Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Sejarah penulisan Qur'an & Hadis, ayat2 Mekah & Medinah, kontradiksi Qur'an, tafsir Qur'an, dan hal2 yang bersangkutan dengan Qur'an.
Post Reply
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by Adadeh »

MUSLIM MENGKRITISI SEJARAH AL-QUR’AN

Tulisan ini adalah hasil revisi dan pengembangan lebih lanjut dari tulisan yang pernah diposting oleh sdr. brw dan bersumber dari karya tulis Professor Hossein Modarresi dari Princeton University, New Jersey, Amerika.
Beliau meneliti hasil karya ulama-ulama kuno mulai dari kumpulan hadis Bukhari Sahih (816 M – 870 M), Muslim Sahih (828 M – 883 M), Tirmidhi Sunan (824 M – 892 M), Ibn Maja Sunan (824 M – 887) dan Abu Dawud Sunan (817 M – 889 M) hingga era Suyuthi (1445 M – 1505 M). Selain itu Prof Modarresi juga mengutip dari hasil karya Arthur Jeffrey.

Beberapa hasil karya ulama kuno yang dikutip adalah dari :

Ahmad Ibn Hanbal
Hidup 780 M –855 M,
Seorang ahli hukum dan ahli agama.
Salah satu karya utamanya adalah Musnad yang merupakan koleksi hadis.

Muhammad Ibn Sa’d
Lahir di Basrah 783 M dan meninggal tahun 845 M. Belajar agama dari Muhammad ibn Umar al-Waqidi. Dalam pencariannya terhadap ilmu, Ibn Sa’d belajar hingga ke Kufa dan Madina. Otoritasnya diakui oleh ulama belakangan yaitu : Ibn Hajar, adh-Dhahabi, al-Khatib al-Baghdadi dan Ibn Khallikan.

Abd Allāh ibn Muslim ibn Qutayba
Lahir 835 M dan meninggal 898 M. Seorang penghafal hadis, ahli bahasa dan orang yan g sangat terpelajar. Namun ulama-ulama kuno berbeda dalam pandangan mereka terhadap Ibn Qutayba. Suyuthi menyatakan Qutayba dapat dipercaya dan memiliki pengetahuan luas.

Ibnu Jarir at Tabari
Lahir di Thabrastan tahun 839 M, meninggal di Baghdad 932 M. Seorang ahli sejarah yang terkemuka, ahli tafsir dan seorang imam. Kitab tafsirnya telah menjadi rujukan bagi segala ulama tafsir.

Ibn al Nadim
Mengarang buku yang sangat terkenal yaitu Fihrist yang berisi ulasan tentang buku-buku kuno Islam yang ditulis sebelumnya. Buku ini diselesaikannya pada tahun 987/988 M. Meninggal pada 17 September 995

Imam Al Bayhaqi
Abu Bakr Ahmad ibn al-Hussayn al-Bayhaqi, seorang imam dan memiliki pengetahuan yang sangat mendalam tentang hadis. Lahir di Bayhaq (Asia Tengah) tahun 1006 M.

Abi Bakr ibn Faraj al Qurtubhi
Lahir di Kordoba tahun 1093 M, meninggal di Maushul tahun 1172 M. Seorang pakar tafsir yang terkenal dan sangat menguasai ilmu qiraat dan hadis.

Ibn Asakir
Ibn `Asakir al-Dimashqi al-Shafi`i al-Ash`ari (lahir 1121 M – meninggal 1193 M), adalah seoram imam dan penghafal hadis dan sejarawan dari Damascus yang sangat terpercaya. Mulai belajar agama saat berusia 6 tahun.

Imam Ibn Kathir
Namanya Abul Fida Ismail ibn Abi Hafs Shihabuddin Omar ibn Kathir ibn Daw ibn Kathir. Lahir di Busra (Syria) tahun 1302 M, meninggal 1373 M. Mengarang kitab tafsir yang diakui oleh muslim sebagai satu yang terbaik.

Badruddin Zarkashi
Mengarang buku yang sangat terkenal yaitu al Burhan fi Ulum al Qur’an pada tahun 1345 M

Jalaludin as Suyuthi
Lahir 1445 M dan meninggal 1505 M. Seorang imam, ahli penyelidik yang ternama, hafizh yang terkemuka, pakar sejarah dan ahli bahasa Arab. Telah menulis lebih dari 500 buku.

Terlihat bahwa sumber-sumber yang digunakan oleh Prof Modareshi adalah sumber-sumber yang sangat valid.


1. KLAIM HEBAT MUSLIM

Muslim senantiasa menyatakan bahwa :
• Al-Qur’an yang sekarang adalah sama persis dengan apa yang diterima oleh nabi SAW.
• Telah dihafalkan dengan sempurna oleh sangat banyak sahabat-sahabat nabi SAW.
• Tidak pernah ada kesalahan dalam penulisannya
• sangat cermat dalam penyusunannya

Apakah klaim tersebut benar? Ataukah hanya perwujutan keimanan yang membuta saja?

Uniknya jika dibaca dari tulisan-tulisan ulama-ulama kuno, justru hal yang sebaliknya yang terjadi yaitu :
• banyak bagian qur’an yang telah hilang
• banyak sahabat yang terlupakan ayat-ayat quran


2. QUR’AN SAAT MUHAMMAD MENINGGAL
2.1. QUR’AN BELUM DIKUMPULKAN.

Laporan sumber-sumer tradisi Islam tentang pengumpulan qur’an menyatakan bahwa qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf hingga setelah nabi SAW meninggal ditahun 11 H / 632 M.

Sumber :
• Ibn Sa'd, Kitab al Tabaqat al Kabir, vol 3 p 211, 281
• Ibn Abi Dawud, Kitab al Masahif, p 10
• Ibn Babawayh, Kamal ad Din, p 31-32
• Bayhaqi, Dalail al Nubuwwa, vol 7 p 147-8
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 262
• Ibn al Hadid, Sharah of Nahj al Balagha. vol 1 p 27
• Ibn Juzayy, al Tashil li ulum al tanzil, vol 1 p 4
• Suyuti, Al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 202
• Ibrahim al Harbi, Gharib al hadith, vol 1 p 270

Dikutip dari :
Fath al Bari 13th vol
Ahmad b. Ali b. Muhammad al 'Asqalani, ibn Hajar
Cairo 1939, vol. 9, p.9
[Zaid b. Thabit berkata:] "Nabi wafat dan Qur’an belum dikumpulkan dalam satu tempat "


2.2. QUR’AN SUDAH DIKUMPULKAN

Namun laporan ini ternyata berseberangan dengan beberapa laporan yang mengindikasikan bahwa nabi SAW telah mengumpulkan satu quran selama hidupnya. Kemungkinan terbesar adalah saat tahun-tahun awalnya di Madina.

Sumber :
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 235, 237-38, 256, 258
• Suyuti, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 212-13, 216

Bahkan disebutkan nabi SAW sendiri yang memberitahukan tempat penyimpanan qur’an kepada Ali.
Dikutip dari :
Az-Sanjani, Tarikh, p 66
Diriwayatkan bahwa nabi SAW pernah berkata kepada Ali : “Hai Ali, al-Qur’an ada dibelakang tempat tidurku, (tertulis) di atas suhuf, sutera dan kertas. Ambil dan kumpulkanlah. ……… Ali menuju ketempat itu dan membungkus bahan-bahan tersebut dengan kain berwarna kuning

Jika Al-Qur’an yang dikumpulkan sendiri oleh nabi SAW ini memang ada, tampaknya sudah ikut dimusnahkan oleh Usman karena tidak ada catatan ulama kuno mengenai keberadaan Qur’an kumpulan dari nabi SAW ini. Kalau ini yang terjadi sungguh sangat berani Usman.


3. PENCATATAN AL-QUR’AN

Dikisahkan pencatat-pencatat wahyu biasa mencatat dengan cepat ayat-ayat segera setelah nabi SAW menerima wahyu dan mendiktekannya. Yang lain biasa menghafalkannya, dan ada juga yang mencatat di bahan-bahan yang seadanya yang tersedia. Pakar-pakar yang mendukung pandangan bahwa qur’an belum dikumpulkan beralasan karena saat itu nabi SAW masih hidup sehingga selalu ada kemungkinan ayat-ayat tambahan, ayat-ayat yang dihapuskan, penempatan ayat-ayat yang dirubah.

Alasan ini terasa sangat janggal. Al-Qur’an diturunkan dalam unit-unit wahyu yang jumlahnya hanya beberapa ayat setiap turun (ada yang berpendapat setiap turun 5 ayat, 10 ayat dll) dan isinya tentang satu permasalahan tertentu, sehingga :

• Kalau ada penambahan ayat tidaklah mungkin akan ditambahkan diantara satu unit wahyu karena itu akan sangat mengacak kontinuitas pesan dalam 1 unit wahyu tersebut.
• Kalau toh ada ayat yang dibatalkan / dihapuskan tidaklah mungkin akan menghapus misalkan 2 ayat saja dari 1 unit wahyu / pesan yang terdiri dari misalkan 5 ayat karena akan sangat merusak pesan yang akan disampaikan. Namun kalau toh ini terjadi, sebetulnya juga tidak ada masalah karena nabi SAW cukup menyuruh mencoret saja ayat –ayat yang dihapuskan tersebut.
• Kalau toh ada ayat yang dipindah tempat tidaklah mungkin memindah 1 atau 2 ayat saja dari 1 unit wahyu yang berisi pesan tertentu. Tidak masuk akal jika orang membaca 1 kesatuan ayat yang misalkan terdiri dari 5 ayat harus melompat sana melompat sini.

Lagipula penulisan Qur’an kan tidak langsung dijilid rapi seperti buku melainkan 1 unit wahyu ditulis dalam gulungan sendiri-sendiri sehingga jika terjadi revisi dapat dilakukan :
• Jika ada penambahan ayat-ayat, cukup dituliskan dalam gulungan terpisah dan kemudian disisipkan diantara gulungan yang ada ditempat yang ditentukan oleh Allah SWT
• Jika ada 1 unit wahyu ayat yang dibatalkan cukup diambil saja 1 gulungan unit wahyu tersebut dan dimusnahkan
• Jika ada ayat-ayat tertentu saja dalam 1 unit wahyu dibatalkan cukup dicoret saja ayat-ayat yang dibatalkan tersebut, Gulungan tetap diposisikan ditempat semula
• Jika ada 1 unit wahyu yang dipindah tempat tinggal pindahkan saja gulungan yang berisi unit wahyu tersebut ke tempat barunya.

Jadi, sebetulnya Al-Qur'an bisa dibukukan pada saat nabi SAW hidup!

Semua tulisan-tulisan yang ada belum dapat dikatakan mushaf yang lengkap. Banyak orang yang telah menghafalkan sebagian besar qur’an, yang mereka ulang-ulang saat berdoa dan mereka diktekan kepada sahabat-sahabat mereka. Selama nabi masih hidup, tidak diperlukan keberadaan satu kitab.

Sumber :
• Bayhaqi, Dalail al Nubuwwa, vol 7 p 154
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 235, 262
• Suyutim Al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 202
• Ahmad al Naraqi, Manahij al ahkam, p 152


4. PENGUMPULAN PERTAMA
4.1 ALASAN PENGUMPULAN


Namun keadaan ini berubah setelah nabi SAW meninggal ditambah dengan kejadian-kejadian yang menimpa muslim saat itu. Kisah yang terekam dalam laporan adalah sbb :
Dua tahun setelah nabi SAW meninggal, muslim terlibat dalam pertempuran berdarah di Yamama. Banyak penghafal qur’an yang meninggal.

Sumber :
• Yaqubi, Kitab al Tarikh, vol 2 p 15, menyatakan kebanyakan penghafal qur’an meninggal selama peperangan. Keseluruhan, sekitar 360 muslim meninggal diantaranya adalah sahabat-sahabat nabi SAW yang terdekat
• Tabari, Tarikh, vol 3 p 296
• Ibn al Jazari, al Nashr, p 7, melaporkan yang tewas adalah 500 orang.
• Ibn Kathir, Tafsir al Quran, vol 7 p 439
• Qurtubi, al Jami li Ahkam al Quran, vol 1 p 50
• Abd al Qahir al Baghdadi, Usul al Din p 283, menyebutkan yang tewas adalah 1200 orang.

Dikutip dari :
Muqadimah Al-Qur’an
Halaman 23


Diantara peperangan-peperangan itu yang terkenal adalah peperangan Yamamah. Tentara Islam yang ikut dalam peperangan ini kebanyakan terdiri dari para sahabat dan para penghafal Al-Qur’an. Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur’an. Bahkan sebelum itu gugur pula hampir sebanyak itu dari penghafal Al-Qur’an di masa nabi pada suatu pertempuran di sumur Ma’unah dekat kota Madinah

Ada beberapa hal yang menarik untuk diperdebatkan :
• Dalam beberapa laporan, disebutkan jumlah penghafal al-Qur’an yang tewas mencapai 500 orang dari keseluruhan korban tewas 1200 orang. Namun jika diteliti dari daftar nama 1200 muslim orang yang meninggal dalam perang ini, ternyata hanya 2 orang yang bisa dikatakan memiliki pengetahuan yang memadai akan al-Qur’an, yaitu Salim ibn Maqil dan Abdullah ibn Hafsh ibn Ganim
• Perang Yamama terjadi di Asia Tengah dan dilakukan oleh kaum muslim yang baru memeluk Islam, apakah mereka dapat telah menghafalkan al-qur’an sedemikian banyak sehingga dikuatirkan sebagian al-qur’an akan lenyap?

Dalam beberapa laporan disebutkan seolah-olah puluhan / ratusan orang telah hafal qur’an dengan lengkap dan sempurna.

Dikutip dari :
Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, halaman70

Kata Ibnu Atsir Al Jazary dlam kitab an Nasyr : Sahabat yang menghafal al Qur’an di masa nabi masih banyak yang hidup. Mereka tidak perlu menulis al Qur’an karena mereka sangat baik hafalannya.
Diantara sahabat yang hafal al Qur’an seluruhnya adalah :
Dari golongan muhajirin :
(1) Abu Bakar, (2) Umar, (3) Usman, (4) Ali bin Abi Thalib, (5) Thalhah, (6) Sa’ad, (7) Hudzaifah, ( Salim (meninggal di Yamama), (9) Abu Huraira, (10) Ibn Masud, (11) Abdullah ibn Umar, (12) Abdullah ibn Abbas, (13) Amar ibn Ash, (14) Abdullah ibn Amar ibn Ash, (15) Muawiyah, (16) Ibnu Zubair, (17) Aisha, (1 Hafsa, (19) Ummu Salamah

Dari golongan Anshar :
(20) Ubay bin Ka’b, (21) Muadz bin Jabal, (22) Zaid bin Tsabit, (23) Abu Darda, (24) Abu Zaid, (25) Haritsah, (26) Anas ibn Malik.

Selain itu terdapat pula beberapa shahaby, yaitu :
(27) Ubadah ibn Shamit, (2 Fudalah bin Ubaid, (29) Maslamah bin Khalid, (30) Qais Abu Shashah, (31) Tamim Ad Dhary, (32) Uqbah bin Amir, (33) Salamah bin Makhlad, (34) Abu Musa al Asyhari

Jadi dari 34 nama yang dituliskan oleh Atsir bin Jazary, hanya 1 yang meninggal yaitu Salim. Jadi toh sebetulnya masih ada 33 orang yang diklaim hafal seluruh al-Qur’an. Kenapa khalifah Abu Bakar, atau Umar harus merasa khawatir hilangnya al-Qur’an jika mereka berdua saja dan 31 orang lainnya masih hafal seluruh al Qur’an?

Atau memang laporan bahwa begitu banyak orang yang hafal quran adalah satu hal yang dilebih-lebihkan?

Jika perang Yamamah terjadi sekitar tahun 11/12 H, berikut diinformasikan tahun meninggal beberapa sahabat yang diklaim hafal seluruh Al-Qur’an.
1. Abu Bakar : 13 H
2. Umar bin Khattab : 23 H
3. Usman bin Affan : 35 H
4. Ali bin abi Thalib : 40 H
5. Muawiyah : 60 H
6. Abdullah bin Umar (putra Umar) : masih hidup saat pembunuhan Usman (35 H)
7. Thalhah : meninggal dalam perang Jamal (36 H)
8. Zubair : meninggal dalam perang Jamal (36 H)
9. Hudzaifah : masih hidup saat penaklukan Irak (14 H)
10. Abu Huraira : meninggal 59 H
11. Ibn Mas’ud : meninggal 33 H
12. Ubay bin Kaab : meninggal 19 H / 22 H
13. Abdullah ibn Abbas : meninggal 68 H
14. Abu Musa : meninggal 42 H

Sumber :
1 – 5 : Sejarah Islam, Ahmad Al-Usairy
6 - 9 : Sejarah Islam, Rasul Ja’farian, 324, 325, 133
10 : Dictionary of Islam, Thomas P Hughes
11 – 14 : Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Taufik Adnan Amal, 169, 161, 182, 180

Terlihat bahwa begitu banyak “penghafal Al-Qur’an” yang masih hidup bertahun-tahun setelah perang Yamamah. Jadi alasan pengumpulan pertama sungguh patut diragukan keabsahannya dan kebenaran apakah memang ada pengumpulan pertama tersebut.


3.2. BERAGAM VERSI PENGUMPULAN

Tentang siapa yang mempunyai ide pengumpulan pertama ini dan pelaksananya juga ada beberapa laporan yang berbeda-beda.

1). Versi Pertama :
Ide pengumpulan berasal dari Umar
Versi ini yang paling umum diterima dimana menyebutkan bahwa ide pengumpulan adalah berasal dari Umar yang dia sampaikan kepada Abu Bakar.

Dikutip dari :
Bukhari, Volume 006, Buku 061, Hadis nomor 509
Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata : Abu Bakar memberitahukan kepadaku tentang orang yang gugur dalam pertempuran Yamamah, sementara Umar berada disisinya. Abu Bakar berkata : “Umar telah datang kepadaku menceritakan bahwa peperangan Yamamah telah mengakibatkan gugurnya banyak penghafal Al-Qur’an, dan Umar khawatir akan berguguran pula para penghafal lainnya dalam peperangan-peperangan lain sehingga mungkin banyak bagian Al-Qur’an akan hilang. Umar minta agar aku memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Lalu aku katakan kepada Umar : Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah

2). Versi Kedua
Ide berasal dari Abu Bakar.
Khawatir jika sebagian besar qur’an lenyap bersamaan dengan meninggalnya penghafal, Abu Bakar, khalifah pertama memerintahkan pengumpulan qur’an. Sahabat-sahabat nabi dan penghafal qur’an diminta untuk datang dan menginformasikan apa yang mereka ketahui baik bahan tertulis maupun hafalan. Abu Bakar memerintahkan Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit untuk duduk dimuka pintu masuk masjid di Medina dan menuliskan setiap ayat atau bagian qur’an dimana setidaknya dikuatkan oleh kesaksikan 2 orang. Dalam satu kasus khusus, kesaksian 1 orang dianggap cukup yaitu dalam kasus 2 ayat terakhir dari surah 9 dimana hanya ditemukan pada Abu Khuzaima.

Sumber :
• Bukhari, Sahih, vol 3 p 392-93
• Tirmidhi, Sunan, vol 4 p 346-47
• Abu Bakr al Marwazi, Musnad Abi Bakr al Siddiq, p 97-99, 102-4
• Ibn Abu Dawud, Kitab al Masahif, p 6-7, 9, 20
• Ibn al Nadim, Fihrist, p 27
• al Khatib al Baghdadi, Mudih awham al jam wa l tafrig, vol 1 p 276
• Bayhaqi, Dalail al Nubuwwa, vol 7 p 149-50

3) Versi Ketiga :
Pengumpulan dilakukan oleh Ali
Ada juga banyak laporan bahwa setelah nabi SAW meninggal, Ali bersumpah untuk tidak keluar dari rumah hingga berhasil mengumpulkan seluruh qur’an dalam satu mushaf. Ali bahkan tidak hadir saat pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah pengganti kepemimpinan nabi SAW.

Ikrima melaporkan bahwa Ali bin Abi Thalib tinggal di rumahnya hingga setelah selesai pelantikan Abu Bakar. Dikabarkan bahwa Ali tidak senang dengan terpilihnya Abu Bakar. Maka Abu Bakar kemudian menemui Ali dan berkata, “Apakah engkau tidak senang dengan pelantikanku?” Ali menjawab, Tidak, demi Tuhan!” Abu Bakar bertanya kembali, “Kalau begitu apa yang menyebabkan engkau tidak hadir dalam pelantikanku?” Ali menjawab, “Aku melihat bahwa Al-qur’an telah ditambahkan, sehingga aku bernasar : “Aku tidak akan menggunakan jubahku kecuali untuk sembahyang, hingga aku bisa mengumpulkan Al-Qur’an.” Abu Bakar berkata, “Itu adalah hal yang sangat mulia.”

Sumber :
• Ibn Sa’d, Kitab al Tabaqat al Kabir, vol 2 p 338
• Ibn Abi Shayba, vol 6 p 148
• Yaqubi, Kitab al Tarikh, vol 2 p 135
• Ibn Abu Dawud, Kitab al Masahif, p 10
• Ibn al Nadim, Fihrist, p 30
• Abu Hilal al Askari, vol 1 p 219-20
• Abu Buaym, vol 1 p 67
• Ibn Abd al Barr, al Istiab, p 333-34
• Ibn Juzay, vol 1 p 4
• Ibn Abi al Hadid, vol 1 p 27
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 204, 248
• Kulayni, al Kafi, vol 8 p 18

Setelah berhasil menyusun mushafnya, Ali menunjukkannya kepada sahabat-sahabat nabi, namun mereka menolaknya sehingga Ali harus membawanya pulang kembali.
Sumber :
• Sulaym b. Qays al Hilali, Kitab Sulaymn b. Qays, p 72, 108
• Basair al Darajat, p 193
• Kulayni, al Kafi, vol 2 p 633
• Abu Mansur al Tabrisi, vol 1 p 107, 255-28
• Ibn Shahrashub, Manaqib Al Abi Talib, vol 2 p 42
• Yaqubi, Kitab al Tarikh, vol 2 p 135-6

Variasi cerita beragam, berikut diberikan lagi dari sumber syiah.
Dikutip dari :
Syi'ah dan Al Qur'an
Dr. Ihsan Ilahi Zhahier
http://media.isnet.org/islam/Etc/SQ1.html

Dalam riwayat yang dikemukakannya itu seorang ahli hadist Syi'ah mengatakan, bahwa menurut riwayat dari Abu Dzar Al-Ghifariy, ketika Rasul Allah s.a.w. wafat, Ali (bin Abi Thalib) mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Qur'an kemudian diberikan kepada kaum Muhajirin dan Anshar, sebagaimana yang telah diwasiatkan kepadanya oleh Rasul Allah s.a.w. Ketika Al Qur'an yang dihimpun oleh Ali itu dibuka oleh Abu Bakar, pada halaman pertama ia menemukan ayat-ayat yang mengungkapkan keburukan golongannya. Melihat hal itu Umar naik pitam lalu berkata kepada Ali, "Hai Ali, ambillah Qur'an itu, kami tidak membutuhkannya!" Himpunan ayat-ayat itu lalu diambil kembali oleh Ali, kemudian ia pergi. Umar memanggil Zaid bin Tsabit, seorang penghafal Al-Qur'an. Kepadanya Umar berkata, "Ali datang kepadaku membawa Al Qur'an, di dalamnya terdapat ayat-ayat yang menjelek-jelekkan kaum Muhajirin dan Anshar. Kami berpendapat lebih baik kita menghimpun Al Qur'an dan menghilangkan ayat-ayat yang menjelek-jelekan kaum Muhajirin dan Anshar." Beberapa hari kemudian Zaid datang membawa Al-Qur'an yang dikarang atas permintaan Umar. Ia berkata kepada Umar, "Jika kita telah selesai membuat Al Qur'an yang anda minta, kemudian Ali memperlihatkan Al Qur'an yang dihimpunnya sendiri, apakah semua yang telah anda kerjakan itu tidak akan sia-sia?" Umar berkata, "Lantas bagaimanakah cara untuk mengatasinya?" Zaid menjawab, "Tidak ada jalan lain kecuali kita harus membunuhnya agar kita dapat beristirahat dari gangguannya!". Umar lalu merencanakan pembunuhan Ali dengan menggunakan tangan Khalid bin Al Walid, tetapi gagal.

