http://www.wawasandigital.com/index.php ... &Itemid=48
Senin, 28 Januari 2008
Dari pertemuan walikota dan wartawan
Kasus tanah HGU Argomulyo murni hukum
SALATIGA - Banyak persoalan yang dibeberkan Wali-kota John M Manpoppo SH dalam pertemuan dengan wartawan sekitar empat jam di RM Mina KencanaII, Bener Tengaran, Kabupaten semarang, Sabtu (26/1).
John yang didampingi sejumlah kepala dinas dan kabag, serta kepala kantor itu, antara lain membeberkan masalah tanah eks HGU Aromulyo atau sering disebut tanah Salip Putih yang kini dimasalahkan Yayasan Universitas Islam Salatiga (YUIS). Termasuk masalah sekda, pansus proyek dan investasi.
Soal tanah eks HGU Argomulyo, kata John, saat ini telah dibentuk tim yang dipimpin Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng untuk menyelesaikan dan mengkaji permohonan YUIS. Namun John mengatakan, tanah tersebut bukan tanah negara, tetapi tanah peninggalan warga negera Belanda.
Sejarah dari tanah seluas 98 Ha itu, tambah John, semula dibeli oleh warga negara Belanda saat terjadi bencana Gunung Kelud meletus. Banyak penduduk sekitar Gunung Kelud pada saat itu menjadi korban sehingga kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan.
Lalu, kata John, oleh orang Belanda tersebut, para korban mereka kemudian ditampung di tanah yang dibeli itu. Mereka diberikan keterampilan dan pelatihan pertanian.
’’Selama dalam pembinaan, warga lereng Gunung Kelud itu sebagian ada yang kembali ke daerahnya ada yang masih bertahan di Argomulyo.
Pada saat warga Belanda tersebut meninggalkan Indonesia, tanah diserahkan pada para tokoh nasrani untuk dikelola, dan berdirilah Yayasan Salip Putih (YSP). Di atas tanah itu lalu berdiri panti jompo, gereja dan sebagai kecil perkampungan penduduk yang mengolah tanah tersebut,’’ jelas John.
Dalam perkembangannya, tambah John, sesuai UU Pertanahan, yayasan keagamaan dilarang menguasai tanah lebih dari 20 ha. Sehingga akhirnya dibentuk PT Rumekso Mekaring Sabdo (RMS) yang bergerak di bidang pertanahan, perkebunan dan peternakan sapi, dan dalam perjalanan waktu keluar izin HGU atas nama PT RMS.
’’Desember 2007, izin HGU atas nama PT RMS selama 30 tahun habis. Sebelumnya ada dua permohonan untuk mengelola tanah itu, yakni dari YUIS dan PT RMS sendiri. Tahun 2006 saya diminta almarhum Pak Totok Mintarto (Walikota) untuk meneken permohonan PT RMS untuk kembali mengelola tanah di Argomulyo,’’ katanya.
Menurut John, pihaknya menandatangani permohonan tersebut setelah melalui berbagai pertimbangan dari stafnya. ’’Jadi bukan karena saya dari komunitas mereka, lalu menyetujui permohonan itu. Tapi ini semua karena permintaan Pak H Totok (alm),’’ papar John.
Wewenang BPN
Ia menjelaskan, persoalan hak atas tanah menjadi wewenang BPN, sedangkan pemanfaatannya diatur Departemen Pertanian dan Perkebunan. Selaku walikota, pihaknya sangat mendukung peningkatan sektor pendidikan.
’’Tetapi nama Universitas Islam Salatiga belum ada, baru kepengurusannya saja. Tidak gampang mendirikan universitas, harus melalui tahapan yang panjang, seperti Akademi Manajemen dan Akutansi (AMA) yang berdiri sudah 20 tahun, kini baru meningkat menjadi sekolah tinggi,’’ ucapnya.
Lebih lanjut John menyatakan bahwa polemik tanah hak guna usaha (HGU) Salib Putih yang haknya dikuasai oleh PT RMS murni masalah hukum, bukan terkait agama.
’’Masalah tanah tersebut murni masalah hukum tidak ada masalah agama. Tanah itu untuk perkebunan, pertanian, bukan untuk didirikan bangunan,’’ tegas John.