Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Sejarah penulisan Qur'an & Hadis, ayat2 Mekah & Medinah, kontradiksi Qur'an, tafsir Qur'an, dan hal2 yang bersangkutan dengan Qur'an.
Post Reply

Apa tanggapan anda mengenai artikel ini?

Metode Kesahihan Hadits bagi saya memang menyesatkan sebelum membaca artikel.
2
100%
Metode Kesahihan Hadits bagi saya memang menyesatkan setelah membaca artikel.
0
No votes
Metode Kesahihan Hadits bagi saya memang tidak menyesatkan.
0
No votes
 
Total votes: 2

nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits


Pada kesempatan hari ini, saya akan membahas secara singkat bagaimana penentuan kesahihan suatu hadits didasarkan pada sesat logika (fallacy). Muslim dan para Ulama Muslim umumnya tidak menyadari bahwa penentuan kesahihan suatu hadits menggunakan kriteria-kriteria yang apabila digunakan dalam suatu debat merupakan sesat logika. Hal ini menyebabkan ketika terjadi perdebatan informasi antara so-called 'kafirun' dan 'muslim' terjadi kasus yg cukup alot. Referensi sesat logika tidak akan saya berikan di sini (takut dianggap berat sebelah) tetapi saya akan menggunakan termin-termin yang umum digunakan dalam menjelaskan sesat logika. Sedangkan untuk penentuan kesahihan suatu hadits, saya akan mengambil sebuah tulisan yang dimuat pada laman suatu institusi pemerintah yakni Pengadilan Agama Medan pada link: http://www.pta-medan.go.id/attachments/ ... HADITS.pdf

Persyaratan suatu hadits dikatakan sahih oleh dokumen tsb, saya tuliskan pada spoiler berikut:
Ulama hadits dalam menetapkan dapat diterimanya suatu hadits tidak hanya mensyaratkan hal-hal yang berkaitan dengan rawi hadits saja. Hal ini, disebabkan karena hadits sampai kepada kita melalui mata rantai yang teruntai dalam sanad-nya. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits disela-sela mata rantai tersebut. Syarat-syarat tersebut kemudian dipadukan dengan syarat-syarat diterimanya rawi, sehingga penyatuan tersebut dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui mana hadits yang dapat diterima dan mana hadits yang harus ditolak.
Pada umumnya para pakar hadits mengklasifikasikan hadits kedalam tiga bentuk, yaitu: shahih, hasan dan dha'if.[25] Adapun hadits maudhu' tidak termasuk dalam pembagian tersebut, karena pada dasarnya itu bukan hadits. Penyebutannya sebagai hadits hanya dikatakan oleh orang yang suka membuatnya.[26]
Dalam menetapkan kriteria kesahihan hadits, terjadi perbedaaan pendapat di kalangan Muhaditsin. Meskipun demikian, kriteria kesahihan hadits yang banyak diikuti oleh para pakar hadits adalah yang dikemukakan oleh Ibn Shalah yang menyebutkan lima kriteria keotentikan hadits, yaitu:

1. Sanad-nya bersambung.
Kata ittishal berarti bersambung atau berhubungan. Sanad-nya bersambung artinya setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang sebelumnya dan begitu selanjutnya sampai pada rawi yang pertama. Dengan demikian menurut al-Suyuti, hadits munqati, mu'dhal, mu'allaq, mudallasdan mursaltidak termasuk kategori hadits shahih karena
sanad-nya tidak bersambung.
Menurut Ibnu al-Shalah, hadits muttasil meliputi hadits marfu dan hadits mauquf. Sedangkan hadits musnad adalah hadits yang khusus disandarkan kepada rasulullaah Saw. Dengan demikian, ulama hadits umumnya berpendapat bahwa hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya, sedangkan hadits muttashiltidak mesti bersambung sanad-nya.[27]
Sementara al-Bukhari berpendapat bahwa suatu hadits bisa disebut sanad-nya bersambung apabila murid dan guru atau rawi pertamadengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu mesti hanya sekali. Sementara menurut Muslim, sanadhadits dapat disebut bersambung apabila ada kemungkinan bertemu bagi kedua rawi diatas. Hal ini bisa terjadi apabila keduanya hidup dalam satu kurun waktu dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh menurut ukuran saat itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali.[28]
Berdasarkan hal diatas, syarat yang dikemukakan al-Bukhari lebih ketat daripada yang ditetapkan oleh Muslim. Hal ini menjadikan karya shahih al-Bukhari menempati peringkat pertama dalam hirearki kitab hadits yang paling shahih.[29] Untuk mengetahui bersambung tidaknya sanadsuatu hadits, ada dua hal dapat yang dijadikan obyek penelitian, yaitu: sejarah rawi dan lafadz-lafadz periwayatan.

