Page 1 of 1

Isi Kuliah Agama, Yudi Latif Sampaikan Tujuan Bernegara

Posted: Sat Nov 08, 2014 9:56 am
by Laurent
Isi Kuliah Agama, Yudi Latif Sampaikan Tujuan Bernegara
Jakarta, ICRP - “Coba tuliskan satu kata yang ada dalam benak anda!” perintah Yudi Latif saat mengawali perkuliahan agama di Universitas Pembangunan Jaya, Bintaro, Tangerang Selatan, Selasa (4/11/2014).
Salah satu dari mahasiswi kemudian menuliskan kata “BUNGA” di papan tulis. Kemudian Yudi Latif meminta seluruh mahasiswa memperhatikan. Bahwa kata “BUNGA” merupakan gabungan dari karakter-karakter yang berbeda. Karakter tersebut adalah huruf-huruf yang bergabung dan menyusun menjadi sebuah kata BUNGA. Masing-masing karakter mempunyai keunikan dan kekhasan sendiri-sendiri, tegasnya.
“Setiap karakter itu harus bergabung. Tidak bisa berdiri sendiri atau dipisahkan” ungkap Yudi Latif. Kata BUNGA tersebut tidak sempurna jika salah satu hurufnya dibuang. “Seperti itulah Indonesia!” tegasnya.
“Bangsa Indonesia ini bangsa yang sangat beragam. Terdiri dari banyak karakter yang kemudian menjadi satu dalam bingkai Indonesia” tutur Ketua Pusat Kajian Pancasila Universitas Pancasila ini.
“Lantas, kenapa harus bernegara?” kembali Yudi bertanya kepada mahasiswa-mahasiswi.
Beberapa di antaranya menjawab “aman”, “adil”, “tertib”, dll.
Memang itu semua adalah tujuan bernegara. Dan jika disimpulkan semuanya tujuan bernegara adalah menciptakan kebahagiaan warga negara. Dan untuk menciptakan kebahagiaan itu, maka diperlukan keamanan, keadilan, ketertiban, dll. Sesuai dengan pembukaan UUD 1945, minimal itu ada 3 keselamatan dasar yang harus dilindungi yakni hak hidup, hak milik, dan kehormatan, tegasnya.
Lahirnya Negara Indonesia
Sejak bangsa ini dirumuskan kemerdekaannya oleh para pendiri bangsa, Yudi memaparkan, sudah memenuhi aspek-aspek keberagaman dan keterwakilan. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebagai lembaga resmi yang dipersiapkan untuk proses kemerdekaan dibentuk dengan 68 anggota yang mewakili semua golongan dan lapisan masyarakat. Ada yang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, Aliran Kepercayaan, keterwakilan laki-laki dan perempuan, etnis, dll.
Menurut Yudi Latif, di dunia ini hanya Indonesia, satu-satunya negara yang pembuat dasar negaranya terdiri dari berbagai macam keterwakilan suku bangsa. Bahkan ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat adalah penghayat kepercayaan. Jadi, semuanya terwakili.
Hal ini membuktikan bahwa sejak awal terbentuknya Indonesia, perbedaan tidak menjadi ancaman bagi bangsa dan negara. Begitu juga dengan konstitusi yang sudah terbentuk. Dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan “(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” ini menandaskan bahwa semua warga negara di Indonesia mempunyai hak yang dijamin oleh konstitusi untuk menganut dan menjalankan ibadahnya masing-masing. Dengan demikian maka, tindakan pelarangan melaksanakan ibadah dan pemaksaan untuk menganut kepercayaan tertentu merupakan tindakan yang inkonstitusional.
Persoalan Kebangsaan
Jika BPUPKI sudah mengajarkan damainya perbedaan, serta konstitusi sudah menjamin kebebasan beragama dan beribadah, lantas kenapa eskalasi kekerasan karena perbedaan keyakinan dan identitas semakin tinggi?
Yudi menuturkan sebuah kisah, bahwa pada zaman Majapahit, Kitab Soetasoma karangan Empu Tantular mengajukan sebuah pertanyaan. “Mungkinkah kerajaan majapahit yang terdiri dari berbagai agama hidup rukun dalam satu kerajaan?” lantas seorang fundamental menjawab “tidak mungkin, kan kita berbeda agama.” Lalu Soetasoma menjawab “kenapa kita hanya mementing perbedaan kulit luarnya saja, bukankah kalau kita menyelami lebih dalam lautan spiritualitas agama-agama intinya adalah sama yakni kebaikan, berbeda-beda namun satu tujuan, bhineka tunggal ika.”
Semua ajaran agama dan etika dipertemukan dengan kaidah emas (golden rule). Begini bunyinya “jangan berbuat sesuatu kepada orang yang engkau sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu” atau dalam kalimat lain “cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri”
Hal yang senada diungkapkan oleh Candradimuka dalam kisah kerajaan Buddha, barang siapa menghina agama lain maka dia menghina agamanya sendiri.
Jadi, jika masih terjadi kekerasan yang mengatasnamakan agama maka bisa dipastikan pelakunya tidak memahami ajaran agamanya.

http://icrp-online.org/2014/11/07/isi-k ... bernegara/
Mirror: Isi Kuliah Agama, Yudi Latif Sampaikan Tujuan Bernegara
Follow Twitter: @ZwaraKafir