah kecelakaan dan penderitaan manusia di dunia ini dan diakhirat kelak. Nilai-nilai ditentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman serta penghayatan masyarakat yang menganutnya. Nilai-nilai itu mungkin sesuai untuk suatu masyarakat pada suatu masa tertentu, mungkin juga harus diubah lagi disuatu masyarakat pada masa yang lain.
9 Menyebut sesuatu tentang alam yang kemudian dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan (sains) modern. Hal-hal yang disebut tentang alam sering dibuktikan kekeliruannya oleh sains.
10 Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan, dan peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yaitu manusia sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan dosa. Pembentukan manusia menurut agama budaya disandarkan kepada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain yang berbeda cita-cita, pengalaman dan penghayatannya.

1.c. Salah Paham Terhadap Islam
1) Salah Memahami Ruang Lingkup Islam

Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah memahami ruang lingkup agama Islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama dipakai untuk sistem ajaran yang berbeda, orang menganggap bahwa sebagai agama, Islam pun ruang lingkupnyna hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan belaka. Sesungguhnya tidaklah begitu, karena ruang lingkup agama Islam dalam makna Dinul Islam seperti telah berulang-ulang dikatakan di atas, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja seperti yang terkandung dalam istilah religion, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan alam lingkungan hidupnya.

2) Salah Menggambarkan Susunan Bagian-Bagian Agama dan Ajaran Islam

Kesalahpahaman yang lain timbul karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran Islam tidak menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian atau sepotong-sepotong. Orang menggambarkan yang memberi kesan seakan-akan Islam hanyalah akidah (iman) atau ilmu tauhid saja, atau Islam seolah-olah hanya syariat (hukum) atau fikih belaka, atau Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan tarikat semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu ke dalam kerangka agama dan ajaran Islam terpadu secara keseluruhan. Karena penggambaran yang sepotong-sepotong inilah yang telah menyebabkan Islam menjadi the most misunderstood religion in the world: agama yang paling disalahpahami dunia. Penggambaran Islam seperti ini sering dilakukan oleh orang Islam sendiri tanpa disadari dan dengan maksud-maksud tertentu dengan sadar oleh para orientalis, terutama dimasa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu.

3) Salah Mempergunakan Metode Mempelajari Islam

Kesalahan ketiga adalah kesalahan mempergunakan metode mempelajari Islam. Metode atau jalan yang ditempuh para orientalis, terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai obyek studi dan analisis. Laksana dokter bedah mayat, para orientalis meletakkan Islam di atas meja operasi, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu dengan mempergunakan ukuran-ukuran yang un-Islamic / tidak sesuai dengan ajaran Islam. (Fazlur Rahman, 1966: 44)

Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan supaya dapat memahami Islam secara baik dan benar, hal-hal berikut perlu diperhatikan ialah:

Pertama, pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni al-Quran yang memuat wahyu-wahyu Allah dan al-Hadits yang memuat sunnah Nabi Muhammad. Dengan mempelajari Islam dari kedua sumber tersebut akan jelas ruang lingkupnya. Jika tidak (mampu) berbahasa Arab, sekarang banyak terjemahan al-Quran-Hadits yang bisa diakses.

Kedua, Islam tidak dipelajari secara parsial tetapi harus dipelajari secara

\integral. Artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan kedalam satu kesatuan yang bulat. Mempelajari dan memahami Islam secara sepotong-sepotong akan menghasilkan pemahaman yang salah terhadap Islam, seperti pemahaman empat orang normal tetapi buta sejak lahir. Mereka mencoba memahami seekor gajah yang dirabanya dengan tangannya. Maka akan menimbulkan banyak pemahaman dan persepsi sesuai bagian yang mananya yang mereka raba. Untuk menghindari pemahaman sepotong-sepotong, Islam harus dipelajari secara menyeluruh, walaupun keseluruhan itu (mungkin) dalam garis-garis besarnya saja.

Ketiga, Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Pada umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendekiawan dan sarjana muslim yang diakui otoritasnya.

Keempat, dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat dan dilihat relasi dan relevansinya dengan persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat Islam.

Kelima, memahami Islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang, seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, serta ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Ketiga bidang ilmu ini beserta cabang dan rantingnya merupakan ilmu-ilmu bantu dalam mengkaji dan memahami Islam.

Keenam, tidak menyamakan Islam dengan umat Islam, terutama dengan keadaan umat Islam pada suatu masa di suatu tempat. Penjajahan Barat yang melanda umat Islam selama berabad-abad telah menyebabkan umat Islam berada dalam keadaan lemah, miskin, terbelakang, terpecah-pecah dalam berbagai firkah atau kelompok-kelompok, terlepas atau sengaja dilepaskan dari ajaran agamanya. Keadaan ini sering menyebabkan para ahli ilmu-ilmu sosial terutama, menarik kesimpulan yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan tentang Islam. Dengan melihat kenyataan keadaan umat Islam di suatu tempat pada suatu masa demikian halnya, mereka lalu menarik kesimpulan bahwa demikian pulalah agama dan ajaran Islam.

Ketujuh, Pelajarilah Islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran Islam. Menurut Ali Syari’ati, orang tidak dapat memilih hanya satu metode tunggal dari sekian banyak metode yang dapat dipergunakan, karena Islam bukan agama uni-dimensional (agama satu dimensi) saja. Untuk mempelajari Islam yang banyak dimensinya itu, selain dari metode filosofis orang harus mempergunakan juga metode-metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu manusia dewasa ini (Ali Syari’ati, 1982: 72). Ia menyebut metode sejarah dan sosiologi, soal-soal yang bersifat kosmologis dan berkaitan dengan ilmu-ilmu alam serta gejala-gejala alam, harus dipelajari dan dipahami menurut metodologi ilmu-ilmu alam (Ali Syari’ati, 1982: 73).

Sumber Bacaan :

1.Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.

1.Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I,
Jakarta: UI Press, 1985.

http://zulpiqorbanten.wordpress.com/201 ... nul-islam/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Sun May 20, 2012 1:51 pm
by Laurent
DIEN AL ISLAM
Mei 18, 2009 — nurdiyon
PENGERTIAN DIEN

Dalam bahasa arab, kata “Dien” memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah :
Kekuasaan
Rasulullah saw bersabda, “Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah mati.”