2. Rawinya 'adil
Secara bahasa kata 'adl berasal dari 'adala ya'dilu, 'adalat, yang berarti condong, lurus lawan dari dzalim dan pertengahan. Kata 'adl ini kemudian digunakan oleh muhadditsin sebagai sifat yang mesti ada pada diri seorang rawiagar riwayatnya bisa diterima.
Menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan sifat yang melekat di dalam jiwa yang mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan muru'ah seperti kencing dijalan, makan dijalan dan lain sebagainya.[30]
Sementara al-Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuti mendefinisikan 'adalat lebih kongkrit yaitu: muslim, berakal sehat, tidak terdapat sebab-sebab kefasikan, dan terhindar dari hal-hal yang menjatuhkan muru'ah.[31] sedangkan menurut Abdullah bin Mubarak, ada lima kriteria yang digunakan untuk menetapkan 'adalat-nya seorang rawi, yaitu: selalu melaksanakan shalat berjama'ah, tidak meminum khamr, tidak sembrono dalam menjalankan agama, tidak berdusta dan berakal sehat. Muslim menambahkan bahwa seorang rawi bisa disebut adil adalah apabila ia seorang hafidz, maka ia tidak boleh lupa ketika ia menyampaikannya. Kalau ia mempunyai catatan, maka ia hanya boleh meriwayatkan dari kitab asalnya.[32]
Dalam menentukan 'adil tidaknya rawi, paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama; pernyataan dari orang-orang adil dan kedua; mashurnya keadilan rawi tersebut.[33]

3. Rawinya bersipat dhabit.
Dhabitartinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yangdimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima.
Dari sudat kuatnya hafalan rawi, ke-dhabit-an ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:pertama, dhabit shadri atau dhabth al-fu'ad, dan kedua dhabth al-kitab. Dhabt al-Shadr artinya kemampuan untuk memelihara Hadits dalam hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama dengan apa yang ia terima dari guruya. Sedangkan dhabth al-kitabadalah terpeliharanya pe-riwayat-an itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya.[34]

4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Mengenai hadits yang syadz, al-Syafi'i dan ulama Hijaz berpendapat bahwa suatu hadits dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang tsiqatnamun bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqatyang banyak, sementara itu tidak ada rawi lain yang
meriwayatkannya.
Sementara al-Khalili, hadits syadz adalah hadits yang sanadnya hanya satu macam, baik rawinya memiliki sipat tsiqatataupun tidak. Apabila rawinya tidak tsiqat, maka haditsnya ditolak sebagai hujjah. Sedangkan bila rawinya tsiqat, maka hadits tersebut dibiarkan (mauquf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah. Sedangkan menurut al-Hakim, hadits syadzialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat, tetapi tidak ada rawi-rawi tsiqat selainnya yang meriwayatkan hadits tersebut.
Syadzdalam hadits tidak hanya terjadi dalam matan saja tetapi ditemukan juga pada sanad. Dalam menentukan syadz tidaknya suatu hadits, para ulama menggunakan cara mengumpulkan semua matan dan sanad hadits yang mempunyai masalah yang sama. Secara sepintas hadits syadz itu shahih karena rawinya orang-orang yang tsiqat, tetapi setelah dikaji lebih mendalam ternyata ada sesuatu yang menggugurkan keshahihan hadits tersebut sehingga dalam mengetahui adanya ke-syudzud-an pada suatu hadits sangat sulit. Oleh karena itu, tidak setiap ulama mampu melakukannya. Hanya orang-orang yang mumpuni dan biasa melakukan upaya penelitian hadits saja yang dianggap mampu melakukan hal tersebut.

5. Tidak terdapat cacat ('illat)
Menurut Ibn Shalah, 'illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak shahih menjadi tidak shahih. hadits yang mengandung unsure 'illat tersebut disebut dengan hadits mu'allaldan ma'lul. Dalam menentukan 'illattidaknya suatu hadits, para ulama menentukan beberapa langkah yaitu, pertama, mengumpulkan semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan matan-nya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan diketahui dimana letak 'illatdalam hadits tersebut. Kedua, membandingkan susunan rawi dalam
setiap sanad untuk mengetahui posisi mereka masing-masing dalamkeumuman sanad. Ketiga, pernyataan seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa haditstersebut mempunyai 'illat dan ia menyebutkan letak 'illat pada hadits tersebut.
Sebagaimana dalam syudzud, 'illatini juga, bukan hanya terdapat pada sanad hadits, tetapi ada juga terdapat pada matn hadits.
Ketiga kriteria pertama, yaitu: 'adhalat, dhabit dan ittishal, berkaitan erat dengan rawi. Sedangkan 'illatdan syadzdz berhubungan dengan matn, meski ada juga sebagian ulama
yang menyebutkan 'illatdan syadzada pada sanad.

