17.000 Senpi Ilegal Beredar
Posted in Berita Utama by Redaksi on Agustus 25th, 2010
Jakarta (SIB)
Polri diminta mewaspadai banyaknya senjata api (senpi) ilegal yang dimiliki masyarakat. Saat ini, diperkirakan sekitar 17.000 pucuk senpi ilegal dari berbagai jenis dimiliki masyarakat. Kondisi itu sangat berpotensi menjadi pemicu aksi perampokan bersenjata yang saat ini semakin merisaukan masyarakat.
“Kami memiliki data terkait kepemilikan sekitar 17.000 pucuk senpi ilegal yang kini di tangan warga sipil. Senjata mematikan tersebut sebenarnya legal, namun karena tidak didaftarkan oleh pemiliknya, menjadi ilegal,” ungkap Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, di Jakarta, Selasa (24/8), terkait dengan maraknya perampokan bersenjata.
Dia mendesak Polri untuk mengusut kepemilikan senjata-senjata ilegal tersebut, dan secepatnya menarik dari pemiliknya.
“Ironisnya, polisi tidak melakukan ini secara maksimal. Ini sangat berpotensi disalahgunakan untuk kejahatan,” jelasnya.
Dia juga mensinyalir, selain motif ekonomi, aksi kejahatan bersenjata tersebut juga bermuatan politis. Jika dibiarkan berlarut-larut, bisa
melahirkan citra Indonesia sebagai negara bar-bar, di mana hukum tidak berdaya, sehingga mengancam investasi. “Jika ini terjadi, tentu kampanye negatif buat pemerintah,” katanya.
Tetapi, menurutnya, perampokan tersebut lebih terkait masa Ramadan, ditambah himpitan ekonomi para pelaku. “Ini semestinya mendapat prioritas pengamanan, tetapi sebaliknya tidak maksimal dilaksanakan Kepolisian setempat,” ujar Neta.
Terkait hal itu, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi menjelaskan, sebagian besar kawanan perampok yang marak beroperasi di sejumlah kota di Indonesia diduga menggunakan senjata api rakitan atau produk home industry. Indikasi itu diperoleh dari beberapa pengungkapan kasus perampokan, seperti di Jakarta, serta pengungkapan pabrik senjata api tiruan di Palembang dan Bandung.
Bareskrim juga merilis
tiga faktor ancaman aksi perampokan menggunakan senjata api, yakni memanfaatkan momentum puasa dan Lebaran, lemahnya kewaspadaan lingkungan masyarakat, dan kelambanan menindaklanjuti laporan kejahatan.
Faktor Ekonomi
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Kriminologi UI, Mustofa menganalisis, maraknya perampokan bersenjata akhir-akhir ini, murni akibat beratnya tekanan ekonomi, apalagi menjelang Idul Fitri. Kondisi tersebut semakin merisaukan karena kewaspadaan masyarakat dan aparat keamanan melemah.
Dia tidak sependapat dengan dugaan adanya motif politik di balik aksi kejahatan tersebut.
“Kecurigaan bahwa maraknya perampokan bersenjata untuk menyudutkan Polri, terutama pimpinan Polri, atau muatan politis lainnya, itu tidak berdasar. Pasalnya, kinerja Polri sudah teruji berhasil, antara lain menumpas teroris,” ujarnya.
Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR (membidang keamanan) Gayus Lumbuun menilai, selain faktor tekanan ekonomi, maraknya perampokan juga tak lepas dari
lemahnya pendeteksian terhadap kepemilikan senjata api ilegal oleh warga sipil. “Kondisi itu diperparah lemahnya penegakan hukum dan keadilan,” jelasnya.
Selain itu, politisi dari PDI-P itu meminta pemerintah untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang semakin membebani masyarakat.
Sedangkan, anggota Komisi I DPR Saan Mustofa menilai, apa yang terjadi sekarang ini memperlihatkan gejala sebagai kejahatan terbuka, karena sudah tidak menghiraukan lagi keberadaan pengaman negara. Secara otomatis rasa aman, berubah menjadi ancaman, baik fisik maupun psikis.
“Yang perlu dilakukan adalah menginvestigasi mengapa kejahatan vulgar yang dilakukan secara massal dan menggunakan senjata api bisa terjadi,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR dari FPPP Achmad Yani meminta aparat keamanan untuk menata ulang kepemilikan senjata api di luar senjata organik yang digunakan anggota TNI/Polri aktif. Selain itu, aparat juga diminta menghentikan untuk sementara penjualan dan pemberian izin kepemilikan senjata api kepada warga sipil.