Tunduk
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membaya jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadan tunduk.” QS. At Taubah : 29

Balasan
“Pemilik hari pembalasan.” QS. 1 : 4

Undang-Undang/Peraturan
“…dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya….” QS. Yusuf : 76

Ustadz Sayyid Quthub berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf tersebut, “Sesungguhnya nash ayat ini member batasan yang sangat mendetail tentang makna dien, bahwa makna kalimat “dienulmalik” dalam ayat ini berarti peraturan dan syari’at malik (raja). Al Quran mengungkapkan bahwa peraturan dan syari’at adalah dien, maka baransiapa yang berada pada syari’at dan peraturan Allah berarti ia berada dalam dien Allah. Sebaliknya, barangsiapa berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam dien raja tersebut.” (Tafsir Fi Dzilalil Quran, juz 4, hal 20,21)
PENGERTIAN ISLAM

Secara bahasa, islam memiliki beberapa pengertian:

Tunduk dan Menyerah
“Maka demi Rabb-Mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. An Nisa : 65

Keselamatan
“Dengan kitab itulah Allah member petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhoan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” QS. Al Maidah : 16
Secara bahasa, islam berarti tunduk dan menyerahkan diri, karena setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah (QS. 4 : 65). Sebab, orang yang telah memeluk dien islam dan mengerjakannya tuntunannya akan selamat di dunia dan di akhirat, dan akan mendapatkan keselamatan/kedamaian sejati.
Sedangkan menurut istilah islam adalah tunduk dan menyerah kepada Allah baik lahir maupun bathin dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan segala larangannya.
CIRI KHAS DIENUL ISLAM

Robbaniyah
Sumber dan tujuan ajaran islam adalah Robbaniyah. Ajaran islam bersumber pada Robbaniyah, yaitu bersumber dari Allah, bukan dari manusia (QS. 42 : 13). Dan ajaran islam juga memiliki tujuan Robbaniyah, yaitu agar manusia hanya menyembah kepada Allah (QS. 51 : 56).

Insaniyah ‘alamiyah (kemanusiaan dan universal)
Maksudnya adalah bahwa islam diturunkan sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, bukan golongan tertentu (QS. 21 : 107, QS. 34 : 28, 7:158).

Syamil (lengkap dan mencakup)
Hukum dan ajaran ajaran islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada suatu pekerjaan, baik yang kecil maupun yang besar, kecuali islam telah menerangkan hukumnya (QS. 6 : 38, QS. 16 : 89).

Al Basathoh (mudah)
Ajaran islam mudah untuk dikerjakan, tidak ada kesulitan sedikitpun, sebab islam tidak membebankan manusia suatu kewajiban kecuali sebatas kemampuannya (QS. 22 : 78, QS. 5 : 6, QS. 2 : 286).

Al ‘adalah (keadilan yang mutlak)
Tujuan dari agama islam adalah untuk menegakkan keadilan secara mutlak dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan manusia serta memelihara darah, kehormatan, harta, akal, dan dien mereka (QS. 5 : 8, QS. 6 : 152, QS. 4 : 135).

Tawazun (keseimbangan)
Dien islam dan seluruh ajarannya menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat (QS. 28 : 77)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, jiwamu memiliki hak atasmu, dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka berikanlah setiap yang punya hak-haknya.”

Perpaduan antara Tsabat (tidak berubah) dan Mauunah (menerima perubahan)
Tsabat pada pokok-pokok ajaran dan tujuannya. Murunah pada cabang, sarana dan cara-caranya, sehingga dengan sifat murunahnya dien islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman serta sesuai dengan segala keadaan yang baru timbul. Dan dengan sifat Tsabat pada pokok-pokok dan tujuannya, islam tidak dapat larut dan tunduk pada setiap persoalan zaman dan perputaran waktu.

www.syahadat.com

http://naunganislami.wordpress.com/2009 ... -al-islam/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Sun May 20, 2012 1:53 pm
by Laurent
KOMITMEN SEORANG MUSLIM TERHADAP ISLAM
REP | 28 December 2010 | 04:05 Dibaca: 561 Komentar: 1 Nihil

KOMITMEN SEORANG MUSLIM TERHADAP ISLAM



Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita sekalian. Saran dan shalawat ditujukan pula kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. Tidak lupa pula memohon kepada Allah agar para pembaca yang budiman mendapat limpahan rahmat, hidayah, keberkahan, rizki dan nikmat sehat wal afiat.


Dengan dilandasi oleh firman Allah dalam Surat Al Ashr ayat 1-3 :







Artinya : Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran. ( 103/1-3 )


Didasari pula oleh niat hati yang tulus suci,maka perkenankanlah penulis menyampaikan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui oleh para pembaca yang budiman. Hal mana tulisan ini kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan.:






Artinya : Hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Yang Maha Kuasa.


Berdasarkan hasil pengamatan penulis,ternyata ada perbedaan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing didalam hal memeluk Dien Islam,yang kebanyakan menyebutnya “AGAMA”. Dimana jika warga Negara asing sebelum memeluk Dien Islam,pasti terlebih dulu mempelajarinya dengan membutuhkan waktu cukup lama. Setelah cukup lama dipelajarinya,barulah Dien Islam dipeluknya dengan diikuti timbulnya rasa keyakinannya. Lain halnya dengan warga Negara Indonesia,kebanyakan/pada umumnya tidak mempelajarinya gengan seksama terlebih dulu,tapi cukup dia tahu,bahwa orang tuanya telah memeluk Dien Islam,maka iapun merasa otomatis telah memeluk Dien Islam


Berkaitan dengan hal tersebut di atas,maka perlulah disampaikan kepada para pembaca yang budiman tentang : “Komitmen seorang muslim terhadap Islam”.


Adapun komitmen yang harus ada dan tertanam di dalam diri setiap individu,jika menginginkan kwalitas ke-Islamannya baik,diantaranya :

1. Mengimani/Meyakini Dien Islam






Setiap individu harus mengimani/meyakini,bahwa hanya Dien Islamlah satu-satunya Dien yang benar dan diridoi Allah SWT. Hal ini sesuai firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 19 sebagai berikut :





Artinya : Sesungguhnya Dien yang diridoi Allah hanyalah Dien Islam. (3/19).



Begitu pula pada Surat Ali Imran ayat 85-nya :





Artinya : Barangsiapa yang mencari Dien selain Dien Islam,maka sekali-kali tidaklah akan diterima Dien itu oleh Allah dan dia di ahiratpun termasuk orang-orang yang merugi.

(3/85).


2. Mempelajari Dien Islam.

Seseorang yang mnginginkan kwalitas ke-Islamannya baik,idealnya memang tidak ada kata lain,yaitu mempelajari Dien Islam dengan sungguh-sungguh dan sedalam-dalamnya. Bahkan bila bicara soal belajar,ada nasihat dari Allah SWT. Bagi setiap orang di dalam ber-Dien Islam,yaitu : “Jangan ikut-ikutan” alias “taqlid buta”,tapi “harus berdasarkan ilmu Allah”. Hal ini sesuai firmanNya Surat Al Isra ayat 36 sebagai berikut :





Artinya : Dan “janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.


Sementara itu, Rasulullah saw juga berpesan kepada seluruh umat Islam agar mempelajari Din Islam dengan tidak melihat batasan usia. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi :




Artinya : Tuntutlah ilmu dari sejak buaian hingga ke liang lahat.


Saking wajibnya mempelajari Din Islam, Allah swt memerintahkan kepada setiap individu untuk mencari tahu ( menanyakan ) kepada orang-orang yang berilmu. Hal ini sebagaimana firmanNya dalam Surat Al Anbiya ayat 7 yang berbunyi sbb :



Artinya : Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu ( Muhammad ), melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.


