Page 1 of 1

POLIGAMI: rahmat atau sial bagi wanita ?

Posted: Tue Dec 29, 2009 1:09 am
by ali5196
buku-kehidupan-rahasia-nabi-muhammad-t35971/page20.html
Adadeh wrote:Bab 10 – Ajaran Muhammad tentang Nikah

Setelah membahas kedudukan Muslimah dalam Islam, aku akan menelaah efek ajaran² ini pada kehidupan Muslimah, terutama pada pernikahan secara umum, dan poligami secara khusus. Tiada yang lebih banyak dikritik dalam Islam selain masalah poligami. Para pengritik Islam menunjuk banyak alasan yang memperlihatkan Muslimah merupakan warga kelas dua di dunia Islam, di mana mereka tak punya hak dan derajat yang sama tinggi dengan lelaki. Akan tetapi para Muslim dan Muslimah ahli Islam tidak mengikutsertakan poligami sebagai bukti jelas akan penindasan Islam terhadap wanita. Karena inilah maka para pengamat modern mengamati secara khusus masalah poligami dalam penelitian² mereka. Praktek poligami dalam masyarakat Muslim di jaman modern ini sangat banyak berkurang dibandingkan jaman dulu karena masalah ekonomi (satu pria harus menafkahi lebih dari satu rumah tangga). Selain itu, beberapa negara Muslim seperti Tunisia dan Turki melarang poligami. Negara² lain seperti Mesir membuat aturan ketat akan poligami agar Muslim keberatan melakukannya. Akan tetapi, negara² Muslim lainnya tidak melakukan pelarangan poligami.


Definisi Nikah

Pernikahan merupakan kontrak sipil yang bersifat permanen, berlaku seketika, dan tidak tergantung perubahan keadaan, dilakukan oleh dua orang yang berlawanan sex sebagai kebersamaan yang menguntungkan kedua belah pihak dan untuk memiliki keturunan.” (Verma 1988: 56). Dua orang yang harus menandatangi kontrak nikah tidak selalu harus pihak suami dan istri. Menurut pandangan aliran Shaf’I dan Maliki, “Wanita itu sangat tidak mampu untuk menandatangani kontrak nikah bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain meskipun walinya telah mengijinkannya untuk melakukan hal itu. Seorang ayah dapat menandatangani kontrak nikah bagi putrinya yang perawan tanpa harus minta ijin dari putrinya terlebih dahulu, tidak peduli berapapun usia ptrinya.” (Verma 1998: 24). Akan tetapi, aliran Hanafi dan Hanbali memberi wanita hak untuk menyatakan persetujuan. Kebanyakan negara² Arab dan Afrika Muslim mengikuti aliran Shaf’I dan Maliki, sedangkan negara² Pakistan, India, dan Afghanistan mengikuti aliran Hanafi dan Hanbali. Tiada batas umur minimum dalam pernikahan Islam. Hal ini karena Nabi Muhammad menikahi Aisyah di usia 6 tahun dan menidurinya di usia 9 tahun. Para Muslim ahli Islam di jaman modern menetapkan batas usia nikah Muslimah karena pengaruh budaya Barat di negara² Muslim. (Lois 1985: 61).


Tiga Jenis Pernikahan dalam Islam

Terdapat tiga jenis pernikahan dalam Islam:
1. Pernikahan Monogami: hubungan sah antara satu pria dan satu wanita.
2. Pernikahan Poligami: hubungan sah antara satu pria dan lebih dari satu wanita, tidak boleh lebih dari empat istri dalam waktu yang sama.
3. Pernikahan Mut’ah [43]: hubungan nikah sah antara satu pria dan satu wanita. Jenis nikah ini berbeda dengan nikah lainnya karena tidak bertujuan untuk menikah secara langgeng, tapi hanya untuk pemuasan berahi secara halal saja. Hal ini diijinkan oleh Nabi, tapi dihapus oleh Kalifah kedua Umar ibn al-Khattab. Mut’ah dianggap haram oleh Islam Sunni, tapi halal bagi Islam Syiah dan tetap dilakukan sampai hari ini. Di Iran (mayoritas Muslim Syiah), diperkirakan sekitar 70% istri mut’ah adalah pelacur. (Woodsmall 1983: 119).
[43] Mut’ah berarti kenikmatan. Ini juga termasuk dalam jenis pernikahan poligami.


