Page 1 of 1

JAWA TENGAH : 43 Aliran Kepercayaan Hilang Karena Ulah Islam

Posted: Tue Nov 06, 2012 6:13 pm
by Laurent
Rabu, 26 September 2012 | 03:04 WIB
43 Aliran Kepercayaan di Jawa Tengah Hilang
Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Semarang--Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang menyatakan sudah ada 43 aliran kepercayaan dan kelompok penghayat di Jawa Tengah yang saat ini sudah hilang. "Mereka hilang akibat mati tidak ada penerusnya tapi ada pula yang hilang karena dilarang kelompok tertentu dan pemerintah," kata Direktur eLSA Semarang Tedi Kholiluddin kepada Tempo di Semarang, Selasa 25 September 2012.

Tedi menyatakan aliran kepercayaan yang hilang itu tersebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, di antaranya Klaten sebanyak 11 kelompok, Semarang (7), Slawi (6), Wonosobo (5), Surakarta (4), Wonogiri (4), serta Kudus (3).

Di Semarang, misalnya, aliran kepercayaan dan kelompok penghayat yang sudah hilang di antaranya: Kawruh Kodratullah, Gaibing Pangeran, Agama Islam Alim Adil, Children of God, Darul Hadist, Inkarussunnah, Agama Jowo Sanyoto, dan Satrio Sejati.

Meski sudah banyak yang bubar, tapi jumlah aliran kepercayaan di Jawa Tengah masih mencapai 296 aliran kepercayaan. Ratusan aliran kepercayaan tersebut yang secara resmi terdaftar di Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Jawa Tengah. Kota Semarang memiliki kelompok aliran kepercayaan paling banyak, yakni ada 24 kelompok, Blora ada 19, Solo 16, dan Cilacap 16. "Rata-rata semuanya masih aktif," kata Tedi.

Tedi menyatakan jumlah aliran kepercayaan itu hanya yang terdaftar. Tedi memperkirakan jumlah aliran kepercayaan di Jawa Tengah akan lebih banyak lagi yang tidak terdaftar.

Tedi menyatakan aliran kepercayaan itu mati ada beberapa sebab. Misalnya: regenerasi di aliran kepercayaan bersangkutan tidak jalan. Anak-anak muda gak terlalu tertarik dengan ajaran-ajaran leluhur mereka karena interaksi dengan dunia luar. Ada pula faktor pemerintah yang membubarkan mereka karena desakan kelompok tertentu yang belum bisa menerima eksistensi kelompok penghayat.

Kata Tedi, biasanya pemerintah ditekan kelompok agama tertentu untuk melarang aliran kepercayaan. "Alasannya dianggap menyimpang atau sesat," kata Tedi. Sebab, kata Tedi, ada orang beragama yang memiliki pandangan bahwa kepercayaan itu bukan termasuk agama.

Padahal, kata Tedi, dalam perspektif kehidupan keberagamaan satu kelompok dengan kelompok lain harus saling menghargai dan tidak bisa menuduh kelompok lain menyebut sesat.

Dalam catatan eLSA, penghilangan aliran kepercayaan itu tak hanya terjadi beberapa tahun lalu. Tahun 2012 ini juga ada beberapa peristiwa bernuansa agama yang melibatkan kelompok aliran kepercayaan, di antaranya: vonis empat tahun penjara terhadap pemimpin aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Klaten, Andreas Guntur; penolakan pembangunan Sanggar Sapto Darmo di Rembang, pembongkaran Sanggar Aliran Ngesthi Kasampurnan di Sumowono Kabupaten Semarang; serta pembubaran Aliran Sheh Abas Maulana Malik Ibrahim di Temanggung pada Maret lalu.

Menurut Tedi, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar aliran kepercayaan di Jawa Tengah bisa tetap eksi. "Memperteguh eksistensinya secara konstitusional karena mereka juga harus dilindungi," kata Tedi. Selain itu, tambah Tedi, aliran kepercayaan yang merasa tidak berakar dari agama tertentu harus punya ketegasan untuk mengakui bahwa ajaran mereka tidak bersumber dari ajaran tertentu sehingga kolom agama di kartu tanda penduduk bisa dikosongkan.

Salah satu penganut Sedulur Sikep di Pati, Gunretno menyatakan sedikit demi sedikit arus globalisasi dan kapitalisme memang terus menggerogoti nilai-nilai lokalitas yang dianut aliran kepercayaan. Ia mencontohkan sikap gotong royong antar warga kini sudah mulai menjadi barang mahal.

Gunretno menyatakan pihaknya memang tak begitu membutuhkan pengakuan dari pemerintah. Kata dia, yang terpenting ada bukti perilaku di lapangan dalam menjalankan nilai-nilai aliran kepercayaan.