Para pembaca yang saya hormati, ada 2 faktor yang saling berperan berkenaan dengan hal seseorang mempelajari Dien Islam ini, dimana akan mempengaruhi hasil yang ingin dicapai. Kedua factor tersebut adalah pihak yang mempelajari Dien Islam dan pihak sebagai narasumber ( orang yang berilmu ). Ada nasihat dari Rasulullah saw yaitu : Siapapun akan memperoleh hidayah ( petunjuk ), ilmu dan kebenaran dari Allah, jika ia memiliki hati yang suci, lapang dada dan berjiwa besar. Adapun nasihat Rasulullah tersebut adalah :




Artinya : Lihatlah/perhatikanlah apa yang dikatakan dan janganlah melihat siapa yang mengatakan/menyampaikan.



Dan yang berikut lagi ;




Artinya : Katakanlah/sampaikanlah kebenaran itu walaupun akan menjadikan hati seseorang yang mendengarnya kaget/tercengang, bahkan sakit.


Kebanyakan orang Indonesia yang memeluk ajaran Islam, mengartikan Dien itu sebagai “agama”. Padahal istilah “agama” itu bukanlah berasal dari perbendaharaan kata Islam. Agama itu berasal dari bahasa Sansekerta, dari pemilik pemeluk ajaran Hindu/ Budha, dimana kata “a” berarti “tidak”, sedangkan “gama” berarti “kacau”. Jadi “agama” berarti “tidak kacau”. Jika Dien diartikan sebatas keinginan agar tidak kacau, maka sangatlah dangkal/sempitnya wawasan/pemahaman terhadap ruang lingkup ajaran Islam, dan kalau kata “tidak kacau” ini dijadikan kata pengganti dari terjemahan Surat Ali Imran ayat 19, yang bahasa Arabnya Inna dinna indallahil Islam, maka akan berarti : Sesungguhnya “tidak kacau” yang diridhoi oleh Allah adalah “tidak kacau” Islam.


Dari terjemahan diatas, tampaklah hal yang menggambarkan sesuatu yang tidak jelas, dangkal dan sempit. Dimana letak tidak jelasnya ? Ialah bahwa kita tidak dapat mengetahui, mengerti dan memahami batasan, apa dan bagaimana serta sejauh mana bentuk yang dimaksud dengan “tidak kacau” Islam tersebut.


Lagi pula lebih dari itu, sangatlah disayangkan, jika para pembaca sebagai pemeluk ajaran Islam, telah setuju/sepakat dan menerima arti Dien itu ialah “tidak kacau”. Menurut hemat penulis, ini merupakan sesuatu yang sungguh ironis dan menyedihkan, kok kita dibawa sepicik itu. Apa sebabnya ? Sebab para pembaca berarti sudah terjebak/terperangkap dan terpengaruh oleh pemikiran mereka ( orang Hindu/Budha ), yang notabene mereka itu tidak berpedoman kepada kitab suci Al Quran. Lagi pula sangat tidak relevan jika kata Dien yang berupa bahasa Al Quran diterjemahkan ke dalam bahasa Sansekerta milik orang Hindu/Budha yang tidak mengimani dan tidak meyakini ajaran Islam, tidak mengimani/meyakini Al Quran. Apa urusannya ?


Dari apa yang telah penulis uraikan diatas, mungkin para pembaca timbul pertanyaan : Kalau begitu, apa sebenarnya arti dari kata Dien itu ?.


Berdasarkan buku yang ditulis oleh saudara Rahmat Taufik Hidayat, penerbit Mizan, yang berjudul “Khazanah Istilah Al Quran”, halaman 40, Dien berasal dari kata “Dana ya dinu”, dimana kata tersebut sudah dikenal oleh orang-orang Arab sebelum Islam yang dipopulerkan oleh Rasulullah Muhammad saw. Kenapa penulis katakan sebelum Islam yang dipopulerkan Rasulullah Muhammad saw, karena hakekatnya Dien Samawi dari Allah itu dari Rasul yang pertamapun hanyalah Islam. Untuk jelasnya bisa dilihat dalam Surat Al Haji ayat 78 yang berbunyi : Huwa samakumul muslimina min qoblu wa fii hada = Allah menamakan kamu orang Islam dari dulu dan juga didalam Quran ini ( 22/78 ).


Selanjutnya mengenai arti Dien dalam buku diatas, disebutkan mempunyai 4 pengertian dasar :

1.KEMAHARAJAAN/KEMAHANEGARAAN, kekuasaan tertinggi atau kehormatan pemerintahan

2.Hukum, undang-undang, peraturan-peraturan atau norma-norma yang wajib dilaksanakan.

3.Ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri dari pihak yang lemah kepada pihak yang berkuasa dengan penuh kesetiaan

4.Ganjaran atau balasan,—katakanlah pahala—, yang diberikan oleh pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi atas ketaatan dan ketulusan menjalankan hukum, undang-undang atau peraturan-peraturan itu tadi, begitupun ganjaran yang bersifat negative atau hukuman, atas penolakan dan pendurhakaan terhadapnya.

Dari 4 pengertian dasar Dien diatas, maka akan penulis ringkaskan dan sederhanakan menjadi 3 unsur, yaitu :

1.Dien mengandung unsure PEMERINTAHAN

2.Dien mengandung unsure HUKUM

3.Dien mengandung unsure MANUSIA/UMAT

Jika kata Dien dicermati, maka akan tergambar dan terungkap bahwa antara Pemerintahan, Hukum dan Manusia merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak bisa atau tidak boleh dipisahkan. Manusia secara individu atau kelompok pasti berada dan terikat oleh suatu pemerintahan apapun dan bagaimanapun bentuk pemerintahan itu. Oleh karena itu tidak mungkin terjadi adanya pemerintahan kalau tidak ada manusianya/umatnya. Dan manusia yang berada dalam satu pemerintahan pasti harus terikat oleh hokum. Selanjutnya, jika pemerintahannya ada dan manusianyapun ada, jika tidak ada hokum, maka akan lumpuh/runtuhlah pemerintahan itu. Begitu pula tidak ada artinya jika ada hokum, ada manusianya tapi tidak ada pemerintahannya. Dengan kata lain, maka “DIEN” itu berarti “SISTEM”.


Sekarang bagaimana jika makna/arti kata Dien adalah “SISTEM” diterapkan ke dalam terjemahan Surat Ali Imran ayat 19 yang berbunyi : Inna dina indallahil Islam, maka akan berpengertian sbb :

Sesungguhnya “SISTEM” yang diridhoi disisi Allah hanyalah system Islam

Sesungguhnya “PEMERINTAHAN” yang diridhoi disisi Allah hanyalah pemerintahan Islam.

Sesungguhnya “HUKUM” yang diridhoi disisi Allah hanyalah hokum Islam

Sesungguhnya “UMAT” yang diridhoi disisi Allah hanyalah umat Islam


Para pembaca yang budiman, istilah “Dien” kita temukan juga dalam Surat Ali Imran ayat 85 yang berbunyi : Wamay yabtaghi ghoerol Islami dinan, falay yukbala minhu wa huwa fil akhiroti minal khosirin, artinya :

Barangsiapa mencari “SISTEM” selain system Islam, maka sekali-kali idaklah akan diterima oleh Allah, dan diakhiratpun dia termasuk orang-orang yang merugi

Barangsiapa mencari “PEMERINTAHAN” selain pemerintahan Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima oleh Allah, dan di akhiratpun dia termasuk orang-orang yang merugi

Barangsiapa mencari “HUKUM” selain hokum Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima oleh Allah, dan di akhiratpun dia termasuk orang-orang yang merugi.