4. Versi Keempat :
Pengumpul pertama adalah Salim
Laporan lainnya menyatakan bahwa orang pertama yang mengumpulkan Qur’an adalah Salim, salah satu pelanggan Abu Hudayfa. Dilaporkan bahwa setelah nabi SAW meninggal, Salim bersumpah untuk tidak menggunakan jubahnya hingga berhasil mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf. Kisah ini sangat mirip dengan kisah Ali diatas, hanya beda subyeknya saja. Salim kemudian meninggal di pertempuran Yamama.

Sumber :
Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 205,
mengutip dari Ibn Ashta Kitab al Masahif

5) Versi Kelima :
Murni oleh Umar - diselesaikan oleh Umar
Laporan bersumber dari Noeldeke, Geschichte, halaman 17 yang mengutip dari Yaqubi, Kitab al Tarikh.
Laporan menyatakan bahwa Karena Abu Bakar menolak mengumpulkan Al-Qur’an dengan alasan nabi tidak pernah melakukannya, maka Umar mengambil inisiatif sendiri untuk mengumpulkan Al-Qur’an dan menuliskannya sendiri. Kemudian Umar memerintahkan 25 orang Quraish dan 50 orang Anshar untuk menyalinnya dan mengajukannya kepada Said ibn al Ash.
Jadi disini tidak ada peran Usman dan Zaid bin Tsabit sama sekali.

6) Versi Keenam :
Ide oleh Umar - Penyelesaian oleh Usman
Akibatnya muncullah laporan lain untuk menyelaraskan pertentangan ini dengan menyebutkan bahwa pengumpulan dilakukan oleh khalifah Umar, namun beliau meninggal sebelum pengumpulan selesai. Tugas ini kemudian dilanjutkan oleh Usman yang berhasil mengumpulkan quran yang resmi dalam satu mushaf.

Dikutip dari :
Abu Hilal al Askari, vol 1 p 219
Umar ibn Khattab memutuskan mengumpulkan Al-Qur’an. Ia berdiri ditengah manusia dan berkata : “Barang siapa yang menerima bagian Al-Qur’an apapun langsung dari Rasulullah, bawalah kepada kami.” Mereka telah menulis yang mereka dengar (dari Rasulullah) di atas lembaran-lembaran, luh-luh dan pelepah-pelepah kurma. Umar tidak menerima sesuatupun dari seseorang hingga dua orang menyaksikan (kebenarannya). Tetapi ia terbunuh ketika tengah melakukan pengumpulannya. Usman bin Affan bangkit (melanjutkannya) dan berkata : “Barang siapa memiliki sesuatu dari Kitab Allah, bawalah kepada kami ..........

7). Versi Ketujuh :
Ide pengumpulan oleh Usman
Namun, beberapa laporan menolak pendapat bahwa telah ada perintah resmi pengumpulan quran sebelum masa khalifah Usman. Pengumpulan dilakukan oleh khalifah Usman. Jadi dalam hal ini sama sekali tidak ada peran dari Abu Bakar dan Umar dalam proses pengumpulan Al-qur’an

Sumber :
• Ibn Asakir, Biography of Uthman, p 170
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 241

Laporan ini diperkuat dengan beberapa kesaksian dari komunitas muslim awal.

Sumber :
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 235
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol1 p 211
• Ibn Asakir, Biography of Uthman, p 243-46

Jadi setidaknya ada 7 versi pengumpulan pertama Al-Qur’an dan ke 4 khalifah pertama (Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan dan Ali) semuanya mendapat bagian untuk diceritakan sebagai pengumpul Al-Qur’an yang pertama.

Image
Apa yg dipercayai sbg Quran mushaf Usman, disimpan di Kairo
http://www.islamic-awareness.org/Quran/ ... ssein.html

3.3 NASIB MUSHAF PERTAMA

Menurut versi mayoritas yaitu versi pertama, semua bahan-bahan yang diperoleh Zaid bin Tsabit kemudian dituliskan dalam lembaran kertas atau perkamen namun belum dikumpulkan dalam satu mushaf dan disimpan oleh Abu Bakar.
Sumber :
• Yaqubi, Kitab al Tarikh, vol 2 p 135
• Suyuthi, al Itqan fi Ulum al Quran, vol 1 p 185, 207, 208

Kemudian, lembaran-lembaran qur’an ini tidak dipublikasikan kepada umum. Sebagian muslim tetap memiliki qur’an dalam bentuk yang tercerai-berai. Lembaran-lembaran ini tetap dalam pemilikan Abu Bakar dan kemudian Umar. Setelah Umar meninggal suhuf kemudian disimpan oleh Hafsa (putri Umar).

Dikutip dari :
Muqadimah Al-Qur’an, halaman 24

Dengan demikian Al-Qur’an dan seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap ditangan Abu Bakar sampai ia meninggal, kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khattab dan tetap ada di sana selama masa pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah, puteri Umar, istri Rasulullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-qur’an di masa khalifah Umar.

Namun ironisnya, mushaf “asli” yang menjadi dasar penyusunan mushaf Usman inipun pada akhirnya dimusnahkan oleh Marwan bin Al-Hakam.
Dikutip dari :
Studi Ulumul Qur'an, Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah
Pustaka Setia, Juni 2003, halaman 40

Sepulangnya dari mengiring jenasah Hafsa, Marwan ibn Al-Hakam mengirim surat kepada saudara Hafsah, Abdulah ibn Umar, untuk mengirimkan mushaf-mushaf itu kepada Marwan dan menyuruhnya untuk merobek-robek mushaf tersebut......... Dia berkata, "Saya lakukan hal ini karena khawatir, ketika zaman berlalu atau dikemudian hari, manusia akan meragukan keadaan ini."

Catatan tambahan tentang mushaf Abu Bakar :

1). Kenapa mushaf ini akhirnya HANYA DISIMPAN ABU BAKAR, UMAR dan HAFSAH putri Umar dan TIDAK DIPUBLIKASIKAN sama sekali padahal Abu Bakar dan Umar adalah pemimpin Islam saat itu?

2). Kenapa mushaf tidak disebarluaskan untuk membantu lebih banyak lagi muslim yang akan menghafal al-qur’an, bukankah motif pengumpulannya karena mengingat kekuatiran akan berkurangnya penghafal qur’an dan hilangnya banyak bagian al-qur’an akibat peperangan?

3). Kenapa mushaf ini pada akhirnya harus dimusnahkan juga kalau Zaid bin Tsabit hanya sekedar mengcopynya? Jawaban yang masuk akal adalah :
a) Mushaf Hafsah tidaklah sempurna, ini berarti mitos hafalan sempurna tidaklah benar dan sekedar klaim bohong.
b) Zaid bin Tsabit telah melakukan perubahan dalam mushaf yang disusunnya diera Usman


3.4 VALIDITAS PENGUMPULAN PERTAMA

Keabsahan cerita-cerita pengumpulan pertama oleh Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit memang sangat meragukan. Cerita tentang keterlibatan mereka dalam pengumpulan Qur’an tidak pernah muncul dalam tulisan sebelum sekitar tahun 850 an M (sekitar 220 tahun setelah nabi SAW meninggal).

Sebagai contoh, cerita keterlibatan mereka tidak ada dalam :
1). kitab Tabaqat karya Ibn Sa’d (meninggal 845 M) dalam bagian yang membahas tentang Abu Bakar, Umar dan Zaid. Mustahil jika Ibn Sa’d tidak menuliskan keterlibatan mereka dalam pengumpulan jika hal itu memang terjadi.
2). kitab Musnad Ahmad bin Hanbal (meninggal 855 M) yang telah mengumpulkan begitu banyak laporan tentang jasa-jasa para sahabat nabi.

Jadi laporan dari Ibn Asakir dan Zarkasyi tentang tidak adanya usaha pengumpulan sebelum Usman tampaknya sangat masuk akal. Kisah-kisah pengumpulan oleh Abu Bakar dan Umar tampaknya diciptakan kemudian dengan tujuan :
1). untuk memberikan legitimasi tambahan bagi mushaf Usman
2). untuk memberikan kesan bahwa Al-Qur’an sudah dikumpulkan dengan sempurna segera setelah Muhammad SAW meninggal.


4. PENGUMPULAN KEDUA
4.1 KISAH PENGUMPULAN


Kisah pengumpulan kedua ini umumnya diterima secara mayoritas. Kisahnya adalah sebagai berikut.
Dikutip dari :
Sahih Bukhari Volume 6, Buku 61, Nomor 510 :
Dikisahkan oleh Anas bin Malik:
Hudhaifa bin Al-Yaman menghadap Usman. Ia tengah memimpin penduduk Siria dan Irak dalam suatu ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan. Hudhaifa merasa cemas oleh pertengkaran mereka (penduduk Siria dan Irak) tentang bacaan Al-qur’an. Maka berkatalah Hudhaifa kepada Usman : “Wahai Amir Al-Mu’minin, selamatkanlah umat ini sebelum mereka bertikai tentang Kitab (Allah), sebagaimana yang telah terjadi pada umat Yahudi dan Nasrani pada masa lalu.” Kemudian Usman mengirim utusan kepada Hafsa dengan pesan : “Kirimkanlah kepada kami shuhuf yang ada ditanganmu, sehingga bisa diperbanyak serta disalin ke dalam mushaf-mushaf, dan setelah itu akan dikembalikan kepadamu.” Hafsah mengirim shuhufnya kepada Usman. Usman kemudian memerintahkan Zaid bin Thabit, 'Abdullah bin AzZubair, Said bin Al-As dan 'AbdurRahman bin Harith bin Hisham untuk menulis ulang manuskrip dengan sempurna. Usman berkata kepada ketiga orang Quraish, “Jika kamu berbeda pendapat dengan Zaid bin Thabit, maka tulislah dalam dialek Quraish karena Qur’an diturunkan dalam dialek tersebut. Mereka melakukannya dan kemudian membuat beberapa copy. Usman mengembalikan mushaf asli kepada Hafsah. Mushaf-mushaf salinan yang ada kemudian dikirim Usman ke setiap provinsi dengan perintah agar seluruh rekaman tertulis al Qur'an yang ada - baik dalam bentuk fragmen atau kodeks - dibakar habis. Zaid bin Thabit berkata, “Satu ayat dari sura Ahzab hilang olehku saat kami mengcopy Qur’an dan aku biasa mendengar Rasulullah membacanya. Maka kami mencari ayat tersebut dan menemukannya pada Khuzaimah bin Thabit Al ansari. Ayat tersebut adalah : “Diantara orang-orang mumin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.
(33 : 23)

Jadi Usman saat menjabat khalifah meminjam suhuf dari Hafsa dan kemudian menyalinnya dan menjilid dalam satu buku qur’an. Usman membuat beberapa copy dan dikirim ke beberapa daerah Islam dan kemudian memerintahkan pembakaran semua salinan qur’an yang lainnya dimanapun ditemukan.
Sumber :
• Bukhari, vol 3 p 393-94,
• Tirmidhi, Sunan, vol 4 p 347-8
• Abu Bakr al Marwazi, Musnad Abu Bakr al Siddiq, p 99-101
• Ibn Abi Dawud, Kitab al Masahif, p 18-21
• Bayhaqi, Dalail al Nubuwwa, vol 7 p 15051
• Abu Hilal Askari, Kitab al Awail, vol 1 p 218

Tindakan Usman membakar salinan Al-Qur'an ini tidaklah disetujui secara aklamasi oleh komnitas muslim awal.
Berikut diberikan kutipan dari Abi Dawud.
Sumber :
Abi Dawud Kitab al-Masahif; dan al-Tabari, buku 1, chpt. 6, no. 2952 :
Proses pembakaran terhadap salinan Qur’an yang ditulis oleh para saksi mata oleh Usman ini tidaklah disetujui oleh komunitas muslim secara umum. Mereka menyatakan bahwa Usman telah memusnahkan kitab Allah karena sesungguhnya qur’an adalah dalam banyak bentuk, dan Usman telah memusnahkan semuanya kecuali satu.


4.2 VALIDITAS TIM PENGUMPUL
Kontrakdiksi muncul dari nama-nama tim penyusun karena ada beberapa laporan yang berbeda.

1). Versi Pertama
Dengan mendasarkan dari sahih Bukhari diatas berarti ada 4 orang yaitu : Zaid bin Thabit, 'Abdullah bin AzZubair, Said bin Al-As dan 'AbdurRahman bin Harith bin Hisham

2). Versi Kedua
Noeldeke dalam bukunya Geschichte, halaman 50 menuliskan ada 5 orang : Zaid bin Thabit, 'Abdullah bin AzZubair, Abdullah ibn Amr ibn al-Ash, Abdullah ibn Absas dan AbdurRahman bin Harith bin Hisham

3). Versi Ketiga
Menurut Ibn Abi Dawud dalam Kitab Mashahif halaman 22 – 25 ternyata hanya mencatat 2 nama saja yaitu : Zaid bin Thabit dan Said bin Al-Ash

4). Versi Keempat
Menurut Thabari dalam kitab Tafsirnya halaman 20 menuliskan 2 nama : Zaid bin Thabit dan Aban ibn Said ibn al Ash.

5). Versi Kelima
Menurut Ibn Abi Dawud dalam kitab Mashahif halaman 25 mencatat pendapat lain lagi dimana penyusunnya adalah Ubay bin Ka’ab yang memimpin 12 orang. Namun pendapat ini tampaknya tidak benar karena Ubay bin Kaab diperkirakan telah meninggal sekitar 22 H.


4.3 VALIDITAS SUMBER YANG DIGUNAKAN
Kontradiksi ternyata juga muncul pada sumber yang digunakan untuk menyalin Al-Qur’an.

1. Versi Pertama :
Sumber mushaf Hafsa
Pendapat mayoritas menyebutkan sumber adalah dari mushaf Hafsa sebagaimana laporan berikut :
Sahih Bukhari Volume 6, Buku 61, Nomor 510 :
Dikisahkan oleh Anas bin Malik:
……. Kemudian Usman mengirim utusan kepada Hafsa dengan pesan : “Kirimkanlah kepada kami shuhuf yang ada ditanganmu, sehingga bisa diperbanyak serta disalin ke dalam mushaf-mushaf, dan setelah itu akan dikembalikan kepadamu.” Hafsah mengirim shuhufnya kepada Usman ……...

2). Versi Kedua :
Sumber muhaf Ubay bin Ka’ab
Pendapat minoritas menyebutkan bahwa Al-Qur’an dikumpulkan dari mushaf Ubay bin Kaab
Sumber :
Ibn Abi Dawud, Kitab Mashahif, p. 30

3). Versi Ketiga :
Sumber mushaf Aisha
Pendapat minoritas yang merupakan variasi dari versi Umar – Usman (versi ke 4) menyebutkan bahwa Al-Qur’an disalin dari mushaf Aisha menurut laporan dari Abdullah ibn Zubayr.
Dikutip dari :
Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an
Taufik Adnan Amal
Halaman 198

Dikisahkan ada seseorang yang datang kepada Umar dan melaporkan pertikaian umat Islam tentang Al-Qur’an. Karena itu Umar memutuskan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu bacaan ….. namun Umar terbunuh ….. Orang yang sama kemudian menghadap Usman ...... Usman memerintahkan Abdullah ibn Zubayr untuk meminjam mushaf Aisha Setelah diteliti dan dilakukan perbaikan, Usmanlalu merobek-robek lembaran lainnya


4.4. VALIDITAS PERAN ZAID BIN TSABIT

Kontradiksi tidak berhenti pada siapa yang memiliki gagasan pengumpulan tersebut. Bahkan lebih jauh lagi, kontradiksi juga terjadi pada peran Zaid b. Tsabit dalam proses pengumpulan ini. Ada 3 versi yang berbeda-beda

1). Versi Pertama
Mengisahkan bahwa pengumpulan dilakuan oleh Zaid bin Tsabit 2 kali, sekali dibawah Abu Bakar, sekali dibawah Usman
Sumber :
• Bukhari, vol 3 p 393-94
• Tirmidhi, Sunan, vol 4 p 348
• Ibn Abi Dawud, Kitab al Masahif, p 31
• Ibn Asakir, Biography of Uthman, p 234-36)

2). Versi Kedua :
Tidak menuliskan keterlibatan Zaid sama sekali, pengumpulan justru dilakukan oleh Ubay bin Kaab.
Sumber :
• Ibn Abi Dawud, Kitab al Masahif, p 10-11

Versinya adalah pada saat pengumpulan dilakukan oleh Abu Bakar, tim penyusun Al-Qur’an dipimpin oleh Ubay bin Kaab yang mendiktekan ayat-ayat kepada tim penyalin. Ketika mencapai pada ayat 9 : 127, beberapa diantara tim penyalin memandang bahwa ayat ini adalah yang terakhir kali diwahyukan nabi SAW. Tetapi, Ubay menunjukkan bahwa nabi telah mengajarkannya 2 ayat lagi (9 : 128 dan 129) yang merupakan bagian terakhir dari wahyu.

3). Versi Ketiga :
Dua laporan lainnya bahkan menyebutkan Zaid bin Tsabit telah mengumpulkan qur’an bahkan saat nabi masih hidup, dalam bentuk fragmen-fragmen yang ditulis dibahan-bahan primitif.
Sumber :
• Tirmidhi, Sunan, vol 5 p 390
• Al Hakim al Naysaburi, al Mustadrak, vol 2 p 229, 611

Namun versi ketiga ini jelas betabrakan dengan laporan yang dikutip oleh Suyuthi yang menyatakan saat nabi meninggal qur’an belum dikumpulkan
Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 202


5. CACAT DALAM PENGUMPULAN

Namun dalam proses pengumpulan oleh Usman ternyata tidak sesempurna yang dibayangkan. Beberapa karya-karya klasik ulama dan pakar muslim melaporkan bahwa beberapa wahyu ternyata telah hilang sebelum pengumpulan oleh Abu Bakar.

5.1 LAPORAN UMAR
Dilaporkan, sebagai contoh, Umar mencari ayat tertentu yang hanya diingatnya samar-samar. Namun dengan menyesal akhirnya Umar menemukan bahwa orang yang menghafal ayat tersebut telah terbunuh dalam perang Yamama sehingga ayat tersebut hilang selamanya. Ia mengekspresikan rasa kehilangannya dengan mengucapkan inna li-llahi wa inna ilayhi raji un, lalu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sehingga Umar adalah orang yang pertama yang mengumpulkan Al-Qur’an kedalam mushaf.

Sumber :
• Ibn Abi Dawud, Kitab al Masahif, p 10
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 204

Umar juga mengingat keberadaan ayat lain yang dikeluarkan dari Qur’an

Sumber :
• Mabani, p 99
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84
• Ibn Abi Shayba, vol 14 p 564, ekspresi yang digunakan adalah Faqadnah, artinya “kita kehilangan ayat tersebut”)

Atau mungkin hilang, termasuk didalamnya adalah ayat tentang kewajiban terhadap orang tua

Sumber :
• Abd al Razzaq, vol 9 p 50
• Ahmad b. Hanbal, vol 1 p 47, 55
• Ibn Abi Shayba, vol 7 p 431
• Bukhari, vol 4 p 306
• Ibn Salama, al Nasikh wal Mansukh, p 22
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 39 (mengacu pada Abu Bakar)

Dan ayat tentang jihad
Sumber :
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 403
• Mabani, p 99
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84

Menurut laporan Suyuthi dalam Al-Itqan dikisahkan bahwa Umar bertanya kepada Abdulah Rahman bin Auf apakah mengingat ayat berikut :
Berjuanglah seperti kalian berjuang untuk pertama kalinya.

Klaim Umar terutama tentang ayat pertama (kewajiban terhadap orang tua) diperkuat oleh tiga orang lainnya yang memiliki otoritas dalam qur’an yaitu Zayd b. Thabit, 'Abd Allah b. 'Abbas, dan Ubayy b. Ka'b.

Sumber :
• Abd al Razzaq, vol 9 p 52
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 400
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84

Contoh laporan lainnya dalam Suyuthi - Al Itqan adalah :
Al Tabrani melaporkan bahwa Umar bin Khattab berkata, “Al-Qur’an itu terdiri dari 1.027.000 kata.”

Sementara Al-Qur’an yang ada sekarang hanya tinggal sekitar 1/3 nya.


5.2 AYAT RAJAM
Umar juga mengingat keberadaan ayat rajam sebagai hukuman bagi pezinah.

Sumber :
• Malik b. Anas, Muwatta, vol 2 p 824
• Ahmad b. Hanbal, vol 1 p 47, 55
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 398, 455
• Bukhari, vol 4 p 305
• Muslim, Sahih, vol 2 p 1317
• Ibn Maja, Sunan, vol 2 p 853
• Tirmidhi, Sunan, vol 2 p 442-3
• Abu Dawud, Sunan, vol 4 p 145
• Ibn Qutayba, Tawil mukhtalif al hadith, p 313
• Ibn Salama, al Nasikh wal Mansukh, p 22
• Bayhaqi, al Sunan al Kubra, vol 8 p 211, 213

Dikutip dari :
Bukhari: vol. 8, hadis 817, halaman 539-540; buku 82

…….. , dan diantara yang dinyatakan Allah adalah ayat-ayat tentang Rajam, dan kami telah menghafalkan dan mengerti ayat-ayat tersebut. Rasul Allah melakukan hukuman ini begitu juga kami. Saya khawatir bahwa setelah waktu lama berlalu, seseorang akan berkata, Demi Allah, kami tidak menemukan ayat-ayat Rajam dalam buku Allah”. …

Tetapi Umar tidak dapat meyakinkan sahabat-sahabatnya untuk memasukkan ayat rajam kedalam qur’an sebab tidak ada yang menyokong pendapatnya sehingga persyaratan minimal kesaksian 2 orang tidak terpenuhi.

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 206

Namun, beberapa sahabat nabi kemudian mengingat keberadaan ayat rajam tersebut termasuk Aisha

Sumber :
• Ahmad b. Hanbal, vol 5 p 183 (mengutip Zayd b. Thabit dan Said al-As Abd al Razzaq
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 82, 86
• Suyuthi, al Durr al Manthur, vol 5 p 180 (mengutip Ubayy b. Ka'b dan
Ikrima)

Menurut laporan Suyuthi dala Al-Itqan, ayat rajam ini dilaporkan ada dalam mushaf Ubay bin Ka’b dan ditempatkan di sura 33.
Bunyi ayat ini adalah :
Apabila seorang laki-laki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka rajamlah keduanya,itulah kepastian hukum dari Tuhan, dan Tuhan maha kuasa lagi bijaksana.