Kesimpulan:
1. Hadits menempati posisi yang sentral dalam khazanah hukum Islam. Hadits secara hirarkis menempati posisi kedua setelah Alqur'an sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan secara fungsional hadits berfungsi menjelaskan, menguatkan dan menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Alqur'an.
2. Hadits ditinjau dari segi wuruddan periwayatannya berbeda dengan Alqur'an. Alqur'an itu bersifat tawatur sehingga qat'iyyul wurud sedangkan periwayatan hadits kebanyakan besar bersifat ahad dan sedikit sekali yang diriwayatkan secara tawatursehingga hadits kebanyakan bersifat dzanniyatul wurud.
3. Dalam perjalanan sejarahnya, hadits pernah mengalami pemalsuan besar-besar dengan berbagai motif dan alasan yang beraneka ragam. Hal ini mendorong muhaditsinsecara gigih membersihkan dan memilah-milah hadits yang dijamin otentisitasnya.
4. Salah satu hasil daripada upaya para ulama hadits tersebut, adalah terbentuknya Ilmu Musthalahul Hadits yang salah satu bahasannya berkenaan dengan kriteria kesahihan hadits. Muhadditsin telah merumuskan 5 kriteria kesahihan hadits yang meliputi: pertama, rawinya memiliki sifat 'adalah (integritas moral). Kedua, rawi memiliki sifat dhabit (kafasitas intelektual). Ketiga, sanadnya muttashil(bersambung). Keempat, sanadnya tidak mengandung 'illat. Kelima, sanadnya tidak syadz. Wallahu a'lam bis shawab
Nah, itu tadi merupakan inti dari teks.
Bersambung...
Mirror: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Sanad-nya bersambung


1. Sanad-nya bersambung.
Kata ittishal berarti bersambung atau berhubungan. Sanad-nya bersambung artinya setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang sebelumnya dan begitu selanjutnya sampai pada rawi yang pertama. Dengan demikian menurut al-Suyuti, hadits munqati, mu'dhal, mu'allaq, mudallasdan mursaltidak termasuk kategori hadits shahih karena sanad-nya tidak bersambung.
Memang bersambung atau berhubungan merupakan hal yang penting dalam pembuktian informasi. Hal ini seperti halnya sidang di MK, saksi haruslah melihat dan tidak hanya mendengar suatu kabar burung. Oleh karena itu, metode pembuktian sanadnya bersambung haruslah dikritisi.

Menurut Ibnu al-Shalah, hadits muttasil meliputi hadits marfu dan hadits mauquf. Sedangkan hadits musnad adalah hadits yang khusus disandarkan kepada rasulullaah Saw. Dengan demikian, ulama hadits umumnya berpendapat bahwa hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya, sedangkan hadits muttashil tidak mesti bersambung sanad-nya.
Dengan demikian, pembuktian dengan menyandarkan kepada Rasulullah Saw. pada golongan hadits musnad tergolong pada sesat logika ad ignoratiam, karena mengambil kesimpulan (hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (disandarkan kepada Rasulullah -- ya klo beneran disandarkan kpd Rasulullah).
Sementara al-Bukhari berpendapat bahwa suatu hadits bisa disebut sanad-nya bersambung apabila murid dan guru atau rawi pertama dengan rawi kedua benar-benar pernah bertemu mesti hanya sekali.
Apabila dianalisa, hadits dinyatakan berhubungan apabila terjadi pertemuan, walaupun hanya sekali. Seperti halnya di atas, pembuktian ini tergolong pada sesat logika ad ignoratiam, karena mengambil kesimpulan (hadits tsb sahih) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (pertemuan mereka memberikan hadits yang dimaksud).
Sementara menurut Muslim, sanad hadits dapat disebut bersambung apabila ada kemungkinan bertemu bagi kedua rawi diatas. Hal ini bisa terjadi apabila keduanya hidup dalam satu kurun waktu dan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh menurut ukuran saat itu, meskipun keduanya belum pernah bertemu sama sekali.
Sama seperti sebelumnya, metode ini juga terkena pada ad ignoratiam yang lebih parah (karena hanya mengandalkan kebolehjadian, dibanding bukti pertemuan) dibanding al-Bukhari, karena mengambil kesimpulan (hadits tsb sahih) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (adanya pertemuan mereka yg memberikan hadits yang dimaksud).


Dengan demikian, prinsip sanad bersambung sangat erat kaitannya dengan ad ignoratiam.
Bersambung...

Mirror 1: hadits musnad adalah hadits yang khusus disandarkan kepada rasulullaah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Last edited by nap.bon on Tue Aug 12, 2014 2:28 am, edited 1 time in total.
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Rawinya 'adil dan bersifat dhabit.


2. Rawinya 'adil
Secara bahasa kata 'adl berasal dari 'adala ya'dilu, 'adalat, yang berarti condong, lurus lawan dari dzalim dan pertengahan. Kata 'adl ini kemudian digunakan oleh muhadditsin sebagai sifat yang mesti ada pada diri seorang rawiagar riwayatnya bisa diterima.
Menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan sifat yang melekat di dalam jiwa yang mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan muru'ah seperti kencing di jalan, makan di jalan dan lain sebagainya.[30]
Sementara al-Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuti mendefinisikan 'adalat lebih kongkrit yaitu: muslim, berakal sehat, tidak terdapat sebab-sebab kefasikan, dan terhindar dari hal-hal yang menjatuhkan muru'ah.[31] sedangkan menurut Abdullah bin Mubarak, ada lima kriteria yang digunakan untuk menetapkan 'adalat-nya seorang rawi, yaitu: selalu melaksanakan shalat berjama'ah, tidak meminum khamr, tidak sembrono dalam menjalankan agama, tidak berdusta dan berakal sehat. Muslim menambahkan bahwa seorang rawi bisa disebut adil adalah apabila ia seorang hafidz, maka ia tidak boleh lupa ketika ia menyampaikannya. Kalau ia mempunyai catatan, maka ia hanya boleh meriwayatkan dari kitab asalnya.[32]
Dalam menentukan 'adil tidaknya rawi, paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama; pernyataan dari orang-orang adil dan kedua; mashurnya keadilan rawi tersebut.[33]

3. Rawinya bersipat dhabit.
Dhabit artinya cermat dan kuat hapalannya. Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima.
Dari sudat kuatnya hafalan rawi, ke-dhabit-an ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:pertama, dhabit shadri atau dhabth al-fu'ad, dan kedua dhabth al-kitab. Dhabt al-Shadr artinya kemampuan untuk memelihara Hadits dalam hafalan sehingga apa yang ia sampaikan sama dengan apa yang ia terima dari guruya. Sedangkan dhabth al-kitab adalah terpeliharanya pe-riwayat-an itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya.[34]

Pada bagian ini, kesesatan logika yang paling kentara adalah ad hominem. Ad hominem merupakan sesat logika di mana menempatkan pribadi orangnya sebagai sasaran kritik dan bukan argumennya.

Contoh dari ad hominem dapat didengar pada cerita yg mengisahkan seorang anjing pengembala yg suka berbohong (dan variasinya).
Anjing pengembala ini sangat suka berbohong terkait penyerangan serigala terhadap obyek yg digembalakannya. Suatu hari, serigala menyerang obyek yang digembalakannya... dan melaporkan hal tsb kpd penggembala. Namun penggembala tsb tidak percaya karena anjing tsb sering bohong. Akhir cerita, obyek yg digembalakannya habis diserang serigala dan anjing tsb dijadikan B1..
Umumnya nilai moralnya adalah jangan suka berbohong. Namun ada argumen ad hominem pada teks ini yaitu "namun penggembala tsb tidak percaya karena anjing tsb sering bohong".