Barangsiapa mencari “UMAT” selain umat Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima oleh Allah, dan di akhiratpun dia termasuk orang-orang yang merugi.


Selanjutnya mengungkapkan makna/arti kata Dien, dapat pula dilakukan melalui penelaahan atau analisa dari Surat Al Fatihah dan An Nas, dimana antara Surat Al Fatihah ( yang berupa surat PEMBUKAAN ) dengan Surat An Nas ( yang merupakan surat PENUTUP Al Quran ), ternyata terdapat satu kesamaan yang sama-sama memiliki 3 unsur. Begitupun kedua surat ini ada kaitannya dengan Surat IBRAHIM ayat 24-25 yang juga memiliki 3 unsur.


Untuk lebih jelasnya, marilah akan penulis uraikan kajian diatas sebagai berikut di bawah ini :












Dari Surat Al Fatihah di atas,tampaklah 3 unsurnya,yaitu kata-kata : ROB – MALIK dan NA’BUDU,sedangkan pada Surat An Nas tampak pula ke-3 unsurnya yaitu : ROB – MALIK dan ILAH. Walaupun ada perbedaan ucapan antara NA’BUDU di Surat Al Fatihah dan ILAH di Surat An Nas,namun yang menjadi subjeknya adalah sama yaitu Manusia dan yang dituju (objeknya) yaitu Allah SWT.


Kenapa “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” diartikan manusia ? Sebab yang mengatakan : “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon”,itulah “Manusia”.


Selanjutnya,karena pada intinya antara NA’BUDU dengan ILAH tidak ada perbedaan essensinya,tapi hanya beda ucapan,maka kata NA’BUDU diganti dengan kata ILAH dan dari masing-masing kata dasar ROB – MALIK dan ILAH akan membentuk satu kata yang lebih luas sebagai berikut : Dari kata ROB menjadi RUBUBIYAH,dari MALIK menjadi MULKIYAH dan dari ILAH menjadi ULUHIYAH.



Menjadi


Menjadi


Menjadi


Dan selanjutnya :

Bunyinya : Rububiyah hiya madatun hukmiyah

Artinya : Rububiyah adalah wujudnya “HUKUM”



Bunyinya : Mulkiyah hiya madatun dhorfiyah

Artinya : Mulkiyah adalah wujudnya “TERITORIAL/WILAYAH KEKUASAAN”



Bunyinya : Uluhiyah hiya madatun syahshiyah

Artinya : Uluhiyah adalah wujudnya “MANUSIA/UMAT”


Kesimpulan : Surat Al Fatihah dan Surat An Nas sama-sama memiliki 3 unsur (Rububiyah = Hukum,Mulkiyah = Pemerintahan dan Uluhiyah = Umat) yang ketiuga-tiganya disebut “DIEN” atau “SISTEM”.


Para pembaca yang budiman,akhirnya anda telah mengetahui,bahwa “DIEN” itu ternyata adalah “SISTEM”,dan yang dinamakan System itu tidak boleh tidak harus memiliki 3 faktor utama,yaitu : “HUKUM” – “WILAYAH/TERITORIAL” – dan “MANUSIA” yang akan menjadi Subjeknya. Dengan demikian kini kita tahu,bahwa apa yang dibicarakan di seluruh Al Qur’an itu ialah tentang 3 hal tersebut,yaitu : “HUKUM”,”TEMPAT” dan “MANUSIA”. Ketiga factor ini harus diyakini “MUTLAQ” adanya oleh semua muslim,karena justru begitulah yang dimaksudkan oleh Allah “Muslim yang kaffah”.


Penulis berikan sebagai contoh ringan : Misal sebuah sekolah,tentu harus punya : Peraturan,punya tempatnya (gedung sekolah) dan punya manusianya (muridnya). Kalau punya peraturan,punya gedungnya tapi tidak punya muridnya (manusianya),siapa yang akan belajar ? Punya peraturan,punya muridnya (manusianya) tapi tidak punya gedung sekolahnya (tempatnya),apakah mau belajar di tengah jalan ? Punya gedung sekolahnya (tempatnya),punya muridnya (manusianya) tapi tidak punya peraturan,tentu murid yang belajar dan guru yang mengajar akan sekehendak hatinya saja. Muridnya ada yang datang jam 7,jam 12 dan ada yang seminggu Cuma datang 2 hari. Gurunya,bahjkan Kepala Sekolahnya jarang datang. Bagaimana itu ? Jadi jelas,ketiga factor tadi tidak boleh ada yang hilang. Itu artinya “Kaffah”,masuk seluruhnya.


Dan ternyata,kalau kita terus telusuri,maka sarana atau media untuk mencapaio Rububiyah = Hukum,Mulkiyah = Pemerintahan dan Uluhiyah = Manusia/Umat itupun harus melalui 3 jalan,yaitu : SHIROT,SABIL dan THORIQ. Secara jelasnya adalah sebagai berikut :


SHIROTH sebagai media untuk terwujudnya RUBUBIYAH/HUKLUM

SABIL sebagai media untuk terwujudnya MULKIYAH/PEMERINTAHAN

THORIQ sebagai media untuk terwujudnya ULUHIYAH/UMAT/MANUSIA


Kata Shiroth selalu berkaitan dengan Hukum (Pedoman Hidup) yaitu Al Qur’an yang membawa manusia ke jalan yang benar (lurus). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Isra ayat 9 yang berbunyi :







Artinya : Sesungguhnya Al Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada mukmin (orang yang beriman) yang mengerjakan amal sholeh bahwa bagi mereka ada pahjala yang besar.(17/9).


Dan juga dalam Surat Al Fatihah ayat 6 yang berbunyi :




Artinya : Tunjukilah kami ke jalan yang lurus. (1/6).


Sedangkan kata Sabil berkaitan dengan Pemerintahan sebagai tempat tinggal manusia untuk bisa beribadah (melaksanakan Hukum Allah) tersebut. Hal ini sebagaimana firmanNya dalam Surat An Nisa ayat 76 yang berbunyi :





Artinya : Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah,dan oranmg yang kafir berperang di jalan Thogut (berhala)…………dst.


Para pembaca yang budiman,uraian di atas dapat penulis ilustrasikan ke dalam bagan sebagai berikut :
















Komitmen yang paling utama dan menentukan,yaitu,bahwa setiap individu harus mengamalkan DIEN ISLAM secara Keseluruhannya (Kaffah). Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al Qur’an Surat Al Baqoroh ayat 208 sebagai berikut :





Artinya : Hai orang-orang yang telah beriman,masuklah ke dalam Islam secara “Kaffah” (keseluruhan),dan jangan mengikuti langkah-langkah syaitan,sesungguhnya syaitan itu adalah mnusuhmu yang nyata. (2/208).


