Pertama, jika Perpustakaan Alexandria telah dibakar habis di jaman Julius Caesar di tahun 48 SM, tentunya Perpustakaan yang sudah tidak ada tersebut tidak bisa dibakar lagi oleh Theodosius di tahun 391 M dan oleh Umar di tahun 642 M. Kemungkinan yang masuk akal adalah terjadi tiga kali pembakaran:
1. Pembakaran pertama dilakukan oleh Julius Caesar secara tak sengaja di tahun 48 SM. Banyak bagian Perpustakaan yang rusak, tapi ada yang tersisa. Perpustakaan itu kemudian dibangun lagi.
2. Pembakaran kedua dilakukan oleh Kaisar Theodosius di tahun 391 M, tapi tidak seluruh Perpustakaan hancur dan masih ada yang tersisa.
3. Pembakaran ketiga diperintahkan oleh Umar, Kalifah kedua Islam pada Amr ibn al 'Aas, di tahun 642 M.
Keterangan saya ditunjang pula oleh keterangan sejarah dari buku “The Library of Alexandria” oleh Roy MacLeod. Lihat keterangannya di bawah ini:
Kotak Biru pertama adalah Pembakaran Perpustakaan Alexandria ke II (391 M) oleh Kaisar Romawi Theodosius. Terjemahan kotak biru 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
----------------------------------------------------
Tidak jelas kerusakan yang diakibatkan pada Perpustakaan, atau apa yang masih tersisa dari Meseum, ketika Caracalla menyerang kota itu di abad ke 3 Masehi; tidak juga jelas berapa besar kerusakan yang disebabkan penjarahan yang diperintahkan Kaisar Theodosius dan Ketua Gereja Theopilus, yang membujuk para diktator untuk mengenyahkan gagasan2 dengan cara membakar buku, terutama buku2 Serapeion, di tahun 391 M. Tokoh terakhir terkenal yang berhubungan dengan Perpustakaan ini adalah Theon, ahli matematika, yang dikenal sebagai martir dari Hypatia, yang penelitian pribadinya tentang geometry dan musik membuatnya dituduh umat Kristen sebagai orang bid’ah. Sisa2 kejayaan Alexandria dan Perpustakaannya, jadi korban persaingan antara penguasa, dan penjajahan Arab di tahun 641 M. Di tahun itu, 20 tahun setelah Hijra, Amir Ibn al-As menguasai kota Alexandria. Dikatakan bahwa dia mendapatkan Perpustakaan tidak dalam kondisi yang sebelumnya. Tidak banyak karya2 tulis yang menarik minat orang2 Arab, seperti penelitian bidang optik dan astronomi, rumus2 matematika dan geografi. Tulisan2 lainnya adalah tentang para pendiri gereja, kitab2 suci, dan tak banyak dimengerti karena ditulis dalam bahasa Yunani. Kisah terkenal menyebutkan bahwa ketika ditanya apa yang harus dilakukan terhadap buku2 di Perpustakaan tersebut, Kalifah Umar mengirim jawaban:
Jika isi buku2 ini sesuai dengan buku Allah, kita tidak membutuhkannya, karena buku Allah sudah lebih dari cukup. Jika, di lain pihak, buku2 itu berisi hal yang tidak sesuai dengan buku Allah, maka buku2 itu tidak perlu disimpan. Lakukan segera dan hancurkan buku2 itu.
Buku2 lalu dikumpulkan dan dibagi-bagikan kepada tempat2 mandi umum, dan digunakan sebagai bahan bakar penghangat ruangan. Dikabarkan bahwa dibutuhkan waktu enam bulan untuk membakar semua buku tersebut. Hanya buku2 Aristoteles saja yang dikabarkan selamat.
----------------------------------------------------
Muslim Metheny menyangkal kuat2 dengan mengajukan berbagai teori dan artikel dari budayawan Barat. Yang perlu diperhatikan dengan adalah keterangan Pembakaran III Perpustakaan Alexandria oleh Kalifah Umar berasal dari pihak Muslim sendiri, seperti yang sudah diterangkan dengan jelas oleh Muslim Isya Yusuf (artikelnya sudah dicantumkan dan diterjemahkan oleh Jarum Kudus di atas): http://img18.imageshack.us/img18/1134/alexandrialib.jpg
1. Sejarawan Muslim Abdi Al-Latif dari Baghdad
2. Sejarawan Muslim Jamal ad-Din al-Qufti dari Aleppo.
Yang dilakukan sejarawan Kristen Koptik Gregory Bar Hebraeus (Abū'l-Faraj bin Hārūn al-Malaṭī) hanyalah mengutip keterangan dari pihak Arab sebelumnya saja. Kedua sejarawan Muslim ini menyebut ada orang bernama Yahya yang meminta Amir Ibn al-As tidak membakar Perpustakaan. Sejarawan dan ahli filosofi Islam seperti Abu Sulayman Al-Sijistani dan juga Ibn al-Matran, dan juga Ibn al-Nadim menyebut bahwa Yahya yang dimaksud Al-Latif dan Jaman al-Qufti adalah Yahya al-Nahwi. Lihat penjelasan mereka di buku “Philosophy in the Rennaissance of Islam: Abu Sulayman Al-Sijistani and His Circle” oleh Joel L. Kraemer, keluaran tahun 1904.
Lihat keterangan paragraf 1, nomer 11, di halaman 97 tersebut:
----------------------------------------------------
Abu Sulayman berkata: Yahya al-Nahwi (Yohanes Grammatikus, atau Philophonos) hidup di jaman Amir Ibn al-As. Amir mengunjungi Yahya al-Nahwi yang hidup di Alexandria. Dia belajar bersama Ammonius (putra Hermia), dan Ammonius belajar bersama Proklus. Yahya berkata bhwa ketika dia bertemu dengan Proklus, Proklus sudah sangat tua sehingga tak mungkin bisa belajar darinya.
----------------------------------------------------
Di paragraf keempat ditulis bahwa ada kesalahan di sini karena Philoponus itu lahir di tahun 484 dan tentunya tidak bisa bertemu dengan Proklus, yang telah mati di tahun 480 M. Philoponus juga tak mungkin bisa bertemu dengan Amir Ibn al-As, karena jika begitu, saat itu dia tentunya sudah berusia 156 tahun. Tapi memang benar bahwa dia belajar bersama Ammonius. Di paragraf kelima tertulis bahwa pertemuan antara Philoponus dengan Amir Ibn al-As ditulis juga dalam buku Fihrist (Fihrist, hal. 254-55). Menurut Ibn al-Nadim, penulis biografi Yahya al-Nahwi, Yahya adalah murid dari Severus (dari Antiokhia, tahun 540 M) dan bekerja sebagai bishop di salah satu gereja Mesir. Dia beraliran Yakobus dan tidak percaya Trinitas. Dia bertengkar dengan para bishop lainnya yang menuntutnya mencabut pernyataannya, tapi dia tidak mau sehingga dipecat. Dia hidup di Mesir sampai jaman penjajahan oleh Amir Ibn al-As, yang mengunjungi dan menghormatinya. Ibn al-Nadim mencatat bahwa di bagian keempat komentar atas bukunya Physica, Yahya memberi contoh “tahun kami 343 Koptik Dioklesia.”
Ibn al-Nadim bahwa terdapat selang waktu 300 tahun antara waktu dia hidup dan waktu Yahya al-Nahwi hidup, dan bahwa Yahya al-Nahwi (Philoponus) hidup di jaman Amir Ibn al-As.
Mengapa begitu banyak sejarawan Arab Muslim menulis bahwa Yahya al-Nahwi (Philoponus) hidup di jaman Amir Ibn al-As (642 M), padahal Yahya saat itu sudah mati 100 tahun lebih?
