IRAN: sex, drugs & Islam

Forum ini mengenai (1) kehidupan dan perilaku seksual Muhammad dan (2) isi dan penerapan hukum2 seksual Islam dalam masyarakat Muslim.
Post Reply
Mangga Manis
Posts: 605
Joined: Mon Sep 29, 2008 3:41 pm

Post by Mangga Manis »

Sex, narkoba dan Islam
Oleh Spengler
http://atimes.com/atimes/Middle_East/KB24Ak02.html" onclick="window.open(this.href);return false;

Politik Islam telah kembali ke panggung dunia dengan revolusi tahun 1979-nya Ruhollah Khomeini di Iran, gerakan agresif ini dijadikan gerakan percontohan bagi Muslim radikal diluar Iran, seperti Hamas di Palestina dan Hezbollah di Lebanon.

Sampai baru-baru ini, keuntungan tak terduga yang didapat dari harga minyak bumi memberikan Iran kesempatan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya di dalam maupun diluar negeri. Jadi bagaimanakah kita dapat menjelaskan kejadian ledakan penyakit sosial yang sedang melanda Iran yaitu kecanduan obat bius dan menjamurnya pelacuran, yang kalau dilihat dari akibatnya lebih buruk dari apa yang terjadi di Barat? Kebalikan dari pikiran waras, sistim ketuhanan Islam sepertinya malah meningkatkan bukannya membendung kebobrokan dalam masyarakat (Iran).

Iran dalam keadaan sekarat. Penurunan tajam atas angka kelahiran di Iran dalam waktu 20 tahun belakangan ini merupakan penurunan tercepat yang pernah dicatat dalam sejarah sebuah negara. Para ahli demografi mencoba menjelaskan dengan tanpa hasil penyebab penurunan drastis angka kelahiran penduduk Iran, apakah itu disebabkan oleh program keluarga berencana, atau ada factor-faktor sosial lainnya yang menyebabkan hal itu terjadi seperti meningkatnya wanita yang melek huruf.

Tetapi faktor-faktor yang dapat dihitung tidak dapat menjelaskan penyebab anjloknya angka kesuburan yang tiba-tiba. Sepertinya kemerosotan moral rohani sedang melanda Iran walaupun pengajaran-pengajaran tentang ketuhanan terus digalakkan. Kemerosotan ahlak yang terjadi sangat memprihatinkan melebihi kemerosotan ahlak yang terjadi di Barat. Padahal “kemerosotan ahlak” Barat inilah yang ditentang oleh revolusi Khomeini.
.
“Iran ngotot ingin berperang,” saya menulisnya pada tahun 2007 (Silahkan membaca Kenapa Iran ingin sekali berperang, 13 Nopember 2007) karena secara kasat mata penurunan (ahlak) itu begitu kelihatan sampai banyak pemimpin berpikir tidak ada jalan lain selain perang.

Usaha-usaha mereka untuk menjauhkan Iran dari penurunan derajat budaya Amerika “si Setan besar” malah menimbulkan penyakit sosial yang jauh lebih parah dari apa yang terjadi di negara-negara Barat manapun. Dengan harga minyak yang hanya mencapai 1/5 dari harga tertingginya di tahun 2008, mereka kemungkinan akan kehabisan uang di penghujung tahun 2009 atau permulaan tahun 2010. Bermain-main dengan teori, pemimpin-pemimpin Iran diperkirakan akan “berjudi” tentang strategi jangka panjang negaranya. Dan itu bukanlah pikiran yang menyenangkan bagi tetangga-tetangga Iran.

Dua indikator moral di Iran yang layak untuk diperhatikan adalah:

Pertama, pelacuran telah menjadi pilihan karir bagi wanita-wanita Iran yang berpendidikan. Pada tgl. 3 Februari, Koran Austria, Der Standard, menulis hasil dari 2 penyelidikan yang dilakukan oleh polisi Teheran, yang ditutup-tutupi oleh media Iran.
“Lebih dari 90% pelacur yang ada di Teheran telah lulus ujian masuk universitas, menurut hasil dari satu penelitian, dan lebih dari 30% dari mereka tercatat sebagai mahasiswa atau masih belajar di universitas,” lapor Der Standard. Penelitian ini ditugaskan untuk dilakukan oleh Polisi Teheran dan Kementerian Kesehatan, dan pada saat hasil-hasilnya dikumpulkan pada permulaan Januari, tidak ada satupun koran lokal yang berani untuk membahasnya.