Menyimak ayat 208 Surat Al Baqoroh di atas,kita bisa mencermati,bajhwa Allah telah memberikan perintah kepada setiap individu pemeluk Dien Islam untuk melaksanakan segala aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek-aspek IPOLEKSOSBUDHANKAM (Ideologi,Politik.Ekonomi,Sosial,Budaya,Pertahanan dan Keamanan),haruslah berdasarkan tuntunan Islam yang bersumberkan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasul.


Perintah dari Allah harus masuk ke dalam Islam secara Kaffah ini,hukumnya “WAJIB”, Hal ini perlu kiranya penulis ingatkan,karena sebagian besar masyarakat Indonesia telah terpengaruh faham “sekulerisme”,yaitu sbuah pemikiran yang dibawa oleh kaum Yahudi dan Nasrani,dimana dalam faham sekuler tadi adanya “PEMISAHAN” antara aspek ideologis (seperti aspek religius,pandangan hidup, tentang ke-Tuhanan,keimanan)dengan asp Politik,Ekonomi,Sosial,Budaya,Pertahanan,Keamanan,

sehingga ahirnya telah terbentuk opini di masyarakat,bahwa kalau menyangkut masalah kenakalan remaja,kerusakan moral/ahlaq anak remaja dan pemuda,lalu disepakati bahwa ini adalah tugas dan tanggung jawab para ulama,para kyai,para ustadz,para da’i atau mubaligh dan bukan tanggung jawab pemerintah. Sementara,kalau menyangkut masalah politik,ekonomi,sosial,budaya,pertahanan dan keamanan,itu barulah urusan/tugas serta tanggungjawab Pemerintah dan sekali-kali bukan tanggungjawab pihak yang di atas itu tadi. Padahal di dalam Islam,tidak mengenal adanya pemisahan aspek-aspek tersebut. Apa sebabnya ? Kartena di dalam diri seorang muslim yang “Kaffah”,ia berjiwa militer dan juga sebagai sipil.


Lihatlah saja contoh pada diri Nabi Muhammad/Rasulullah saw.yang menjadi uswah/suri tauladan yang baik dalam kehidupannya. Beliau bukan hanya tukang mengajarkan membaca ayat-ayat Al Qur’an,tapi beliau melaksanakan segala aspek kehidupan,baik ideologi,politik,ekonomi,sosial,budaya,pertahanan dan keamanan dengan berdasarkan tuntunan Islam,yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Jadi tidaklah mengherankan,jika Nabi Muhammad/Rasulullah saw.,kata Siti Aisyah,ahlaq beliau itu ialah Qur’an yang berjalan. Inipun sekaligus memberi bukti,bahwa figure Nabi Muhammad/Rasulullah saw. adalah sebagai Negarawan (Kepala Negara/Presiden Negara Islam Madinah),artinya beliau itu sebagai Politikus,Ekonom (Pengusaha),Pimpinan Umat,Panglima Perang dan sekali-kali bukan hanya sebagai Imam pemimpin sholat ritual di dalam masjid.


Maka,dengan mengambil contoh pada diri Nabi Muhammad saw.jelaslah,bahwa beliau telah menjadi muslim yang “Kaffah” ssuai apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.dalam Surat Al Bqoroh ayat 208 di atas.


Tadi di atas telah dibahas,bahwa makna DIEN dalam Surat Ali Imran ayat 19 itu adalah SISTEM yang terdiri dari unsur HUKUM,PEMERINTAHAN,MANUSIA/UMAT. Kemudian diketahui pula,bahwa setiap individu itu tidak mungkin bisa melepaskan diri

dari unsur Hukum dan Pemerintahan. Jadi jelas sangat tepat jika Allah SWT.memerintahkan kepada manusia untuk masuk ke dalam Islam itu secara keseluruhan (Kaffah),maksudnya seluruh aspek kehidupan itu “mutlaq” harus dimasuki/dikuasai/difahami. Karena itu,salah sangat besar,kalau ada sementara ulama yang mengatakan : Kalau mengaku sebagai umat Nabi Muhammad/Rasulullah saw. sih jangan coba-coba terjun ikut-ikutan ke masalah politik ! Kalau begitu,dia itu ulama tapi tidak faham/mengerti apa yanmg dimaksud “Kaffah” olen Allah.


Lebih jauh untuk memberi tahukan kepada manusia,bahwa ada relevansi ke-3 unsur Dien dengan makna Kaffah itu,maka Allah SWT.memberi perumpamaan sebagai “POHON” dalam Surat Ibrahim ayat 24-25 yang berbunyi sbagai berikut :








Artinya : Tidakkah kamu perhatikan,bagaimana Allah telah memberi perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh menghunjam ke bumi dan batangnya/cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan itu buat manusia supaya mereka selalu ingat (Ibrahim, 14/24-25).


Allah SWT.memberikan perumpamaan sebuah pohon untuk makna “Kaffah” dan makna “Dien”,sangatlah tepat. Kenapa ? Sebab pada garis besarnya pohon itu terdiri dari “AKAR”,”BATANG” dan “BUAH”. Katakanlah,jika pohon tersebut adalah “POHON ISLAM”,maka akarnya adalah “AKAR ISLAM”,batangnya adalah “BATANG ISLAM” dan buahnyapun tentu “BUAH ISLAM”. Mana ada pohon yang akarnya Nangka,batangnya Rambutan dan buahnya Duren ? Kalau begini,pohon tersebut bukan pohon yang Kaffah. Jika digambarkan,maka perumpamaan Surat Ibrahim ayat 24-25 itu dapatlah diilustrasdikan sebagai berikut :





Buah Islam





Batang Islam




Akar Islam



Pada Surat Ibrahim ayat 24 dan 25 tersebut,selain menyinggung pohon,Allahpun menyinggung “Kalimat yang baik”,yaitu kalimat “LA ILAHA ILLALLAH”. Dan ternyata kalimat La Ilaha illallah inipun terdiri dari 3 unsur,yaitu :


Artinya : Tak ada HUKUM kecuali HUKUM ALLAH

Surat Al An Am ayat 57 (6/57).


Tak ada PEMERINTAHAN/KEKUASAAN

kecuali PEMERINTAHAN/KEKUASAAN Allah.

Surat Al Mulk ayat 1,Ali Imran ayat 189. (67/1-3/189).


Tak ada PENYEMBAHAN/PERIBADAHAN

Kecuali PENYEMBAHAN/PERIBADAHAN

Kepada Allah. Surat An Nahl ayat 36 (16/36).


Sekarang,bila dicermati dan direnungkan,ternyata ada hubungan yang saling berkaitan erat antara Surat Ali Imran ayat 19,ayat 85 dengan Suat Al Baqoroh ayat 208 dan Surat Ibrahim ayat 24-25. Dari ke-3 surat di atas,dapatlah digambarkan sebagai berikut :


ISLAM KAFFAH POHON ISLAM


UMAT ISLAM Buah Islam

(Sebagai buah)





PEMERINTAHAN ISLAM Batang Islam

(Sebagai batang)






HUKUM ISLAM Akar Islam

(Sebagai akar)


Jadi kesimpulan dari Surat Al Baqoroh ayat 208,Surat Ali Imran ayat 19 dan 85 serta Surat Ibrahim ayat 24-25,yaitu “UMAT ISLAM” harus melaksanakan “HUKUM ISLAM” di dalam wadah (territorial) “PEMERINTAHAN ISLAM”.

