Tak Wajib Isi Kolom Agama

Gambar2 dan Berita2 kekejaman akibat dari pengaruh Islam baik terhadap sesama Muslim maupun Non-Muslim yang terjadi di Indonesia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Tak Wajib Isi Kolom Agama

Post by Laurent »

http://sp.beritasatu.com/home/tak-wajib ... gama/68768

Tak Wajib Isi Kolom Agama
Selasa, 11 November 2014 | 0:48
Kartu Tanda Penduduk (KTP). [Google]
Kartu Tanda Penduduk (KTP). [Google]
Pada dasarnya memeluk agama atau menganut kepercayaan tertentu adalah urusan pribadi setiap manusia dengan Tuhan. Sedangkan, negara berkewajiban memberikan pelayanan dan perlindungan kepada setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan yang dianutnya.

UUD 1945 secara jelas dan tegas menyebutkan dalam Pasal 29 UUD Ayat (2),”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Pasal 28E Ayat (2) UUD 1945 juga menyebutkan, ”Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”.

Meski tetap menjadi bahan perdebatan hingga kini, secara eksplisit UUD 1945 mengakui keberadaan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, di luar enam agama yang diakui negara, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Hanya saja, penghayat kepercayaan diperlakukan diskriminatif oleh pemerintah karena mereka tidak boleh mencantumkan kata “Kepercayaan” dalam kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP), sekaligus “dipaksa” memilih salah satu dari enam agama yang diakui negara untuk mengisi kolom agama dalam KTP.

Praktik yang telah berlangsung sejak pemerintahan Orde Lama hingga kini itu membuat penganut kepercayaan tak pernah menjalankan ibadah sesuai agama yang tercantum dalam KTP. Penghayat kepercayaan tetap ada di Indonesia karena mereka berkeyakinan enam agama yang diakui negara merupakan hasil impor yang berbeda dengan keyakinan asli masyarakat Indonesia.

Sebaliknya, penganut agama berpandangan aliran kepercayaan merupakan tahapan perjalanan spiritual manusia yang belum selesai dan masih hidup dalam alam animisme dan dinamisme. Perbedaan tersebut tak jarang membuat penghayat kepercayaan dikucilkan dari masyarakat, bahkan diteror dan menjadi sasaran anarkistis.

Hal tersebut juga tak lepas dari catatan sejarah pada 1960-an tentang kedekatan penghayat kepercayaan dengan kaum ateis dan komunis yang akhirnya menimbulkan trauma di kalangan Muslim Indonesia.

Seiring perkembangan zaman dan kesadaran terhadap hak asasi manusia (HAM) yang semakin meningkat, pemerintah mulai toleran kepada penghayat kepercayaan. Sejumlah peraturan perundangan, seperti UU 23/2006 yang diperbarui dengan UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan dan PP 37/2007 sebagai aturan pelaksananya, serta Peraturan Mendagri 12/2010 yang memungkinkan penghayat aliran kepercayaan mencatatkan dan melaporkan perkawinan mereka ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 43/41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, telah diterbitkan.

Dengan demikian, pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo tentang kemungkinan mengosongkan kolom agama di KTP bagi penghayat kepercayaan, bahkan berupaya menambahkan kata “Kepercayaan” pada kolom tersebut merupakan konsekuensi logis untuk menegakkan aturan yang sudah ada.

Bagi kita, kebijakan yang membolehkan penghayat kepercayaan mengosongkan kolom agama di KTP atau bahkan ke depan diperkenankan mengisinya dengan kata “Kepercayaan” tidak perlu diributkan dan menimbulkan polemik berkepanjangan karena masih ada sejumlah persoalan mendasar yang lebih penting untuk dibereskan.

Pertama, pemerintahan Jokowi-JK melalui Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, harus memastikan terjaminnya hak-hak kelompok pemeluk agama minoritas agar lebih leluasa beribadah. Hingga kini jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi belum menikmati kemerdekaan beribadat. Demikian juga dengan warga Syiah di Madura yang selalu mendapat tekanan dari warga setempat, serta kelompok Ahmadiyah di beberapa wilayah di Jawa Barat yang terus diteror dan menjadi korban aksi anarkistis.

Kedua, pemerintah harus memastikan setiap aparatur negara memberikan pelayanan yang sama kepada penghayat kepercayaan dalam hal administrasi kependudukan yang meliputi, antara lain pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama, dan perubahan status kewarganegaraan.

Ketiga, aparat Kepolisian dan Kejaksaan harus berani bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok intoleran di Tanah Air. Bila mereka mengganggu, menghalang-halangi, mengintimidasi, dan bertindak anarkistis terhadap kelompok minoritas, hendaknya langsung ditangkap dan diproses hingga ke pengadilan.

Keempat, kita mendesak pemerintah dan DPR segera menyelesaikan pembahasan RUU Perlindungan Beragama agar semua pemeluk agama dan penghayat kepercayaan bisa melaksanakan ibadah atau menjalankan ritualnya tanpa rasa takut. ***
Mirror: Tak Wajib Isi Kolom Agama
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply