- Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
Kata-kata “perempuan-perempuan yang tidak haid” dalam ayat diatas bagi muslim berinisial JJ diartikan sebagai “perempuan-perempuan yang sedang tidak haid”. Dia menolak mengartikan kata-kata itu sebagai “anak ingusan yang belum haid”. Alasannya, kata JJ, adalah karena ayat itu menyatakan “perempuan yang TIDAK haid” bukan “perempuan yang BELUM PERNAH haid”. [Lihat di http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 16&start=0" onclick="window.open(this.href);return false;]
Ayat tersebut berbicara mengenai ketentuan masa iddah dalam aturan cerai muslim. Meskipun demikian, dengan mengartikan “perempuan-perempuan yang tidak haid” dalam ayat itu sebagai “anak ingusan yang belum haid” akan membawa pemahaman pada dihalalkannya pernikahan anak yang belum haid. Bahkan lebih jauh, jika dikaitkan dengan ayat lain dalam Quran (33:49) bisa berarti dihalalkannya “mencampuri” anak ingusan (istri) yang belum haid. Muslim yang masih memiliki akal dan hati sudah tentu akan menolak pemahaman seperti ini.
Jadi, siapakah yang dimaksud “perempuan-perempuan yang tidak haid” dalam ayat itu? Apakah “perempuan yang sedang tidak haid”, “anak ingusan yang belum haid” atau kedua-duanya?
Mungkin teman-teman muslim mau menjelaskan? HF/PP/Kompas?