Yang begini inilah “BARU” yang disebut “MUSLIM KAFFAH” oleh Allah sebenarnya,yang diartikan seseorang itu “Dapat Hidayah” dari Allah,”Dapat Petunjuk” dari Allah ke Sirot al Mustaqiem (jalan yang lurus),sekarang terrealisasikan dengan Sirot TOL,jalan TOL = jalan bebas hambatan.


Para pembaca yang budiman,didalam mengamalkan DIEN ISLAM secara kaffah ini,ternyata “Adanya Peranan Pelaksanaan Syari’at Hukum Islam dalam kehidupan manusia di dunia ini” hukumnya “WAJIB”,karena ini sebagai Prinsip Syah atau Tidaknya ibadah manusia kepada Allah SWT.


Kenapa demikian ? Sebab hakikatnya di mata Allah,manusia “BARULAH” mendapat gelar/sebutan “Muslim yang haq/benar”,jika manusia itu menjadikan “Syari’at Hukum Islam” (Qur’an + Sunnah Rasul/Hadits soheh) sebagai “Pedoman Hidupnya” sebagaimana wasiat beliau sebelum wafat melalui hadits riwayat Al Hakim sebagai berikut : Taroktu fikumus nataeni lantadilu ma in tamasaktum bihima kitaballahi wa sunati,artinya : Aku tinggalkan 2 faktor.Tak akan sesat kamu selama berpegang teguh dengannya,yaitu Al Qur’an dan Sunnahku (Perkataan,perbuatan dan pengakuanku).


Sebaliknya,jika manusia selama hidup di dunia ini tidak mau berpedoman kepada “HUKUM ISLAM” yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul/Hadits soheh tadi,alias berhukum kepada “Hukum Bikinan Manusia”,maka statusnya di mata Allah biar bagaimanapun kita menolak,masih tetap sebagai “ORANG KAFIR”,”ORANG DZALIM” dan “ORANG FASIK”,hal ini sebagaimana difirmankanNya dalam Surat Al Ma Idah ayat 44,45 dan 47 ahir yang berbunyi sebagai berikut :










Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara kehidupannya menurut Hukum Allah (Syari’at Islam),maka mereka itu adalah orang-orang “KAFIR” .(ayat 44).


Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara kehidupannya menurut Hukum Allah (Syari’at Islam),makla mereka itu adalah orang-orang “DZALIM”. (ayat 45).


Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara kehidupannya menurut Hukum Allah (Syari’at Islam),maka mereka itu adalah orang-orang “FASIK”. (ayat 47).


Lebih seru lagi firman Allah dalam Surat Al Ma Idah ayat 68 ini :








Artinya : Katakanlah hai Muhammad : Hai Ahli Kitab ! “KAMU TIDAK DIPANDANG BERAGAMA SEDIKITPUN” selama kamu tidak mau menegakkan ajaran-ajaran Taurat,Injil dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Demi,kebanyakan mereka bertambah kedurhakaan dan kekafirannya karena Kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Sebab itu janganlah engkau berduka cita terhadap kaum yang kafir. (Al Ma Idah,5/68).


Nah disini,Allah sampai mengatakan : Kita itu “tidak dipandang beragama sedikitpun,selama kita tidak mau menggunakan Syari’at Islam,tidak mau memakai Hukum Allah yang ada di dalam Al Qur’an”. Apa artinya ini ? Artinya kita sudah “DIMURTADKAN” oleh Allah,keluar dari Islam. Mari kita berpikir,apakah kita mau

dianggap keluar dari Islam oleh Allah ?


Makanya dalam hal ini,saya merasa heran kepada para Ulama kita lebih-lebih yang mengaku Ulama Langitan,para Pemuka Agama Islam,para Da’i yang kondang dan yang tidak kondang,kepada Menteri Agama terutama,kok sudah dicaci maki oleh Allah begini rupa,adem-adem saja tidak mau menggubris firman Allah ini. Masak sih kalau tidak pernah baca Al Qur’an ? Kayanya lebih memprioritaskan “Musabaqoh Tilawatil Qur’an” dengan tidak mengkaji isinya. Jadi nyata benar apa yang telah disinyalir olah Rasulullah kira-kira 15 abad yang lalu,sabda beliau : Nanti di suatu masa,muslim membaca Al Qur’an itu seperti yang minum susu. Rasa nikmatnya itu “hanya sampai tenggorokan”,cuma merasakan indahnya lantunan suara qori atau qori’ah,seperti mendengarkan biduan/biduanita mendendangkan lagu yang syahdu. Dasar memang sekarang lagi abad “Band”,”konser musik” dan “dangdut” yang sering berujung dengan “tawuran”. Saya kira dewasa ini,kalau anak-anak ABG disuruh mendengarkan ceramah agama dari seorang Da’i,walaupun diupahin,tak akan banyak yang datang seperti menghadiri konser musik suatu band yang lagi naik daun. Kalau memperhatikan fenomena seperti ini,saya sebagai warga Negara yang sudah berusia 75 tahun,amatlah sedih. Mau kemana/quo vadis generasiku yang akan datang ini ?


Pantesan Allah terus-terusan menurunkan berbagai macam bencana kepada bangsa Indonesia yang katanya mengaku muslim yang taqwa itu. Berbagai bencana alam yang sudah berupa “Adzab”,masih dianggap sebagai “Peringatan” saja dari Allah. Tsunami,gempa bumi,tanah longsor,angina taufan/putting beliung,kebakaran,pesawat jatuh,kapal tenggelam,tabrakan kereta api,kecelahaan lalu-lintas,tawuran antar kampung/antar masyarakat,budaya demo,menghilangkan nyawa orang,merampok,mem-

perkosa,demam berdarah,flu burung,antraks dan lain-lain penyakit mematikan. Kalau hujan lebat yang mengairi sawah dan kebun menumbuhkan tanaman para petani,itulah rahmat dari Allah. Tapi kalau hujan yang menimbulkan banjir,”Adzab” namanya !


Para pembaca yang budiman,sampai disini barangkali akan timbul pertanyaan : Bagaimana caranya agar setiap individu bisa memperoleh gelar dari Allah “MUSLIM YANG HAQ” ?


Caranya yaitu dengan “HIJRAH”. Makna Hijrah menurut Lughoh (bahasa) yaitu “Pindah”. Maksud dari pindah disini ialah secara kaffah atau secara system yang mencakup 3 unsur,yaitu Hukum,Pemerintahan dan Umat,sesuai perintah Allah Surat Al Baqoroh ayat 208.


Dengan kata lain setiap individu harus ber-HIJRAH (Pindah) dari Pemerintahan Batil (Pemerintahan yang berhukum bikinan manusia) ke Pemerintahan yang Haq (Pemerintahan Islam yang berhukum Islam).