5.3 LAPORAN AISYAH

Aisha melaporkan bahwa bahwa ada satu lembaran yang berisi 2 ayat, termasuk ayat-ayat rajam, ditulis dalam lembaran yang disimpan dibawah tempat tidurnya. Sayang pada waktu pemakaman nabi SAW, seekor binatang memakannya hingga musnah. Disebutkan dalam bahasa Arab “dajin”, yang dapat berarti hewan seperti kambing, domba ataupun unggas.

Sumber :
• Ibrahim b. Ishaq al Harbis, Gharib al hadith menyebutkan “shal” yang berarti domba
• Zamakshari, al Kashaf, vol 3 p 518, footnote
• Sulaym b. Qays al Hilali, Kitab Sulaymn b. Qays, p 108
• Al Fadl b. Shadahn, al Idah, p 211
• Abd al Jalil al Qazwini, p 133

Peristiwa hilangnya ayat-ayat Al-Qur’an akibat dimakan binatang sungguh menggelikan, menyedihkan dan membuktikan bahwa Allah SWT adalah pembohong kelas kakap karena tidak bisa memenuhi apa yang dia janjikan dalam ayat berikut :
QS 15 : 9 :
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya [793].

Peristiwa terjadi saat rumah sedang sibuk dengan pemakaman nabi SAW.

Sumber :
• Ahmad b. Hanbal, vol 4 p 269
• Ibn Maja, Sunan, vol 1 p 626
• Ibn Qutayba, Tawil, p 310
• Shafi'i, Kitab al Umm, vol 5 p 23, vol 7 p 208

Menurut laporan dari Ibn Maja menceritakan bahwa Aisyah berkata : ayat al-Radha'ah sebanyak 10 kali telah diturunkan oleh Allah SWT dan ditulis dalam mushaf di bawah katilku, tetapi manakala wafat Rasulullah dan kami sibuk dengan pemakamannya maka ayat-ayat tersebut HILANG.

Satu contoh adalah laporan dari Suyuthi dalam Al-Itqan sbb :
Aisyah menyatakan Surah al-Ahzab 33 : 56 pada masa Nabi adalah LEBIH PANJANG yaitu dibaca "Wa'ala al-Ladhina Yusaluna al-Sufuf al-Uwal" selepas "Innalla ha wa Mala'ikatahu Yusalluna 'Ala al-Nabi..." Aisyah berkata,"Yaitu sebelum USMAN MENGUBAH mushaf-mushaf."

Aisha dilaporkan menyatakan bahwa saat nabi SAW hidup, sura 33 (al-Ahzab) adalah 3 kali lebih panjang daripada yang ada dalam mushaf Usman.

Sumber :
• Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 434
• Suyuti, al Durre Manthur, vol 5 p 180
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226

Kutipan dari Suyuthi :
Aisyah berkata, "Surah al-Ahzab dibaca pada zaman Rasulullah SAW SEBANYAK 200 AYAT, tetapi pada masa Usman menulis mushaf surah tersebut TINGGAL 173 AYAT SAJA."

5.4 LAPORAN ANAS BIN MALIK
Anas b. Malik mengingat satu ayat yang turun saat beberapa muslim terbunuh dalam perang, tetapi kemudian hilang

Sumber :
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 399
• Tabari, Jami al Bayan, vol 2 p 479

Ayat yang diingat Anas bin Malik adalah :
Sampaikanlah kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu Tuhan kami, dan Dia ridha kepada kami serta kamipun ridha kepadaNya.

5.5 LAPORAN ABDULLAH BIN UMAR
Abdullah ibn Umar menyatakan banyak bagian qur’an yang telah hilang.

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 81-82

Yang dikatakan oleh Abdullah bin Umar adalah :
Sungguh seorang diantara kamu akan berkata, “Saya telah mendapatkan Al-Qur’an yang lengkap.” Dan tidak mengatahui taraf kelengkapannya. Sesungguhnya banyak bagian Al-Qur’an yang telah hilang, dan karena itu seharusnya ia berkata, “Saya telah mendapatkan yang masih ada”


6.6 LAPORAN UBAY BIN KA’AB

Ubay b. Ka’b, sebagai contoh, menuliskan sura 98 berbeda dimana Ubay mengklaim versi dia adalah dia dengar langsung dari nabi SAW.
Menurut Arthur Jefrey dalam Materials , ayat yang dimaksud berbunyi :
Sesunguhnya agama disisi Allah adalah al hanifiyah, bukan Yahudi dan bukan pula Nasrani.
Maka barang siapa yang berbuat baik, tidak akan diingkari jerih payahnya.

Ubay juga berpendapat bahwa sura 33 (al-Ahzab) seharusnya lebih panjang, dimana yang dia yakin ingat adalah ayat-ayat rajam yang tidak tertulis dalam mushaf Usman.

• Ahmad b. HAnbal, vol 5 p 132
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 405
• Bayhaqi, al Sunan al Kubra, vol 8 p 211
• Al Hakim al Naysaburi, al Mustadrak, vol 2 p 415
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 82 (klaim yang sama tentang jumlah ayat sura 33 dan keberadaan ayat-ayat rajam diutarakan oleh Umar dan Ikrima dalam Suyuti, al Durre Manthur, vol 5 p 180)

Klaim Ubay juga diperkuat oleh Zayd b. Thabit

Sumber :
• Zarkasi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 2 p 35, dimana ayat dikatakan seharusnya berada di Sura 25 (al Nur)
• Mabani, p 83 dan 86, menyatakan ayat seharusnya berada di Sura al Ahzab

Suyuthi dalam Al Itqan bahkan melaporkan Zaid bin Tsabit mengerti ayat ini.
Zaid ibn Thabit and Sa'id bin al-As sedang menuliskan mushaf dan saat mereka sampai pada ayat ini Zaid berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata : ‘Lelaki dewasa dan perempuan dewasa yang berzinah, rajamlah mereka sebagai hukuman’. Umar kemudian berkata, “Ketika ayat diturunkan aku menemui Rasulullah SAW dan berkata, ‘Akankan aku tulis ayat ini’, tetapi Rasulullah terlihat ragu-ragu.

Dua sura pendek yang dikenal dengan Sural al-Hafd dan Sura al-Khal tercatat dalam mushaf Ubayy

Sumber :
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 400-1
• Ibn al Nadim, Fihrist, p 30
• Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 433
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 2 p 37
• Haytami, Majam al Zawaid, vol 7 p 157
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226, 227

Menurut Arthur Jefrey dalam Materials ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut :
Surat Al Khal :
Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang
1. Ya Allah, kami memohon kepadaMu pertolongan dan ampunan
2. Kami menyanjungMu dan tidak bersikap kafir kepadaMu
3. Kami ungkapkan puja puji kepadaMu dan kami tinggalkan orang-orang yang berlaku curang kepadaMu

Surat Al Hafd :
Dengan nama Allah yang pengasih, yang penyayang
1. Ya Allah, kepadaMu-lah kami menyembah
2. Dan kapadaMu-lah kami bersembahyang serta bersujud
3. Dan kepadaMu-lah kami berjalan bergegas-gegas serta bersegera
4. Dan berharap akan limpahan rahmatMu
5. Dan kami takut akan azabMu
6. Sesungguhnya azabmu menimpa semua orang yang kafir

Kedua sura tersebut tercatat juga dalam mushaf Ibn Abbas dan Abu Musa al Ashari

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 227

Diketahui juga oleh Umar

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226-7

Diketahui juga oleh sahabat-sahabat nabi lainnya.

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 227, vol 3 p 85

Kutipan dari Suyuthi adalah :
Dua surah yang bernama "al-Khal" dan "al-Hafd" telah ditulis dalam mushaf Ubayy bin Ka'b dan mushaf Ibn Abbas, sesungguhnya Ali AS mengajar kedua surah tersebut kepada Abdullah al-Ghafiqi, Umar b. Khatttab dan Abu Musa al-Asy'ari juga membacanya.

5.7 LAPORAN HUDHAYFA
Kesaksian juga diperkuat oleh Hudhayfa b. al-Yaman yang menemukan sekitar 70 ayat tidak tercantum dalam mushaf Usman. Ayat-ayat yang biasa dibacanya saat nabi SAW masih hidup.

Sumber :
• Suyuti, al Durre Manthur, vol 5 p 180, mengutip dari Bukhari, Kitab at Tarikh

Hudhayfa juga meyakini bahwa Sura 9 (al-Bara'a) dalam mushaf Usman hanyalah ¼ dari yang biasa dibacakan saat nabi SAW masih hidup.

Sumber :
• Al Hakim al Naysaburi, al Mustadrak, vol 2 p 331
• Haytami, Majam al Zawaid, vol 7 p 28-29
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84

Kutipan dari al Mustadrak
Menurut Hudhayfa, muslim membaca “hanya seperempat dari Sura al Tawba yang berarti sebagian besar dari ayat-ayatnya telah hilang

Pendapat ini diperkuat oleh ahli hukum terkenal abad 2 H yaitu Malik b. Anas, pendiri sekolah hukum Islam Maliki

Sumber :
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 263
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 226

Dilaporkan juga bahwa Suras 15 (al-Hijr) and 24 (al-Nur) seharusnya lebih panjang dari yang tercantum dalam mushaf Usman.

Sumber :
• Sulaym b. Qays al Hilali, Kitab Sulaymn b. Qays, p 108
• Abu Mansur al Tabrisi, al Intijaj, vol 1 p 222, 286
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 2 p 35

5.8 LAPORAN ABU MUSA
Abu Musa al-Ash'ari mengingat keberadaan 2 sura yang panjang dimana hanya satu ayat dari 2 sura itu yang dia masih ingat. Namun 2 sura itu tidak ada dalam mushaf Usman.

Sumber :
• Muslim, vol 2 p 726
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 405
• Abu Nuaym, Hilyat al Awliya, vol 1 p 257
• Bayhaqi, Dalai, vol 7 p 156
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 83

Satu ayat yang diingat oleh Abu Musa dalam sebuah sura yang panjangnya menyerupai sura musabbihat (sura 57, 59, 61, 62 dan 64) menurut Imam Muslim adalah :
Hai orang-orang beriman, mengapa kalian katakan apa yang tidak kalian lakukan? Maka dituliskan sebuah kesaksian di leher-lehermu dan kalian akan ditanya tentangnya di hari berbangkit.

Satu dari 2 ayat yang dia ingat (Jika anak Adam memiliki 2 timbunan emas, dia akan mencari yang ketiga) juga dikutip oleh sahabat-sahabat nabi SAW yaitu Ubayy. Dalam mushaf Ubay, ayat ini ditempatkan di QS 10 diantara ayat 24 dan 25.

Sumber :
• Ahmad b. Hanbal, vol 5 p 131-32
• Muhasibi, Fahm al Quran an wa manih , p 400-01
• Tirmidhi, Sunan, vol 5 p 370
• Al Hakim al Naysaburi, al Mustadrak, vol 2 p 224

Juga oleh Ibn Masud

Sumber :
• Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 433

5.10 LAPORAN IBN ABBAS
Ibn 'Abbas juga melaporkan adanya ayat tentang anak Adam

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 p 227

Dikutip dari Sahih Muslim no. 2285
Ibn Abbas melaporkan bahwa rasulullah berkata, “Jika anak Adam memiliki timbunan kekayaan, dia akan mencari yang berikutnya, dan dia tidak akan merasa kenyang kecuali dengan debu .....

5.11 LAPORAN MASLAMA
Maslama b. Mukhallad al-Ansari menyebutkan 2 ayat lagi yang tidak terdapat dalam mushaf Usman.

Sumber :
• Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 3 p 84

Ayat yang dimaksud berbunyi :
1. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, maka bergembiralah kamu, karena sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang beruntung
2. Dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan membantu serta berperang bersama mereka melawan kaum yang dikutuk Tuhan, maka tak satu jiwapun yang mengetahui apa yang disimpankan untuk mereka dari berbagai hal yang menyenangkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan.

Dan Aisha melengkapi dengan ayat yang ke 3.

Sumber :
• Abd al Razzaq, vol 7 p 470
• Ibn Maja, Sunan, vol 1 p 625, 626


5.12. LAPORAN IBN MAS’UD
Ibn Mas’ud tidak memasukkan sura 1, 113, dan 114 dalam mushafnya

Sumber :
• Ibn Abi Shayba, vol 6 p 146-47
• Ahmad b. Hanbal, vol 5, p 129-30
• Ibn Qutayba, Tawail mushkil al Quran, p 33-34
• Ibn al Nadim, Fihrist, p 29
• Baqillani, al Intisar, p 184
• Al Raghib al Isfahani, Muhadarat al Udaba, vol 4 p 434
• Zarkashi, al Burhan fi ulum al Quran, vol 1 p 251, vol 2 p 128
• Haytami, Majam al Zawaid, vol 7 p 149-50
• Suyuthi, al Itqan fi Ulum al Quran, vol 1 p 224, 226, 270-73

Menurut laporan Suyuthi :
Ibn Mas’ud menolak memasukkan surah 1, 113 dan 114, karena sura-sura tersebut adalah doa-doa dan mantera untuk mengusir setan. Hal ini diperkuat dengan laporan dari al Razi, al Tabari dan Ibn Hajar

Namun ada beberapa kata dan kalimat dalam mushaf Mas’ud yang tidak terdapat dalam mushaf Usman

Sumber :
• Arthur Jeffrey, Materials for the History of the Text of the Quran, the Old Codices, p 20-113

Mas’ud dan beberapa sahabat nabi lainnya juga mencatat beberapa ayat yang berbeda dari mushaf Usman.

Sumber :
• Arthur Jeffrey, Materials for the History of the Text of the Quran, the Old Codices, p 114-238

Tidak mengherankan jika dilaporkan bahwa Ibn Masud menolak Qur’an hasil tulisan Zaid bin Tsabit sebagaimana terekam dalam laporan berikut :
Dikutip dari :
Ibn Sa'd's Kitab al-Tabaqat al-Kabir, vol. 2, p.444

Orang-orang telah berdosa dengan berbohong tentang bacaan Qur’an. Aku memilih untuk membaca Qur’an menurut apa yang aku terima dari Rasulullah daripada menurut apa yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit. Demi Allah! Aku telah menghafal lebih dari 70 surah langsung dari mulut Rasulullah disaat Zaid masih anak kecil ......

5.13. LAPORAN USMAN
Namun yang paling ironis adalah kesalahan mushaf ternyata diketahui juga oleh Usman, laporannya adalah sbb :
Biographical Dictionary
Ibn Khallikan, p. 401 :
Abu Amr menyatakan bahwa dia mendengar kisah ini dari Katada as Sadusi :
“Ketika mushaf Usman ditulis dan diserahkan kepada Usman bin Affan, dia berkata, ‘Ada kesalahan-kesalahan bahasa didalam mushaf, tetapi biarkan orang-orang Arab di padang pasir memperbaikinya dengan pengucapan mereka.

5.14. LAPORAN ALI BIN ABI THALIB
Dikutip dari :
Merenungkan Sejarah Alquran
Luthfi Assyaukanie
http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=447

Ibn Mas’ud bukanlah seorang diri yang tidak menyertakan al-Fatihah sebagai bagian dari Alqur’an. Sahabat lain yang menganggap surah “penting” itu bukan bagian dari Alquran adalah Ali bin Abi Thalib yang juga tidak memasukkan surah 13, 34, 66, dan 96. Hal ini memancing perdebatan di kalangan para ulama apakah al-Fatihah merupakan bagian dari Alquran atau ia hanya merupakan “kata pengantar” saja yang esensinya bukanlah bagian dari kitab suci.

5.15. LAPORAN IBN AL-NADIM
Dalam buku Fihrist karya al-Nadim, halaman 79 dituliskan daftar buku-buku kuno yang membahas tentang perbedaan antar manuskrip qur’an kuno sbb :

Buku Tentang Perbedaan Manuskrip (Qur’an) :
1). Perbedaan Antara Manuskrip Penduduk Madina, Kufa dan Basrah menurut al Kisai
2). Kalaf, Buku Tentang Perbedaan Manuskrip
3). Perbedaan antara Penduduk Kufa, Basra dan Siria tentang Manuskrip, karya al Farra
4). Perbedaan Antar Manuskrip, karya al Sijistani
5). Al Mada’ini tentang perbedaan antar manuskrip dan pengumpulan al Qur’an
6). Perbedaan Manuskrip antara Penduduk Syria, Hijaz dan Iraq, karya Ibn Amir al Yashubi
7). Buku karya Muhammad ibn ‘Abd Al-Rahman al-Isbahani tentang perbedaan manuskrip

Dari daftar yang dibuat oleh Ibn Al Nadim sekitar tahun 988 ternyata sudah ada setidaknya 7 buku karya ulama kuno yang membahas tentang perbedaan antar manuskrip qur’an kuno. Perbedaan ini ternyata terjadi setidak-tidaknya antara 4 copy yang dikirim oleh Usman yaitu Medina, Kufa, Basra dan Syria (Damaskus).


6. PENUTUP

Laporan diatas membuktikan betapa catatan sejarah tentang pengumpulan al-qur’an sungguh mengalami variasi dan kontradiksi yang sangat mendasar.

Seorang pakar Al-qur’an di Indonesia yaitu DR. Quraish Shihab dalam pengantarnya untuk buku Rekonstruksi Sejarah Al-Qur'an karya Taufik Adnan Amal, FKBA, 2001, berkata sbb :

halaman xvii
... Artinya, masih diperlukan upaya-upaya serius untuk "mengakhiri" berbagai hal yang menyelimuti sejarah al-qur'an.
.................

Sementara seorang pakar muslim dari Libanon, DR Subhi as Shalih berpendapat :
Membahas Ilmu Ilmu al-Qur'an
DR. Subhi As Shalih
Pustaka Firdaus, April 2001, hal 1 :

.... ada banyak riwayat dan pendapat dalam kitab-kitab sebelumnya yang saling bertentangan .... hal-hal yang kontradiktif tadi merupakan sumber penyakit dan pangkal musibah bagi umat Islam.

Sementara seorang pemikir muda yaitu Sumanto Al-Qurtuby yang juga adalah Direktur Eksekutif ILHAM Institute berpendapat :
Sumber :
Lubang Hitam Agama
Sumanto Al-Qurtuby
Penerbit RumahKata, 2005, halaman 36 – 37

Menyadari realitas sejarah yang demikian, umat Islam bukan melakukan kritik diri sebaliknya membela mati-matian otoritas dan supremasi teks Al-Qur’an seraya menggembar-gemborkan sebagai teks yang otentik, asli, original, made in Tuhan, bukan teks palsu, imitasi seperti Bibel, Injil dan lainnya. Ini adalah bagian dari lelucon yang tidak lucu dari umat Islam yang katanya umat terbaik itu

Padahal teks Al-Qur’an yang sekarang ini tidak lebih adalah HASIL PENULISAN ULANG DI Kairo pada tahun 1923.
Dikutip dari :
Merenungkan Sejarah Alquran
Luthfi Assyaukanie
http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=447

Alquran dalam bentuknya yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah sebuah INOVASI yang usianya tak lebih dari 79 tahun. Usia ini didasarkan pada upaya pertama kali kitab suci ini dicetak dengan percetakan modern dan menggunakan STANDAR EDISI MESIR PADA TAHUN 1924. Sebelum itu, Alquran ditulis dalam beragam bentuk tulisan tangan (rasm) dengan teknik penandaan bacaan (diacritical marks) dan otografi yang BERVARIASI.

Sekian
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Quran Wahyu Awloh

Post by Adadeh »

http://answering-islam.org.uk/Authors/F ... orthy2.htm

Apa proses yang dilalui Quran sebelum menjadi buku wahyu Allah ?

Saya pernah diceritakan ttg bagaimana Qur’an dibentuk. Dua keterangan yang paling terkenal adalah ; sebelum dia mati, Muhamad menyusun Qur’an menjadi sebuah buku dan Kalifah berikutnya, Abu Bakr, menyusunnya dari orang2 yang telah menulis ayat2 Qur’an dan menghafalnya. Meskipun begitu, saya diajarkan bahwa Qur’an yang sekarang ini persis sama dengan yang diberikan pada Muhamad dulu oleh malaikat Jibril. Utk mengerti sejarah Islam saya kemudian mulai mempelajari sumber2 Islam yang bisa dipercaya – terutama Hadis (perkataan dan perbuatan Muhammad) yang Sahih (terpercaya) yang disusun oleh Bukhari.

Sewaktu sedang mempelajari sejarah penyusunan teks Qur’an, betapa kagetnya saya ketika mengetahui bahwa Qur’an yang kita miliki hari ini ternyata telah melalui beberapa tahapan evolusi sebelum mencapai versi standar sekarang ini. Misalnya, saya menemukan ada tujuh cara yang berbeda untuk melafalkan Qur’an. Seorang dapat melafalkan dan mengingat Qur’an secara berbeda dan itu tetap diterima sebagai wahyu Allah. Kutipan dari Hadis Sahih Bukhari:

Hadis Sahih Bukhari Volume 3, Buku 41, Nomer 601:
Dikisahkan oleh 'Umar bin Al-Khattab:
Aku dengar Hisham bin Hakim bin Hizam melafalkan Surat-al-Furqan dengan cara yang berbeda dengan caraku. Rasul Allah telah mengajarkan padaku (dengan cara yang berbeda). Lalu, aku hampir saja ingin bertengkar dengan dia (pada saat sembahyang) tapi aku tunggu sampai dia selesai, lalu aku ikat bajunya di sekeliling lehernya dan kuseret dan kubawanya menghadap Rasul Allah dan berkata, “Aku telah mendengar dia melafalkan Surat-al-Furqan dengan cara yang berbeda dengan yang kau ajarkan padaku.” Sang Rasul menyuruhku melepaskan dia dan meminta Hisham melafalkannya. Ketika dia melakukan itu, Rasul Allah berkata, “Itu (Surat-al-Furqan ) dilafalkan begitu.” Sang Rasul lalu meminta aku melafalkannya. Ketika aku melakukannya, dia berkata, “Itu dilafalkan begitu. Qur’an telah dinyatakan dalam tujuh cara yang berbeda, jadi lafalkan dengan cara yang mudah bagimu.”


Karena itu dari sejak awal Qur’an, kutemukan banyak cara untuk melafalkannya. Karena alasan ini, bukan satu melainkan tujuh cara, untuk menghafalkan Qur’an. Ini berarti orang Muslim yang lain dapat mengingat Qur’an dalam tujuh cara yang berbeda, dan bukan hanya satu. Seketika sesuatu timbul dibenakku yang tadinya tidak pernah terpikirka. Jika Muhammad telah mengijinkan tujuh cara untuk melafalkan Qur’an, maka tentunya ada tujuh versi Qur’an, dan bukan hanya satu !

Saya tidak pernah diajari bahwa ada tujuh buah Qur’an, tapi saya hanya diberitahu ada satu Qur’an saja. Apakah memang betul ada tujuh buah dan semuanya itu asli ? Ketika saya terus melanjutkan penelaahan, saya temukan Hadis Sahih lain yang memperkuat dan memperluas paham bahwa Qur’an mungkin dikisahkan dalam tujuh cara yang berbeda.