Pernikahan Poligami

Islam tidak menciptakan pernikahan poligami, tapi “Islam mengkhususkan pernikahan poligami hanya untuk Muslim saja” (Mernisi 1987: 80). Professor Maroko bernama Fatima Mernissi berkata bahwa poliandri “pernikahan antara satu wanita dengan beberapa pria” lebih sering dilakukan daripada poligami “pernikahan satu pria dengan beberapa wanita.” Nabi khawatir akan nasib wanita yang dicerai, jadi janda, atau anak² yatim yang tak nikah, sehingga dia membuat aturan di mana pria bisa melindungi mereka, tidak hanya sebagai saudara tapi juga sebagai suami (Mernissi 1987: 80)


Poligami Sebelum Jaman Islam

Aisyah berkata: terdapat empat jenis pernikahan sebelum Islam. (al-Sabaq 1981: 18).
1. Pernikahan orang jaman sekarang: Pria melamar wanita, dan dia bayar mahar dan menikahinya.
2. Seorang pria berkata pada istrinya, ketika istrinya sudah selesai datang bulan, mengirim istrinya untuk ini dan itu dan berhubungan sex dengan pria lain. Pernikahan ini disebut sebagai “al-Istipda’a”.
[45]
3. Nikah al-Raht: seorang wanita memanggil sejumlah pria ke rumahnya dan berhubungan sex dengan mereka. Jika wanita itu lalu hamil, dia akan memanggil semua pria itu ke rumahnya, dan dia akan memberitahu mereka bahwa dia mengenal mereka semua dan jadi hamil dan akan melahirkan bayi. Ini adalah anak pria yang ini atau itu.
4. Pernikahan keempat adalah di mana banyak pria berhubungan sex dengan satu wanita dan wanita itu tidak akan membatasi siapapun yang ingin berhubungan sex dengannya. Wanita seperti ini adalah pelacur yang memberi tanda bendera di depan pintu² rumah mereka sebagai tanda ajakan mereka. Jika wanita ini melahirkan anak, orang² akan melihat anak itu mirip siapa. Pria yang wajahnya mirip anak itu akan disebut sebagai ayahnya.


Semua jenis pernikahan di atas tidak ada yang serupa dengan pernikahan poligami Islam. Hal ini membenarkan pendapat Fatima Mernissi bahwa Islam menciptakan poligami hanya untuk Muslim saja.
[45] Hubungan sex.


Poligami dalam Islam

Qur’an 4:3 menyatakan:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Ayat ini tidak hanya mengijinkan Muslim punya empat istri dalam waktu bersamaan, tapi juga mengijinkannya untuk memiliki gundik atau budak sex sebanyak apapun yang dikehendakinya. Ayat ini dinyatakan setelah Perang Uhud di mana banyak Muslim mati dan meninggalkan para janda dan anak² yatim. Di Uhud, sekitar 70 Muslim terbunuh. Karena itulah, satu²nya alasan tepat dilakukannya poligami adalah sebagai pemecahan masalah janda dan anak yatim karena akibat perang. Akan tetapi, para Muslim ahli Islam kemudian mencari-cari alasan lain diluar perang untuk menghalalkan penerapan poligami. Menurut al-Ghazali, poligami itu perlu karena memuaskan naluri berahi manusia. (Mernissi 1987: 47). Bagi al-Ghazali, Muslimah tidak perlu memuaskan naluri berahinya, “… karena pria terbeban dengan dorongan gairah sex yang besar sehingga satu wanita saja tidak cukup untuk menjamin kesucian pria (suci dari tindakan zinah), sehingga dianjurkan agara pria menambah istri lebih banyak. Akan tetapi jumlahnya tidak boleh lebih daripada empat.” (Mernissi 1987: 47).

Dalam membahas Q 2:223, Mernissi berpendapat bahwa Islam mengijinkan Muslim untuk menyodomi istrinya, meskipun istri tidak mau. Ayat ini dinyatakan ketika seorang Muslimah Ansar (Medinah) tidak mengijinkan suaminya menyodomi dirinya. (Mernissi 1993: 145). Muslimah ini mengunjungi Umm Salama (istri Nabi dan wakil para wanita) dan memintanya untuk membahas masalah ini dengan Nabi. Ketika Umm Salama menyampaikan hal ini pada Nabi, turunlah Q 2:223 dari surga yang menyatakan, “

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Ayat ini memberi hak pada pria untuk memilih posisi persetubuhan yang mereka inginkan dan termasuk menyodomi istrinya tanpa ijin istri. (Mernissi 1993: 146).

Syd Qutub tidak menyatakan hal yang sama seperti al-Ghazali mengenai kesucian Muslim, tapi menggunakan alasan wanita mandul sebagai penghalalan bagi Muslim untuk menambah istri. Jika istri mandul, maka suami Muslim punya dua pilihan:
1. Menceraikan istri dan menikahi wanita lain untuk mengabulkan keinginan suami punya anak, atau:
2. Tetap menikahi istri dan menikahi wanita lain. (Daagir 2002: 24).

Alasan Qutub ini seringkali digunakan banyak Muslim modern untuk melakukan poligami, tapi alasan ini sangat lemah karena tidak mengikutsertakan kemungkinan bahwa suamilah yang mandul dan bukan istri. Terlebih lagi, jika benar alasan poligami adalah agar punya anak, maka seharusnya Qur’an juga menyatakan keterangan yang serupa sebagai syarat poligami.