Kenapa harus HIJRAH ke Pemerintahan Islam ? Supaya ibadahnya itu Syah serta diterima oleh Allah SWT dan memperoleh gelar sebagai “MUKMIN YANG HAQ”,dan sesuai dengan hadits Nabi Muhammad saw.yang berbunyi :





Artinya : Tidak syah IBADAH melainkan dengan ber-HIJRAH.


Selain dari itu Rasulullahpun menyampaikan sabda-sabdanya tentang adanya keterkaitan antara Hukum Islam,Pemerintahan Islam dan Umat Islam sebagai berikut :

Artinya : Hukum tanpa Negara (Pemerintahan)

tidak ada artinya.


Negara (Pemerintahan) tanpa Umat

Demikian juga.


Melaksanakan Hukum tanpa ada

Negara (Pemerintahan) adalah Mustahil.


Penjelasan dari ke-3 sabda Rasulullah di atas ialah : Hukum Islam tidak bisa dan tidak akan diberlakukan oleh suatu Pemerintahan yang bukan Pemerintahan Islam. Dengan kata lain,HUKUM ISLAM tidak ada artinya kalau tidak ada Pemerintahan Islam.


Oleh karena itu,agar UMAT ISLAM bisa menegakkan dan melaksanakan HUKUM ISLAM secara Kaffah,,maka adanya PEMERINTSHAN ISLAM hukumnya WAJIB.


Sementara firman Allah dalam Surat Al Anfal ayat 74 yang berbunyi :




Artinya : Dan orang-orang yang beriman dan BERHIJRAH serta berjihad pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan ( pada orang-orang Muhajirin ), mereka itulah orang-orang yang beriman ( Mu’min yang haq ). Mereka memperoleh ampunan dan rizki ( ni’mat ) yang mulia. ( Al Anfal, 8/74 )


Pada Surat Al Anfal ayat 74 di atas, ada disebut golongan orang “MUHAJIRIN”. Orang Muhajirin ialah orang-orang yang melaksanakan HIJRAH dari pemerintahan yang BUKAN PEMERINTAHAN ISLAM menuju ke PEMERINTAHAN ISLAM. Adapun golongan ANSOR adalah orang-orang yang lebih dulu BERHIJRAH dari pemerintahan yang BATHIL ( bukan pemerintahan Islam ) menuju ke pemerintahan yang HAQ ( pemerintahan Islam ). Jadi golongan ANSOR berarti sebagai tuan rumah di PEMERINTAHAN ISLAM, sedangkan golongan MUHAJIRIN sebagai tamu yang mengikuti jejak dan bergabung dengan golongan ANSOR di pemerintahan Islam.


Kiranya perlu diketahui juga,bahwa golongan MUHAJIRIN dan golongan ANSOR bukan hanya ada di jaman Nabi Muhammad saja,tapi di tahun 2010 M bahkan sampai kehidupan dunia ini ditutup oleh Allah,harus tetap ada. Kenapa begitu ? Sebab jika hanya ada di jaman Nabi Muhammad saw.saja,ini berarti anda memperlakukan Al Qur’an sebagai dongeng mengenai kisah orang-oang jaman dulu dan bukan dijadikan sebagai pelajaran/tuntunan hidup yang bersifat Rahmatan lil ‘alamin.


Secara lebih jelas dan lebih tegas, tentang perintah HIJRAH ke PEMERINTAHAN ISLAM, terdapat pada Surat Yunus ayat 25 yang berbunyi :





Artinya : Allah menyeru manusia ke DARISSALAM = DAR ISLAM ( Pemerintahan Islam ), dan menunjuki orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus ( Islam ).


Pada Surat Yunus ayat 25 diatas, sengaja diadakan koleksi/pembetulan terjemahan kata Darissalam yang para ulama menterjemahkannya dengan “SYURGA” menjadi “PEMERINTAHAN ISLAM”, karena inilah arti yang sebenarnya, sebab sepengetahuan penulis, kalau bahasa Indonesianya Syurga, maka bahasa arabnya ialah JANNAH, maka ayatnya pun tentu berbunyi :





Artinya : Allah menyuruh manusia ke Syurga.


Kalaupun diterjemahkan dengan kata Syurga, ialah hanya untuk menggambarkan, bahwa : Sungguh benar, “Pemerintahan Islam” itu memiliki situasi, kondisi, yang nyaman, aman, damai, tentram, sejahtera seperti layaknya syurga, karena satu-satunmya pemerintahan yang terkendali oleh Sang Pencipta Allah swt, berdasarkan hukumNya, yaitu hokum Islam ( Quran ditambah Sunnah Rasul/Hadits Soheh ).

Demikianlah tulisan tentang : “Komitmen Seorang Muslim Tehadap Islam”. Mudah-mudahan bermanfaat dan kiranya dapat dijadikan sebagai bahan renungan. Billahi taufiq walhidayah wassalam mu’alaikum wr.wb.

http://agama.kompasiana.com/2010/12/28/ ... dap-islam/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Wed Sep 05, 2012 5:17 pm
by Laurent
Bolehkah Umat Islam Memberikan Ucapan Selamat Hari Raya bagi Umat Agama Lain dan Menerima Ucapan dari Umat Beragama Lain?OPINI | 22 August 2012 | 03:34 Dibaca: 421 Komentar: 29 Nihil
Tulisan ini terinspirasi dan termotivasi setelah membaca tulisan saudara Mertamupu dan sekaligus memberi jawaban atas tulisan tersebut dengan sebuah penjelasan yang gamblang, lugas dan sederhana sehingga InsyaAlloh mudah dimengerti. Sejujurnya saya bukanlah ahli agama (Ulama), tetapi saya adalah salah satu dari sekian banyak Muslim yang senantiasa mencoba untuk memahami agama saya menurut pemahaman dan syari’at Islam tentunya, dan tentunya kritik dan saran dari yang lebih ahli sangat saya butuhkan untuk perbaikan tulisan ini guna menghindari pemahaman yang salah tentang ajaran agama Islam.

Beberapa tahun yang lalu (mas Mertamupu baru bertanya-tanya dalam hati setahun lalu) saya pernah ditanya oleh sahabat saya yang beragama Nasrani (kristen), kenapa saya tidak pernah memberi ucapan “Selamat memperingati hari-hari besar agamanya (khususnya ketika Natal tiba dan hari Paskah), sementara ketika datang Hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha teman saya tersebut selalu menyampaikan ucapan selamat kepada saya.

Terhadap pertanyaan ini maka saya menjawabnya seperti ini: “Agama adalah keyakinan individu terhadap adanya kekuatan yang maha dahsyat yang ada di luar dirinya dan mempengaruhi kehidupan dirinya yang disebut dengan Tuhan (bagi Umat Muslim disebut dengan nama Alloh SWT dan 99 nama yang lainnya yang diberitahu oleh Alloh SWT kepada umat-Nya yang dikenal oleh orang dengan “Asmaul Husna”). Keyakinan individu ini terekspresikan dalam ajaran-ajaran Agama. Dan terhadap Agama maka setiap individu bebas untuk menentukan pilihan memeluk agama apapun menurut keyakinannya. Akan tetapi ketika seseorang telah menentukan sebuah pilihan (memeluk salah satu agama) maka hendaknya dia melaksanakan agama itu dengan konsisten dan konsekwen.