Contohnya Sahih Bukhari Volume 4, Buku 54, Nomer 442; V6, B61, N513; V6, B61, N514; V9, B3, N640.

Sewaktu saya mempelajarinya lebih lanjut, Hadis Sahih menegaskan bahwa bukan Muhammad yg menyusun tulisan Qur’an menjadi satu koleksi, tapi ini untuk pertama kali dilakukan di bawah kekuasaan Kalifah Abu Bakr. Ternyata pada saat itulah qurra, yakni orang2 yang menghafalkan Qur’an, terbunuh di Perang Yamama. Khalifa Abu Bakr memerintahkan untuk dibuat kumpulan ayat2 Qur’an, dan ini juga atas desakan Umar (Kalifah kedua). Kumpulan ayat ini disimpan oleh Kalifah Abu Bakr, dan setelah dia mati, lalu disimpan oleh Kalifah Umar dan diserahkan pada anak perempuan Umar yang bernama Hafsa, yang juga janda Muhamad. Ini diceritakan dengan jelas di Sahih Hadis of Bukhari:

Hadis Sahih Bukhari, Volume 6, Buku 61, Nomer 509:
Dikisahkan oleh Zaid bin Thabit:
Abu Bakr As-Siddiq memanggilku ketika orang2 Yamama telah dibunuh (sejumlah pengikut sang Nabi yang bertempur melawan Musailama). (Aku pergi kepadanya) dan menemukan 'Umar bin Al-Khattab duduk dengannya. Abu Bakr lalu berkata (padaku), “Umar telah datang padaku dan berkata: “Banyak yang Qurra Qur’an (orang2 yang hafal Qur’an di luar kepala) yang tewas di Perang Yamama dan aku takut akan lebih banyak lagi Qurra yang akan tewas di medan perang lain, sehingga sebagian besar Qur’an bisa hilang. Karena itu aku menganjurkan kau (Abu Bakr) memerintah agar ayat2 Qur’an dikumpulkan.”

Aku berkata pada ‘Umar, “Bagaimana kau dapat berbuat sesuatu yang Rasul Allah saja tidak lakukan?” ‘Umar berkata, “Demi Allah, ini adalah usaha yang baik.” ‘Umar terus saja membujukku untuk menerima usulnya sampai Allah membuka hatiku dan aku mulai menyadari kebenaran usul ini.”

Lalu Abu Bakr berkata (padaku). ‘Kamu adalah anak muda yang bijaksana dan kami tidak curiga apapun padamu, dan kau biasa menulis Ilham Illahi bagi Rasul Allah. Maka kau harus mencari (ayat2 terpisah-pisah) Qur’an dan mengumpulkannya jadi satu buku.” Demi Allah, jika mereka memerintahkanku untuk memindahkan satu dari gunung2, ini tidak akan sesukar perintah mengumpulkan ayat2 Qur’an. Lalu aku berkata pada Abu Bakr, “Bagaimana kau dapat berbuat sesuatu yang Rasul Allah saja tidak lakukan?” Abu Bakr menjawab, ““Demi Allah, ini adalah usaha yang baik.” Abu Bakr terus saja membujukku untuk menerima usulnya sampai Allah membuka hatiku seperti Dia telah membuka hati Abu Bakr dan ‘Umar.

Lalu aku mulai mencari ayat2 Qur’an dan mengumpulkannya dari (yang ditulis di) tangkai2 palem, batu2 putih tipis dan juga orang2 yang mengingatnya dalam hati, sampai aku menemukan ayat akhir dari Surat At-Tauba (Pertobatan) dari Abi Khuzaima Al-Ansari, dan aku tidak menemukan ayat ini pada orang lain. Ayatnya berbunyi: ‘Sesungguhnya telah datang bagimu seorang Rasul (Muhammad) dari antara kalian sendiri. Dia sedih melihat engkau harus menerima kecelakaan atau kesusahan … (sampai akhir Surat-Baraa’ (At-Tauba) (9.128-129). Lalu naskah2 (salinan) lengkap Qur’an disimpan Abu Bakr sampai dia mati, lalu disimpan ‘Umar sampai akhir hidupnya, dan kemudian disimpan Hafsa, anak perempuan ‘Umar.


Sewaktu saya mempelajari Hadis Sahih di atas dan Hadis yang lain yang sama pesannya, saya mendapatkan hal2 yang penting. Pertama, Umar khawatir jika Qur’an tidak ditulis, dan jika Qurra banyak yang mati, maka sebagian besar Qur’an akan hilang.

Kedua, ini adalah tugas yang monumental (besar sekali) yang diberikan pada Zaid karena Muhammad sendiri tidak pernah melakukan hal ini, dan Zaid menjelaskan kekhawatirannya.

Ketiga, perlu banyak usaha untuk mengumpulkan ayat2 Qur’an karena beberapa ayat hanya diingat oleh satu orang dan tidak ada orang lain yang menegaskan atau membenarkannya. Ada beberapa Hadis Sahih lain yang juga mengatakan hal itu.

Kejujuran Zaid membuatku waswas. Apakah betul ini adalah tugas yang sangat berat? Apakah memang dia orang yang tepat melaksanakan tugas itu? Aku mulai mencari dan menemukan bahwa Muhammad telah menganjurkan orang2 lain dan bukan Zaid untuk mengajar Qur’an. Dari Hadis Sahih:

Hadis Sahih Bukhari Volume 6, Buku 61, Nomer 521:
Dikisahkan oleh Masriq:
'Abdullah bin 'Amr mengingatkan 'Abdullah bin Masud dan berkata, "Aku akan mencintai orang itu selamanya, karena aku mendengar sang Nabi berkata, ‘Belajarlah Qur’an dari empat orang ini: 'Abdullah bin Masud, Salim, Mu'adh dan Ubai bin Ka'b.’"


Saya sangat khawatir karena tidak seorangpun dari keempat orang yang direkomendasikan Muhammad untuk mengajar Qur’an diberi tugas untuk mengumpulkan atau menegaskan kebenarannya. Yang disuruh malah juru tulisnya Muhammad: Zaid bin Thabit. Dia juga khawatir bahwa tugas ini terlalu berat. Tapi baik Kalifah Abu Bakr maupun Umar pada saat itu tidak minta satu pun dari keempat orang di atas untuk memeriksa hasil kerja Zaid.

Saya lanjutkan penyelidikan dengan rasa agak bingung karena proses penyusunan ini ternyata melibatkan lebih banyak hal yang tidak pernah kedengar sebelumnya. Sayangnya, saya mendapatkan bahwa sejarah penyusunan Qur’an tidak berhenti pada saat itu saja. Dengan makin bertambah dan menyebarnya masyarakat Muslim, jadi bertambah sukar pula untuk mempertahankan keutuhan isi Qur’an karena tidak ada satu patokan isi Qur’an yang sah, tapi setiap guru agama punya salinan mereka sendiri. Ini mengakibatkan banyaknya ketidaksetujuan diantara masyarakat Muslim, dan karena itu, Kalifah Uthman diminta untuk berbuat sesuatu untuk menanggulangi hal ini.

Harap ingat bahwa pada saat itu, naskah Qur’an yang dikumpulkan Zaid tidak disebarkan ke mana2, dan masih disimpan oleh Hafsa. Juga perhatikan apa yang dilakukan Kalifah Uthman seperti yang diterangkan di Hadis Sahih Bukhari berikut.

Hadis Sahih Bukhari, Volume 6, Buku 61, Nomer 510:
Dikisahkan oleh Anas bin Malik:
Hudhaifa bin Al-Yaman datang pada Uthman pada saat orang2 Sham dan Iraq sedang mengadakan perang untuk menaklukkan Arminya dan Adharbijan. Hudhaifa takut akan perbedaan pelafalan Qur’an yang dilakukan mereka (orang2 Sham dan Iraq), lalu dia berkata pada ‘Uthman, “O ketua orang yang beriman! Selamatkan negara ini sebelum mereka bertentangan tentang Buku ini (Qur’an) seperti yang dilakukan orang Yahudi dan Kristen sebelumnya.” Lalu ‘Uthman mengirim pesan pada Hafsa yang isinya, “Kirim pada kami naskah2 Qur’an sehingga kami bisa mengumpulkan bahan2 Qur’an dalam salinan yang sempuran dan mengembalikan naskah2 itu padamu.”

Hafsa lalu mengirimkannya pada ‘Uthman. ‘Uthman lalu memerintahkan Zaid bin Thabit, 'Abdullah bin AzZubair, Said bin Al-As dan 'AbdurRahman bin Harith bin Hisham untuk menulis ulang naskah2 itu menjadi salinan yang sempurna. ‘Uthman berkata pda tiga orang Quraish, “Andaikata kau tidak setuju dengan Zaid bin Thabit tentang isi apapun dalam Qur’an, maka tulislah Qur’an dalam dialek Quraish, agar Qur’an dinyatakan dalam bahasa asli mereka.”

Mereka melakukan itu, dan ketika mereka telah menulis banyak salinan, ‘Uthman mengembalikan naskah2 yang asli pada Hafsa. ‘Uthman mengirim satu salinan Qur’an ke setiap propinsi Muslim, dan memerintahkan semua tulisan2 Qur’an lain, baik yang ditulis di beberapa naskah atau seluruh buku, dibakar.

Said bin Thabit menambahkan, “Satu ayat dari Surat Ahzab hilang dariku ketika kita menyalin Qur’an dan aku biasa mendengar Rasul Allah menceritakannya. Maka kami mencarinya dan menemukannya pada Khuzaima bin Thabit Al-Ansari. (Ayat ini berbunyi): ‘Diantara orang2 yang beriman ada orang2 yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.’
(33.23)

Dari mempelajari kisah di atas dan juga Hadis Sahih lain yang pesannya serupa, saya perhatikan ada beberapa kumpulan Qur’an yang berbeda-beda yang tersebar saat itu. Ini adalah bagian kumpulan Qur’an yang dibuat oleh keempat guru2 Qur’an yang direkomendasikan Muhammad seperti yang ditulis di Hadis terdahulu, yakni salah satunya Ubai bin Ka'b. Lagi2 saya merasa terganggu dengan hal2 berikut.

Pertama, ada banyak ketidaksetujuan diantara para Mauslim tentang apa yang seharusnya ada dalam Qur’an. Karena itu, Kalifah Uthman memerintahkan naskah2 Qur’an yang disimpan Hafsa untuk disalin dan disebarkan dan ditunjuk sebagai salinan Qur’an yang sah.

Kedua, jika ada banyak ketidaksetujuan diantara ahli2 tulis yang menyalin Qur’an tentang bagaimana melafalkan suatu ayat, ‘Uthman menyuruh mereka menulisnya dalam dialek Quraish. Saya kecewa ketika tahu bahwa Kalifah Uthman memerintahkan perubahan kata2 Qur’an ke dalam dialek Quraish. Apakah perubahan bagian dari tujuh versi Qur’an yang berbeda? Saya tidak menemukan penjelasan ini di Hadis Sahih. Yang terakhir, saya kaget sekali ketika Khalifa Uthman memerintahkan penghancuran Qur’an2 yang lain – tidak peduli apakah seluruhnya atau sebagian saja. Ini sangat mengganggu. Saya bertanya dalam hati: mengapa? Mestinya karena Qur’an2 lain yang beredar saat itu begitu berbeda dengan yang dimiliki Khalifa sehingga dia sampai2 mengeluarkan perintah yang begitu keras. Ingat saat Al-Yaman bertemu Uthman untuk memintanya menyelamatkan negara karena mereka berbeda pendapat tentang Qur’an. Sekarang Kalifah Uthman memerintahkan disebarkannya salinan yang dimiliki Hafsa, padahal versi ini belum pula disahkan oleh guru2 Qur’an terbaik untuk jadi patokan Qur’an yang sah.

Sewaktu saya menyelidiki apa kemungkinan perbedaannya yang ada, saya menemukan contoh kata Bismillah yang hilang pada awal Surah 9, ayat perajaman yang hilang yang berhubungan dengan perzinahan, dan lalu ayat ini dihapus, ditarik kembali, dibatalkan atau dilupakan. Saya telah membicarakan hal ini dalam penelitianku tentang ayat2 yang dibatalkan. Saya menjumpai bahwa meskipun perintah penghancuran diberikan, beberapa bagian dari versi Qur’an lain ternyata selamat, mungkin karena orang2 Muslim hafal akan variasi lain dari Qur’an. Contohnya, dari terjemahan Qur’an oleh Abdullah Yusuf Ali dan dari catatan kaki saya temukan Qiraat (bacaan Qur’an) lain, dari Ka’b yang direkomendasikan Muhammad sebagai satu dari empat guru terbaik untuk mengajar Qur’an. Dia menulis ada kata2 tambahan bagi Surah 33:6. Saya dulu diajari bahwa tidak ada satu titik pun yang diubah, dan inilah seluruh kalimat yang hilang yang ditandai dengan ** di bawah di catatan kaki 3674 dari Abdullah Yusuf Ali.

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, ** dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). Surah 33:6

** Catatan kaki 3674 : … Di beberapa Qiraats, seperti yang dimiliki Ubai ibn Ka’b, muncul pula kata2 ini “dan dia adalah ayah bagi mereka”, yang mengartikan bahwa hubungan spiritualnya dan hubungannya denga kata2 “dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka”. …

Ini bukan berita baik bagiku. Tidak ada guru Muslim yang bahkan mengisyaratkan kenyataan bahwa naskah akhir Qur’an yang diperintahkan oleh Khalifa Uthman untuk disebarkan sebenarnya punya sejarah yang penuh perubahan, pertentangan dan penghancuran.

Dengan menyesal saya mengambil kesimpulan pengertian mengenai penyusunan Qur’an bahwa:

Muhammad tidak pernah mengumpulkan bahan2 Qur’an menjadi satu naskah Qur’an tunggal. Dia merekomendasikan empat guru untuk mengajar bahan2 Qur’an. Dia juga menegaskan bahwa Qur’an dapat dilafalkan dalam tujuh cara.

Khalifa Abu Bakr memerintahkan Zaid bin Thabit, salah satu juru tulis, dan bukan empat guru yang direkomendasikan Muhammad, untuk menyusun bahan2 Qur’an jadi satu naskah tunggal, ketika para qurra mulai berguguran di medan perang.

Dalam beberapa tahun, versi Qur’an yang berbeda-beda muncul dan menyebabkan banyak masalah diantara masyarakat Muslim. Khalifa Uthman memerintahkan penyebaran salinan dari versi Qur’an yang dibuat oleh Zaid bin Thabit yang disimpan oleh anak Khalifa Umar, yakni Hafsa. Dia lalu memerintahkan penghancuran Qur’an2 yang telah disusun orang lain.

Sebagian Muslim tentunya tidak suka dengan kesimpulan ini karena mereka percaya bukan ini yang terjadi. Akan tetapi, tulisan sah yang diakui dalam sejarah Islam adalah dari Hadis Sahih, Sirat (riwayat hidup Muhammad) dan dari Tafsir Qur’an. Tidak ada sumber sejarah Islam lain yang bisa menjelaskan dengan sah tentang masalah ini. Dari semua sumber yang lain, kesaksian yang ada juga mirip seperti yang telah aku jabarkan dengan menggunakan Hadis Sahih Bukhari sebagai sumber keterangan yang utama. Qur’an yang kita miliki sekarang jauh dari kumpulan Qur’an yang sempurna dan berwenang seperti yang dulu diajarkan padaku bahwa kita punya Qur’an asli dari Muhammad.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... .php?t=744

ASAL-USUL QUR’AN

Muhamad mulai mendirikan agamanya setelah tahun 610 Masehi, ketika ia mengangkat dirinya sendiri sebagai utusan Allah, sebagaimana tertulis dalam Qur’an. Ia mengaku bahwa Malaikat Jibril yang memerintahkannya (tanpa satu saksi-pun yang bisa membenarkan pengakuannya).

Muhamad mengumpulkan cerita2;
-10% kitab Talmud Babilonia (bukan Taurat Yahudi, namun sebuat kitab lain yang mengandung banyak keanehan);

-sekitar 5% dari potongan Injil, tapi diselewengkan artinya. Mungkin diambilnya dari Maryam, budak yang beragama Kristen-Koptik dan Waraqah, istri Nasrani-nya yang juga sepupu Khadijah, dan dari perjalanan Muhammad sendiri di Syria);

-sekitar 25% dari kuil Hindu/Allah/berhala/ritual dan kepercayaan-kepercayaan yang memang sudah ada saat itu di Saudi Arabia. (Kata “ALLAH” sendiri sebenarnya adalah sebuah kata Sansekerta, dan sesungguhnya tidak pernah ada Allah yang asli dari Islam);

-sekitar 10% Animisme (roh-roh, syaitan, Jinn, iblis, mahluk halus, dedemit, dsb.) diambil dari cerita rakyat dan dongeng-dongeng bangsa Arab yang telah lama beredar di zamannya; sekitar 10% tradisi-tradisi dan budaya bangsa Arab,

-dan 40% sisanya adalah khayalan dan karangan-karangan liar dari Muhamad dan para pengikutnya sendiri.

Semuanya itu membentuk ISLAM, agama baru. Karena Muhamad dan beberapa ratus pengikutnya buta huruf (tidak bisa menulis dan membaca) dan Muhamad memiliki daya ingat yang buruk, para pengikutnya yang lain menghafalkan/merumuskan untuknya ayat-ayat Qur’an yang telah mereka contek atau mereka karang. Namun pada perang Yamamah, hampir seluruh pengikutnya tewas dan ayat-ayat Qur’an yang asli hilang selamanya dan tidak pernah tersusun lagi menjadi sebuah buku sebelum akhirnya Muhammad sendiri tewas akibat diracun, 632 M. oleh budak Yahudinya, yang berkata “Jika memang engkau adalah seorang rasul, Allah seharusnya bisa menyelamatkanmu”.

Kalif Abu Bakar (632-634 M.) lalu mempercayakan Zayed Ibn Thabit untuk menyusun kembali Quran, dari ingatan-ingatan para istri, gundik, budak (mereka semua buta huruf), dan beberapa kenalan/sahabat yang mengaku mendengar beberapa ayat langsung dari Muhammad dan para pengikutnya. Zayed berhasil mengumpulkan kurang lebih 7,900 ayat. Tetapi susunan pertama ini, mengandung banyak kontradiksi, kejanggalan, kelucuan/ejekan, hal-hal yang membingungkan, dan kesalahan-kesalahan dan akhirnya menimbulkan kesulitan dan masalah yang besar selama beberapa tahun.

Di bawah pemerintahan Kalifah Uthman (644-656), diperintahkanlah agar semua salinan Al-Quran yang beredar ditarik dari peredaran dan dibakar. Zayed untuk kedua kalinya diperintahkan untuk menyusun dan menulis ulang Al-Quran supaya lebih masuk akal dan lebih meyakinkan dari Quran yang asli, yang disimpan oleh Hafsa (janda Muhammad). Zayed berusaha semampunya menulis ulang Quran dan lebih dari 2,000 ayat yang kontradiktif, membingungkan, keliru dan tidak masuk akal dibatalkan / dibuang, beberapa diganti, dan beberapa lainnya ditambahkan atau dicontek sedemikian supaya pembatalan/perubahan-perubahan tersebut dapat lebih masuk akal.

Quran edisi baru ini berkata di Surah 16:101-103 bahwa orang-orang Arab menuduh seorang budak Nasrani telah mengajari Muhammad dan ia lalu dianiaya, dan di 25:4-5 membenarkan dugaan pencotekan dari cerita-cerita rakyat, dan dongeng-dongeng bangsa Arab. Abu Al-Aswad Al Doaly menaruh titik-titik sebagai tanda baca, semasa kekuasaan Mu’awiyah Ibn Abi Sofyan (661-680). Huruf-huruf lalu diimbuhi oleh beragam titik oleh Nasir Ibn Asem dan Hayy ibn Ya’amor, pada masa Abd Al-Malek Ibn Marawan (685-705). Sistem penandabacaan yang lengkap (damma, fataha, kasra), diciptakan oleh Al Khalil Ibn Ahmad Al Faraheedy (wafat 786 M).

Saat ini Quran memiliki hanya 6,241 ayat dari aslinya yang 7,900. Meskipun demikian, mengingat kondisi yang ada saat itu dan fakta bahwa penyusunan mengandalkan sumber dari ingatan-ingatan kaum buta huruf, dsb; dapatlah dipahami bahwa Quran, karangan dan buatan manusia ini masih menyimpan banyak kontradiksi, sumber perbantahan, kejanggalan, keanehan, kekonyolan, hal-hal yang tidak masuk akal dan keliru, belum lagi theori-theori yang berlawanan dengan ilmu pengetahuan. Jadi, tebalnya ayat-ayat Quran yang ada sekarang sesungguhnya berasal dari kata-kata para istri, gundik, istri simpanan, budak dari Muhammad, dan disusun oleh Zayed Ibn Thabit (tidak ada hubungannya sama sekali dengan Tuhan).

ISI QURAN

Bab-bab dalam Quran tidak disusun berdasarkan prioritas naratif, kontinuitas, biografi, kronologi, atau kesinambungan urutan, melainkan diatur berdasarkan panjangnya teks – bab yang terpanjang ditulis pertama dan bab terakhir berisi hanya 6 baris. Ayat-ayat ditempatkan tidak berdasarkan urutan logika tertentu dan bercampur-aduk di dalam sebuah tema atau topik-topik yang tidak berhubungan satu sama lain.

Orang-orang Nasrani akan terperangah jika melihat tidak adanya nubuatan, tidak ada urutan kronologi, tidak ada gambaran geografis, tidak ada biografi dari siapapun (bahkan tidak juga dari Muhammad), tidak ada aturan penulisan, tidak ada sejarah, amsal, perumpamaan, mujizat, kidung mazmur, pendek kata, yang ada di situ hanyalah perintah dan larangan, seperti halnya manual sebuah mesin cuci; dan disertai gambaran hukuman-hukuman, pembalasan, dan ganjaran.

Sebagai contoh perintah, seluruh umat Muslim harus membantai (membunuh) kaum non-Muslim seperti tertulis di Surah 4:74, 9:5 dan 9:29. Sebagai contoh hukuman, Surah 4:34 memerintahkan para suami untuk memukuli istri-istri yang tidak patuh dan meninggalkan mereka sampai mereka pasrah dan menyerah. Untuk non-Muslim ‘ganjarannya’ adalah, Surah 2:191 “Bunuhlah mereka (non-Muslim)… demikianlah ganjaran mereka yang menentang aqidah (Islam)”. Kaum Muslimin juga diperintahkan untuk melakukan perintah Sura 8:12 “Aku akan men-teror kaum kuffur. Karena itu, pukullah leher dan setiap sendi mereka dan lumpuhkanlah mereka. Pancunglah kepala mereka dan potonglah setiap jari tangan dan kaki mereka”.