Al-Sabuni yakin bahwa poligami mencegah wanita untuk melakukan pelacuran. Dia berpendapat bahwa ketika Jerman menghadapi masalah jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria di akhir PD II, maka poligami dilakukan untuk memecahkan masalah. (Daagir 2002: 24). Pendapat ini membenarkan ketetapan poligami dalam Qur’an, akan tetapi jika memang begitu, maka poligami tidak bisa ditetapkan pada saat tiada masalah dalam perbandingan jumlah pria dan wanita.

Alasan pembenaran lain akan poligami yang juga sering dipakai Muslim adalah jumlah wanita di dunia empat kali lebih banyak daripada jumlah pria. Hal ini menimbulkan masalah dan poligami merupakan cara tepat memecahkan masalah, begitu menurut mereka. Tapi faktanya jumlah pria dan wanita di dunia adalah seimbang dan tiada data statistik apapun yang mendukung pendapat Muslim tersebut. Terlebih lagi jumlah Muslim yang punya istri sampai empat lebih sedikit daripada Muslim yang tidak berpoligami. Selain itu, masalah keuangan mencegah banyak Muslim untuk menikahi lebih dari satu wanita.

Alasan lain yang juga sering diajukan Muslim masa kini adalah pria sanggup menghasilkan keturunan di usia yang lebih lama daripada wanita. Wanita umumnya tidak bisa hamil lagi setelah usia 50 tahun, sedangkan pria masih bisa menghasilkan keturunan sampai usia 70 tahun.

Rashi Radia, Muslim ahli Islam, secara terang²an menyatakan bahwa satu wanita saja tidak mampu memuaskan nafsu berahirnya. Tapi dia tidak menerangkan mengapa pria butuh lebih banyak wanita untuk memuaskan nafsu berahinya. (Daagir 2002: 25).

Poligami dalam Islam selalu berhubungan dengan kepercayaan bahwa wanita adalah sumber kenikmatan dan hiburan bagi pria. Sejarah Islam menunjukkan bahwa para wanita digunakan oleh partner prianya sebagai penghibur pria. Contohnya bisa dilihat di berbagai dongeng 1001 Malam Arabia, juga di Kitab al-Aghani yang ditulis oleh Abi Al-faraj al-Asfahani tentang jariyah (budak sex wanita) milik para Kalifah Abbasid, dan kisah hadis Tirmizi tentang tujuh puluh dua houri (bidadari perawan) di surga bagi Muslim. Qur’an menerangkan bahwa houri adalah wanita² yang cantik, perawan abadi, dan menyenangkan Muslim. (Mernissi 1988: 71). Penjabaran tentang huri di Qur’an berdampak besar pada hubungan antara pria dan wanita dalam Islam. Pria memandang istrinya sebagai makhluk yang lebih rendah, sama seperti para huri yang cantik, setia, dan senantiasa menawarkan kenikmatan sex.

Q 44:51-54
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,
(yaitu) di dalam taman-taman dan mata-air-mata-air;
mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan,
demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.


Q 55:56-58
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.


Q 55:72
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.

Q 78:33-34
dan gadis-gadis remaja berdada montok (kawa’iba) [46] yang sebaya,
dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).

[46] Montok dan kencang, tidak melorot. (Haqq & Newton 1996: 16)

Mishakat al-Masabih, buku I, hadis no. 62
Pada wanita yang tidak membuat susah suaminya di dunia ini, istri huris bermata jernih suaminya tidak akan berkata pada istri itu: ‘Jangan bikin suamimu susah. Semoga Allâh menghancurkanmu. Suamimu hanyalah tamu lewat bagimu dan dalam waktu dekat dia akan meninggalkanmu untuk datang pada kami.”

Sang Nabi ditanyai: ‘Apakah kami akan berhubungan sex di Surga?’ Nabi menjawab: ‘Ya, demi dia yang memegang jiwaku dalam tanganNya, dan hubungan sex dilakukan secara dahman, dahman (hubungan sex yang penuh sodokan dan suara ribut). Dan ketika hubungan sex selesai, wanita akan kembali bersih dan perawan lagi.” (Haqq & Newton 1996: 17). [47]
[47] Ibn-Kathir, vol. VIII, hal. 11, tafsir Q 56:35-37, diterbitkan oleh Dar Ash-Sha’b, catatan kaki editor oleh pihak penerbit yang menjelaskan arti kata ‘dahman.’