Rupanya terjadi kesalahan pencatatan nama dan tahun sejarah yang dilakukan para sejarawan Arab. Memang ada tokoh Kristen Koptik Yakobus Mesir lain yang bertemu dengan Amir Ibn al-As, dan namanya kebetulan sangat mirip dengan nama Yahya al-Nahwi. Silakan baca keterangan di halaman berikut:
Terjemahan sebagai berikut:
----------------------------------------------------
Kisah pertemuan antara Yahya al-Nahwi dengan Amir Ibn al-As muncul juga di berbagai sumber Arab setelah itu. Ibn al-Qifti mengutip pertemuan keduanya dan mengulang kisah terkenal tentang pembakaran Perpustakaan Alexandria. Menurutnya, Yahya al-Nahwi meminta Amir Ibn al-As untuk mempertahankan koleksi tulisan filosofi yang merupakan catatan penting bagi umat Kristen, dan sang Jendral menulis permintaan ini dalam sebuah surat yang dikirim pada Kalifah Umar, yang lalu menolak mempertahankan buku2 itu. (catatan kaki nomer 61: Ibn Al-Qifti, Ta’rikh al-hukama, hal. 354-356, Bar Hebraeus, Ta’rikh mukhtasar al-duwal, hal. 103.)Bagaimana asal-mula kesalahan terjadi? G. Furlani dan M. Meyerhof memperkirakan kisah yang menempatkan Yahya al-Nahwi di jaman penjajahan Arab bermula dari kesalahan tulis. Terdapat kesalahan dalam dalam buku bahasa Yunani Physica di bagian Komenter Philoponus yang menyebut tahun 333 era Dioklesia dan seharusnya ditulis tahun 233 (517 AD). Kesalahan ini jadi bertambah lagi saat buku diterjemahkan dalam bahasa Syria dan Arab yang menulis tahun 333 sebagai 343 (627 M). Meyerhof menambahkan bahwa pertemuan dengan Amir Ibn al-As tentunya ditulis karena kesalahan catatan tahun. Penjelasan ini kurang meyakinkan. Dalam penelitian biografi Yahya al-Nahwi, Pendeta Louis Cheikho menyatakan bahwa orang2 Arab mengira John Philoponus ini adalah Yakobus orang Mesir, seorang penulis yang hidup di jaman penjajahan Arab, dan orang ini dikenal pula dengan nama Yuhanna al-Naqwi atau al-Nakhwi, bishop dari Nakhu (Yunani: Nikiou/Latin: Niciu, Nichium). (catatan kaki nomer 63: L. Cheikho. “Yahya al-Nahwi, man huwa wa-matta kana?”, Al-Machirq, 16 (1913): 47-57.)
Nama Yuhanna al-Naqwi ini dibaca secara keliru menjadi “Yahya al-Nahwi.” Orang ini (Yuhanna al-Naqwi), adalah juga orang Mesir Kristen aliran Yakobus, dan dia dikira sebagai Philoponus (Yahya al-Nahwi), dan Yuhanna al-Naqwi hidup 40 tahun bersama orang2 Arab setelah terjadi penjajahan. Cheikho menyatakan bahwa Yuhanna al-Naqwi memang bertemu dengan Amir Ibn al-As dan penguasa2 Arab lainnya di satu pihak, dan juga masyarakat Koptik lokal di lain pihak. Teori ini kemungkinan bertambah dengan mengikutkan Amir Ibn al-As karena tercatat adanya diskusi antara Amir Ibn al-As dengan seorang pendeta Syria Monofisit yang bernama John (Yohannes, atau Yahya (dalam bahasa Arab).
-----------------------------
Nama Yuhanna atau Yohanes dikenal dalam bahasa Arab sebagai Yahya, sama seperti Paulus jadi Bulus (Arab), atau Abraham jadi Ibrahim (Arab), atau Yesus jadi Isa (Arab). Saya pikir penjelasan Cheikho ini masuk akal karena begitu banyak sejarawan Muslim kuno yang berulangkali menyebut adanya orang Kristen bernama Yahya yang bertemu dengan Amir Ibn al-As. Tapi Yahya yang dimaksud dalam pertemuan ini bukanlah Yahya al-Nahwi, yang sudah mati 100 tahun sebelum penjajahan Arab Islam di Mesir, melainkan adalah Yahya al-Naqwi, yang memang kenal dan hidup di jaman penjajahan Islam oleh Amir Ibn al-As. Dengan demikian sudah benar bahwa Umar memang memerintahkan Amir Ibn al-As melakukan pembakaran ketiga atas Perpustakaan Alexandria.