Dengan demikian, keseharian perawi dari suatu hadits tidak dapat dijadikan patokan bahwa hadits yang disampaikan adalah hadits yang sahih. Keseharian seperti yang saya garis bawahi, merupakan patokan yang digunakan muslim dalam kesahihan hadits.
Menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib, 'adalat merupakan sifat yang melekat di dalam jiwa yang mampu mengarahkan pemiliknya untuk senantiasa bertaqwa, menjaga muru'ah, menjauhi perbuatan dosa, tidak melakukan dosa-dosa kecil, dan menjauhi perbuatan yang menjatuhkan muru'ah seperti kencing di jalan, makan di jalan dan lain sebagainya.[30]
Sementara al-Nawawi sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuti mendefinisikan 'adalat lebih kongkrit yaitu: muslim, berakal sehat, tidak terdapat sebab-sebab kefasikan, dan terhindar dari hal-hal yang menjatuhkan muru'ah.[31]
sedangkan menurut Abdullah bin Mubarak, ada lima kriteria yang digunakan untuk menetapkan 'adalat-nya seorang rawi, yaitu: selalu melaksanakan shalat berjama'ah, tidak meminum khamr, tidak sembrono dalam menjalankan agama, tidak berdusta dan berakal sehat. Muslim menambahkan bahwa seorang rawi bisa disebut adil adalah apabila ia seorang hafidz, maka ia tidak boleh lupa ketika ia menyampaikannya. Kalau ia mempunyai catatan, maka ia hanya boleh meriwayatkan dari kitab asalnya.[32]
Sedangkan yang dimaksud dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima.
Bersambung....
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Last edited by nap.bon on Tue Aug 12, 2014 2:26 am, edited 2 times in total.
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Mengenai hadits yang syadz, al-Syafi'i dan ulama Hijaz berpendapat bahwa suatu hadits dipandang syadz jika ia diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat namun bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang tsiqat yang banyak, sementara itu tidak ada rawi lain yang meriwayatkannya.

Sementara al-Khalili, hadits syadz adalah hadits yang sanadnya hanya satu macam, baik rawinya memiliki sipat tsiqat ataupun tidak. Apabila rawinya tidak tsiqat, maka haditsnya ditolak sebagai hujjah. Sedangkan bila rawinya tsiqat, maka hadits tersebut dibiarkan (mauquf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah.

Sedangkan menurut al-Hakim, hadits syadz ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqat, tetapi tidak ada rawi-rawi tsiqat selainnya yang meriwayatkan hadits tersebut.

Dalil ini pun terkena sesat logika ad populum. Ad populum menyatakan suatu argumen benar atau ide itu benar hanya karena orang banyak menyetujui atau mengamininya. Kata kunci pada sesat ini adalah kata yang mengandung jumlah/kuantitas.


Syadz dalam hadits tidak hanya terjadi dalam matan saja tetapi ditemukan juga pada sanad. Dalam menentukan syadz tidaknya suatu hadits, para ulama menggunakan cara mengumpulkan semua matan dan sanad hadits yang mempunyai masalah yang sama. Secara sepintas hadits syadz itu shahih karena rawinya orang-orang yang tsiqat, tetapi setelah dikaji lebih mendalam ternyata ada sesuatu yang menggugurkan keshahihan hadits tersebut sehingga dalam mengetahui adanya ke-syudzud-an pada suatu hadits sangat sulit. Oleh karena itu, tidak setiap ulama mampu melakukannya. Hanya orang-orang yang mumpuni dan biasa melakukan upaya penelitian hadits saja yang dianggap mampu melakukan hal tersebut.
Dalil ini pun terkena sesat logika ad populum. Namun selain itu ada sesat logika lain yatu ad ignoratiam yang ditunjukkan oleh tidak jelasnya hubungan antara pengumpulan semua matan dan sanad hadits serta metode penelitian hadits terhadap kesahihan hadits.

Demikian, dalil-dalil ini sangat bergantung pada ad populum.
Bersambung....
Mirror 1: Tidak terdapat kejanggalan atau syadz.
Follow Twitter: @ZwaraKafir
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Tidak terdapat cacat ('illat)


5. Tidak terdapat cacat ('illat)
Menurut Ibn Shalah, 'illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak shahih menjadi tidak shahih. hadits yang mengandung unsur 'illat tersebut disebut dengan hadits mu'allal dan ma'lul.
Sebuah introduksi,
Dalam menentukan 'illat tidaknya suatu hadits, para ulama menentukan beberapa langkah yaitu, pertama, mengumpulkan semua riwayat hadits, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan matan-nya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang selanjutnya akan diketahui dimana letak 'illat dalam hadits tersebut.
Dalil ini pun terkena sesat logika ad populum. Ad populum menyatakan suatu argumen benar atau ide itu benar hanya karena orang banyak menyetujui atau mengamininya. Kata kunci pada sesat ini adalah kata yang mengandung jumlah/kuantitas.
Kedua, membandingkan susunan rawi dalam setiap sanad untuk mengetahui posisi mereka masing-masing dalam keumuman sanad.

Dalil ini sangat kental nuansa ad hominem (yang ditunjukkan oleh posisi dari susunan rawi) dan non causa pro causa (posisi mereka pada keumuman sanad menjadi tingginya kesahihan informasi).

Ketiga, pernyataan seorang ahli yang dikenal keahliannya, bahwa hadits tersebut mempunyai 'illat dan ia menyebutkan letak 'illat pada hadits tersebut.
Memang keahilian menjadikan sesuatu lebih layak dipercaya, namun metodologinya perlu tetap dikritisi sehingga tidak terjadi ad ignoratiam (metodologinya tidak terbukti salah).
Sebagaimana dalam syudzud, 'illatini juga, bukan hanya terdapat pada sanad hadits, tetapi ada juga terdapat pada matn hadits.
Ketiga kriteria pertama, yaitu: 'adhalat, dhabit dan ittishal, berkaitan erat dengan rawi. Sedangkan 'illatdan syadzdz berhubungan dengan matn, meski ada juga sebagian ulama yang menyebutkan 'illat dan syadzada pada sanad.

Bersambung...kesimpulan....
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
nap.bon
Posts: 1011
Joined: Wed Jun 27, 2012 8:04 pm
Location: United States of Indonesia

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by nap.bon »

Kesimpulan


Setelah penulis berpikir dengan hal-hal tersebut, penulis berkesimpulan:

1. Sebagai posisi no2 dalam hukum Islam, Hadits ditopang oleh serangkaian verifikasi yang umumnya berdasarkan pada sesat logika (fallacy).
2. Fallacy yang dimaksud menopang Hadits adalah ad ignoratiam, ad hominem dan ad populum.
3. Pemakaian sesat logika dalam menggunakan Hadits menyebabkan ketidakjelasan dalam Islam itu sendiri.
4. Akibat ketidakjelasan dasar, sistem yang ditopang dalam hukum Islam bersifat tidak jelas.
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Mhd61l4
Posts: 703
Joined: Sun Jun 29, 2014 10:33 pm

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Mhd61l4 »

nap.bon wrote:
Kesimpulan


Setelah penulis berpikir dengan hal-hal tersebut, penulis berkesimpulan:

1. Sebagai posisi no2 dalam hukum Islam, Hadits ditopang oleh serangkaian verifikasi yang umumnya berdasarkan pada sesat logika (fallacy).
2. Fallacy yang dimaksud menopang Hadits adalah ad ignoratiam, ad hominem dan ad populum.
3. Pemakaian sesat logika dalam menggunakan Hadits menyebabkan ketidakjelasan dalam Islam itu sendiri.
4. Akibat ketidakjelasan dasar, sistem yang ditopang dalam hukum Islam bersifat tidak jelas.
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Dalam berbagai kesempatan, baik formal maupun informal, apalagi berkaitan dengan suatu wacana, materi, bahan presentase dan lainnya, saya suka mengatakan "sesuatu yang dimulai dengan benar, belum tentu berakhir benar" dan saya sering kali memberhentikan pembicaraan atau penjelasan orang lain dengan mengatakan "sesuatu yang dimulai dengan salah, pasti berahkhir dengan kesalahan, jadi jangan diteruskan"

Kesalahan kesalahan Al quran sebagai sumber hukum yang utama, pastilah menghasilkan kesalahan kesalahan pada sumber hukum berikutnya.
Tulisan tulisan seperti di atas, akan sangat membantu siapa saja untuk memahami "KESALAHAN" ajaran islam.
Serunya, di banyak threat threat yang saya baca disini, kesalahan kesalahan terus saja dilanjutkan dan menjadi bahan hiburan, sementara di sisi lainnya sangat ironis; betapa banyaknya orang orang yang tidak menyadari kasih karunia Tuhan yang sejati yang telah memberikan otak untuk berpikir.
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
gema
Posts: 1097
Joined: Sun Sep 08, 2013 10:27 pm

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by gema »

Ini semua gara-gara quran. Coba kalau isi or narasi serta alur quran lengkaf dan jelas, fasti tak butuh hadits untuk menafsirkanya. Jauh dari kata moslem kitab semfurna.
kuisa
Posts: 706
Joined: Mon May 05, 2014 12:33 pm

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by kuisa »

Dengan segala kekurangannya yang menurut saya minimal, usaha pengumpulan dan pengelompokan Hadits sudah dilakukan dengan sangat baik.

Muslim menggunakan hadits terutama untuk penjelasan tata cara beribadat.

Yang saya herankan adalah ketika ada muslim yang dengan alasan yang bisa dijelaskan menolak satu atau dua hadits, buru2 anda2 sekalian berkoar muslim tersebut begini dan begitu. :-k

Bagaimanapun, teknis pengumpulan hadits jauh lebih baik dan tertelusur dibanding buku2 yang telah diakui banyak orang penuh kotoran.
User avatar
gema
Posts: 1097
Joined: Sun Sep 08, 2013 10:27 pm

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by gema »

kuisa wrote:Dengan segala kekurangannya yang menurut saya minimal, usaha pengumpulan dan pengelompokan Hadits sudah dilakukan dengan sangat baik.

Muslim menggunakan hadits terutama untuk penjelasan tata cara beribadat.

Yang saya herankan adalah ketika ada muslim yang dengan alasan yang bisa dijelaskan menolak satu atau dua hadits, buru2 anda2 sekalian berkoar muslim tersebut begini dan begitu. :-k

Bagaimanapun, teknis pengumpulan hadits jauh lebih baik dan tertelusur dibanding buku2 yang telah diakui banyak orang penuh kotoran.
Masalahnya moslem umumnya tidak funya satu komitment nyang fadu, menggunakan hadits sesuai nyang diinginkanya, bila ada hadits nyang sudah berkualitas sahih (bukan kw-1) tafi bertolak belakang dengan keinginanya langsung dikatakan dhoif lah. Afa begini cara moslem untuk memfertanggung jawabkanya. Katanya hadits tersebut sudah teruji melalui teknis seleksi ketat. Kalau memang kotor katakanlah kotor jangan sesumbar buku tersebut semfurna.
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
keeamad
Posts: 6954
Joined: Tue Aug 23, 2011 4:06 pm

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by keeamad »

Sesat logika juga berlaku dalam PENGUMPULAN ayat2x quran (yg shahi) .....

Diakui bahwa pd jaman nabi muhammad saw masih hidup.
TIDAK ADA SATU ORANGPUN YG HAFAL QURAN SECARA UTUH,
BAHKAN NABI muhammad SEKALIPUN ......

Eeehhhh,
SETELAH al qutang di kompilasi oleh utsman,
BISA2X NYA PARA UMAT KADAL Gurun MENGKLAIM,
Kalo (kitab) quran SEKARANG SAMA PERSIS DENGAN quran (hafalan) muhammad saw ....

BTW.
Sepintar apapun muslim,
tpi kalo sudah bicara iman islamnya,
langsung BEROBAH 180 derajat ....

Analoginya kurang lebih sama dengan,
SEMANIS SELEZAT APAPUN MAKANAN (Kepintaran),
TAPI KALO SUDAH DISANTAP (Masuk islam),
HASILNYA PASTI CUMA JADI T4H1 (jadi b360k) .....
Mirror 1: TIDAK ADA SATU ORANGPUN YG HAFAL QURAN SECARA UTUH,
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Captain Pancasila »

nap.bon wrote:Memang bersambung atau berhubungan merupakan hal yang penting dalam pembuktian informasi. Hal ini seperti halnya sidang di MK, saksi haruslah melihat dan tidak hanya mendengar suatu kabar burung. Oleh karena itu, metode pembuktian sanadnya bersambung haruslah dikritisi.
lha cara mengkritisinya gimana/dengan apa? memang ada rekaman CCTVnya?
nap.bon wrote:Dengan demikian, pembuktian dengan menyandarkan kepada Rasulullah Saw. pada golongan hadits musnad tergolong pada sesat logika ad ignoratiam, karena mengambil kesimpulan (hadits musnad pasti marfu' dan bersambung sanad-nya) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (disandarkan kepada Rasulullah -- ya klo beneran disandarkan kpd Rasulullah).
kalau memang terbukti disandarkan kepada Rasulullah, berarti itungannya terbukti benar, bukan hanya sekedar tidak terbukti salah lagi!
nap.bon wrote:Apabila dianalisa, hadits dinyatakan berhubungan apabila terjadi pertemuan, walaupun hanya sekali. Seperti halnya di atas, pembuktian ini tergolong pada sesat logika ad ignoratiam, karena mengambil kesimpulan (hadits tsb sahih) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (pertemuan mereka memberikan hadits yang dimaksud).
memang sesat logika, tapi bukan "tidak terbukti salah" itu, melainkan generalisasi!
nap.bon wrote:Sama seperti sebelumnya, metode ini juga terkena pada ad ignoratiam yang lebih parah (karena hanya mengandalkan kebolehjadian, dibanding bukti pertemuan) dibanding al-Bukhari, karena mengambil kesimpulan (hadits tsb sahih) hanya karena sesuatu tidak terbukti salah (adanya pertemuan mereka yg memberikan hadits yang dimaksud).
sesat logika "tidak terbukti salah" itu hanya ada jika hadits tsb pernah diuji ada/tidaknya kesalahannya, jadi jika ada sesat logika disitu maka itu adalah sesat logika menyimpulkan dari kemungkinan!
nap.bon wrote:Dengan demikian, prinsip sanad bersambung sangat erat kaitannya dengan ad ignoratiam.
tidak ada hubungannya dengan itu, tapi yang jelas metode itu bermasalah karena untuk dapat benar2 membuktikan sanadnya bersambung, diperlukan rekaman CCTV yang merekam langsung kejadian tsb!