Hadis Tirmizi menjanjikan Muslim tujuhpuluh dua huri di Surga bagi ditambah istri²nya dari dunia fana.
tambahan keterangan:
TIRMZI, vol. 2, hal. 138:
Setiap pria yang masuk surga akan diberi 72 houris; tidak peduli dalam usia berapa dia mati, ketika dia masuk surga, dia akan berusia 30 tahun dan tidak akan pernah menjadi tua. Seorang pria yang masuk surga akan diberi daya kejantanan (untuk ngeseks) yang sama dengan 100 orang.

Hadist yang sama juga dikutip oleh Ibn Kathir (meninggal tahun 1373 CE ) dalam tafsir Qurannya tentang Surah Al-Rahman (55), ayat 72: "Nabi Muhammad terdengar berkata, “Hadiah balasan terkecil bagi orang-orang di surga adalah tempat tinggal di mana ada 80,000 budak dan 72 istri, beratapkan mutiara, aquamarine dan ruby, selebar jarak antara Al-Jabiyyah [di Damaskus] dan Sana’a [Yemen]’.”

Pertanyaan yang banyak mengganggu setiap Muslim ahli Islam adalah: Dapat apakah para Muslimah yang wafat tanpa pernah nikah? Qur’an dan Hadis diam saja akan hal ini. Diamnya kitab² Islam itu tentunya beralasan, dan para ahli Islam ortodox menganggap “para wanita tidak punya jiwa/hati.” (Smith & Haddad 2001: 39). Dengan begitu, wanita dianggap sama seperti binatang, yang hidupnya berakhir berakhir setelah mati. “Hubungan paling mendasar dalam masyarakat Islam bukanlah hubungan antara pria dan wanita, tapi antara pria dan Allâh: dan sama sekali bukanlah antara wanita dan Allâh.” (ibid). Ajaran Islam tentang jawariyah, houri, dan nikah menunjukkan dengan jelas bahwa Muslim menganggap poligami sebagai cara untuk memuaskan nafsu berahinya. Muslimah yang kedudukannya lebih rendah dibandingkan houri, dianggap sebagai obyek hiburan sementara dan kesenangan bagi pria di dunia fana ini. Nanti setelah Muslim mati, dia akan menikmati kesenangan sex abadi bersama tujuhpuluh dua houri perawan di Surga.

Qur’an, 4:129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat di atas dengan jelas berhubungan tentang perlakuan adil terhadap para istri dalam pernikahan poligami. Ayat itu menyatakan bahwa suami tidak mungkin bisa berlaku adil terhadap para istri, meskipun sudah berusaha untuk itu. Para ahli Islam modern menggunakan ayat ini untuk menyatakan “perlakuan adil tidak mungkin bisa dilaksanakan.” (Yamani 1981: 99). Di negara² Tunisa dan Turki, poligami dilarang dan ayat di atas digunakkan untuk melarang poligami. Para modernis Islam mengajukan banyak faktor untuk menunjukkan poligami tak layak lagi dilakukan di jaman modern. Alasan paling utama adalah faktor tak cukup uang untuk membiayai lebih dari satu keluarga. Qur’an menuntut suami menafkahi istri²nya secara sama dan adil. Dengan begitu, suami harus memberi setiap istri satu rumah, kekayaan sendiri, dan memenuhi kebutuhan² lain seperti pendidikan bagi anak² setiap istri dan kehidupan yang lebih baik bagi masing² istri. Di jaman sekarang, pada umumnya seorang pria tidak mampu melakukan hal ini. Karena itulah di umat Muslim di jaman modern ini jarang melakukan poligami.

Fatima Mernissi mengatakan bahwa meskipun Qur’an menyatakan persyaratan untuk melakukan poligami, tapi usuran poligami bersangkutan dengan “perasaan subyektif, yang sukar untuk dibag-bagi secara adil.” (Mernissi 1987: 47). Nabi Muhammad sendiri mengakui dalam sebuah hadis “Pilihan Hati” bahwa dia tidak dapat bertindak adil terhadap istri²nya. Menurut Hadis ini, sang Nabi mencintai istrinya Aisyah lebih daripada istri²nya yang lain. Para ahli Islam mencoba mengatakan hadis ini hanya menyatakan tentang cinta dan bukan bersikap adil.


Faktor² yang Mendorong Poligami dalam Masyarakat Muslim

Selain aturan poligami halal dalam Syariah Islam, ada faktor² sosial lain yang mendorong Muslim untuk melakukan poligami. Yang paling utama dari faktor² sosial ini adalah kehormatan, istri mandul, dan sunat Muslimah. Mernissi menyatakan, “konsep keperawanan dan kehormatan suami terletak diantara kedua kaki wanita.” (Mernissi 1988: 34). Jika istri tidak mengeluarkan darah saat hubungan pertama pernikahan, maka istri dianggap tidak perawan lagi dan gagal ujian sosial, “istri lalu ditolak suami dan keluarga suami, dan diserahkan kembali ke keluarga istri.” (Yamani 1981: 149). Dalam beberapa kasus, suami tetap menikahi istri, tapi lalu cari istri lain yang lulus ujian keperawanan. Dengan begitu tentunya istri kedua lebih berharga di mata suaminya dibandingkan istri yang pertama.