Ada banyak lagi contoh “ganjaran jahat” seperti itu tertulis bagi kaum non-Muslim. Contoh untuk upah kaum Muslim yang berperang dan mati bagi Allah ada di Sura 52:17-20; 55:56-58; 55:70-74 dan 56:37-38, yang menjanjikan hadiah buah-buah terbaik, sungai anggur, dan 72 perawan cantik dan menggiurkan di Firdaus sebagai ganti nyawa mereka yang syahid dan menewaskan sebanyak mungkin kaum kaffir. Bahkan kaum Muslim yang homoseksual pun digambarkan akan diganjar dengan “anak-anak lelaki yang segar bak mutiara” Sura 52:20-24.

Al-Quran juga melarang seluruh Muslim kebebasan “BERPIKIR dan bertindak sesuai kata hati mereka, karena berpikir dianggap adalah pekerjaan Allah dan utusan-nya, Muhammad, lihat Sura 33:36 (dengan kata lain, kebebasan berpikir tidak diperbolehkan di dalam Islam). Nilai ini tertanam dalam umat Islam mulai dari masa kecil di Madrasah atau Pesantren sehingga tidak heran mengapa orang Muslim sangat takut untuk menantang Qurannya. Mempertanyakan logika Quran dianggap pelecehan dalam Islam (dan fatal hukumannya).

Ayat-ayat dalam Quran dimaksudkan hanya untuk dihafal dan dilantunkan dalam nada tertentu dan tidak memerlukan pengertian dari arti-artinya, dari tulisan Arab kuno itu. Sehingga, umumnya umat Muslim tidak mengerti dan tidak mempertanyakan Quran yang mereka baca, inilah kepercayaan buta. Perbedaan-perbedaan yang ada di dalam Quran saat ini menciptakan lebih banyak masalah, calon-calon haji yang tiba di Mekkah diperiksa dan apabila kitab Quran-nya berbeda dengan Quran kaum Wahabi, akan disita dan dibakar.

HADIS DAN SUNNAH

Karena Quran penuh dgn :
- ayat-ayat yang akhirannya terbuka (artinya terlalu luas);
- adanya hal-hal yang bersifat penjelasan umum ataupun tidak masuk
akal ;
- dan menjurus kepada bermacam2 tafsir ttg kondisi biografis seputar
ucapan-ucapan, kebiasaan, dan perbuatan Muhammad dan para
pengikutnya ;

maka dibutuhkan penjelasan lebih lanjut untuk mengerti Quran dgn lebih seksama. Inilah yang dimaksud dengan HADIS, yang juga dianggap kitab suci, tapi nomor dua setelah Quran.

Cukup banyak penulis menghasilkan bermacam Hadis sepanjang rentang waktu 600 tahun (mulai sekitar 800 M. sampai 1,400 M.), dan ini malah menambah banyak kebingungan, perbantahan, dan distorsi, penyelewengan dalam banyak aliran (madhab) oleh berbagai penulis ini, karena hampir semua dari mereka tidak pernah mengenal Muhamad secara langsung.

SUNNAH adalah ‘jalan’ atau ‘cara’ (tersirat di dalamnya perbuatan-perbuatan dan kebiasaan Muhamad), dan juga dianggap suci, namun nomor 3 setelah Quran. Juga di sini, perbedaan-perbedaan yang besar dari berbagai penulis menghasilkan sangat banyak masalah yang tidak diketahui oleh khalayak dan malah menjurus ke kekacauan.

Tergantung dari macamnya aliran Islam, Hadis dan Sunnah yang mereka pilih untuk dituruti, perbedaan-perbedaan di antara umat Muslim sendiri bisa sangat besar sehingga benturan-benturan di antara aliran-aliran tersebut masih berlangsung hingga saat ini seperti di Pakistan, Indonesia, Aljazair, Afghanistan, dan Timur Tengah.

HUKUM SYARIAH ISLAM

Ada empat ‘penafsiran’ berkenaan dengan pemberlakuan hukum syariah Islam. Hukum-hukum ini perlahan-lahan berkembang dan diperbaharui, diubah bahkan sampai saat ini, dari negara- ke negara, wilayah ke wilayah, namun semuanya selalu mendasarkan kepada model jurisprudensi abad ke-7.

Kelemahan terbesar syariah adalah bahwa hukum ini tidak memperkenankan ‘bukti-bukti lapangan,’ namun hanya mengakui kesaksian saksi mata untuk sebuah kasus kriminal. Sudah bukan rahasia bahwa di dalam hukum Syariah, mereka yang menginginkan pembalasan atau seseorang yang mereka benci dihukum, cukup membawa saksi-saksi palsu. Catatan rekor memperlihatkan bahwa kaum hawa adalah yang mendapatkan perlakuan paling tidak adil. Sebagai contoh, jika seorang gadis diperkosa, ia harus bisa memperlihatkan sekurangnya 2 atau 4 saksi mata yang ber-reputasi baik (tergantung Syariah mana yang diterapkan) untuk bisa menuduh si pemerkosa. Jika hanya ada seorang saksi mata, bebaslah sang pemerkosa dan bisa memperkosa lagi. Bukan itu saja. Jika si gadis yang diperkosa tersebut hamil akibat tindak perkosaan tersebut, dialah yang akan dihukum mati dengan cara dirajam batu, karena dianggap berzinah (hamil di luar nikah).

Dalam sebuah masyarakat yang demokratis dan modern, sangat diketahui bahwa 92% keputusan kasus kriminal bukanlah didapat dari kesaksian saksi mata melainkan dari ‘bukti-bukti lapangan’ dan penerapan ilmu pengetahuan (mis. DNA, dsb.), yang mana semuanya itu malah dilarang dalam Islam.

Syariah juga berlawanan dengan konvensi/kesepakatan PBB tentang hak azasi manusia. Dapatkah anda bayangkan hidup di sebuah masyarakat di mana pemerkosa, pembunuh, sex-maniak, dsb. berkeliaran bebas karena Islam? Saya tambahkan di sini, juga FITNAH yang membawa akibat fatal bagi mereka yang tak bersalah, karena Syariah adalah hukum yang bersifat totaliter, sangat berdarah. Hanya rasa takut massa mayoritas yang menjadi ciri khas sistem macam ini.

Perempuan-perempuan yang tidak berpendidikan dari abad ke-7, yang merupakan sumber utama dari Al-Quran, terkenal oleh kemampuan fisik dan keahlian seks mereka, bukan oleh akal budi mereka. Mental terkebelakang dari sumber-sumber ini tercermin di dalam Islam. Itulah sebabnya, Islam bersifat regresif (berjalan mundur) dan menjurus kepada kebobrokan. Ini terlihat dari setiap komunitas Muslim. Masyarakat Muslim adalah yang paling cepat mengambil jalan kekerasan, meledak-ledak, berbahaya, membenci, tidak maju, tidak berkembang, kacau, dihinggapi berbagai penyakit, bencana dan lalu tanpa punya rasa malu sebagian kabur ke negara-negara non-Islam.

Lewat migrasi inilah, Muslim membuktikan bahwa Islam itu jahat, adalah kemunduran, dan tidak manusiawi. Jutaan Muslim saat ini, meninggalkan Islam, meskipun “perangkap/perbudakan” Islam adalah benar-benar kejam dan berdarah dingin (membunuh mereka yang keluar/murtad dari agama). Yang tinggal di dalam kultus ini hanyalah mereka yang ****, masa ****, muslim KTP, atau yang terpaksa, karena tidak dapat berkutik terhadap tekanan-tekanan Islam. Bahkan kaum yang berwenang, ulama bereputasi tinggi dalam Islam pun sangat khawatir dengan cepatnya keruntuhan yang merongrong Islam dari setiap penjuru.

Tekanan kepada PBB untuk melarang Quran yang biadab itu bertambah setiap hari. Sangat tidak diragukan bahwa Islam itu hanyalah buatan manusia dan palsu. Keruntuhan Islam tidak bisa terbantahkan lagi dan bahkan mereka bodohpun dapat melihat hal ini. Kecuali mereka yang masa **** ataupun terpaksa.//
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

KALAU ANDA MALAS BACA SEMUA INI, LONCATLAH KE BAGIAN 'TRADISI'. DISITU PEMBAHASAN MULAI SERU !

Asal Usul Quran

Dari : The Origins of the Koran,
Classic Essays on Islam’s Holy Book
Editor IBN WARRAQ

Prometheus Books

Pendahuluan

Gambaran umum jihadis dgn pedang di satu tangan dan Quran di tangan lainnya agak sulit dalam realita karena Muslim dilarang memegang Quran pd tangan kiri. Tingginya pemujaan mereka pada Quran mirip dgn pemujaan pada berhala. Kata Guilamme, ‘Quran adalah yang paling suci diantara yang tersuci. Quran tidak boleh diletakkan dibawah buku lain, selalu diatas, dilarang merokok saat pembacaan Quran yg harus didengarkan secara khusuk, dalam kesunyian. Quran bagai jimat melawan penyakit dan musibah.”

Bagi kami, mempelajari Quran menuntut kami utk dapat membedakan fakta sejarah dari sikap teologis. Kami disini hanya peduli dgn kebenaran rasional berdasarkan pengujian ilmiah. "Investigasi Kritis terhdp teks Qu’ran merupakan ilmu yang masih bayi," tulis pakar Islam, Arthur Jeffery th 1937. Th 1977 John Wansbrough melihat bahwa "Quran tidak mengenal analisa dan kritik spt yg sering diterapkan pada Injil,”
Th 1990, 50 tahun setelah keluhan Jeffery itu, situasinya masih tetap sama, spt dijelaskan oleh Andrew Rippin:

Saya sering bertemu orang yg pernah belajar ttg Injil Yahudi atau Kristen yang kemudian ingin mempelajari Islam. Mereka sering mengungkapkan keheranan atas kurangnya pemikiran kritis yg nampak dlm buku2 ttg Islam. Pendapat bahwa "Islam lahir dari sejarah yg tercatat secara jelas" diterima begitu saja oleh penulis.

Tapi bagi siswa yg mahir dgn pendekatan dgn cara kritik narasumber, komposisi formula, analisa bahasa dan struktur-yg biasanya diterapkan dlm studi Yudaisme atau Kristen-ke-naïfan dlm mempelajari sejarah Islam ini menunjukkan bahwa Islam memang ditangani dgn cara yang kurang akademis.

Pertanyaan2 ttg Quran yg ingin dijawab oleh penyidikan kritis adalah :

1. Bagaimana Quran sampai ke tangan kami ?—bagaimana Quran disusun dan disebarkan ?

2. Kapan dan siapa yg menulisnya ?

3. Apa sumber2 Quran ? Dari mana asal cerita, legenda dan prinsip2 yg tertuang dlm Quran ?

4. Otentisitas Quran, bisa dibuktikan atau tidak ?
Menurut tradisi, Quran disampaikan kpd Muhamad oleh malaikat secara bertahap sampai kematian Muhamad pd thn 632M. Tidak jelas seberapa banyak dari Quran yg ditulis saat kematiannya, tapi nampaknya tidak ada satu manuskrippun yg berisi kesemua wahyu2 yg diturunkan padanya. Namun ada tradisi yg mengatakan bahwa nabi mendikte bagian2 tertentu kpd sekretaris2nya.

Koleksi Abu Bakr

Mulai dari sini, kesaksian tradisi menjadi semakin membingungkan; malah, tidak ada satu tradisi pasti. Yang ada adalah beberapa versi yg saling bertentangan.

Menurut salah satu versi, selama kalifah pendek Abu Bakr (632-634), Umar, yg menggantikannya pd thn 634, menjadi khawatir karena begitu banyak Muslim yg tahu Quran telah tewas pada Pertempuran Yamama, di Arab Pusat. Utk menghindari hilangnya bagian2 Quran itu utk selama2nya perlu dibuatkan suatu koleksi (mushaf) lengkap. Abu Bakr akhirnya menyetujui proyek itu dan meminta Zayd ibn Thabit, mantan sekretaris nabi, utk melakukan tugas berat ini. Jadi Zayd mulai mengumpulkan bagian2 Quran yg tercerai berai yg dicatat pada "papirus, batu ceper, daun palm, tulang2 dan kulit hewan dan papan2 kayu, juga dari hati manusia." Zayd lalu meng-copy-nya pada lembar2 daun (bhs Arab: suhuf). Begitu komplet, Quran diserahkan kpd Abu Bakr, dan pada kematiannya diserahkan kpd Umar, dan setelah ia mati diwariskan kpd puteri Umar, Hafsa.

Namun ada juga beberapa versi ;

-Abu Bakr-lah yg memiliki ide membuat koleksi itu;

-Ali, kalif keempat, dan pendiri aliran Shi’ah yg punya ide;

-Malah ada versi2 lain yg sama sekali tidak menyertakan Abu Bakr.

Nah, lalu orang mulai bertanya apakah tugas sulit ini bisa diselesaikan dalam hanya dua tahun. Lagipula, tidak mungkin bahwa mereka yg mati di Yamama, orang2 yg nota bene baru masuk Islam, mampu menghafal Quran. Tapi yg paling interesan dari versi ini adalah bahwa begitu koleksi pertama dibawah Abu Bakr tersusun, koleksi itu tidak dianggap sbg buku resmi (official codex), ttp hanya sbg milik pribadi Hafsa.

Milik pribadi Hafsa ? Jadi tidak diberikan kpd otorita Muslim utk kemudian dijadikan acuan ? Jadi, mana bukti bahwa ini yang dijadikan panutan Muslim ?

Bahkan ada yg mengatakan bahwa cerita itu hanya isapan jempol belaka agar dianggap sbg koleksi resmi pertama yang bebas dari unsur Usman, sang kalif ketiga yang sama sekali tidak disukai. Ada yg mengatakan bahwa cerita ini diciptakan utk "membawa kembali koleksi Quran sedekat mungkin kpd saat matinya Muhamad."

Koleksi ‘Usman (644-656)

Menurut versi ini, salah seorang jendral Usman meminta sang kalif agar membuat koleksi macam itu karena pecahnya percekcokan serius ttg isi Quran diantara para anggota pasukannya yg berasal dari berbagai provinsi. ‘Usman memilih Zayd ibn Thabit utk mempersiapkan teks resminya. Zayd, dgn bantuan tiga aristokrat Mekah, dgn hati2 menuliskan kembali Quran dan membandingkan versinya dgn versi "daun2" yg dimiliki Hafsa, puteri Umar; dan spt diperintahkan, kalau menghadapi kesulitan ttg cara pembacaannya, Zayd mengikuti dialek suku Quraysh, suku nabi. Quran versi baru itu rampung antara th 650 dan kematian ‘Usman th 656, dan dikirim ke Kufa, Basra, Damascus, dan mungkin Mekah, dan salah satunya, tentunya, disimpan di Medinah. Versi2 lainnya diperintahkan agar dihancurkan.

Versi inipun rawan kritik. Bahasa Arab yg ditemukan dlm Quran bukan bahasa dialek.
Dlm beberapa versi, jumlah orang yg bekerja dgn Zayd dlm proyek ini juga berbeda, termasuk mereka2 yg menjadi musuh Usman, dan seseorang yg diketahui telah tewas sebelum proyek ini dilangsungkan ! Fase kedua cerita ini tidak menyebutkan keikutsertaan Zayd spt dalam koleksi Quran yg didiskusikan dlm Fase pertama.

Terlepas dari ketidakpastian diatas, kebanyakan pakar menerima bahwa teks Quran dirampungkan dibawah Usman, antara th 650 and 656. Mereka menerima koleksi Usman, tanpa bisa menjelaskan mengapa versi ini lebih bisa diterima ketimbang versinya Abu Bakr. Mereka tidak memberikan argumen apapun. Contoh, Charles Adams setelah menyampaikan kejanggalan versi Uslam menyimpulkan dgn kepastian yg sangat tinggi namun tidak logis bahwa, "terlepas dari kesulitan yg ada dgn bermacam2 tradisi, pentingnya codex yg dipersiapkan dibawah Usman tidak diragukan." Tetapi ia tidak sedikitpun membuktikan bahwa memang dibawah Usman-lah, Quran yg kita kenal sekarang, dipersiapkan. Dgn mudah saja para pakar mengASUMSInya.

Argumen yg sama utk membatalkan versi Abu Bakr ini bisa saja digunakan utk membatalkan versi Usman. Bisa saja kami mengatakan bahwa cerita Usman ini diciptakan oleh musuh2nya Abu Bakr dan teman2 Usman; polemic politik bisa saja berpengaruh dlm penciptaan versi ini.

Tapi pertanyaan tetap belum terjawab: apa yg dikandung dalam "daun2" milik Hafsa ini ? Dan jika versi Abu Bakr memang palsu, darimana Hafsa mendapatkannya ? Dan apa versi2 Quran yg tersebar di berbagai provinsi itu ? Appakah kita dapat pilih seenak mau kita dari sekian banyak versi yg saling kontradiksi ?

Tidak ada alasan kuat mengapa kita harus memilih versi Usman dan bukan versi
Abu Bakr; karena toh mereka berasal dari sumber yang sama yang sudah sangat terlambat, sangat tendensius, dan kesemuanya palsu, spt yg akan kita lihat nanti.
Tetapi saya memiliki kesulitan yg jauh lebih rumit dlm menerima versi manapun.
Pertama, semua cerita2 ini tergantung pada ingatan Muslim2 pertama. Memang, para pakar harus menggantungkan diri pada daya ingatan orang Arab jaman dulu. Menurut beberapa tradisi, Muhammad dikatakan tidak dapat membaca ataupun menulis dan oleh karena itu semuanya tergantung dari dirinya setelah ia dgn sempurna menghafal apa yg diwahyukan Allah lewat malaikatnya. Tapi beberapa cerita Quran sangat panjang.
Contoh, cerita Yusuf sampai menelan satu bab yg berisi 111 ayat. Apakah kami dapat percaya bahwa Muhamad menghafalnya persis sama dgn apa yg diwahyukannya ?

Para Sahabat Nabi juga dikatakan telah menghafalkan ocehan dan komat kamitnya Nabi. Seberapa kuatkah daya ingatan mereka ? Apakah mereka tidak melupakan satu halpun ? Tradisi dari mulut ke mulut memang memiliki tendensi utk terus berganti dan tidak bisa dijadikan patokan utk menyusun sejarah yg bisa dijamin kebenarannya. Kedua, kami hanya bisa berASUMSI bahwa para Sahabat nabi mendengar dan mengerti sang Nabi secara sempurna. Asumsi tidak cukup utk menarik kesimpulan pasti.

Bermacam2 Versi, Versi2 yg Hilang, Versi2 yg Ditambahkan

Tanpa kecuali, SEMUA MUSLIM akan mengatakan bahwa Quran yg kita miliki sekarang persis sama-baik dlm bentuk, nomor dan urutan bab-dgn Quran versi Usman. Malah dikatakan bahwa Qurannya Usman mengandung kesemua wahyu yg disampaikan pada masyarakat dan disimpan tanpa mengalami satu perubahan atau variasi macam apapun dan bahwa Qurannya Usman memang universal dari hari pertama disebarkan. Tapi sikap ortodoks ini dimotivasi oleh faktor2 dogma dan tidak dapat didukung bukti sejarahCharles Adams

Padahal para pakar Islam dulu jauh lebih flexible dari Muslim sekarang. Mereka sadar bahwa ada bagian Quran yg hilang, dipalsukan dan adanya ribuan variasi. Contoh, As-Suyuti (wafat 1505), salah seorang pakar Quran yg paling dihormati mengutip Ibn ‘Umar al Khattab : "Janganlah ada diantara kalian yg mengatakan bahwa ia mendapatkan seluruh Quran, karena bgm ia tahu bahwa itu memang keseluruhannya ? Banyak dari Quran telah hilang. Oleh karena itu, kalian harus mengatakan ‘Saya mendapatkan bagian Quran yg ada’" (As-Suyuti, Itqan, part 3, page 72).

A’isha, isteri tersayang nabi mengatakan, juga menurut sebuah tradisi yg diceritakan
as-Suyuti, "Selama masa Nabi, saat dibacakan, bab ttg ‘the Parties’ berisi 200 ayat. Ketika Usman mengedit Quran, hanya ayat2 sekarang ini (73) yg tertinggal."

As-Suyuti juga menceritakan ini ttg Uba ibn Ka’b, salah seorang sahabat Muhamad:

Sahabat terkenal ini meminta salah seorang Muslim, "Berapa ayat yang ada dalam surah ‘the Parties’?" Katanya, "73 ayat." Ia (Uba) mengatakan padanya, "Dulunya jumlah ayatnya hampir sama dgn Surah ‘Al Baqarah’ (sekitar 286 ayat) dan termasuk ayat perajaman". Lelaki itu bertanya, "Apa ayat perajaman itu ?" Ia (Uba) mengatakan, "Jika lelaki tua atau wanita melakukan zinah, rajam mereka sampai mati."

Spt dikatakan sebelumnya, setelah kematian Muhamad di 632M, tidak ada satupun dokumen tunggal yg memuat kesemua wahyu. Banyak pengikutnya mencoba mengumpulkan semua wahyu yg dikenal dan mencatatkan mereka dalam satu bentuk mushaf.
Timbullah kemudian mushaf2 milik sejumlah pakar spt Ibn Masud, Uba ibn Ka’b, ‘Ali, Abu Bakr, al-Aswad, dll (Jeffery, bab 6, mencatat 15 mushaf utama dan sejumlah besar mushaf sekunder). Saat Islam menyebar, kami akhirnya memiliki apa yg kemudian dikenal sbg mushaf metropolitan di pusat2 Mekah, Medinah, Damascus, Kufa dan Basra.

Spt yg kita lihat sebelumnya, Usman mencoba mengatasi situasi kacau ini dgn kanonisasi codex/mushaf Medinah, yang copy2nya dikirim kesemua pusat2 metropolitan diiringi perintah utk menghancurkan kesemua codex lain.

Codex Usman ini dianggap sbg standar teks konsonan, tapi yg kita temukan malah berbagai variasi teks konsonan yg masih hidup juga sampai abad Islam ke 4.

Masalah semakin diperuncing karena teks konsonan tidak dibarengi dgn titik, yaitu titik yg membedakan huruf "b" dari "t" atau "th". Huruf2 lainnya (f dan q; j, h, dan kh; s dan d; r dan z; s dan sh; d dan dh, t dan z) tidak dapat dibedakan. Dgn kata lain, Quran tertulis secara ‘scripta defectiva’/huruf2 defektif alias tidak sempurna. Akibatnya, timbullah berbagai macam arti tergantung dari letak titik.

Vowels membuat masalah yg lebih pelik. Tadinya, Arab tidak memiliki tanda2 bagi
Vowel pendek: teks Arab adalah konsonantal. Walaupun vowel2 pendek ini kadang dihindarkan, mereka bisa ditulis dgn tanda2 orthographical diatas atau dibawah hurufnya—totalnya 3 tanda petunjuk (three signs in all), mengambil bentuk spt komma. Setelah menentukan konsonannya, Muslim masih harus memutuskan vowel mana yg digunkaan: menggunakan vowel berbeda tentunya menghasilkan pembacaan yg berbeda.
Scripta plena, yg memungkinkan teks yg vowel penuh dan teks dgn titik, belum disempurnakan sampai akhir abad ke 9.

Problem yg diakibatkan ‘scripta defectiva’ itu dgn sendirinya mengakibatkan tumbuhnya pusat2 berbeda dgn masing2 tradisi ttg bgm teks itu harus diberi titik atau di-vowel.