Koran Austria itu juga menambahkan, “ Delapan puluh persen dari pekerja sex di Teheran mengatakan mereka melakukan pekerjaan ini dengan penuh kesadaran dan untuk jangka waktu yang terbatas. Yang berpendidikan melakukannya sambil menunggu pekerjaan yang lebih baik. Mereka yang punya kualifikasi untuk duduk di bangku kuliah memilih untuk menunda kuliah mereka, dan mereka yang telah mendaftarkan diri untuk kuliah mengatakan bahwa tinginya biaya kuliah mendorong mereka untuk melacurkan diri… mereka puas dengan pekerjaan mereka dan tidak menganggapnya sebagai dosa jika dilihat dari hukum Islam.”

Wanita-wanita miskin Iran yang diperdagangkan secara luas diselundupkan ke negara-negara Teluk dalam jumlah yang besar, bahkan diperdagangkan sampai ke Eropa dan Jepang. “Sebuah negara tidak akan pernah babak belur sampai ia menjual para wanitanya,” saya tulis di tahun 2006 dalam penelitian tentang pelacuran di Iran (dengan judul tulisan), Jihad dan pelacur.

Pelacuran sebagai tanggapan atas kemiskinan dan pelecehan adalah satu hal, tetapi hasil dari penelitian baru ini menunjukkan sesuatu hal yang berbeda. Wanita yang berpendidikan di Teheran memilih pelacuran sebagai sebuah jenjang karir keatas, cara “berbagi harta” di negara penghasil minyak itu, membuat Teheran menjadi “tempat yang terpanas” di dunia selama tahun 2006 dan 2007.

Negara babak belur jika menjual wanita-wanitanya, tetapi terkutuk jika wanita-wanitanya menjual diri. Satu gambaran yang populer tentang korban perdagangan sex di Iran dilukiskan dengan tangisan anak-anak muda yang dilecehkan dan yang dibuang oleh orang tua mereka yang miskin. Memang korban-korban yang demikian bukannya tidak ada, tetapi mayoritas pelacur-pelacur di Teheran merupakan wanita-wanita berpendidikan yang mencari kekayaan.

Hanya di Uni Soviet yang setelah runtuhnya komunisme tahun 1990, wanita-wanitanya yang berpendidikan memilih untuk masuk ke dalam pelacuran dalam skala yang hampir sama tetapi dalam keadaan yang sangat berbeda. Rusia dilanda kelaparan pada permulaan tahun 1990an akibat runtuhnya ekonomi Soviet dan hancurnya mata uang mereka. Iran saat ini memang menderita kekurangan,tetapi data yang ada menunjukkan bahwa pelacur-pelacur di Teheran yang masuk dalam perdagangan sex bukan didorong oleh masalah kemiskinan tapi lebih disebabkan oleh ketertarikan akan kekayaan.

Tahun lalu, saya mengamati harga apartemen mewah di Teheran melampaui harga apartemen mewah di Paris, ini membuktikan banyaknya praktek pencurian terselubung dari keuntungan yang didapat dari harga minyak bumi oleh orang-orang yang mendukung revolusi. 35 milyar dollar Amerika lenyap dari kas negara, koran oposisi melaporkan pada saat itu. Praktek korupsi kenyataannya memunculkan pelacuran di kalangan wanita-wanita berpendidikan di Teheran. (Silahkan baca artikel Waktu-waktu terburuk untuk Iran, 24 Juni 2008).