Sunat Muslimah dalam Islam

Pemotongan kelamin wanita masih dilakukan di kebanyakan negara² Arab dan Afrika Utara seperti Sudan, Mesir, Eritria, dan Somalia. Praktek sunat Muslimah ini dianjurkan oleh Nabi dan tercatat sebagai Sunnah. Alasan utama penyunatan wanita, menurut para ahli hukum Islam adalah untuk mengekang birahi dan dorongan sexual wanita itu. Mereka berdalih bahwa para wanita jaman sekarang seringkali melihat begitu banyak godaan sex yang akhirnya akan membuat masyarakat jadi rusak moral. Nabi Muhammad menyatakan, “Sunat merupakan kewajiban bagi pria dan penjagaan kehormatan bagi wanita.” Muhammad juga menganggap sunat Muslimah membuat wanita lebih enak untuk dinikmati asalkan tidak terlalu banyak bagian kelamin wanita yang dipotong. Umm ‘Atiyya al-Ansarit mengisahkan bahwa seorang wanita sering melakukan penyunatan di Medinah dan Nabi berkata padanya, “Jangan memotong terlalu banyak, agar wanita lebih disukai dan lebih nurut pada suami.” (al-Bukhari, Libas 63, 64, Isti’ dsan 51; Muslim, Tahara 49, Shaltut, Khitan al-untha, dalam Liwa’ al-Islam, 1951: 55).

Sunat Firaun atau Sudan “memotong labia mayor dan labia minor setelah seluruh klitoris dipotong.” (Lois, 1985: 115). Akibat dari pemotongan habis² ini adalah “wanita tidak bisa lagi menikmati hubungan sex secara normal dan tidak bisa melahirkan anak. Dan jika wanita ini tidak bisa lagi memuaskan nafsu berahi suami, maka suami akan menggantinya dengan istri yang lebih muda dan sehat.” (ibid: 117). Dalam kasus lain, suami bisa tetap menikahi istrinya karena sungkan dengan keluarga istri atau khawatir reputasinya jadi jelek dalam masyarakat, tapi dia bisa menikahi wanita lain.

Posted: Tue Dec 29, 2009 1:10 am
by ali5196
Adadeh wrote:Bab 11 – Muhammad sang Poligamis

Kehidupan pernikahan Nabi Muhammad membuat banyak umat Muslim dan para ahli Islam jaman modern bingung. Salah satu tugas utama setiap penulis Muslim adalah menghalalkan atau membenarkan pernikahan² poligami sang Nabi. Setiap Muslim wajib meniru contoh perbuatan Nabi di segala kegiatan hidupnya. Karena alasan ini, para penulis Muslim modern selalu saja mencari-cari berbagai alasan untuk membenarkan pernikahan² sang Nabi. Penulis Muslim Mesir bernama Al-Sabuni merangkum semua alasan pembenaran yang paling sering diajukan dalam empat alasan utama (Daagir 2002: 23):

1. Alasan Pendidikan
Alasan utama mengapa sang Nabi memiliki banyak istri adalah untuk menghasilkan guru² wanita untuk mendidik para Muslimah dalam hal hukum, sosial, dan spiritual. Para Muslimah sukar untuk berkonsultasi dengan Nabi tentang masalah² pribadi, misalnya menstruasi, kehamilan, kebersihan, dan perihal pernikahan.

2. Alasan Hukum
Untuk menghapus kebiasaan² Jahiliyah seperti pengangkatan anak atau adopsi. Nabi menikahi istri anak angkatnya untuk membatalkan adopsi anak.

3. Alasan Sosial
Nabi menikahi anak² perempuan Kalifah pertama (Abu Bakr) dan Kalifah kedua (Umar), untuk menyatukan keluarga² para sahabat dan penerusnya.

4. Alasan Politik
Nabi menikahi wanita² dari berbagai suku yang berbeda untuk mendirikan persekutuan antar suku.

Ahli² Islam modern seperti Muhammad Abdu dan Rashid Rida menerima empat alasan utama yang diajukan Al-Sabuni, dan menambahkan bahwa satu²nya wanita yang dinikahi Nabi karena alasan ketertarikan pribadi adalah istri pertamanya yakni Khadija. Rida menulis bahwa, “Jika sang Nabi, damai dan doa menyertainya, ingin mencari kenikmatan dan kepuasan sex seperti yang diinginkan para raja dan pangeran, maka dia tentunya tidak akan menikahi janda² tua dan wanita² cerai, tapi wanita² perawan dan muda.” (ibid: 24). Menurut Sabuni, satu²nya wanita perawan yang dinikahi Muhammad adalah putri sahabat dan penerusnya Abu Bakr. Muhammad melakukan ini sebagai hadiah bagi Abu Bakr karena perbuatan baiknya dan lalu menunjuk Abu Bakr sebagai Kalifah pertama. (ibid).