“Pemerintah harus menarik semua senjata api yang dikuasai sipil, siapa pun dia, termasuk purnawirawan TNI dan Polri, dan melakukan moratorium penjualan. Selanjutnya ditata ulang, agar distribusinya dapat terpantau dengan ketat,” ujarnya.
Kian Marak
Sementara itu, aksi perampokan bersenjata semakin marak. Sepanjang Senin (23/8), sejumlah perampokan terjadi di beberapa daerah. Di Aceh, enam pria bersenjata pistol merampok sebuah rumah mewah milik Nyonya Mawar (50) di Desa Ateuk Jawoe, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Para perampok mengikat pemilik rumah, dan mengambil 180 gram emas murni, laptop, dan kartu ATM. Bahkan sebuah mobil Toyota Kijang kapsul milik salesmen yang parkir di depan rumah korban juga dibawa kabur.
Selain di Aceh, perampokan juga terjadi di Cirebon, Senin siang. Aksi kriminal yang berlangsung di Jalang Pengampon Lemah Wungkuk, Kota Cirebon itu, menimpa dua karyawan SPBU yang hendak menyetorkan uang ke Bank Mandiri. Perampok berhasil merampas tas berisi uang Rp 366 juta, yang dibawa korban, masing-masing Hakianto (60) dan Nasari (40) dengan menggunakan minibus.
Perampokan juga menimpa pasangan suami istri di Denpasar, Bali. Korban, I Ketut Suardaya dan istrinya Gusti Ayu Astini, baru saja mengambil uang senilai Rp 75 juta dari BRI. Namun, perampok hanya berhasil mengambil tas, yang hanya berisi uang Rp 500.000 dan sebuah ponsel.
DAN 6.000 SENJATA API PUN DITARIK
Aksi perampokan menggunakan senjata api masih marak. Perampokan di CIMB Niaga di Medan, Sumatera Uara (Sumut) membuat jajaran Polda Metro Jaya kelabakan. Langkah siaga pun dilakukan, terutama menghadapi Lebaran.
Ya, siaga! Setidaknya itulah pernyataan yang diungkapkan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Boy Rafli Amar kepada SH, Senin (23/8). Juru Bicara Polda Metro Jaya ini, bersama Kepala Biro Bina Mitra, Kombes Erwin Usman mendatangi Mapolres Metro Bekasi dan Polres Metro Bekasi Kabupaten sebagai anggota tim supervisi bersama para Perwira Menengah (Pamen) di Polda Metro Jaya.
Perampokan bersenjata api terutama di Bekasi dua hari terakhir ini masih menunjukkan peningkatan dan mengindikasikan bahwa banyak beredar senjata api di masyarakat.
Terkait peredaran senjata api, Kombes Boy Rafli Amar mengungkapkan, saat ini, terutama di wilayah Polda Metro Jaya, tidak ada lagi pemberian izin kepada warga sipil untuk memiliki senjata api. Itu sudah dilakukan sejak tahun 2006.
Bagi anggota masyarakat sipil yang pernah memiliki senjata api, izin kepemilikannya tidak diperpanjang lagi. Sejak 2005 lalu hingga saat ini, kata Boy, pihaknya telah menarik sekitar 6.000 pucuk senjata api berbagai jenis dari warga sipil yang pernah memilikinya. Hal itu dilakukan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan senjata api di masyarakat.
Pengetatan pemberian senjata api itu juga dilakukan di internal kepolisian. Ini demi meningkatkan disiplin. Dan anggota yang izin senjata apinya sudah mati, harus diperpanjang. Tentu anggota polisi yang akan memiliki senjata api harus memenuhi persyaratan. Kemudian, salah satu persyaratan memiliki senjata api tidak boleh dipindahtangankan kepada siapa pun.
Terkait penggunaan senjata api oleh para pelaku kejahatan di wilayah hukum Polres Metro Bekasi dan Polres Metro Bekasi Kabupaten, telah sering terjadi aksi kejahatan yang sudah dalam tahap meresahkan masyarakat. Para pelaku kejahatan berpistol, tidak hanya melakukan aksinya malam hari. Bahkan, siang hari dan di tempat yang ramai pun sudah berulangkali terjadi aksi penjahat berpistol.
SENJATA RAKITAN
SH mencatat adanya penggunaan senjata api oleh kawanan penjahat, terakhir, Minggu (22/8). Saat itu terjadi aksi perampokan di sebuah warung internet (warnet) di Kompleks Perumahan Wismajaya, Kecamatan Bekasi Timur. Pelaku perampokan yang berjumlah enam orang ini menggunakan senjata api. Senjata api jenis pistol itu ditodongkan kepada penjaga warnet hingga dua sepeda motor berhasil dibawa kabur kawanan penjahat berpistol ini. (SH/SP/c)
http://hariansib.com/?p=137536