SOLO : Pertunjukan Wayang Dibubarkan !!!!
Posted: Wed Jun 01, 2011 6:43 pm
Tak Suka Isi Cerita, Ormas Bubarkan Pertunjukan Wayang
Pertunjukan Wayang Kampung Sebelah dibubarkan oleh sebuah organisasi Islam di Solo. Sikap menghormati perbedaan pendapat semakin tergerus.
* Fajar Sodiq / Rosmi Julitasari
* 28 Mei 2011 - 14:51 WIB
VHRmedia, Surakarta – Puluhan anggota sebuah organisasi Islam di Solo menghentikan pertunjukan wayang yang digelar Wayang Kampung Sebelah (WKS) di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo hari Jumat (27/5) malam.
Pengetahuan yang sepenggal-sepenggal mengenai cerita yang disuguhkan Ki Jlitheng Suparman dianggap sebagai penyebab penghentian lakon wayang bertajuk “Yang Atas Mengganas, Yang Bawah Beringas” ini.
“Saya sangat kecewa. Setiap pentas, Wayang Kampung Sebelah selalu menyelipkan pesan kerukunan kepada masyarakat, mengajak kembali ke ajaran Pancasila dan UUD ’45,” kata Ki Jlitheng.
Ki Jlitheng menduga, organisasi Islam tersebut menghentikan pertunjukan wayang ini karena ada adegan mabuk-mabukan di masyarakat. Padahal, pesan cerita baru akan terungkap ketika lakon wayang ini selesai. “Kami bukan mendukung (budaya mabuk-mabukan itu), tapi itu memang kenyataan,” tambah Ki Jlitheng.
Saat mendapat informasi bahwa pagelaran wayang ini akan dihentikan oleh organisasi Islam, Ki Jlitheng memilih untuk menghentikannya. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kekerasan. “Mereka mengancam, masalahnya,” kata Ki Jlitheng.
Ketua panitia pertunjukan, Joko Kristiyanto, menyatakan sempat dipanggil perwakilan organisasi Islam ke sebuah masjid di dekat tempat pertunjukan. Para perwakilan organisasi tersebut mengaku keberatan dan terganggu dengan pagelaran wayang itu, dan meminta Joko untuk menghentikannya. “Mereka mengancam akan membubarkan jika pentas itu tidak dihentikan,” kata Joko.
Joko mengaku tidak mengetahui dengan jelas identitas organisasi Islam yang memanggilnya.
Wayang Kampung Sebelah adalah salah satu jenis eksplorasi wayang kulit. Lakon wayang ini tidak hanya menggunakan karakter dari Ramayana dan Mahabarata, tetapi juga tokoh masyarakat, termasuk mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (E3)
Foto: VHRmedia/ Fajar Sodiq
http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=2781
Pertunjukan Wayang Kampung Sebelah dibubarkan oleh sebuah organisasi Islam di Solo. Sikap menghormati perbedaan pendapat semakin tergerus.
* Fajar Sodiq / Rosmi Julitasari
* 28 Mei 2011 - 14:51 WIB
VHRmedia, Surakarta – Puluhan anggota sebuah organisasi Islam di Solo menghentikan pertunjukan wayang yang digelar Wayang Kampung Sebelah (WKS) di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo hari Jumat (27/5) malam.
Pengetahuan yang sepenggal-sepenggal mengenai cerita yang disuguhkan Ki Jlitheng Suparman dianggap sebagai penyebab penghentian lakon wayang bertajuk “Yang Atas Mengganas, Yang Bawah Beringas” ini.
“Saya sangat kecewa. Setiap pentas, Wayang Kampung Sebelah selalu menyelipkan pesan kerukunan kepada masyarakat, mengajak kembali ke ajaran Pancasila dan UUD ’45,” kata Ki Jlitheng.
Ki Jlitheng menduga, organisasi Islam tersebut menghentikan pertunjukan wayang ini karena ada adegan mabuk-mabukan di masyarakat. Padahal, pesan cerita baru akan terungkap ketika lakon wayang ini selesai. “Kami bukan mendukung (budaya mabuk-mabukan itu), tapi itu memang kenyataan,” tambah Ki Jlitheng.
Saat mendapat informasi bahwa pagelaran wayang ini akan dihentikan oleh organisasi Islam, Ki Jlitheng memilih untuk menghentikannya. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kekerasan. “Mereka mengancam, masalahnya,” kata Ki Jlitheng.
Ketua panitia pertunjukan, Joko Kristiyanto, menyatakan sempat dipanggil perwakilan organisasi Islam ke sebuah masjid di dekat tempat pertunjukan. Para perwakilan organisasi tersebut mengaku keberatan dan terganggu dengan pagelaran wayang itu, dan meminta Joko untuk menghentikannya. “Mereka mengancam akan membubarkan jika pentas itu tidak dihentikan,” kata Joko.
Joko mengaku tidak mengetahui dengan jelas identitas organisasi Islam yang memanggilnya.
Wayang Kampung Sebelah adalah salah satu jenis eksplorasi wayang kulit. Lakon wayang ini tidak hanya menggunakan karakter dari Ramayana dan Mahabarata, tetapi juga tokoh masyarakat, termasuk mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (E3)
Foto: VHRmedia/ Fajar Sodiq
http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=2781