Mernissi menolak anggapan kebanyakan pernikahan Nabi berlangsung untuk tujuan persekutuan antar suku. (Mernissi 1987: 54). Dia menyatakan bahwa kebanyakan pernikahan Nabi terjadi karena alasan rasa tertarik akan kecantikan dan keindahan wanita. Hal ini bisa dilihat dari berbagai pernikahannya dengan Safiya bint Huyay (wanita Yahudi ningrat suku Khaybar, yang sukunya diserang dan dijajah Muhammad), Rayhana bint Zaid (wanita Yahudi sangat cantik dari suku Qurayza, yang sukunya dibantai dan diperbudak Muhammad), Maria Kuptiah (wanita Kristen Koptik Mesir yang sangat cantik rupawan, pemberian dari penguasa Mesir bagi Muhammad), Juwariya bint al-Harith (wanita Yahudi ningrat suku Mustaliq, yang sukunya diserang dan dijarah Muhammad; Juwariya sangat cantik dan siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta padanya), Zainab bint Jahash (pernikahan skandal, karena Zainab adalah istri Zaid, anak angkat Muhammad), dan Aisyah putri Abu Bakr (pernikahan bermasalah karena Muhammad menikahi Aisyah kala Aisyah masih berusia 6 tahun dan memerawaninya kala Aisyah berusia 9 tahun). [48]
[48] Muhammad berusia 53 tahun ketika memerawani Aisyah (9 tahun).

Hadis Sahih Bukhari, buku 7, volume 7, no. 89
Sang Nabi menulis (kontrak nikah) bersama Aisyah saat Aisyah berusia enam tahun dan menyetubuhinya saat dia berusia sembilan tahun dan dia terus hidup bersama Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi wafat).

Rida mengakui bahwa dia tidak menemukan alasan atau pesan moral apapun dalam pernikahan Nabi denga Maimuna bint Al-Harith (istri Nabi yang terakhir). (Daagir 2002: 2). Jika kita memasukkan Khadija ke dalam daftar, maka jumlah istri Nabi mencapai enambelas orang, delapan diantaranya dinikahi dengan alasan yang berbeda dari yang diajukan para ahli Islam modern. Tiada satu pun ayat Qur’an atau hadis yang mengatakan Nabi menikahi istri²nya dengan tujuan mempersatukan berbagai suku. Sebaliknya banyak hadis yang menyatakan Nabi berkata bahwa dia menyukai wanita dan parfum. (ibid: 44). Nabi menyukai parfum karena dia yakin parfum meningkatkan nafsu berahi. Karena alasan inilah, maka Nabi melarang Muslimah memakai parfum ketika pergi keluar meninggalkan rumah.

Sang Nabi memuji-muji cucunya yakni Hasan ibn Ali, karena Hasan doyan kawin cerai. Hasan menikahi 200 istri (Mernissi 1987: 50). Dia seringkali menikahi empat istri dalam waktu yang bersamaan dan lalu menceraikan keempat istrinya untuk menikahi empat istri lain. Sang Nabi berkata padanya, “Kau mirip dengan aku secara fisik dan moral.” (ibid).

Nabi sendiri gagal untuk bersikap adil terhadap wanita. Contoh jelas bisa dilihat dalam kasus Mariah Kuptiah yang menunjukkan tidak mungkin bagi seorang pria untuk bersikap adil terhadap para istri. Sang Nabi tertangkap basah oleh istrinya Hafsa, ketika sedang bersetubuh dengan Mariah di rumah Hafsa. Ketika Hafsa lalu berterika marah pada Nabi, “Wahai Nabi Allâh, di dalam kamarku, di ranjangku, dan di hariku?” (ibid: 55).

Aisyah, istri kesayangan Nabi, mengakui bahwa dia membenci istri² Muhammad dan dalam beberapa kejadian, dia berkelahi dengan mereka secara verbal dan fisik. Suatu hari, Aisyah datang menemui Nabi dengan makanan di tangannya. Dia mendapati istri Nabi yang lain yakni Saodah binti Zama’ah sedang bersama Nabi. Aisyah berkata pada Saodah, “Makan sebelum aku melumuri wajahmu dengan makanan.” Ketika Saodah tak menjawab, Aisyah melemparkan makanan pada wajahnya. Nabi tertawa dan menyuruh Saodah melakukan hal yang sama terhadap Aisyah (al-Sabag 1981: 117).

Mernissi mengutip dua perkataan Aisyah yang mengakui poligami mendatangkan kebencian dan kedengkian diantara para istri. (Menissi 1987: 55).