Walaupun Usman memerintahkan dihancurkannya semua Quran selain Quran versinya, ternyata masih ada saja mushaf yg lebih tua yg selamat. Spt dikatakan Charles Adams,
"Harus ditekankan bahwa dalam ketiga abad pertama Islam, bukannya terdapat satu bentuk teks tunggal yg diturunkan tanpa perubahan dari jaman Usman, melainkan
ribuan versi. Variasi2 ini bahkan mempengaruhi Codex Usman, shg mempersulit perkiraan bagaimana sebenarnya bentuk aslinya."


Ada juga Muslim yg menginginkan codex selain codexnya Usman. Contoh, milik Ibn Mas’ud, Uba ibn Ka’b, dan Abu Musa. Pada akhirnya, dibawah pengaruh Ibn Mujahid (wafat 935), terdapat kanonisasi satu sistim konsonan dan batasan pada variasi vowel yg bisa digunakan dalam teks yg mengakibatkan diterimanya 7 sistim. Namun pakar2 lainnya menerima 10 cara bacaan, sedang masih ada saja yg menerima 14 cara bacaan. Dan bahkan ketujuh codex versi Ibn Mujahid memberikan 14 kemungkinan karena masing2 dari ketujuh codex itu bisa dilacak kpd dua transmitter berbeda, yi,

1. Nafi dari Medinah menurut Warsh dan Qalun

2. Ibn Kathir dari Mekah menurut al-Bazzi dan Qunbul

3. Ibn Amir dari Damascus menurut Hisham dan Ibn Dakwan

4. Abu Amr dari Basra menurut al-Duri dan al-Susi

5. Asim dari Kufa menurut Hafs dan Abu Bakr

6. Hamza dari Kufa menurut Khalaf dan Khallad

7. Al-Kisai dari Kufa menurut al Duri dan Abul Harith

Pada akhirnya 3 sistim bertahan, sistimnya Warsh (d. 812) milik Nafi dari Medina, Hafs (d. 805) milik Asim dari Kufa, dan al-Duri (d. 860) milik Abu Amr dari Basra. Jaman sekarang, 2 versi nampaknya digunakan versi Asim dari Kufa lewat Hafs, yg diberikan ijin resmi dgn diadopsi sbg Quran edisi Mesir th 1924; dan milik Nafi lewat
Warsh
, yg digunakan di bagian2 Afrika selain Mesir.

Charles Adams mengingatkan kita:
Perbedaan antara ketujuh versi ini mencakup perbedaan teks tertulis dan lisan maupun perbedaan ayat2 Quran, yg perbedaannya –walau tidak besar- tetap penting. Meningat versi2 berbeda ini berlawanan dgn doktrin (bahwa Quran = sempurna), Muslim sering membelanya dgn mengatakan bahwa perbedaan ketujuh versi ini hanya berarti 7 versi pembacaan. Tapi cara dan teknik pembacaan/pelafalan Quran adalah hal yg sama sekali berbeda.

Guillaume juga merujuk pada variasi versi ini sbg "tidak terlalu penting." Contoh, kedua ayat terakhir surah LXXXV, Al Buraj, berisi: (21) hawa qur’anun majidun; (22) fi lawhin mahfuzun/ atau mahfuz[/b]in [/b]?. Syllable yg terakhir diragukan. Kalimat ini bisa berarti "It is a glorious Koran on a preserved tablet". Tapi bisa juga berarti "It is a glorious Koran preserved on a tablet."

Nah, kalau Quran mengandung pemotongan/pengurangan syllable, bukankah ini berarti bahwa bisa saja Quran mengandung tambahan syllable, bukan ?

Otentisitas ayat2 Quran bahkan diragukan oleh Muslim sendiri. Golongan Kharijit, pengikut Ali dlm sejarah permulaan Islam, menyatakan surah Yusuf bersifat menghina, cerita erotis yg tidak pantas dimuat dlm Quran. Hirschfeld mempertanyakan otentisitas ayat2 ttg nama2 Muhamad. Ia khususnya mencurigai kata ‘Praised/Terpuji’, bagi nabi. Kata itu bukan kata yg layak dipakai.

Bell dan Watt memeriksa amandemen dan revisi Quran dan mengatakan bahwa ketidaksamaan gaya dlm Quran adalah bukti bahwa Quran mengalami banyak perubahan.

Syair2 (rhymes) tersembunyi, dan anak2 kalimat (rhyme phrases) yg tidak dirajut dalam tekstur anak kalimat, syair2 yg tiba2 berubah; repetisi kata/anak kalimat dlm ayat2 yg berdekatan (repetition of the same rhyme word or rhyme phrase in adjoining verses); intrusi subyek yg sama sekali terpisah dari tema ayat yg homogen; perbedaan penanganan subyek yg sama dlm ayat yg berdekatan, sering dgn repetisi kata2 dan anak2 kalimat; pause dlm konstruksi gramatik yg mempersulit penjelasan/exegesis; perubahan tiba2 dlm panjangnya ayat; perubahan tiba2 dlm situasi dramatik, dgn penggantian dari kata benda tunggal ke jamak, dari kata-subyek-kedua ke kata-subyek-ketiga; pernyataan2 yg saling bentrok; satu ayat bisa mengandung anak kalimat yg berbeda penanggalannya, ayat baru dicampur dgn ayat lama dsb dsb

Pakar Islam beragama Kristen, al-Kindi, yg menulis sekitar 830M, menulis kritik terhdp Quran yg mirip dgn diatas :
Anda dapat melihat bagaimana dalam Quran, cerita2 sejarah saling campur baur; tanda bahwa banyak tangan telah mengerjakan Quran dan mengakibatkan kejanggalan, menambahkan atau memotong apa yg mereka suka dan tidak suka. Itukah kondisi sebuah wahyu yg diturunkan dari surga ?

Skeptisisme NaraSumber

Sejauh ini, bukti penyusunan Quran didapatkan dari Hadis (biografi Muhamad).

Muhamad wafat thn 632M. Material paling dini ttg kehidupannya ditulis oleh Ibn Ishaq pd thn 750M, dgn kata lain, SERATUS DUAPULUH TAHUN setelah kematian Muhamad. Karena karya asli Ibn Ishaq ini hilang dan hanya tersedia sebagian dlm tulisan Ibn Hisham yg wafat 834M, 200 tahun setelah kematian Muhamad, OLEH KARENA ITU OTENTISITAS KARYA IBN ISHAQ ITU TIDAK TERJAMIN.

Hadis ini adalah koleksi pernyataan dan perbuatan nabi yg ditulis oleh sahabat2nya yg bisa ditelusuri kembali kpd nabi dgn mata rantai yg disebut ‘isnad.’ Hadis ini termasuk cerita penyusunan Quran. Ada 6 koleksi otentik yg diterima Muslim Sunni, yi koleksi Bukhari, Muslim, Ibn Maja, Abu Dawud, al-Tirmidhi dan al-Nisai. Perlu ditekankan bahwa nara2 sumber ini hidup jauh setelah Muhamad. Bukhari sendiri wafat 238 tahun setelah kematian Muhamad, sementara al-Nisai wafat 280 tahun sesudahnya !

Tradisi. (SERU !!)
……..

Para penulis biografi Muhamad terlalu jauh dari jamannya utk mengetahui persis data atau keadaan jaman Muhamad; data2 didasarkan pada fiksi tendensius dan bukan pad obyektivitas; lagipula mereka tidak bermaksud utk memeriksa apakah cerita2 itu benar terjadi, tapi cukup utk me-rekonstruksi masa lalu yang ideal, sesuai dng yg diharapkan.
Cerita2 diciptakan agar sesuai dgn tujuan dan maksud kelompok2 tertentu. Bahkan pakar Islam, Lammens, mencap seluruh biografi Muhamad sbg tidak lebih dari exegisis tendensius yg dirancang dan ditambah2 oleh generasi pengikut berikutnya.

Bahkan para pakar yg tidak setuju dgn pandangan Lammens yg rada ekstrim itu terpaksa mengakui juga bahwa "tentang kehidupan Muhamad sebelum karirnya sbg nabi, kita tahu sangat sedikit; terlepas dari legenda2 yg begitu dihargai pengikut, tidak ada keterangan apapun."



Ignaz Goldziher adalah pakar yg memiliki pengaruh besar dlm bidang studi Islam, dan sederajad dgn Hurgronje dan Noldeke, merupakan salah seorang bapak pendiri Ilmu Pengkajian Modern Islam. Hampir semua tulisannya dari thn 1870 dan 1920 masih juga digunakan dlm universitas di seantero dunia.

Dlm karya klasiknya, "On the Development of Hadith," Goldziher "menunjukkan bahwa bahkan Hadis2 yg diterima dlm koleksi Muslim yg paling dalam kritikannya merupakan pemalsuan telak2 dari abad 8 dan 9—dan sbg konsekwensinya, isnad2 yg mendukung hadis2 tsb juga hanya fiksi semata2."

Dihadapkan pada argumen Goldziher yg sangat kuat, para ahli sejarah Islam mulai panik dan mencari segala akal utk menyangkal teori dahsyat ini dgn mencoba2 membandingkan mana yg tradisi legal dan mana yg tradisi historis. Tetapi spt yg dikatakan Humphreys, Hadis dan tradisi historis sangat mirip; para pakar abd ke 8-9 juga mengulas kedua macam teks tsb. "Jadi, jika isnad Hadis diragukan, maka isnad tradisi historis juga patut diragukan."

Spt yg dikatakan Goldziher, "Kebanyakan Hadis merupakan hasil perkembangan Islam secara religius, historis dan sosial selama kedua abad pertama." Hadis tidak berguna bagi sejarah ilmiah manapun dan hanya merupakan "cermin dari tendensi" masyarakat Muslim dini.

Saya akan jelaskan lebih lanjut latar belakang argument Goldziher.

Setelah kematian nabi, 4 sahabatnya menggantikannya sbg pemimpin masyarakat Muslim. Mereka itu diantaranya adalah:

-Usman; yg bermusuhan dgn
-Ali, sepupu nabi yg menikah dgn puteri nabi.

Ali tidak mampu menerapkan kewenangannya di Syria yg di-gubernur-i oleh musuhnya,
Mu’awiya, yg bersumpah utk "Balas Dendam bagi Usman" (demikian sorakan perangnya) melawan Ali. Mu’awiya dan Usman bersaudara dan keduanya anggota clan Mekah, Umayad. Mereka berperang di pertempuran Siffin. Setelah pembunuhan Ali pd thn 661, Mu’awiya menjadi kalifah pertama dinasti Umayad, yg bertahan sampai 750M.
Dinasti Umayad lalu didepak oleh dinasti Abbasid, yg bertahan di Iraq dan Bagdad sampai abad ke-13.

Pada permulaan dinasti Umayad, Muslim tidak tahu menahu ttg upacara dan doktrin. Para pemimpin sendiri tidak memiliki antusiasme besar bagi agama dan kebanyakan membenci para imam. Hasilnya adalah timbulnya sebuah kelompok agama yg tanpa malu2 memalsukan tradisi demi kebaikan komunitas. Mereka menentang Umayad yg atheis itu tapi tidak secara terbuka. Jadilah mereka menciptakan tradisi2 yg didedikasi bagi keluarga nabi, shg secara tidak langsung menyatakan kesetiaan kpd Ali.

Spt dikatakan Goldziher, "Pemerintah yg berkuasa juga tidak ongkang2 kaki. Kalau
mereka ingin agar sebuah pendapat diterima secara umum dan membungkam oposisi para imam; merekapun harus tahu juga bgm mencari Hadis yg sesuai dgn tujuan mereka. Merekapun harus melakukan apa yg dilakukan lawan2 mereka : menciptakan dan menyuruh menciptakan Hadis2. Dan itulah yg mereka lakukan."


Goldziher melanjutkan:
”Upaya2 resmi atas penciptaan, diseminasi dan penekanan terhdp tradisi sudah dimulai sejak dini. Sebuah instruksi Muawiyah yg diberikan kpd gubernur al Mughira menghormati Umayad berbunyi: ‘Jangan capek melecehkan dan menghina Ali dan meminta kemurahan Allah karena Usman telah merusak nama baik sahabat2 Ali, menggantikan mereka dan tidak mau mendengarkan mereka (yi, Hadis2 mereka); dan sebaliknya pujilah pengikut Usman dan dengarkan mereka.’ "

Ini adalah perintah resmi utk menyebarkan hadis2 yang anti-Ali dan menekan hadis2 yg pro-Ali. Kaum Umayad beserta para politikus tidak malu2 membungkus kebohongan yg tendensius ini dgn kedok agama, dan mereka hanya peduli dgn pemimpin2 agama yg bersedia menutupi kepalsuan2 itu dng otoritas kuat mereka.

Bahkan detil upacara yg paling sepele-pun dipalsukan. Termasuk cara2 bagaimana menyalami dinasti atau clan saingan. Dibawah Abbasid, pemalsuan Hadis anti-Ali semakin banyak. Contoh, nabi konon mengatakan bahwa Abu Talib, ayah Ali, mendekam di neraka paling dalam: "Mungkin campur tangan saya akan berguna baginya pada hari Kiamat shg ia bisa dipindahkan kesebuah kolam api yg mencapai lututnya, yg masih cukup panas utk membakar otaknya." Jelas ini ditantang oleh para teolog pro-Ali yg kemudian dgn menciptakan pernyataan2 nabi yg memuja2 Abu Talib.

Para juru cerita dibayar tinggi kalau menghibur dgn hadis yg disukai massa. Utk menarik massa, para juru cerita tidak malu2 menjual-belikan hadis2 mereka ini. "Bisnis pencarian hadis sangat disukai pihak2 yg rakus yg berpura2 sbg narasumber dan dgn semakin meningkatnya permintaan semakin tinggi pula bayaran mereka utk produksi hadis."

...

60 tahun kemudian, Argumen Goldziher diteruskan oleh Islamis besar lainnya, Joseph Schacht, yg karya2nya dianggap karya klasik. Kesimpulan Schacht bahkan lebih radikal, mengkhawatirkan dan dampak penuhnya belum disadari orang.

Humphreys merangkum teori Schacht:
(1) isnad [mata rantai para penulis hadis] yg bisa ditelusuri sampai jaman nabi hanya digunakan sekitar Revolusi Abbasid—yi, pertengahan abad 8;

(2) ironisnya, semakin berbunga2 dan formal sebuah isnad, semakin diragukan kebenarannya. TIDAK ADA hadis yg eksis yg bisa ditelusuri sampai ke nabi, walau beberapa dari mereka bisa saja berakar pd ajarannya.

(3) Secara umum diakui bahwa kritik terhdp tradisi2 yg dipraktekkan para pakar Muhamad TIDAK CUKUP, dan walaupun tradisi mencoba menghilangkan pemalsuan ini, seluruh karya2 klasik (classical corpus) mengandung tradisi2 yg tidak mungkin otentik. Goldziher tidak hanya menyuarakan rasa skeptis-nya terhdp tradisi, bahkan terhdp koleksi2 klasik [yi koleksi Bukhari, Muslim, et al.], namun ia menunjukkan dgn jelas bahwa mayoritas tradisi dari nabi adalah DOKUMEN2 BUKAN DARI JAMANNYA, namun dari tahap2 berikutnya selama abad2 pertama Islam.

Penemuan dahsyat ini kemudian menjadi dasar semua penyidikan serius.

Buku Schacht menegaskan kesimpulan Goldziher ini dan bahkan beranjak lebih jauh: banyak tradisi dlm koleksi klasik dan koleksi2 lainnya disebarkan hanya setelah masa
Shafi‘i [Shafi‘i adalah pendiri aliran yg menyandang namanya; ia wafat th 820M]; wadah tradisi hukum pertama hanya timbul pada pertengahan abad kedua Islam [yi abad 8M].

Schacht membuktikan, misalnya, bahwa sebuah tradisi kalau memang eksis wajib dijadikan referensi dalam sebuah argumen hukum. Jadi kalau tidak disebut2, itu berarti bahwa tradisi itu tidak eksis. Bagi Schacht setiap tradisi hukum dari nabi harus dianggap tidak otentik.

Tradisi diciptakan guna menyanggap doktrin2 yg bertentangan dgnnya; Schacht menyebut tradisi2 ini "counter traditions/tradisi bantahan." Doktrin2 dlm suasana polemic ini sering dianggap berasal dari otoritas yg lebih tinggi: "tradisi dari para Penerus [Nabi] menjadi tradisi dari Sahabt [Nabi], dan tradisi dari Sahabat menjadi tradisi dari nabi."Detil2 dari kehidupan Nabi dibuat2 agar mendukung doktrin2 sesaat.

Schacht kemudian mengritik isnad yg dikatakannya "disusun secara serampangan. Setiap masyarakat yg ingin agar doktrinnya bisa ditelusuri sampai jaman nabi, bisa memilih tokoh Islam manapun secara acak (contoh Bukhari, Muslim etc) dan mencakupkannya dalam isnad. Oleh karena itu kita menemukan sejumlah berbagai nama dalam isnad yang identik."

Shacht "menunjukkan bahwa permulaan hukum Islam tidak dapat ditelusuri lebih jauh dari satu abad setelah kematian nabi." Hukum Islam tidak langsung berasal ari Quran tetapi dari praktek adminstrasi dan kebutuhan sesaat dinasti Ummayad, dan "praktek ini bahkan sering menyimpang dari maksud dan kata2 eksplisit Quran." Norma2 yg didapatkan dari Quran diperkenalkan dlm hukum Islam pada tahap kedua.


Dampak argument Schacht ini ditelusuri lebih lanjut oleh John Wansbrough. Buku2nya yg sangat penting adalah Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation (1977) dan The Sectarian Milieu: Content and Composition of Islamic Salvation History (1978). Buku2 ini menunjukkan bahwa Quran dan Hadis tumbuh dari kontroversi sectarian selama periode panjang, kira2 dua abad, dan lalu diproyeksikan kembali seolah2 berasal dari titik permulaan Arab.

Katanya, Islam hanya timbul saat berpapasan dgn Yudaisme —"bahwa doktrin Islam secara umum dan bahkan tokoh Muhamad dibentuk agar sesuai dgn prototip Rabbi2 Yahudi. Mitos2 Islam merupakan manifestasi dari sejarah penyelamatan (‘salvation history’) Perjanjian Lama."

Wansbrough menunjukkan bahwa teks definitif Quran tidak dicapai dlm abad ke 7, tetapi dlm abad ke 9 !! Jadi kemungkinan adanya asal-usul Arab dalam Islam sangat kecil: orang Arab secara bertahap menyusun pernyataan kepercayaan mereka berdasarkan apa yg mereka dengarkan dari kaum Yahudi diluar Hijaz (diluar Arabia Pusat, yg mengandung kota2 Mekah dan Medinah). "Quran menunjukkan persamaan dgn materi kitab2 Yahudi-Kristen… tantangan utk memproduksi kitab yg identik atau superior, yg diekspresikan 5 kali dlm teks Quran hanya bisa dijelaskan dlm konteks polemik Yahudi."



Akibat pengaruh Yahudi, masy Muslim dini mengambil Musa sbg tokoh panutan, dan lalu baru timbullah portret Muhamad, tetapi hanya secara bertahap dan ini juga karena menanggapi kebutuhan sebuah masy religius. Masy ini sangat perlu mendirikan kredibilitas Muhamad sbg nabi yg didasarkan pada model Musa; oleh karena itu mereka memerlukan sebuah kitab suci, utk melengkapi bukti kenabiannya.

Perkembangan bertahap selanjutnya adalah ide asal usul Arab bagi Islam. Utk itu diciptakanlah konsep bahasa suci, Arab. Quran dikatakan diturunkan Allah dlm bahasa Arab murni. Perlu diingat bahwa koleksi pertama sajak2 kuno timbul dalam abad ke 9.
"Cara materi ini dimanipulasi oleh para penyusun utk mendukung argumen manapun nampaknya tidak pernah bisa disembunyikan secara sukses."

Jadi para pakar bahasa Islam mencantumkan tanggal dini pada sebuah sajak karangan Nabigha Jadi, penyair jaman pra-Islam, guna "memberikan bukti2 teks pra-Islam bagi
Quran." Tujuan utk memanfaatkan syair2 pra-Islam ini adalah :
(1) utk menciptakan kesan kuno bagi kitab suci mereka dan oleh karena itu menciptakan kesan otentisitas, teks mana dlm realita telah dipalsukan pd abad ke 9, bersama2 dgn tradisi2 pendukungnya.
(2) utk memberi sifat dan tempat Arab, utk membedakannya dari Yudaisme dan Kristen.

Tradisi2 exegesis juga sama fiktifnya dan hanya bertujuan satu: utk menunjukkan asal usul Hijaz Islam. Wansbrough memberikan bukti negative utk menunjukkan bahwa Quran tidak mencapai bentuk definitif sebelum abad ke 9.
Kajian Schacht ttg perkembangan dini doktrin hukum Islam menunjukkan bahwa yurisprudensi Muslim tidak didasarkan pada Quran.

Pendasaran hukum pada kitab suci ... adalah fenomena abad ke 9 .... Bukti negatif lainnya adalah tidak adanya rujukan pada Quran dlm Fiqh Akbar I….

Fiqh Akbar I itu adalah dokumen yg berasal dari pertengahan abad ke 8, yg merupakan pernyataan kepercayaan Muslim. Jadi Fiqh Akbar I mewakili pandangan orthodoxy atas pertanyaan2 dogmatis jaman itu. Kalau Quran eksis, mustahil namanya tidak disebutkan dlm Fiqh itu.

Wansbrough mengatakan bahwa Quran tidak mungkin merupakan hasi peng-editan beberapa orang saja, tetapi lebih sebuah "produk perkembangan alami dari tradisi2 yg tadinya independen lewat jangka waktu panjang."



Sekelompok pakar yg dipengaruhi Wansbrough lebih radikal lagi : mereka menolak keseluruhan sejarah Islam dini. Michael Cook, Patricia Crone dan Martin Hindsyg menulis antara th 1977 dan 1987. Mereka menganggap keseluruhan sejarah sampai jaman
Abd al-Malik (685-705) sbg PALSU dan menyatakan Penaklukan Arab (Arabian Conquest) dan pembentukan Kalifah sbg gerakan orang2 Arab yg diinspirasi oleh ajaran messianisme Yahudi utk mencoba merebut kembali Tanah Terjanji. Menurut mereka, Islam tampil sbg agama dan budaya otonomis hanya melalui dalam proses panjang utk menggabungkan identitas bangsa2 yg terpisah yg disatukan akibat Penjajahan Islam : bangsa Jacobite Syria, bangsa Armenia Nestorian di Iraq, kaum Koptik, Yahudi dan akhirnya bangsa di jazirah Arab.

Tradisi hidup Muhamad dan timbulnya Islam tidak lagi diterima Cook, Crone dan Hinds.
Cook, dlm serial Oxford Past Masters ttg Muhamad, memberikan alasannya utk menolak tradisi biografis Muhamad:

Cerita2 palsu rawan diantara para pakar abad ke 8M ... Ibn Ishaq dan kawan2nya menyimpulkan dari tradisi lisan. Kami memiliki alasan kuat utk percaya bahwa
Sejumlah tradisi ttg pertanyaan dogma dan hukum diciptakan oleh mata rantai otoritas/penguasa yg menyebarkannya dan pada saat yg sama kami memiliki bukti akan kontroversi di abad 8M apakah tradisi lisan boleh dipindahkan ke tradisi tertulis.