Kedua, menurut laporan terbaru dari Departemen Hubungan Luar Negeri AS, “Iran menjadi pusat penting bagi transportasi madat yang diproduksi oleh Afghanistan, dan kantor PBB untuk urusan Narkoba dan Kriminal memperkirakan Iran punya sebanyak 1,7 juta orang yang kecanduan madat.” Angka itu berarti 5% dari populasi 35 juta orang dewasa yang belum lanjut usia merupakan pecandu madat. Itu merupakan angka yang mencengangkan, tidak pernah ada sejak puncak kecanduan madat yang dialami oleh Cina selama abad ke 19. Angka yang paling dekat untuk dibandingkan dengan Amerika (diambil dari Survai Nasional tahun 2003 tentang Penggunaan Obat Terlarang dan Kesehatan) yaitu 119.000 orang Amerika dilaporkan menggunakan heroin pada bulan sebelumnya, atau sepersepuluh dari 1% populasi orang dewasa yang belum lanjut usia.

Cina pada abad ke 19 mempunyai jumlah pecandu madat yang hampir sama (dengan jumlah pecandu narkoba di Iran), ini terjadi setelah Inggris menang dalam 2 perang yang membuat keadaan di Cina porak poranda. Rusia pasca komunis mempunyai angka pelacuran yang hampir sama (dengan Iran) dalam keadaan dimana orang-orang menderita kelaparan. Angka kecanduan madat dan jumlah pelacuran di Iran mencerminkan turunnya moral bangsa, juga merupakan pecahnya kebudayaan kuno karena mengalami benturan dengan peradaban dunia modern. Penyakit-penyakit sosial ini timbul bukan karena kemiskinan melainkan karena kekayaan, atau lebih tepatnya karena terjadinya konsentrasi kekayaan pada sejumlah orang-orang tertentu dalam politik. Tidak ada satupun negara dalam sejarah modern yang mengalami kemerosotan moral yang seperti ini.

Untuk mayoritas anak muda Iran, tidak ada jalan untuk keatas, yang ada hanya jalan “keluar”; 36% dari anak muda berusia 15 sampai 29 tahun ingin pindah keluar negeri, menurut hasil penelitian yang tidak dipublikasikan, dan penelitian ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, tambah Der Standard. Hanya 32% yang dapat menerima kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat ini, sedangkan 63% lainnya mengeluh tentang pengangguran, susunan dalam masyarakat atau masalah kekurangan uang.

Seperti yang saya telah laporkan dalam kutipan tulisan diatas, kekayaan orang-orang dalam politik diimbangi oleh kekurangan-kekurangan yang ada dalam masyarakat biasa Iran. Musim dingin ini, kekurangan gas alam yang begitu meluas mengakibatkan puluhan ribu rumah tanpa pemanasan dalam rumah.

Kemerosotan moral yang dialami oleh orang-orang Iran menjawab sebab terjadinya perubahan drastis dalam masyarakat. Ahli-ahli demografi dari kalangan akademis gagal menjelaskan bahwa penurunan tajam pada angka kesuburan wanita diakibatkan oleh kenaikan jumlah wanita yang berpendidikan. Masalahnya adalah penguasa Iran membohongi masyarakat umum tentang data wanita yang melek huruf, dan hal ini memang diakui baru-baru ini.

Baru-baru ini koran yang memuat tulisan berjudul “Pendidikan dan Penurunan Fertilitas Paling Drastis di Dunia terjadi di Iran”, para ahli demografi dari Amerika dan Iran mempelajari:
Analisa pertama dari hasil sensus tahun 2006 di Iran melaporkan begitu rendahnya angka kesuburan yaitu 1,9 untuk keseluruhan negeri dan 1,5 untuk kota Teheran (yang penduduknya berjumlah sekitar 8 juta jiwa)… Penurunan AFT (Angka Fertilitas Total) sebesar lebih dari 5,0 dalam rentang kira-kira 2 dekade merupakan rekor dunia atas penurunan fertilitas. Dan yang paling mengejutkan bagi para pengamat ialah hal ini terjadi di salah satu negara Islam. Ini juga yang mendorong para analitikus untuk berpikir ulang tentang banyaknya stereotip mengenai angka kesuburan diantara agama yang berbeda.