Aku tidak pernah merasa secemburu seperti yang kurasakan pada Maria. Hal ini karena Maria adalah wanita berambut ikal yang sangat cantik jelita. Nabi sangat tertarik padanya. Awalnya, Maria tinggal dekat kami dan Nabi menghabiskan waktu siang malam bersamanya sampai kami protes dan Maria jadi ketakutan.

Nabi sedang berada di kamarku ketika Juwariyah datang untuk menanyakan tentang kontrak. Demi Tuhan, aku benci dia ketika aku melihatnya datang ke arah Nabi. Aku tahu bahwa Nabi akan melihat apa yang kulihat (kecantikannya).

Nabi juga mengakui bahwa poligami menyusahkan istri²nya. Ketika dia mengetahui bahwa menantunya Ali ibn Abi Talib ingin menikahi wanita lain, dia berkhotbah di mesjid saat sholat Jum’at dan berkata, “Aku tak akan mengijinkan Ali ibn Abi Talib, dan kuulangi, aku tak akan mengijinkan Ali menikahi wanita lain kecuali jika dia menceraikan putriku. Putriku adalah bagian dari diriku, dan apa yang menyakitinya, menyakitiku pula.” (ibid: 70).
(Lihat juga ini: Fatima Mau Dipoligami, Muhammad Kebakaran Jenggot)
Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).


Penulis Muslim Modern Tidak Mendukung Poligami

Beberapa penulis Muslim modern seperti Dr. Nawal Al-Sa’dawi, Fatima Mernissi, dan Gasm Amin, tidak mendukung praktek poligami. Fatima Mernissi berkata, “Poligami merupakan cara bagi pria untuk menghina wanita dengan menganggapnya sebagai obyek sex.” (ibid: 48). Sudah merupakan pandangan umum di Maroko bahwa suami melakukan penghinaan terhadap istri dengan menikahi wanita lain. Masyarakat Sudan juga berpendapat sama karena mereka yakin bahwa penghinaan terberat yang bisa dilakukan terhadap istri adalah dengan cara menikahi wanita lain. Di Sudan dan Mesir, istri kedua disebut sebagai Aldara, yang berarti “Pelaku Kejahatan”. Dr. Nawal Al-Sa’dawi melihat bahwa penindasan terhadap Muslimah bersangkutan dengan sistem kelas patriarkhi di mana Muslim berhak untuk memperbudak, menindas, dan menggunakan wanita untuk kesenangan pria saja. (Yamani 1985: 83). Gasm Amin menyatakan bahwa sebenarnya Q 4:34 tidak menganjurkan poligami karena sikap adil terhadap para istri tidak mungkin terpenuhi. (Daagir 2002: 25).

Image
Nawaal el Saadawi (http://www.nawalsaadawi.net), Muslimah feminis.

Image
Fatima Mernissi

Kehidupan pernikahan Nabi Muhammad menunjukkan pada kita bahwa poligami menyulut kebencian, kedengkian, pertikaian, dan kekacauan dalam keluarga. Terlebih lagi, Nabi sendiri tidak menganjurkan praktek poligami karena dia melarang menantunya (Ali) untuk menikahi wanita lain selain istrinya fatima (putri Nabi). Jika Nabi adalah contoh ideal yang harus dituruti semua Muslim, mengapa Muslim tidak mengikuti contoh Nabi melarang poligami? Bahkan ayat Qur’an tidak bisa dipakai sebagai ijin untuk melakukan poligami karena ayat itu mencantumkan kondisi yang tidak mampu dipenuhi bahkan oleh Nabi sendiri. Negara² Muslim seperti Tunisia dan Turki menghukum berdasarkan hukum siapapun yang berani melakukan poligami. Hukum Mesir yang dikenal sebagai Hukum Jihan Al-Sada’at menganjurkan istri untuk menceraikan suami, mengambil hak milik rumah jika suami menikahi wanita lain saat istri sedang mengandung (ibid).