Jika kita tidak dapat mempercayai mata rantai otoritas, kami tidak lagi dapat menyatakan kepastian bahwa apa yg kami miliki ini adalah hasil kesaksian independen; dan jika pengetahuan ttg hidup nabi Muhamad diturunkan secara lisan selama 1 abad sebelum dipaparkan secara tertulis, maka kemungkinan besar proses ini mengakibatkan materi ini mengalami perubahan besar.


Cook kemudian melihat sumber2 non-Muslim : Yunani, Syria dan Armenia. TImbul gambaran yang sama sekali tidak disangka. Wlau tidak diragukan bawha Muhamad eksis, bahwa ia pedagan, bahwa sesuatu yg penting terjadi pd th 622, bahwa Ibrahim adalah pusat ajarannya, TIDAK ADA INDIKASI BAHWA KARIR MUHAMAD TIMBUL DI TANAH ARAB. Tidak ada sebutan Mekah dan Quran tidak muncul sebelum akhir abad ke 7.

Bukti2 kuat menunjukkan bahwa tadinya arah sholat Muslim adalah jauh lebih utara dari Mekah, dan oleh karena itu Mekah tidak mungkin tempat suci mereka. "Ketika kutipan2 Quran pertama muncul pada kepingan uang dan inskripsi2 pada akhir abad ke 7, mereka menunjukkan perbedaan teks kanonis (canonical text). Ini memang tidak terlalu berarti dari segi isi, tapi kenyataan bahwa perbedaan teks kanonis ini tampil dalam konteks formal macam ini menyangkal pendapat bahwa teks itu berasal dari jaman Muhamad."

Sumber Yunani paling dini menyebut Muhamad hidup di thn 634, 2 tahun setelah dinyatakan wafat oleh tradisi Muslim !!

Versi Armenia lain lagi. Kronikel Armenia thn 660-an menggambarkan Muhamad sbg mendirikam masyarakat yg terdiri dari baik kaum Ishmaeli (Arab) dan Yahudi, dgn unsure Ibrahim sbg penyatu; sekutu2 ini kemudian menaklukkan Palestina. Sumber2 tertua Yunani menuliskan pernyataan sensasional bahwa nabi ug tampil diantara para
Saracen (Arab) MEMPROKLAMIRKAN DATANGYA MESSIAH YAHUDI dan berbicara ttg kaum Yahudi yg bercampur dgn Saracen, dan ttg bahaya atas nyawa jika jatuh ditangan Yahudi dan Sarasen ini.

Kita tidak bisa menganggap ini sbg ketidaksukaan Kristen Armenia terhdp Islam, karena pernyataan ini didasarkan pd apocalypse Yahudi [dokumen abad ke 8M, yg memuat apocalypse terdahulu yg nampaknya sejaman dgn penaklukan2 Arab+Yahudi itu]. Perpisahan dgn Yahudi, menurut kronikel Armenia ini, terjadi segera setelah penaklukan Arab terhdp Yerusalem.

Walau Palestina memainkan peran dlm tradisi Muslim, tetapi perannya kurang disbanding dng Mekah pd th ke2 Hijrah, saat Muhammad mengganti kiblat dari Yerusalem ke Mekah. Tetapi dlm sumber2 non-Muslim, Palestina-lah yg menjadi fokus gerakan ini, dan memberikan motivasi agama bagi penaklukan ini.

Menurut kronikel Armenia: Muhamad mengatakan pada Arab bahwa sbg keturunan Ibrahim lewat Ishmael, mereka juga memiliki hak atas tanah yg dijanjikan Tuhan kpd Ibrahim dan keturunannya.

Jika sumber2 eksternal ini benar, ini berarti bahwa tradisi yg ada ttg Muhamad diragukan kebenarannya, dan oleh karena itu integritas Quran juga diragukan.

Cook menunjukkan persamaan kepercayaan Muslim dng kaum Samaritan. Ia juga mengatakan bahwa ide fundamental yg dikembangkan Muhammad ttg agama Ibrahim sudah ada dlm buku apocryphal Yahudi bernama the Book of Jubilees (140-100 SM), dan kemungkinan telah mempengaruhi pembentukan gagasan2 Islam. Kamim juga memiliki bukti dari Sozomenus, penulis Kristen abad ke 5M yg "me-rekonstruksi sebuah monotheisme Ismaeli yg primitif yg identik dgn apa yg dimiliki Yahudi sampai saat Musa; dan bahwa hukum2 Ishmael pasti mengalami perubahan akibat perubahan jaman dan pengaruh tetangga2 penyembah berhala." Sozomenus menggambarkan suku2 Arab yang, setelah mengetahui asal Ismaeli mereka dari Yahudi, mengadopsi tata cara Yahudi.

Cook juga menunjuk pada persamaan cerita2 Musa (exodus, dsb) dgn Hijrahnya Muslim. Dlm mesianisme Yahudi, "karir seorang mesiah selalu ditandai dng terulangnya cerita Musa; sebuah exodus, atau tindakan melarikan diri dari penindasan kedalam gurun pasir, dari mana sang messiah melancarkan perang sucinya utk merebut kembali Palestina. Mengingat bukti2 dini yg menghubunngkan Muhamad dgn Yahudi dan mesianisme Yahudi pada saat dimulainya penaklukan Palestina, tidak aneh melihat pemikiran2
Yahudi ini tampil dlm gagasan2 politiknya."

…….

Rumusan "Tidak ada Tuhan selain Tuhan” (“There is no God but the One”) adalah refrein yg lazim dlm liturgi Samaritan. Tema utama literatur mereka adalah kesatuan Tuhan dan Kesucian dan KebenaranNya yg Absolut. Nah, mirip bukan dgn "Tiada Allah selain Allah." Apalagi rumusan "atas nama allah" (bismillah) DITEMUKAN DALAM KITAB SUCI SAMARIA sbg beshem. Bab pembuka Quran dikenal sbg
Al-Fatiha, pembuka atau gerbang/pagar. Sebuah doa Samaritan, yg juga merupakan pernyataan kepercayaan merkea memulai dgn kata2: Amadti kamekha al fatah rahmeka, "Saya berdiri didepanMu pada gerbang PengampunanMu." Fatah = Fatiha = pembuka atau gerbang.

Buku suci Samaritan adalah Pentateuch, yg berisi wahyu tertinggi yg amat dihormati.
Mereka sangat menghormati Musa, karena ia nabi yg mendapatkan wahyu ttg Hukum Tuhand. Bagi Samaritan, Bukit Gerizim adalah pusat pemujaan Yahweh; dan juga diasosiasikan dgn Adam, Seth, dan Noah, dan pengorbanan Isaac oleh Ibraham. Harapan akan datangnya sang Messiah (atau Pemulih)adalah kepercayaan mereka. Tidakkah anda melihat kepiripan dgn Mahdi-nya Muslim ?

Inilah gambaran parallel antara doktrin Samaritan dng Muslim :

MOSES = Muhamad
EXODUS = Hijrah
PENTATEUCH = Quran
Bukit SINAI/GERIZIM = bukit Hira
SHECHEM = Mekah
MESSIAH = Mahdi
Fatah = Fatiha
Beshem = bismillah

Kesamaan semua ini tercapai sudah, tinggal sekarang MEMBUAT KITAB SUCI.

Cook menunjuk pada tradisi bahwa Quran terdiri dari banyak buku, tetapi Usman (kalif ketiga setelah Muhamad) hanya meninggalkan satu. Akhirnya, spt Wansbrough, Cook menyimpulkan bahwa Quran, "sangat lemah dalam struktur, tidak jelas, tidak konsekwen dalam baik bahasa maupun isi, janggal dlm menghubungkan materi yg terpisah dan sering mengulang2i ayat2 dgn versi2 yg bervariasi. Oleh karena itu Quran adalah hasil editing terlambat dan tidak sempurna dari sumber2 tradisi plural."

Kaum Samaritan menolak kesucian Yerusalem, dan menggantikannya dgn tempat suci Israel yg lebih tua, Shechem. Saat Muslim memisahkan diri dari Yerusalem, Shechem dijadikan model pantas bagi tempat suci mereka.

Kemiripannya luar biasa. Kedua2nya adalah struktur sebuah kota suci yg diasosiasikan dgn bukit suci didekatnya dan upacara palaing penting adalah hiijrah dari kota ke bukit. Tempat suci itu adalah fondasi Abrahamic, tempat pengorbanan Ibraham adalah Shechem, yang mirip sekali dgn ‘rukun’ [sudut Yamai Ka'bah] di Mekah. Dan tempat suci mereka juga diasosiasikan dgn kuburan patriarch mereka : Yusuf (atau Judah dlm hal Samaritan) dan Ishmael (atau Isaac).

Cook mengatakan, kota yg sekarang kita kenal sbg Mekah tidak mungkin merupakan tempat berlangsungnya peristiwa2 penting yg dicintai tradisi Muslim. Jarangnya rujukan pd Mekah oleh dokumen2 dini dan fakta bahwa Muslim2 dini berkiblat pada Yerusalem, menunjukkan bahwa MEKAH MERUPAKAN PILIHAN MUSLIM BEBERAPA ABAD KEMUDIAN, guna memisahkan diri dari Yahudi dan membentuk identitas yg terpisah dari Yahudi.

Dlm bukunya, Cook menjelaskan bgm Islam mengasimilasi semua pengaruh asing akibat penaklukan Islam atas daerah2 baru; bgm Islam mencapai identitas khasnya setelah berpapasan dgn peradaban yg lebih tua, dgn Yudaisme, Kristen (Jacobite dan Nestorian),
Hellenisme dan Persian (Hukum Rabbinik, filosofi Yunani, Neoplatonisme, Hukum Romawi dan arkitektur dan kesenian Byzantin). Tetapi ini semua dicapai dgn harga tinggi: "Penaklukan Arab segera menghancurkan satu peradaban dan secara permanen memecah2 wilayah luas. Bagi negara2 yg dijajahnya itu, ini merupakan katastrofe besar2an."

Dlm ‘Slaves on Horses: The Evolution of the Islamic Polity (1980)’, Patricia Crone menyanggah tradisi2 Muslim mengenai kalifah2 dini (sampai thn 680-an) sbg fiksi2 tidak berguna. Dlm ’Meccan Trade and the Rise of Islam’ (1987), ia mengatakan bahwa laporan2 sejarah "adalah penjelasan yg dibuat2 ttg ayat2 Quran yg sulit." Dlm karyanya kemudian, Crone secara meyakinkan menunjukkan bgm Quran "menghasilkan informasi yg meragukan."

Jelas para juru cerita adalah yang pertama yg menciptakan konteks2 sejarah bagi ayat2 tertentu Quran. Tetapi informasi mereka saling bertentangan. Contoh, dikatakan bahwa pada saat Muhamad tiba di Medinah, kota itu terpecah2 oleh permusuhan antar clan, tapi ada juga yg mengatakan bahwa rakyat Medinah bersatu dibawah pemimpin mereka Ibn Ubayyl. Contoh lagi, ada banyak cerita2 sekitar tema "Muhammad bertemu dgn wakil2 agama2 non-Islam yg mengakuinya sbg nabi". Juga ada tendensi bagi berkembangnya informasi shg semakin jauh dr peristiwa yg digambarkan.

Contoh jelas:Waqidi (wafat 823), menulis bertahun2 setelah wafatnya Ishaq (wafat th 768), dapat memberikan tanggal, lokasi, nama yang persis bagi sebuah pertempuran, sementara Ishaq yg hidup sebelumnya, TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN APA2. Tidak heran kalau Waqidi lebih disukai: dari mana lagi Muslim dapat menemukan informasi yg begitu mendetil ? Tetapi mengingat bahwa ini semuanya tidak diketahui apalagi dicatat oleh Ibn Ishaq, nilainya sangatlah meragukan ! Kalau informasi meragukan ini bisa dihasilkan dalam 2 generasi (antara Ibn Ishaq and Waqidi) tidak sulit menyimpulkan bahwa lebih banyak lagi cerita2 yg diciptakan oleh 3 generasi (antara Nabi dan Ibn Ishaq).

Jelaslah bahwa para sejarawan Muslim mengambil sejarah dari materi yg merupakan isapan jempol para juru cerita.

Crone menantang sejumlah pakar sejarah konservatif spt Watt, karena terlalu menggantungkan diri pada sumber2 Muslim. Dan kami akan mengakhiri bab ini ttg kesimpulan Crone ttg sumber2 Muslim ini:

Metodologi Watt tergantung dari penilaian salah terhdp sumber2 ini. Masalahnya adalah bahwa asal usul tradisi itu sendiri diragukan. Seluruh tradisi ini bersifat tendensius, dgn tujuan menciptakan sebuah ‘Arabian Heilgeschichte’ (Sejarah Suci Arab) dan sifat tendensius ini akhirnya membentuk fakta2 yg kita miliki sekarang ini..//
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

lihat juga : Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag II & PENEMUAN MENGHEBOHKAN G PUIN
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... c.php?t=46
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

dari Valkyrie :
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 160#216160

Quran tidak diragukan keasliannya ?
http://www.hamline.edu/apakabar/basisda ... /0019.html

http://comein.blogs.friendster.com/my_b ... index.html ---. Muslim Syiah punya Mushaf yang berbeda lho

http://islamlib.com/id/index-baru.php?p ... cle&id=447 -----> ini dari Situs Islam sendiri lho !!

Merenungkan Sejarah Alquran
Oleh Luthfi Assyaukanie
17/11/2003

* * * Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa Alquran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa Alquran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.

Hakikat dan sejarah penulisan Alquran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik, dan rekayasa. Alquran dalam bentuknya yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah sebuah inovasi yang usianya tak lebih dari 79 tahun. Usia ini didasarkan pada upaya pertama kali kitab suci ini dicetak dengan percetakan modern dan menggunakan standar Edisi Mesir pada tahun 1924. Sebelum itu, Alquran ditulis dalam beragam bentuk tulisan tangan (rasm) dengan teknik penandaan bacaan (diacritical marks) dan otografi yang bervariasi.

Hadirnya mesin cetak dan teknik penandaan bukan saja membuat Alquran menjadi lebih mudah dibaca dan dipelajari, tapi juga telah membakukan beragam versi Alquran yang sebelumnya beredar menjadi satu standar bacaan resmi seperti yang kita kenal sekarang.

Pencetakan Edisi Mesir itu bukanlah yang pertamakali dalam upaya standarisasi versi-versi Alquran. Sebelumnya, para khalifah dan penguasa Muslim juga turun-tangan melakukan hal yang sama, kerap didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan konflik-konflik bacaan yang muncul akibat beragamanya versi Alquran yang beredar. Tapi pencetakan tahun 1924 itu adalah ikhtiyar yang luar biasa, karena upaya ini merupakan yang paling berhasil dalam sejarah kodifikasi dan pembakuan Alquran sepanjang masa. Terbukti kemudian, Alquran Edisi Mesir itu merupakan versi Alquran yang paling banyak beredar dan digunakan oleh kaum Muslim. Keberhasilan penyebarluasan Alquran Edisi Mesir tak terlepas dari unsur kekuasaan. Seperti juga pada masa-masa sebelumnya, kodifikasi dan standarisasi Alquran adalah karya institusi yang didukung oleh --dan menjadi bagian dari proyek-- penguasa politik. Alasannya sederhana, sebagai proyek amal (non-profit), publikasi dan penyebaran Alquran tak akan efektif jika tidak didukung oleh lembaga yang memiliki dana yang besar. Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia mencetak ratusan ribu kopi Alquran sejak tahun 1970-an merupakan bagian dari proyek amal yang sekaligus juga merupakan upaya penyuksesan standarisasi kitab suci.

Kendati tidak seperti Uthman bin Affan yang secara terang-terangan memerintahkan membakar seluruh versi (mushaf) Alquran yang bukan miliknya (kendati tidak benar-benar berhasil), tindakan penguasa Saudi membanjiri pasar Alquran hanya dengan satu edisi, menutupi dan perlahan-lahan menyisihkan edisi lain yang diam-diam masih beredar (khususnya di wilayah Maroko dan sekitarnya). Agaknya, tak lama lagi, di dunia ini hanya ada satu versi Alquran, yakni versi yang kita kenal sekarang ini. Dan jika ini benar-benar terwujud (entah kapan), maka itulah pertama kali kaum Muslim (baru) boleh mendeklarasikan bahwa mereka memiliki satu Alquran yang utuh dan seragam. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Alquran (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim.

Versi bacaan (qiraat) adalah satu jenis pembacaan Alquran. Versi ini muncul pada awal-awal sejarah Islam (abad pertama hingga ketiga) akibat dari beragamnya cara membaca dan memahami mushaf yang beredar pada masa itu. Mushaf adalah istilah lain dari Alquran, yakni himpunan atau kumpulan ayat-ayat Allah yang ditulis dan dibukukan.

Sebelum Uthman bin Affan (w. 35 H) (baca : USMAN), khalifah ketiga, memerintahkan satu standarisasi Alquran yang kemudian dikenal dengan “Mushaf Uthmani,” pada masa itu telah beredar puluhan --kalau bukan ratusan-- mushaf yang dinisbatkan kepada para sahabat Nabi. Beberapa sahabat Nabi memiliki mushafnya sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lain, baik dalam hal bacaan, susunan ayat dan surah, maupun jumlah ayat dan surah. Ibn Mas’ud, seorang sahabat dekat Nabi, misalnya, memiliki mushaf Alquran yang tidak menyertakan surah al-Fatihah (surah pertama). Bahkan menurut Ibn Nadiem (w. 380 H), pengarang kitab al-Fihrist, mushaf Ibn Mas’ud tidak menyertakan surah 113 dan 114.

Susunan surahnyapun berbeda dari Alquran yang ada sekarang. Misalnya, surah keenam bukanlah surah al-An’am, tapi surah Yunus. Ibn Mas’ud bukanlah seorang diri yang tidak menyertakan al-Fatihah sebagai bagian dari Alqur’an. Sahabat lain yang menganggap surah “penting” itu bukan bagian dari Alquran adalah Ali bin Abi Thalib yang juga tidak memasukkan surah 13, 34, 66, dan 96. Hal ini memancing perdebatan di kalangan para ulama apakah al-Fatihah merupakan bagian dari Alquran atau ia hanya merupakan “kata pengantar” saja yang esensinya bukanlah bagian dari kitab suci.

Salah seorang ulama besar yang menganggap al-Fatihah bukan sebagai bagian dari Alquran adalah Abu Bakr al-Asamm (w. 313 H). Dia dan ulama lainnya yang mendukung pandangan ini berargumen bahwa al-Fatihah hanyalah “ungkapan liturgis” untuk memulai bacaan Alqur’an. Ini merupakan tradisi populer masyarakat Mediterania pada masa awal-awal Islam. Sebuah hadis Nabi mendukung fakta ini: “siapa saja yang tidak memulai sesuatu dengan bacaan alhamdulillah [dalam hadis lain bismillah] maka pekerjaannya menjadi sia-sia.”

Perbedaan antara mushaf Uthman dengan mushaf-mushaf lainnya bisa dilihat dari komplain Aisyah, isteri Nabi, yang dikutip oleh Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqan, dalam kata-kata berikut: “pada masa Nabi, surah al-Ahzab berjumlah 200 ayat. Setelah Uthman melakukan kodifikasi, jumlahnya menjadi seperti sekarang [yakni 73 ayat].”

Pandangan Aisyah juga didukung oleh Ubay bin Ka’b, sahabat Nabi yang lain, yang di dalam mushafnya ada dua surah yang tak dijumpai dalam mushaf Uthman, yakni surah al-Khal’ dan al-Hafd. Setelah Uthman melakukan kodifikasi dan standarisasi, ia memerintahkan agar seluruh mushaf kecuali mushafnya (Mushaf Uthmani) dibakar dan dimusnahkan. Sebagian besar mushaf yang ada memang berhasil dimusnahkan, tapi sebagian lainnya selamat.

Salah satunya, seperti kerap dirujuk buku-buku ‘ulum al-Qur’an, adalah mushaf Hafsah, salah seorang isteri Nabi, yang baru dimusnahkan pada masa pemerintahan Marwan ibn Hakam (w. 65 H) beberapa puluh tahun kemudian. Sebetulnya, kendati mushaf-mushaf para sahabat itu secara fisik dibakar dan dimusnahkan, keberadaannya tidak bisa dimusnahkan dari memori mereka atau para pengikut mereka, karena Alquran pada saat itu lebih banyak dihafal ketimbang dibaca. Inilah yang menjelaskan maraknya versi bacaan yang beredar pasca-kodifikasi Uthman.

Buku-buku tentang varian-varian bacaan (kitab al-masahif) yang muncul pada awal-awal abad kedua dan ketiga hijriah, adalah bukti tak terbantahkan dari masih beredarnya mushaf-mushaf klasik itu. Dari karya mereka inilah, mushaf-mushaf sahabat yang sudah dimusnahkan hidup kembali dalam bentuk fisik (teks tertulis).

Sejarah penulisan Alqur’an mencatat nama-nama Ibn Amir (w. 118 H), al-Kisai (w. 189 H), al-Baghdadi (w. 207 H); Ibn Hisyam (w. 229 H), Abi Hatim (w. 248 H), al-Asfahani (w. 253 H) dan Ibn Abi Daud (w. 316 H) sebagai pengarang-pengarang yang menghidupkan mushaf-mushaf klasik dalam karya masahif mereka (umumnya diberijudul kitab al-masahif atau ikhtilaf al-masahif). Ibn Abi Daud berhasil mengumpulkan 10 mushaf sahabat Nabi dan 11 mushaf para pengikut (tabi’in) sahabat Nabi.

Munculnya kembali mushaf-mushaf itu juga didorong oleh kenyataan bahwa mushaf Uthman yang disebarluaskan ke berbagai kota Islam tidak sepenuhnya lengkap dengan tanda baca, sehingga bagi orang yang tidak pernah mendengar bunyi sebuah kata dalam Alquran, dia harus merujuk kepada otoritas yang bisa melafalkannya. Dan tidak sedikit dari pemegang otoritas itu adalah para pewaris varian bacaan non-Uthmani.

Otoritas bacaan bukanlah satu-satunya sumber yang menyebabkan banyaknya varian bacaan. Jika otoritas tidak dijumpai, kaum Muslim pada saat itu umumnya melakukan pilihan sendiri berdasarkan kaedah bahasa dan kecenderungan pemahamannya terhadap makna sebuah teks. Dari sinilah kemudian muncul beragam bacaan yang berbeda akibat absennya titik dan harakat (scripta defectiva). Misalnya bentuk present (mudhari’) dari kata a-l-m bisa dibaca yu’allimu, tu’allimu, atau nu’allimu atau juga menjadi na’lamu, ta’lamu atau bi’ilmi. Yang lebih musykil adalah perbedaan kosakata akibat pemahaman makna, dan bukan hanya persoalan absennya titik dan harakat. Misalnya, mushaf Ibn Mas’ud berulangkali menggunakan kata “arsyidna” ketimbang “ihdina” (keduanya berarti “tunjuki kami”) yang biasa didapati dalam mushaf Uthmani. Begitu juga, “man” sebagai ganti “alladhi” (keduanya berarti “siapa”).