Sensus ini juga menunjukkan menurunnya angka kesuburan terus berlanjut, bahkan dari angka yang sudah sangat rendah saat ini, demikian koran itu menyatakan.

Yang paling patut dicatat adalah anjloknya angka kesuburan di pedesaan terjadi juga di perkotaan, koran tsb juga menambahkan. Kesamaan perubahan di kota dan desa merupakan salah satu ciri khas utama perubahan angka kesuburan di Iran. Sebelumnya ada perbedaan yang cukup besar dalam angka kesuburan di pedesaan disbanding dengan di perkotaan, tetapi angka AFT di desa maupun di kota ini terus mengalami penurunan di pertengahan tahun 1990-an, dan perbedaan angka ini sudah sangat mengecil. Tahun 1980, angka AFT di daerah pedesaan sebesar 8,4 sedangkan di daerah perkotaan sebesar 5,6. Dengan kata lain, ada perbedaan sebesar 2,8 anak antara pedesaan dengan perkotaan. Pada tahun 2006, angka AFT di pedesaan dan perkotaan masing-masing sebesar 2,1 dan 1,8 (perbedaan yang hanya tinggal 0,3 anak)
Apa yang diharapkan oleh dosen-dosen dari data-data ini adalah angka melek huruf di pedesaan mampu mengejar angka melek huruf di perkotaan, demikianlah yang terjadi dengan angka kesuburan di kota maupun desa yang sepertinya juga bertemu. Ini sepertinya dugaan yg masuk akal tapi kesalahannya terletak pada data yang dipakai itu sebenarnya telah direkayasa oleh penguasa Iran.

Data resmi dari pemerintah Iran mengatakan persentasi melek huruf diatas 90an untuk wanita perkotaan dan diatas 80an untuk wanita pedesaan. Ini tidak mungkin benar karena Organisasi Gerakan Melek Huruf di Iran mengakui bahwa tahun lalu (menurut laporan Agence-France Press tanggal 8 Mei 2008) ada 9.450.000 orang Iran yang buta huruf dari populasi penduduk 71 juta jiwa (atau populasi orang dewasa sebesar 52 juta jiwa). Hal ini membuktikan bahwa angka buta huruf sebenarnya lebih tinggi dari data resmi pemerintah.

Penjelasan yang lebih baik tentang kebobrokan yang ada di dalam penduduk Iran adalah negara ini sedang mengalami krisis peradaban sama seperti suku Amazon atau Inuit yang bergulat melawan peradaban modern. Masyarakat tradisional menuntut ketaatan dari semua warganya. Begitu batasan-batasan luar dihapus, warga-warganya secara seksual dapat berubah dari yang paling ekstrim sangat tertutup menjadi sangat terbuka. Revolusi Khomeini mencoba untuk memperlambat proses kehancuran masyarakat Persia, tapi kelihatannya revolusi itu malah mempercepat proses kehancuran itu.

Peradaban modern menawarkan pilihan dan usaha-usaha para ulama di Iran untuk mempertahankan bangunan masyarakat tradisi sepertinya malah jadi bumerang. Penyebab anjloknya angka kesuburan di Iran bukan karena masalah buta huruf melainkan karena rasa pesimisme yang sangat besar akan masa depan dan meluasnya materialisme yang membuat wanita-wanita berpendidikan di Iran malah menggunakan seksualitas mereka sebagai komoditas yang laku dijual.

Sistim ketuhanan membuat agama dijadikan ujian politik: sulit bagi orang Iran untuk menolak penguasa yang ada dan tetap dianggap orang baik-baik, kesalehan dalam agama dan dukungan untuk urusan politik Islam tidak dapat dipisahkan, seperti yang diambil dari data survei penelitian akademis,

Seperti yg terjadi saat komunisme runtuh, apa yang terjadi setelah robohnya ideologi nasional adalah keputus asaan. Iran adalah negara yang sedang sekarat, dan sangatlah sulit untuk melakukan pembicaraan dengan akal sehat dengan negara yang sudah putus asa.
Post Reply