Dalam Islam, agama disebut dengan Ad-din (Dinul Islam). ad-din sendiri sebenarnya artinya berbeda dengan agama (arti ad-din tidak sama dengan agama). Ad-Din artinya adalah “Patuh/Tunduk”. Sementara Agama berasal dari kata Sanskrit yang merupakan gabungan dari dua kata yaitu A dan Gama (”A” artinya : tidak, “Gama” artinya : kacau) yang artinya tidak kacau. Jadi dalam Dinul Islam, yang dituntut adalah Kepatuhan/Ketundukan terhadap ketentuan/hukum Islam (disebut dengan Syari’at Islam). Artinya ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk menjadi Muslim (beragama Islam), maka dia, mau tidak mau, rela tidak rela, suka atau tidak suka harus “Mematuhi” semua ketentuan yang ada dalam agama Islam (terlebih-lebih untuk masalah ibadah, apalagi ketika ketentuan itu berasal dari al-Qur’an dan Hadits Nabi yang shohih, setiap Muslim harus melaksanakannya tanpa perlu bertanya kenapa, dan tanpa beropini).

Didalam al-Qur’an surat al-Ma’idah ayat 3, Alloh SWT berfirman yang artinya : “Pada hari ini telah kusempurnakan nikmat Din-Ku bagi kalian, dan Aku hanya ridho Islam sebagai satu-satunya Din bagi kalian”.

Kemudian Rosululloh (nabi Muhammad SAW) pernah bersabda : “andai saat ini diturunkan oleh Alloh SWT nabi Musa AS ditengah-tengah umatku, maka kesesatan lah bagi barang siapa yang mengikutinya (maksudnya beriman dengan nabi Musa AS/mengikuti ajaran nabi Musa)”.

Timbul pertanyaan… apa kaitannya dengan memberikan ucapan selamat dalam memperingati hari raya agama lain? Maka firman Alloh SWT dan Hadits Nabi SAW tersebut di ataslah yang kemudian menjadi dasar/dalil diharamkannya memberikan ucapan selamat kepada Umat lain..

Kenapa? karena esensi dari memberikan ucapan selamat kepada Umat beragama lain adalah sama saja dengan mengakui bahwa Agama Lain (Kristen, Hindu maupun Budha) itu benar dan diakui/diridhoi (dilihat dari sisi pandang agama Islam). Artinya seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat kepada pemeluk agama lain dalam memperingati hari rayanya, disamping dia beriman kepada Alloh SWT dan Nabi-Nya dia juga mengakui bahwa agama lain juga benar (dalam hal ini Muslim tadi juga beriman/mengimani agama lain tersebut).

Artinya Muslim ini telah meremehkan ridho Alloh SWT yang hanya diperuntukkan bagi Din-Islam (sama saja dia telah mengingkari isi Qur’an surat al-Maidah ayat 3, dan telah beriman kepada Agama lain, sebagaimana digambarkan dalam hadits Nabi SAW tersebut. Jadi bukan hanya Badrul Tamam saja (2011 - VOA Islam) yang menyatakan bahwa “Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram sesuai dengan kesepakatan para ulama” . Akan tetapi itu adalah ketentuan Alloh yang tidak perlu lagi dilogikakan dengan akal.

Adapun mengenai umat beragama lain memberikan ucapan selamat kepada Umat Muslim, maka tidak mengapa bagi Umat Beragama Lain untuk memberikan ucapan Selamat kepada Umat Muslim dalam memperingati hari besar Din-Islam, dan itu tidak dianggap najis. Tidak janggal dan bukan maunya menang sendiri.

Akan tetapi apabila ada yang mengaitkan dengan hukum timbal balik (hukum sebab akibat dll), harus disampaikan disini bahwa hukum yang dijadikan dalil dalam menghujat hukum Dinul Islam adalah tidak relevan. Hukum tersebut tidak dapat diajukan dan dibandingkan dengan hukum Alloh SWT dalam Dinul Islam, sebagaimana ketika kita bertanya : “Kenapa Umat Hindu harus memberi sesaji kepada para Dewa-nya (yang artinya sama saja dengan memberi sodaqoh/makan kepada Tuhan, sementara seharusnya Tuhanlah yang memberi Rejeki kepada umat-Nya bukan sebaliknya. Dan nanti tentunya akan ada jawaban dari Umat Hindu terhadap pertanyaan ini yang tentunya bersumber dari Ajaran/Iman Hindu). Padahal Alloh SWT (Tuhan umat muslim) adalah maha pemberi Rizki (oleh karenanya dinamai juga dengan Ar-Rozak = yang Maha Memberi Rizki).“Lakum diinukum waliyadin (bagi kalian din kalian dan bagi kami din kami)”

Kami Umat Muslim tidak menuntut kepada Umat beragama Lain untuk memberikan ucapan selamat memperingati Hari Raya dalam Islam akan tetapi kalau Umat Agama Lain mau memberikan ucapan selamat kepada kami akan kami terima dengan senang hati, tapi tolong jangan tuntut kami memberikan ucapan yang sama, karena Syari’at Dinul Islam melarangnya.

Adapun hubungan pertemanan, hubungan bisnis, dan lain yang berkaitan dengan masalah dunia, maka tiada satu masalahpun diantara kita. Yang membedakan adalah “Iman kita”.

Wawlohu a’lam bishowab.

http://filsafat.kompasiana.com/2012/08/ ... gama-lain/

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Thu Sep 06, 2012 1:33 am
by Abu Riziek
@laurent
Saya simpulkan ya, Islam itu Nafas dan Jalan Kehidupan itu sendiri.
Islam mencakup IPOLEKSOSBUD (mengambil jargon orde baru dulu), bahkan lebih luas lagi karena mencakup akhirat juga.

Re: Dinuel Islam , Bukan Agama Islam

Posted: Thu Sep 06, 2012 6:15 am
by sundamurtat
Abu Riziek wrote:Saya simpulkan ya, Islam itu Nafas dan Jalan Kehidupan itu sendiri.
Islam mencakup IPOLEKSOSBUD (mengambil jargon orde baru dulu), bahkan lebih luas lagi karena mencakup akhirat juga.
Betul sekali, islam memang agama terlengkap di muka bumi, mencakup
IPolekSosBudHanKam

Ideologi
Negara harus berdasarkan syariah islam, di luar itu sesat
Politik
Ajak kerajaan kafir untuk masuk islam, kalau menolak.. artinya mereka menghalang-halangi dakwah, diserang aja..
Sosial
muslim adalah umat terbaik, status kafir hina di bawah muslim
Budaya
budaya selain Arab haram abis dan dianggap bidah serta sesat.. musik haram, ngelukis wajah haram, ga asik deh budayanya islam...
HanKam
muslim harus ibarat lebah, kalau diganggu sedikit serang rame2.. Biar ga ada kafir berani ganggu


Lengkap deh bumbu islam..