Kartini Letters

Seluk beluk ttg hak/kewajiban wanita, pernikahan, waris, bentuk2 pelecehan hak2 wanita dlm Islam dll.
Post Reply
MuridMurtad
Posts: 1081
Joined: Fri Sep 30, 2005 1:49 pm

Kartini Letters

Post by MuridMurtad »

Kartini’s Letters to Stella Zeehandelaar

Concerning the teachings of Islam, I cannot speak with you.
The Islamic religion forbids its adherents to talk about it followers of other religions.
And truly I hold to the Islamic religion because my ancestors held that religion.
How can I love my religion, if I do not know it? Am I not allowed to be acquainted with it?
The Qur'an is too holy to be translated into any other language.
There is no one here who knows Arabic. People here are taught the Qur'an, but they don't understand what they read.
I consider that a crazy effort, to teach other to read without teaching the meaning of what they read.
------------------------------------------------------------------
Islamic teaching permits men to be married with four women at the same time.
Although this thing may not, in a thousand cases, be called a sin according to the law and teaching of Islam, I will steadfastly consider it a sin always.
Sin is hurting another creature, human or animal.
And can you imagine the torture that must be suffered by a woman if her husband comes home with another woman her rival whom she has to acknowledge as his legal wife?
The husband can torture her until she die, hurt her as he wishes.
If she does not want to divorce him, that woman will not secure her rights, not even until death.
Everything for the males, not a single thing for the females, that is our law and teaching.
------------------------------------------------------------------
I’ve lost hope, feeling despair I twist my hands.
As a human being I feel alone, unable to oppose that gigantic evil and which –
O dear, how terribly cruel it’s! Protected by Islamic teaching and kept alive by female stupidity – its victim! O dear! I think it possible that fate will drop on me that cruel torture called polygamy!
I don't want it !”
My mouth screams a thousand times.

Raden Ajeng Kartini , is an Indonesian feminist.
Quoted from “From Darkness to Light – Dari Gelap Terbitlah Terang- 1920”.
User avatar
NoMind
Posts: 442
Joined: Tue Sep 13, 2005 11:25 pm

Post by NoMind »

Versi Eramuslim:

"Habis Gelap Terbitlah Terang"

Publikasi: 22/04/2003 09:51 WIB

eramuslim - 21 April, telah tiba. Berbagai aktifitas kewanitaan digelar. Pakaian kain dan kebaya menghiasi setiap sudut negeri sebagai tanda peringatan jasa besar sang pahlawan wanita RA Kartini yang demikian terkenal dan sengaja dikenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia.

RA Kartini adalah sosok legendaris, pendobrak kekakuan adat dan tradisi keraton yang biasa memingit wanita, menuju sebuah kebebasan memperoleh pendidikan dan mengeluarkan pendapat. Demikian agung sosok RA Kartini dimata kaum feminis Indonesia. Dianggap sebagai pelopor gerakan emansipasi, gerakan menyamakan derajat antara pria dan wanita yang sudah sejak Islam diturunkan telah diangkat demikian tinggi oleh Sang Pencipta. Namun sering dilupakan apa sebenarnya yang diinginkan oleh seorang RA Kartini.

Bila kita buka lembar demi lembar surat-surat RA Kartini yang dikumpulkan menjadi buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, maka kita akan tahu apa sebenarnya yang Ibu RA Kartini inginkan.

Beliau tidak mau mengerjakan segala sesuatu yang beliau tidak tahu apa makna yang harus beliau kerjakan, seperti ketika beliau disuruh sholat dan membaca Al Qur’an tanpa tahu apa isi bacaan yang beliau baca.

Beliau ingin setiap wanita mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga mereka dapat mendidik anak-anaknya secara baik dan benar. Bisa berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak terkungkung dalam kesunyian dan kekolotan adat. Namun juga bukan hanya sekedar untuk meraih prestasi, dan mengejar karir diluar rumah sambil melupakan atau berlepas diri dari kegiatan kerumah tanggaannya. Membiarkan anak-anak besar bersama pembantu rumah tangga yang memiliki pendidikan pas-pasan dan serba terbatas.

Pemikiran-pemikiran beliau yang semula lebih mengagungkan Barat daripada bangsanya sendiri mulai bergeser setelah beliau mendapatkan pengetahuan dan mengerti kandungan Al Qur’an yang dia peroleh dari pengajian. Hingga tercetuslah perkataan “habis gelap terbitlah terang”, yang beliau dapatkan ketika memahami isi surat Al Baqarah ayat 257. “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”.