Daftar ini bisa diperpanjang dengan kata dan arti yang berbeda, seperti “al-talaq” menjadi “al-sarah” (Ibn Abbas), “fas’au” menjadi “famdhu” (Ibn Mas’ud), “linuhyiya” menjadi “linunsyira” (Talhah), dan sebagainya. Untuk mengatasi varian-varian bacaan yang semakin liar, pada tahun 322 H, Khalifah Abbasiyah lewat dua orang menterinya Ibn Isa dan Ibn Muqlah, memerintahkan Ibn Mujahid (w. 324 H) melakukan penertiban.

Setelah membanding-bandingkan semua mushaf yang ada di tangannya, Ibn Mujahid memilih tujuh varian bacaan dari para qurra ternama, yakni Nafi (Madinah), Ibn Kathir (Mekah), Ibn Amir (Syam), Abu Amr (Bashrah), Asim, Hamzah, dan Kisai (ketiganya dari Kufah). Tindakannya ini berdasarkan hadis Nabi yang mengatakan bahwa “Alquran diturunkan dalam tujuh huruf.” Tapi, sebagian ulama menolak pilihan Ibn Mujahid dan menganggapnya telah semena-mena mengesampingkan varian-varian lain yang dianggap lebih sahih. Nuansa politik dan persaingan antara ulama pada saat itu memang sangat kental. Ini tercermin seperti dalam kasus Ibn Miqsam dan Ibn Shanabudh yang pandangan-pandangannya dikesampingkan Ibn Mujahid karena adanya rivalitas di antara mereka, khususnya antara Ibn Mujahid dan Ibn Shanabudh.

Bagaimanapun, reaksi ulama tidak banyak punya pengaruh. Sejarah membuktikan pandangan Ibn Mujahid yang didukung penguasa itulah yang kini diterima orang banyak (atau dengan sedikit modifikasi menjadi 10 atau 14 varian). Alquran yang ada di tangan kita sekarang adalah salah satu varian dari apa yang dipilihkan oleh Mujahid lewat tangan kekuasaan. Yakni varian bacaan Asim lewat Hafs. Sementara itu, varian-varian lain, tak tentu nasibnya. Jika beruntung, ia dapat dijumpai dalam buku-buku studi Alquran yang sirkulasi dan pengaruhnya sangat terbatas.


***Apa yang bisa dipetik dari perkembangan sejarah Alquran yang saya paparkan secara singkat di atas? Para ulama, khususnya yang konservatif, merasa khawatir jika fakta sejarah semacam itu dibiarkan diketahui secara bebas. Mereka bahkan berusaha menutup-nutupi dan mengaburkan sejarah, atau dengan memberikan apologi-apologi yang sebetulnya tidak menyelesaikan masalah, tapi justru membuat permasalahan baru.

Misalnya, dengan menafsirkan hadis Nabi “Alquran diturunkan dalam tujuh huruf” dengan cara menafsirkan “huruf” sebagai bahasa, dialek, bacaan, prononsiasi, dan seterusnya yang ujung-ujungnya tidak menjelaskan apa-apa. Saya sependapat dengan beberapa sarjana Muslim modern yang mengatakan bahwa kemungkinan besar hadis itu adalah rekayasa para ulama belakangan untuk menjelaskan rumitnya varian-varian dalam Alquran yang beredar. Tapi, alih-alih menjelaskan, ia malah justru mengaburkan. Mengaburkan karena jumlah huruf (bahasa, dialek, bacaan, prononsiasi), lebih dari tujuh. Kalau dikatakan bahwa angka tujuh hanyalah simbol saja untuk menunjukkan “banyak,” ini lebih parah lagi, karena menyangkut kredibilitas Tuhan dalam menyampaikan ayat-ayatnya.

Apakah kita mau mengatakan bahwa setiap varian bacaan, baik yang berbeda kosakata dan pengucapan (akibat dari jenis penulisan dan tatabahasa) merupakan kata-kata Tuhan secara verbatim (apa adanya)? Jika tidak terkesan rewel dan simplistis, pandangan ini jelas tak bertanggungjawab, karena ia mengabaikan fakta kaum Muslim pada awal-awal sejarah Islam yang sangat dinamis. Lalu, bagaimana dengan keyakinan bahwa Alquran dari surah al-Fatihah hingga al-Nas adalah kalamullah (kata-kata Allah) yang diturunkan kepada Nabi baik kata dan maknanya (lafdhan wa ma’nan)?

Seperti saya katakan di atas, keyakinan semacam ini hanyalah formula teologis yang diciptakan oleh para ulama belakangan. Ia merupakan bagian dari proses panjang pembentukan ortodoksi Islam. Saya cenderung meyakini bahwa Alquran pada dasarnya adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi tapi kemudian mengalami berbagai proses “copy-editing” oleh para sahabat, tabi’in, ahli bacaan, qurra, otografi, mesin cetak, dan kekuasaan. Proses-proses ini pada dasarnya adalah manusiawi belaka dan merupakan bagian dari ikhtiyar kaum Muslim untuk menyikapi khazanah spiritual yang mereka miliki. Saya kira, varian-varian dan perbedaan bacaan yang sangat marak pada masa-masa awal Islam lebih tepat dimaknai sebagai upaya kaum Muslim untuk membebaskan makna dari kungkungan kata, ketimbang mengatribusikannya secara simplistis kepada Tuhan.

Seperti dikatakan seorang filsuf kontemporer Perancis, teks --dan apalagi teks-teks suci-- selalu bersifat “repressive, violent, and authoritarian.” Satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan membebaskannya. Generasi awal-awal Islam telah melakukan pembebasan itu, dengan menciptakan varian-varian bacaan yang sangat kreatif. Jika ada pelajaran yang bisa diambil dari sejarah pembentukan Alquran, saya kira, semangat pembebasan terhadap teks itulah yang patut ditiru, tentu saja dengan melakukan kreatifitas-kreatifitas baru dalam bentuk yang lain.

(Komentar ali5196: HOREEE ! Semakin bingung deh Muslim !! Sekarang, siapapun bisa mengadakan 'pembebasan teks' semau2nya ! Bingung yah, mana wahyu, mana tafsir, mana kata Allah yg mutlak, yg mana boleh mengalami 'pembebasan teks' .... heiaheiahieeeeahieeiiii ....) :lol: :lol:

----------------------------------------------------
Luthfi Assyaukanie. Dosen Sejarah Pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Jakarta, dan Editor Jaringan Islam Liberal.
Last edited by ali5196 on Sat Feb 09, 2008 12:07 am, edited 1 time in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? bagian II
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 820#274820
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

KEBOHONGAN KLAIM KEAJAIBAN AL-QUR'AN :
1. AL-QUR’AN TETAP SAMA DARI JAMAN MUHAMMAD HINGGA SEKARANG


http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... php?t=9976

Sumber :
http://www.submission.org/quran/warsh.html
Are all the Arabic versions of the Quran the same ?
By Said Abdo and Khalil Uthman Detroit, Michigan, USA

Pakar-pakar ini tidaklah menyadari akan keajaiban sebenarnya dari qur’an sehingga MEMBUAT KEBOHONGAN TENTANG NABI DAN MENGKLAIM ADANYA MUJIZAT YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN NABI. Salah satu PENYESATAN INFORMASI OLEH PAKAR-PAKAR INI ADALAH PERNYATAAN BAHWA QUR’AN DISELURUH DUNIA ADALAH SAMA, TIDAK ADA VARIASINYA SAMA SEKALI. INI TIDAKLAH BENAR dan tidak ada hubungannya dengan janji Allah dalam QS 15 : 9. Sekalipun misionaris Kristen suka menyerang qur’an karena variasi bacaan tersebut, itu hanyalah menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang qur’an dan keajaibannya.

Berikut ini diberikan beberapa kutipan bahwa Al-Qur’an tidaklah sama sejak jaman nabi Muhammad SAW hingga tahun 1924 saat distandarisasi kesekian kalinya.

• PADA JAMAN NABI HIDUP, AL-QUR’AN TIDAKLAH SAMA
Kutipan dari :
Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
DR Subhi As Shalih
Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, halaman 119

Diceritakan tentang percekcokan Umar bin Khatab dengan Hisyam bin Hakim sbb :

Pada suatu hari semasa Rasulullah masih hidup, aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca SURAH AL FURQAAN. Aku mendengarkan baik-baik bacaannya. Tapi tiba-tiba ia membaca BEBERAPA HURUF YANG TIDAK PERNAH DIBACAKAN RASULULLAH kepadaku sehingga hampir saja ia kuserang ketika ia sedang shalat. Akhirnya kutunggu ia sampai mengucapkan salam. Setelah itu kutarik bajunya. Aku bertanya kepadanya : “Siapakah yang membacakan surah itu kepadamu?”. IA MENJAWAB, “RASULULLAH YANG MEMBACAKANNYA KEPADAKU.” Kukatakan, “Engkau berdusta! Demi Allah, RASULULLAH TIDAK MEMBACAKAN SURAH ITU KEPADAKU SEPERTI KUDENGAR DARIMU.” Hisyam bin Hakim lalu kuseret menghadap rasulullah dan aku bertanya, “Ya Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca surah Al-Furqaan dengan huruf-huruf yang tidak engkau bacakan kepadaku ketika engkau membacakan surah Al-Furqaan kepadaku.!” Rasulullah menjawab, “Hai Umar, lepaskan dia. Hai Hisyam, bacalah.” Hisyam kemudian membaca surah Al-Furqaan sebagaimana yang kudengar tadi. Kemudian rasulullah menanggapinya, “Demikian surah itu diturunkan.”. Beliau melanjutkan, “Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf, karena itu BACALAH MANA YANG MUDAH DARI AL-QUR’AN.” (Sahih Bukhari VI, hal 185)

Jadi dari hadis diatas terlihat RASULULLAH MENDIKTEKAN SURAH AL-FURQAAN YANG BERBEDA kepada Umar dan Hisyam.

Ini jelas bahwa HAFALAN RASULULLAH TIDAK TEPAT.


Muslim biasanya berargumen bahwa perbedaan hanya sekedar perbedaan dialek. Inipun tidak tepat karena Umar dan Hisyam keduanya adalah ORANG QURAISH dan keduanya konon adalah mereka yang MENDENGAR LANGSUNG rasulullah mendiktekan ayat-ayat Al-Qur'an dalam dialek QURAISH.

Sumber :
Muqadimah Al-Qur’an
Bab Satu, halaman 25

Tugas panitia adalah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Usman menasihatkan supaya :
a. mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an
b. kalau ada pertikaian antar mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan dalam menurut DIALEK SUKU QUIRAISY, SEBAB AL-QUR’AN DITURUNKAN MENURUT DIALEK MEREKA

Yang sangat mungkin adalah hadis tentang 7 huruf adalah KEBOHONGAN KEMUDIAN untuk membenarkan adanya perbedaan bacaan tersebut sehingga ada alasan kalau HAFALAN RASULULLAH BERBEDA-BEDA SAAT MENDIKTEKAN KEPADA si A atau si B.


• SETELAH NABI MENINGGAL, AL-QUR’AN TIDAKLAH SAMA
Ini sangat jelas dari alasan Usman membuat satu standar Al-Qur’an yaitu karena ADANYA PERBEDAAN AL-QUR’AN ANTARA PENGIKUT IBN MAS’UD (PRAJURIT IRAK) DAN UBAY BIN KAAB (PRAJURIT SYRIA) sebagaimana dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman

Sumber :
Muqadimah Al-Qur’an
Bab Satu, halaman 25

Beliau ini ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia dan Azerbaijan, maka selama dalam perjalanan dia pernah mendengar PERTIKAIAN KAUM MUSLIMIN TENTANG BACAAN BEBERAPA AYAT AL-QUR’AN ……..

Muslim akan berargumen perbedaan hanya dari segi dialek. Namun jelas perbedaan antara mushaf Ibn Mas’ud dan Ubay bin Kaab BUKAN PERBEDAAN DIALEK MELAINKAN PERBEDAAN ISI AL-QUR’AN.

Menurut laporan Suyuthi :
Suyuthi, al Itqan fi Ulum al Quran, vol 1 halaman 224, 226, 270-73

IBN MAS’UD MENOLAK MEMASUKKAN SURAH 1, 113 DAN 114, KARENA SURA-SURA TERSEBUT ADALAH DOA-DOA DAN MANTERA UNTUK MENGUSIR SETAN. Hal ini diperkuat dengan laporan dari al Razi, al Tabari dan Ibn Hajar

Sementara mushaf Ubay bin Kaab, mushaf Ibn Abbas, Abu Musa al Ashari dan Ali bin Abi Thalib justru ada penambahan 2 SURAH YANG UNIKNYA SEKARANG JUSTRU TIDAK ADA DI AL-QUR’AN EDISI KAIRO 1924.

Menurut laporan Suyuthi :
Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 hal 227, vol 3 hal 85

Dua surah yang bernama "AL-KHAL" DAN "AL-HAFD" TELAH DITULIS DALAM MUSHAF UBAYY BIN KA'B DAN MUSHAF IBN ABBAS, SESUNGGUHNYA ALI AS MENGAJAR KEDUA SURAH TERSEBUT KEPADA ABDULLAH AL-GHAFIQI, UMAR B. KHATTTAB DAN ABU MUSA AL-ASY'ARI juga membacanya.

Jadi jelas, setelah Muhammad SAW meninggal, mushaf-mushaf sahabat berbeda satu dengan lainnya.

• SETELAH DISTANDARISASI USMAN, AL-QUR’AN MASIH BERBEDA-BEDA.

Mushaf yang distandarisasi oleh Usman ditulis dalam bahasa Arab yang masih sangat sederhana, dimana :
1. Tidak ada tanda baca
2. Tidak ada indikasi huruf hidup
3. Tidak ada pembeda konsonan yang bersimbol sama (15 konsonan bisa dibaca menjadi 28 konsonan yang berbeda)

Karenanya tulisan mushaf Usman tersebut bisa dibaca dengan berbagai macam cara yang berbeda-beda. Tergantung penambahan huruf hidupnya dan penambahan titik diakritis terhadap konsonannya.
Akibatnya timbullah bermacam-macam variasi bacaan, maka lagi-lagi harus dilakukan standarisasi pasca Usman :

Dikutip dari Luthfi A dari Islamlib :
http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=447
Merenungkan Sejarah Alquran

Untuk mengatasi VARIAN-VARIAN BACAAN YANG SEMAKIN LIAR, pada tahun 322 H (944 M), Khalifah Abbasiyah lewat dua orang menterinya Ibn Isa dan Ibn Muqlah, memerintahkan Ibn Mujahid (w. 324 H) melakukan penertiban. SETELAH MEMBANDING-BANDINGKAN SEMUA MUSHAF YANG ADA DI TANGANNYA, Ibn Mujahid memilih tujuh varian bacaan dari para qurra ternama, yakni :
1. Nafi (Madinah)
2. Ibn Kathir (Mekah)
3. Ibn Amir (Syam)
4. Abu Amr (Bashrah)
5. Asim, Hamzah, dan Kisai (ketiganya dari Kufah).
Tindakannya ini berdasarkan hadis Nabi yang mengatakan bahwa “Alquran diturunkan dalam tujuh huruf.”

Adanya perbedaan tulisan Al-Qur’an ini dilaporkan juga oleh seorang ulama yaitu ibn al-Nadim di tahun 988 M.

Sumber :
Fihrist, Ibn al-Nadim, halaman 79
Dalam buku Fihrist, Ibn Al-Nadim menuliskan daftar buku-buku kuno yang membahas tentang perbedaan antar manuskrip qur’an kuno sbb :

Buku Tentang Perbedaan Manuskrip (Qur’an)
• Perbedaan Antara Manuskrip Penduduk Madina, Kufa dan Basrah menurut al Kisai
• Kalaf, Buku Tentang Perbedaan Manuskrip
• Perbedaan antara Penduduk Kufa, Basra dan Siria tentang Manuskrip, karya al Farra
• Perbedaan Antar Manuskrip, karya al Sijistani
• Al Mada’ini tentang perbedaan antar manuskrip dan pengumpulan al Qur’an
• Perbedaan Manuskrip antara Penduduk Syria, Hijaz dan Iraq, karya Ibn Amir al Yashubi
• Buku karya Muhammad ibn ‘Abd Al-Rahman al-Isbahani tentang perbedaan manuskrip

Fakta dimana penambahan huruf hidup dan titik diakritis berbeda-beda antar kota MEMATAHKAN ARGUMEN BAHWA AL-QUR’AN TELAH DIHAFALKAN DENGAN SEMPURNA. Bahkan setelah dibantu dengan tulisan dasarnya, hafalan masing-masing kota ternyata berbeda-beda.


• PENULISAN ULANG DI KAIRO 1923/1924
Upaya terakhir untuk menstandarisasi Al-Qur’an dilakukan di Kairo Mesir ditahun 1923/1924. Satu catatan yang unik adalah mushaf Kairo 1924 ini TIDAK DISUSUN DARI NASKAH KUNO YANG MANAPUN, melainkan DIKLAIM mendasarkan pada murni “HAFALAN”.

Sumber :
The writing of the Quran and the timing of the mathematical miracle
www.submission.org/miracle/writing.html

Hingga ditahun 1918 ketika pakar-pakar muslim, berkumpul di Kairo, Mesir dan memutuskan untuk MENULISKAN EDISI STANDARD AL-QUR’AN UNTUK MENGHINDARKAN SEMUA KESALAHAN TULISAN DALAM EDISI AL-QUR’AN YANG SAAT ITU BEREDAR diseluruh dunia dan untuk menstandarkan penomoran surah dan ayat-ayat alQur’an. Di tahun 1924 mereka menerbitkan edisi Al-Qur’an yang kemudian menjadi standar edisi diseluruh dunia. MEREKA SEPENUHNYA MENDASARKAN PADA TRADISI LISAN AL-QUR’AN UNTUK MENGOREKSI SEMUA PERBEDAAN TULISAN DAN PENOMORAN DARI AL-QUR’AN YANG BERBEDA-BEDA.

Ini sangat serius karena menjadikan seluruh TULISAN Al-Qur’an sebelum 1923/1924 adalah SALAH. Salah satu contohnya adalah :

Sumber :
http://www.understanding-islam.com/related/history.asp

5. The Extant Samarkand Codex at Tashkent
Many Muslims scholars believe that the Samarkand Codex preserved at the Tashkent Library is the one compiled by ‘Uthman (rta). A close examinatikon of the text of this mushaf has shown that it cannot be – since IT IS DIFFERENT FROM THE CODEX WE HAVE IN OUR HANDS TODAY.

Banyak pakar muslim mempercayai bahwa kodek Samarkand yang disimpan di perpustakaan Tashkent adalah mushaf yang dikumpulkan oleh Usman. Pemeriksaan cermat terhadap teks mushaf ini membuktikan bahwa mushaf ini bukan mushaf asli Usman karena MUSHAF INI BERBEDA DENGAN KODEKS YANG KITA MULIKI SAAT INI.

Jadi klaim muslim bahwa Al-Qur’an selalu sama tidaklah berdasar. Keseragaman teks dan isi Al-Qur’an baru dicapai setelah tahun 1924 dengan diterbitkannya KARANGAN AL-QUR’AN YANG BARU OLEH ULAMA-ULAMA MUSLIM. HASIL KARYA TAHUN 1924 INILAH YANG KEMUDIAN DIKLAIM SAMA DENGAN YANG DIBACA OLEH NABI MUHAMMAD SAW. :shock: :shock:
User avatar
iamthewarlord
Posts: 4375
Joined: Sun Feb 08, 2009 11:07 pm
Location: “Ibadah lelaki akan diputus dengan lewatnya keledai, wanita dan anjing hitam.” Muhammad.

Re: Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by iamthewarlord »

thanks om Adadeh..
User avatar
bagonk
Posts: 214
Joined: Sun Jul 31, 2011 10:44 am

Re: Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by bagonk »

#-o puyeng
Haniam_maria
Posts: 652
Joined: Wed Mar 16, 2011 11:50 am
Location: Di tempat ku berdzikir
Contact:

Re: Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by Haniam_maria »

Salut dan alhamdulilah, kebesaran Allah tidak hanya melalui muslim saja. Allah ar Rahman.
Sepengetahuan saya perbedaan qiro'ah sab'ah adalah perbedaan huruf. Bisa anda bayangkan huruf qaf tanpa titik? Atau huruf ba' tanpa titik?
Tentang hewan memakan mushaf, itu kehendak Allah, dan Allah menjaga al Qur'an dengan caranya sendiri bukan cara yang dinalarkan manusia dan kemudian harus begini. Nah mungkin hanya sekian yang saya ketahui. Salut buat yang mempelajari al Qur'an, semoga bukan copas makalah he he
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Haniam_maria wrote: Sepengetahuan saya perbedaan qiro'ah sab'ah adalah perbedaan huruf. Bisa anda bayangkan huruf qaf tanpa titik? Atau huruf ba' tanpa titik?
Loh memang Quran asli tidak menunjukkan titik diatas huruf2 tsb. Quran asli berhuruf gundul.

Pembacaan Quran dari segi Bahasa Syria-Aram : Mencoba Membongkar Rahasia Bahasa Quran
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ai-t37252/
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ai-t37757/

Tentang hewan memakan mushaf, itu kehendak Allah, dan Allah menjaga al Qur'an dengan caranya sendiri bukan cara yang dinalarkan manusia dan kemudian harus begini. Nah mungkin hanya sekian yang saya ketahui. Salut buat yang mempelajari al Qur'an, semoga bukan copas makalah he he
Selamat datang di FFI, semoga anda tergelitik menggunakan akal anda disini dan jangan hanya manggut2 'itu kehendak Allah.' Dijamin kalau anda lama di FFi anda akan bisa melihat bahwa Tuhan (yang sebenarnya) sudah memberikan nalar kpd manusia agar manusia bisa membedakan yang mana benar-benar nabiNya dan yang mana tidak.

Cara berfikir fatalis Muslim macam ini yg ingin ditunjukkan FFI.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by ali5196 »

Haniam_maria wrote:Salut dan alhamdulilah, kebesaran Allah tidak hanya melalui muslim saja. Allah ar Rahman.
Sepengetahuan saya perbedaan qiro'ah sab'ah adalah perbedaan huruf. Bisa anda bayangkan huruf qaf tanpa titik? Atau huruf ba' tanpa titik?
Anda aneh.Sudah dibilang diatas bahwa mushaf pertama memang berisi huruf2 gundul, tanpa titik.
Tentang hewan memakan mushaf, itu kehendak Allah, dan Allah menjaga al Qur'an dengan caranya sendiri bukan cara yang dinalarkan manusia dan kemudian harus begini. Nah mungkin hanya sekian yang saya ketahui. Salut buat yang mempelajari al Qur'an, semoga bukan copas makalah he he
Semoga anda bisa menggunakan nalar anda disini. Ini juga missi FFI: agar Muslim meninggalkan sikap fatalis atau bersikap spt budak yg takut memanfaatkan otak dan menyalahkan segalanya pada Allah. Anda akan melihat di FFi nanti bahwa Tuhan yang memberikan anda nalar dgn maksud utk bisa membedakan mana nabi yang bener2 menyampaikan petunjukNya dan mana yg cuma ogal2an.

Selamat datang di FFI. :supz:
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: Sejarah : mana Mushaf Quran yg ASLI ? Bag I

Post by ali5196 »

sori posting dobel ... terjadi keanehan di FFI pagi ini. Allah lagi iseng kali??? :supz:
Post Reply