Hukuman Buat Orang yang Murtad
Sementara itu kepada yang bersangkutan, atau istri yang melakukan kemurtadan, juga harus diingatkan bahwa dia telah melakukan tindakan yang resikonya teramat besar. Dia harus juga diberitahu bahwa di dalam syariat Islam,menjadi kafir setelah sebelumnya memeluk agama Islam, bukan perkara sederhana.
Orang yang tadinya muslim lalu berpindah atau kembali ke dalam agama lama, hukumnya murtad. Dan orang yang murtad itu sudah dipastikan masuk neraka dan tidak akan keluar lagi dari situ selama-lamanya. Kecuali bila dia sempat bertaubat dan kembali ke pangkuan Islam sebelum matinya.
Bukan itu saja, bahkan semua amal baiknya selama sempat menjadi muslim akan musnah, seolah dia tidak pernah melakukan hal-hal yang baik. Shalat, puasa, zakat, haji dan semua ibadahnya menjadi hilang pahalanya.
Hal itu bukan karangan ulama atau pendapat manusia, melainkan ketetapan yang terang dari Allah SWT langsung:
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah: 217)
Alangkah rugi dan sia-sia hidup seorang yang murtad dari Islam. Boleh dibilang lebih tidak usah jadi manusia saja ketimbang sempat menjadi orang yang murtad. Lebih baik menjadi tanah yang tidak perlu mempertanggung-jawabkan semua yang telah dilakukan.
Orang yang Murtad Halal Darahnya
Ayat di atas berbicara tentang resiko yang harus ditanggung oleh seorang yang murtad dari sisi ukhrawi, namun hal itu belum cukup. Ternyata secara hukum duniawi, Allah SWT pun menetapkan hukuman buat orang yang mempermainkan agama Islam, yaitu dengan dihalalkannya darah orang yang murtad. Rasulullah SAW bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwa Aku utusan Allah, karena tiga alasan: Orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad yang lari dari jamaah. (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang menyalahi agamanya dengan agama Islam (murtad), maka penggallah lehernya." (HR At-Thabarani)
Dari Jabir ra. bahwa seorang wanita bernama Ummu Marwan telah murtad, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk menawarkan kembali Islam kepadanya, bila dia tobat maka diampuni tapi bila menolak maka wajib dibunuh. Ternyata dia menolak kembali ke Islam maka dibunuhlah wanita itu. (HR Ad-Daruquthuny dan Al-Baihaqi).
Rasulullah SAW juga pernah berpesan kepada Mu’az bin Jabal sebelum berangkat ke Yaman: "Siapa pun laki-laki yang murtad dari Islam, maka mintalah mereka untuk kembali. Bila mau maka bebas hukuman dan bila menolak maka penggallah leher mereka. Siapa pun wanita yang murtad dari Islam, maka mintalah mereka untuk kembali. Bila mau maka bebas hukuman dan bila menolak maka penggallah leher mereka."
Ketika mendengar ada kelompok masyarakat arab yang ingkar tidak mau membayar zakat serta murtad, maka Abu Bakar As-Shiddiq ra menyatakan perang terhadap mereka. Ini adalah keputusan yang beliu ambil secara yakin meski pada dasarnya perangai beliau lembut, ramah dan penyayang. Namun karena memang demikianlah ketentuan Allah SWT terhadap para pembangkan, maka apa boleh buat, syariat harus ditegakkan.
Apa yang dilakukan oleh beliau juga didukung oleh seluruh lapisan shahabat Rasulullah SAW radhiyallaahu ‘anhum. Sehingga hukuman mati buat orang murtad merupakan ijma’ seluruh umat Islam.
Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthuny meriwayatkan bahwa Abu Bakar ra meminta seorang wanita bernama Ummu Qurfah untuk kembali dari kemurtadannya (istitabah), di mana sebelumnya telah kafir dari keIslamannya, namun wanita itu menolak, maka beliau membunuhnya.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Buat suami, ada beban berat untuk menyadarkan kembali si istri agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Yaitu dengan melakukan pendekatan yang baik, penuh hikmah, serta dengan menyampaikan ajakan yang bersahabat untuk bertaubat dan kembali kepada jalan Allah.
Suami harus sabar dalam melakukan usahanya ini, sebagaimana kesabaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW sangat sabar dan tetap terus mengupayakan agar paman beliau, Abu Thalib, bisa mengucapkan dua kalimat syahadat. Bahkan hingga detik-detik terakhir menjelang kematian sang paman.
Namun Allah SWT Tuhan Yang Maha Menentukan itu punya kehendak lain. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashash: 56)
Apabila semua upaya untuk mengajak kembali si istri ke dalam Islam sudah dilakukan, maka berserah diri saja kepada Allah SWT. Dan oleh karena itu, hubungan suami istri yang sebelumnya terjadi akan secara otomatis menjadi terputus. Sebab syariah Islam tidak pernah membenarkan hubungan suami istri yang lain agama, selain dengan format suami muslim dan istri ahli kitab saja. Di luar itu, hubungan itu haram dan bila melakukan hubungan suami istri, hukumnya zina.
Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc.............