Akan tetapi, umat Muslim tentunya tidak akan menyerah dan tak melakukan praktek poligami dan perendahan wanita. Salah satu sebabnya adalah karena banyak sekali hadis² yang merendahkan wanita dan bahkan menyamakan wanita sederajat dengan binatang. Selain itu, bentuk pernikahan Islam sendiri adalah sama seperti sistem perbudakan. Ahli² Islam ternama seperti Saadawi dan Ghazali juga mengakui bahwa pernikahan Islam merupakan bentuk perbudakan. Dalam bukunya yang berjudul Hidden Face of Eve (Wajah Hawa yang Tersembunyi), Sadaawi menulis, “Badan pernikahan berlaku sangat berbeda bagi pria dan bagi wanita, dan hak² suami sangat berbeda dengan hak² istri. Malah sebenarnya tidaklah tepat untuk menyebut ‘hak² istri’, sebab di bawah Syariah Islam, Muslimah tidak dianggap sebagai manusia yang memiliki hak kecuali jika kita beranggapan bahwa seorang budak memiliki hak² di bawah sistem perbudakan. Muslimah dalam pernikahan Islam sama halnya seperti budak dalam sistem perbudakan, atau rantai pembelenggu budak bagi seorang budak.” (Haqq & Newton 1996: 22). Al-Iman al-Ghazali, ahli Islam yang dianggap terbesar oleh umat Muslim setelah Nabi Muhammad, menyimpulkan pernikahan Islam sebagai berikut, “Kata akhir yang paling memuaskan adalah pernikahan merupakan suatu bentuk perbudakan (riq). Wanita adalah budak pria dan, karena itu, tugas wanita adalah tunduk sepenuhnya pada suami terhadap apapun yang diperintahkan suami padanya. Sebagaimana yang dikatakan Muhammad sendiri, ‘Seorang wanita yang pada matinya mendapatkan penghargaan sepenuhnya dari suaminya, akan mendapatkan tempatnya di Surga’.” (ibid: 22).

Image
Buku Hidden Face of Eve (Wajah Hawa yang Tersembunyi) oleh Nawal El Saadawi.

Sebagai kesimpulan, aku ingin mengingatkan bahwa masalah yang dihadapi Muslimah dalam Islam tidak bisa diselesaikan melalui reformasi atau sikap mempertanyakan atas tradisi Islam. Kedua sikap ini tidak akan memberi jalan keluar yang cepat pada masalah yang dihadapi Muslimah. Kebanyakan wanita tidak akan meninggalkan agamanya atau setuju bahwa tradisi budayanya tidak sesuai lagi dengan jaman modern. Kebanyakan Muslimah yakin bahwa Qur’an dan ahadis merupakan wahyu dan perintah illahi. Meskipun begitu, kebanyakan Muslimah juga ingin keluar dari kekangan hukum Syariah. Di negara² Tunisia dan Turki, Muslimah menikmati banyak kebebasan dan persamaan hak dengan kaum pria karena Pemerintah kedua negara ini tidak berdasarkan Syariah Islam, tapi berdasarkan hukum sekuler. Agama Islam di kedua negara ini merupakan urusan pribadi warga saja, dan tidak menjadi bagian dari hukum negara. Pemisahan unsur agama dengan badan Pemerintahan merupakan pemecahan masalah terbaik bagi para wanita di dunia Muslim. Hukum Syariah memberikan hak bagi Muslim untuk menceraikan istrinya kapan saja, memukul istri yang tidak taat, menikahi banyak istri, mencegah pendidikan bagi kaum wanita, melarang wanita untuk memiliki kekuasaan di negara Islam, dan bahkan membunuh wanita jika dianggap menodai kehormatan keluarga (honor killing). Penegak hukum Syariah tidak menciptakan hukum² ini, karena semua hukum ini tercantum dalam Qur’an dan Hadis. Tidak peduli bagaimana penafsiran Muslim, hukum itu tetap dilaksanakan untuk membenarkan perlakuan tak manusiawi terhadap kaum wanita. Aku juga tidak yakin dunia Muslim akan mau menyingkirkan ayat² dan hadis² penindasan wanita. Di mana Syariah Islam berkuasa, Muslim bebas untuk menikahi lebih dari satu istri, memukul istrinya yang tak taat, menceraikan istrinya kapan saja. Tiada hukum Syariah apapun yang akan menghukum suami melakukan hal² tersebut. Hanya di bawah Pemerintahan sekuler saja Muslimah dilindungi dari penerapan hukum² keji tersebut.

===================
Jangan lupa baca (klik):
Perkawinan Islam dan Penghalalan Pelacuran

Posted: Wed Jun 30, 2010 3:52 am
by ali5196

Re: POLIGAMI: rahmat atau sial bagi wanita ?

Posted: Sat Jan 01, 2011 12:53 am
by ali5196

Posted: Sat Jun 25, 2011 6:54 pm
by ali5196

Posted: Thu Jun 30, 2011 4:56 am
by ali5196

Posted: Fri Dec 28, 2012 5:14 am
by ali5196

Posted: Sun Jan 13, 2013 5:45 am
by ali5196

Posted: Tue Aug 13, 2013 6:49 pm
by ali5196
Image
Muslimah2 yg siap dipoligami!

Posted: Sun Feb 16, 2014 7:23 am
by ali5196
POLIGAMI MEMBAWA SIAL BAGI NEGARA! SEMAKIN BANYAK ISTRI SEMAKIN GEDE KORUPSI!

http://www.nasional.kompas.com/read/201 ... atau.Pacar

Image
Mobil Toyota Vellfire warna putih B 510 JDC disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kediaman artis Jennifer Dunn di Jakarta, Rabu (12/2/2014). Mobil ini disita terkait kasus dugaan pencucian uang yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.