Kini saatnya, kita kaum muslimah menyadari, untuk tidak mengikuti secara mentah-mentah apa yang digembar-gemborkan oleh kaum feminis. Untuk menuntut hak, meminta persamaan derajat dengan kaum pria dan meminta jatah 30% di parlement. Karena bila para muslimah memiliki prestasi, segala kedudukan akan dengan sendirinya tersandang tanpa harus diminta. Insya Allah. Wallahu 'a’lam bishshowab. (Ummu Shofi/[email protected])
MuridMurtad
Posts: 1081
Joined: Fri Sep 30, 2005 1:49 pm

Post by MuridMurtad »

Kartini stated :
Religion is intended as a blessing for forming bonds of brothershood between all of God's creature, white or brown.Not considering rank, female or male,or belief, all of us are children of the one Father, the unitary God.



KUMPULAN surat Kartini pertama kali diterbitkan dalam sebuah buku berjudul "Door Duisternis Tot Licht" pada tahun 1911. Buku tersebut disusun oleh JH Abendanon, salah seorang sahabat pena Kartini yang saat itu menjabat sebagai menteri (direktur) kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda
....................................................................
Ada kalangan yang meragukan "kebenaran" surat-surat Kartini. Ada dugaan JH Abendanon, menteri (direktur) kebudayaan, agama, dan kerajinan saat itu,merekayasa surat- surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di negara-negara jajahannya, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan. Apalagi, hingga saat ini sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Jangankan menemukan surat, menurut almarhum Sulastin Sutrisno, jejak keturunan JHAbendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
(Kompas 19 April 2003).
Mr_GEJROT
Posts: 413
Joined: Mon Sep 19, 2005 11:14 am
Location: Indonesia

Post by Mr_GEJROT »

NoMind wrote:Versi Eramuslim:

[Beliau tidak mau mengerjakan segala sesuatu yang beliau tidak tahu apa makna yang harus beliau kerjakan, seperti ketika beliau disuruh sholat dan membaca Al Qur’an tanpa tahu apa isi bacaan yang beliau baca.
Pengertian kalimat di atas memang seperti ungkapan dalam surat surat Kartini. Ini sebenarnya juga mencerminkan penganut islam pada umumnya saat itu, melakukan sesuatu yang diwajibkan tapi tidak tahu maknannya. Hal seperti inipun masih dapat dijumpai saat ini di daerah yang agak pelosok, pada masarakat pedesaan. Saya pernah menjumpai suatu komunitas yang sedang dalam acara syukuran. Dalam pembacaan doa-doa yang dibawakan dengan bahasa arab, mereka semua pada diem dan bengong saja. Ketika coba dibawakan dengan bahasa indonesia (dalam doa bukan muslim) baru mereka pada menyahut amin-amin, dan ada yang komentar kalau doanya bagus. Ini artinya bahwa mereka mengerti. Parahnya kebanyakan dari mereka mau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka mengerti, karena ada faktor dari kemasan yang berbau arab. Kartina juga dapat dipahami sebagai simbol yang mendobrak untuk melepas keterikatan dengan segala yang berbau syariah, imperialisme doktriner, dalam tatanan masyarakat jawa saat itu.
Pemikiran-pemikiran beliau yang semula lebih mengagungkan Barat daripada bangsanya sendiri mulai bergeser setelah beliau mendapatkan pengetahuan dan mengerti kandungan Al Qur’an yang dia peroleh dari pengajian. Hingga tercetuslah perkataan “habis gelap terbitlah terang”, yang beliau dapatkan ketika memahami isi surat Al Baqarah ayat 257. “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”.
Nah kalau kalimat di atas mungkin lebih merupakan tendensi dari penulis eramuslim. Akan saya baca lagi deh buku Kartini yang dikarang Pramudya. Sekedar untuk cross check, apa betul atau hanya sekedar iklan bumbu penyedap penulis eramuslim.
Mr_GEJROT
Posts: 413
Joined: Mon Sep 19, 2005 11:14 am
Location: Indonesia

Post by Mr_GEJROT »

Apakah betul Habis Gelap terbitlah Terang terinspirasi karena dari pengajian dan surat Alquran :
Door Duisternis lot Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, judul yang dipergunakan Abendanon sebenarnya berasal dari syair Jawa, yang dikutip oleh Kartini. Kartini mendengarkan ini sewaktu dinyanyikan seorang wanita tua kepadanya. “Ada di sini seorang wanita tua”, Kartini menulis :


Dan terdengarlah suara sangat syahdu dari mulutnya: “Berpuasalah seharmal (sehari-semalam) dan sementara itu jaga terus di dalam kesunyian.”