"Tak hanya soal tertulis dan terdaftar. Yang lebih penting adalah dibuktikan. Misalnya jika pemerintah juga harus memberikan pelayanan tanpa ada pembedaan," kata Gunretno. Salah satu cara untuk menguri-uri aliran kepercayaan, kata Gunretno, adalah jangan melupakan perintah dan arahan dari para orang tuanya.

ROFIUDDIN

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/2 ... gah-Hilang

Re: JAWA TENGAH : 43 Aliran Kepercayaan Hilang Karena Ulah I

Posted: Sat Nov 10, 2012 5:39 pm
by Laurent
itu karena ulah pemerintah yang hanya mengakui 6 agama impor aja. ali5196, rasanya perlu dibikin khusus tread mengenai penghancuran agama2 asli indonesia seperti kejawen, parmalim, kaharingan, dll oleh islam selain penghancuran gereja.

Re: JAWA TENGAH : 43 Aliran Kepercayaan Hilang Karena Ulah I

Posted: Sat Nov 10, 2012 6:42 pm
by sodrun
Laurent wrote:itu karena ulah pemerintah yang hanya mengakui 6 agama impor aja. ali5196, rasanya perlu dibikin khusus tread mengenai penghancuran agama2 asli indonesia seperti kejawen, parmalim, kaharingan, dll oleh islam selain penghancuran gereja.
Pembatasan pemerintah dengan mengakui 6 agama saja memang keterlaluan !
Mestinya setiap aliran kepercayaan cukup didaftar dan diawasi pelaksanaannya. Kalau memang dalam ritual-ritual mereka ada penyimpangan, misalnya : penggunaan narkoba, sex bebas, pengorbanan manusia atau semacamnya baru diambil tindakan sesuai hukum yang berlaku.
Selama ritual ataupun pelaksanaan ibadah yang dilakukan tidak bertentangan dengan hukum saya kira tidak perlu dibatasi.
Mau nyembah patung, mau nyembah batu.. itu kan urusan mereka sendiri ! :green:

Demikian pula dengan pendirian tempat ibadah, saya kira tidak perlu ada pembatasan dengan dukungan sekian puluh warga ataupun sekian ratus anggota !
Yang penting pendirian tempat ibadah itu tidak mengganggu lingkungan,.. misalnya mendirikan gereja dengan peralatan musik dan sound system yang memekakkan telinga dan mengakibatkan polusi suara berlebihan di lingkungan tentunya perlu diperhatikan !
(Itu termasuk penggunaan TOA lho ! :green: )

Re: JAWA TENGAH : 43 Aliran Kepercayaan Hilang Karena Ulah I

Posted: Wed Nov 14, 2012 8:33 pm
by Laurent
http://www.beritajatim.com/detailnews.p ... ai_Menurun

Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME Mulai Menurun

Rabu, 14 November 2012 06:53:03 WIB Reporter : Oryza A. Wirawan

Jember (beritajatim.com) - Jumlah pegiat organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mulai mengalami penurunan. Sebagian karena tak ada regenerasi.

Pemerintah mencatat, saat ini ada 238 organisasi yang tersebar di Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Riau.

Jateng memiliki organisasi penghayat kepercayaan terbanyak, yakni 59 organisasi, diikuti Jatim 57 organisasi dan DIJ 31 organisasi. Di Jatim, organisasi ini tersebar di 11 kabupaten dan empat kota, salah satunya di Kabupaten Jember.

"Di Jember cukup banyak, terutama di wilayah selatan," kata Sjamsul Hadi, Kepala Sub Direktorat Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di sela-sela acara sosialisasi peraturan perundangan tentang kepercayaan, adat, dan tradisi, di Hotel Panorama, Kabupaten Jember, Jawa Timur, 13-15 November 2012.

"Mereka tetap eksis. Namun sudah tidak ada lagi pembentukan organisasi baru. Sudah ada mulai penurunan (pegiat). Ada satu organisasi yang punya anggota cuma 6 orang. Ada yang organisasi bercabang-cabang antar-provinsi seperti Sapto Darmo. Ada yang beranggotakan hanya beberapa orang, terkikis karena meninggal," kata Sjamsul.

Pemerintah menegaskan, negara tidak menerapkan diskriminasi dalam pelayanan terhadap penghayat kepercayaan ini. "Pemerintah menjalankan amanat pasal 33 Undang-Undang Dasar. Karena kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di sila Pancasila dan UUD tertuang, kewajiban pemerintah untuk melindungi. Biarlah dia lestari dan bisa simultan dengan kemajuan zaman, dan tidak meninggalkan nilai keaslian," kata Sjamsul. [wir]