:goodman:
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Captain Pancasila »

nap.bon wrote:Pada bagian ini, kesesatan logika yang paling kentara adalah ad hominem. Ad hominem merupakan sesat logika di mana menempatkan pribadi orangnya sebagai sasaran kritik dan bukan argumennya.

Contoh dari ad hominem dapat didengar pada cerita yg mengisahkan seorang anjing pengembala yg suka berbohong (dan variasinya).

Anjing pengembala ini sangat suka berbohong terkait penyerangan serigala terhadap obyek yg digembalakannya. Suatu hari, serigala menyerang obyek yang digembalakannya... dan melaporkan hal tsb kpd penggembala. Namun penggembala tsb tidak percaya karena anjing tsb sering bohong. Akhir cerita, obyek yg digembalakannya habis diserang serigala dan anjing tsb dijadikan B1..

Umumnya nilai moralnya adalah jangan suka berbohong. Namun ada argumen ad hominem pada teks ini yaitu "namun penggembala tsb tidak percaya karena anjing tsb sering bohong".

Dengan demikian, keseharian perawi dari suatu hadits tidak dapat dijadikan patokan bahwa hadits yang disampaikan adalah hadits yang sahih. Keseharian seperti yang saya garis bawahi, merupakan patokan yang digunakan muslim dalam kesahihan hadits.

Bersambung....
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
berarti menilai suatu ajaran berdasarkan pribadi penyampai ajaran tsb bukannya isi ajaran tsb itu, ad hominem dong? lha terus, kenapa kafir2 sini pada lebih hobi mengarang karakter buruk Nabi Muhammad & membesar2kan karakter (tidak terlalu) baik Yesus, daripada mengkritik isi ajaran Islam & mempromosikan isi ajaran Kristen?

:stun:
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Captain Pancasila »

nap.bon wrote:Dalil ini pun terkena sesat logika ad populum. Ad populum menyatakan suatu argumen benar atau ide itu benar hanya karena orang banyak menyetujui atau mengamininya. Kata kunci pada sesat ini adalah kata yang mengandung jumlah/kuantitas.

Dalil ini sangat kental nuansa ad hominem (yang ditunjukkan oleh posisi dari susunan rawi) dan non causa pro causa (posisi mereka pada keumuman sanad menjadi tingginya kesahihan informasi).
benar, maka dari itulah jangan sekali-kali berpromosi ajaran hanya dengan bermodalkan kesaksian orang banyak! :goodman:
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Captain Pancasila »

nap.bon wrote:
Kesimpulan


Setelah penulis berpikir dengan hal-hal tersebut, penulis berkesimpulan:

1. Sebagai posisi no2 dalam hukum Islam, Hadits ditopang oleh serangkaian verifikasi yang umumnya berdasarkan pada sesat logika (fallacy).
2. Fallacy yang dimaksud menopang Hadits adalah ad ignoratiam, ad hominem dan ad populum.
3. Pemakaian sesat logika dalam menggunakan Hadits menyebabkan ketidakjelasan dalam Islam itu sendiri.
4. Akibat ketidakjelasan dasar, sistem yang ditopang dalam hukum Islam bersifat tidak jelas.
Mirror 1: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits
Follow Twitter: @ZwaraKafir
benar, menilai/mengukur suatu ajaran dari/berdasarkan orangnya/saksinya itu memang dapat menimbulkan sesat logika/fallacy, jadi alangkah lebih baik/aman nya jika kita menilai suatu ajaran, langsung dari/berdasarkan isi ajaran nya!

=D>
User avatar
Joe Andmie
Posts: 1761
Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT

Re: Sesat Logika dalam Kesahihan Hadits

Post by Joe Andmie »

Aku dimenangkan oleh terror dan tombakku,itu adalah ajaran muhammad.
Post Reply