Habis Malam terbitlah terang,
Habis badai datanglah damai’
Habis juang sampailah menang,
Habis duka tibalah suka.

Demikian berdesah lagu itu pada kupingku …….(Surat, 15 Agustus 1902, kepada E.C. Abendanon)
Baris pertama inilah yang mula-mula sekali dipergunakan oleh Abendanon, tentu dengan, dan terus dipatuhi dalam penerbitan-penerbitan selanjutnya, juga dalam terjemahan-terjemahan Melayu. Kata “Terang” sendiri tidaklah asing dalam dunia Nasrani, karena itu amat mudah diterima oleh masyarakat pembaca Belanda.

Tentang keagamaan Kartini :
Tentang kepercayaannya sendiri sebagai seorang pemeluk agama islam ;
Tahun-tahun datang dan kemudian pergi….Kami bernama orang-orang Islam karena keturunan orang-orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah kata, adalah bunyi tanpa makna….Demikianlah kami hidup terus-sampai terbitlah hari yang akan mendatangkan pergulingan di dalam kehidupan rohani kami (Surat, 31 Januari 1903, kepada E.C Abendanon)
Tentang ajaran Islam itu, aku tak dapat menceritakannya, Stella, katanya pada suatu kali di tahun 1899, karena :
Ia melarang para pemeluknya mempercakapkannya dengan orang lain yang tidak seiman. Dan bagaimanapun, aku adalah seorang, muslimat, karena leluhurku beragama Islam. Bagaimana mungkin aku mencintai agamaku kalau akau tidak mengenalnya? Tidak boleh mengetahuinya? Quran terlalu suci untuk diterjemahkan dalam bahasa apapun. Di sini tiada seorang pun mengenal bahsa Arab (Surat, 6 November , 1899, kepada Estelle Zeehandelaar, wanita keturuna Yahudi-Belanda, beraliran sosialis)
Sebagai bocah kuperbuat semua (maksudnya syariat) dengan sendirinya, tanpa bertanya, karena orang-orang lain sebelum aku dan bersama aku melakukannya juga. Kemudian tibalah waktunya, jiwaku mulai bertanya. Mengapa aku lakukan ini, mengapa ini begini dan itu begitu? Mengapa-mengapa-tiada habis-habisnya mengapa!. Dan aku kemudian memutuskan tidak lagi melakukan sesuatu yang tak kuketahui hukum dan keterangannya. Aku tidak mau lagi melakukan sesuatu dengan sendirinya tanpa mengetahui mengapa, buat apa, dan tujuan apa. Tak mau lagi aku membaca Alquran, menghafal kalimat-kalimat asing, yang tidak kuketahui maknanya, dan barangkali kia-kiaku sendiri, lelaki dan perempuan juga tidak mengerti. “Katakan padaku apa artinya dan aku mau mempelajari semuanya.” Aku telah melakukan dosa , kitab dari segala kitab itu terlalu dukus untuk dapat dipahami.

Jadi kami putuskan untuk tidak lagi berpuasa dan melakukan hal-hal lain yang dahulu kamu kerjakan tanpa berfikir dan yang kami piker sekarang ini tidak dapat lagi kami kerjakan. Gelap-kami merasa kegelapan-tiada seorang pun mau menerangkan kepada kami apa yang kami tidak mengerti (Surat, 15 Agustus 1902, kepada E.C. Abendanon)
Kemudian Kartini menyatakan pula :
Aku adalah anak Budha, dan sebutan itu saja sudah cukup jadi alasan bagiku untuk tidak makan daging…..(Surat, 10 Agustus 1901, kepada Dr. N.Adriani)

Agama yang sesungguhnya ialah kebatian, dan agama itu bias dipeluk sebagai Nasrani maupun sebagai Islam dan lain-lain (Surat, 31 Januari, 1903, kepada E.C. Abendanon)
Post Reply