Page 1 of 1

Muhammad sering melanggar aturan nikah

Posted: Fri May 01, 2009 1:16 pm
by Cavatina
Disebutkan dalam berbagai sumber bahwa dalam aqad nikah (pernikahan a la Islam) ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi yaitu:
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
Adanya Ijab Qabul.
Adanya Mahar.
Adanya Wali.
Adanya Saksi-saksi.

Dalam hal ini Muhammad sering sekali melanggarnya. Memangnya ketika dia menikah dengan Aisyah juga berdasarkan saling suka ? Lha wong si Aisyah masih usia 9 th sedangkan Muhammad usia 50 th-an. Usia 9 th mana ada sih yang sudah bisa jatuh cinta ? Apalagi dengan kakek-kakek begitu.

Belum lagi kalau Muhammad mendapatkan budak yang cantik dalam peperangan, lantas dia kawini. Mana ada unsur saling menyukai ? Yang ada ya Muhammad yang suka sama si budak cantik itu.

Belum lagi kalau ketika menikahi budak seperti itu, mana ada walinya si perempuan yang dihadirkan dan menjadi wali nikahnya.

Tapi nanti umat Islam pasti bilangnya "syarat itu kan untuk umat Islam, sedangkan Nabi Muhammad punya aturan khusus" hehehehe......

Re: Muhammad sering melanggar aturan nikah

Posted: Fri May 01, 2009 3:30 pm
by Pedagang_Makanan
Emang aturan nikah dalam islam siapa yang buat sih sampai nabinya tidak memberi tauladan?
Sejak kapan aturan nikah tersebut diberlakukan?
Sebelum jaman muhammad, pada jaman muhammad atau setelah jaman muhammad?

pada kasus pernikahan muhammad-khadijah, siapa yang menjadi walinya? Bapaknya khadijah lagi dalam keadaan tidak sadar kan?

MoMAD melanggar hukum idah

Posted: Tue May 12, 2009 12:33 am
by DHS
MoMAD melanggar hukum idah dalam Pernikahan Nabi Dengan Safiyah

Berikut cerita mengenai pernikahan Nabi dengan Safiyah dari Hadiths:

Sahih Al-Bukhari, Volume 1, Book 8, Number 367
Anas berkata: “Pada waktu Nabi menyerang Khaibar, kami melakukan shalat subuh disana dan saat itu masih gelap.Nabi mengendarai kuda dan juga Abu Talha dan saya mengendarai kuda dibelakang Abu Talha. Nabi melewati tepi Khaibar dengan cepat….Pada waktu Nabi masuk kota, beliau berkata, “Allahu Akbar! Khaibar hancur. Setiap saat kami mendekati bangsa (yang jahat)(untuk bertempur) maka setan akan menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.”. Nabi mengulang ini tiga kali. Orang-orang keluar untuk bekerja dan beberapa dari mereka berkata, “Muhammad (telah datang).” (beberapa dari teman kami menambahkan, “dengan serdadunya”). Kami menaklukan Khaibar dan mengambil para tawanan, dan booty (rampasan perang) dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, “O Nabi! Beri saya budak dari para tawanan.” Nabi berkata, “Pergi dan ambil budak perempuan manapun.” Dia mengambil Safiya’ bint Huyai. Seorang laki-laki datang menghadap Nabi dan berkata, “O Nabi! Anda memberikan Safiya bint Huyai kepada Dihya dan dia adalah ibu dari Bani Quraiza dan an-Nadir dan dia hanya pantas untuk anda.” Maka Nabi berkata, “Bawa dia bersama dengan Safiya.” Kemudian Dihya datang bersama Safiya dan pada waktu Nabi melihat Safiya, Nabi berkata kepada Dihya, “Ambil budak perempuan dari para tawanan selain Safiya.” Anas menambahkan: Nabi kemudian membebaskan dan menikahinya.”
Thabit bertanya kepada Anas, “O Abu Hamza! Apa yang Nabi bayarkan kepada Safiya (untuk Maharnya)?” Dia berkata, “Safiya sendiri adalah maharnya karena Nabi membebaskannya dan kemudian menikahinya.” Anas menambahkan, “Dalam perjalanan, Um Sulaim merias Safiya untuk (acara) pernikahan dan pada malam hari dia memberikan Safiya sebagai mempelai perempuan untuk Nabi. Jadi Nabi adalah mempelai laki-laki dan beliau berkata,”Siapapun yang memliki (makanan) harus dibawa kesini.”Dia menghamparka sehelai kulit (untuk makanan) dan beberapa membawa kurma beberapa cooking butter. (Saya pikir dia (Anas) menyebut As-Sawiq). Maka mereka menyiapkan makanan Hais. Dan itu adalah Walrma (banquate pernikahan) Nabi.”


Sahih Al-Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 522
Dinarasikan oleh Anas bin Malik:
Kami tiba di Khaibar, dan pada waktu Allah membantu Nabi mengalahkan Khaibar, kecantikan Safiya bint Huyai bin Akhtaq yang suaminya telah terbunuh saat Safiya menjadi istrinya, diberitahukan kepada Nabi. Nabi memilih Safiya untuk diri beliau dan membawanya, dan pada waktu kami mencapai tempat yang bernama Sidd-as-Sahba, Safiya telah bersih dari menstruasinya kemudian Nabi menikahinya. Hais (sejenis makanan Arab) disiapkan di sebuah alas kulit kecil. Kemudian Nabi berkata kepada saya, “Saya undng orang-orang disekitarmu.” Maka itu menjadi banquet pernikahan Nabi dan Safiya. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Medina, dan saya melihat Nabi sedang membuat semacam bantalan untuk Safiya dengan kerudungnya dibelakangnya (di unta beliau). Beliau kemudian duduk disamping untanya dan memberikan lutunya untuk pijakan Safiya menaiki unta.


Kutipan berikut dari Haekal “Sejarah Hidup Muhammad”.

Shafia bt. Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir termasuk salah seorang tawanan yang oleh kaum Muslimin diambil dari benteng Khaibar. Dia isteri Kinana bin'l-Rabi'. Setahu pihak Muslimin, di tangan Kinana inilah harta-benda Banu Nadzir itu disimpan. Ketika Nabi menanyakan harta itu kepadanya, ia bersumpah-sumpah bahwa dia tidak mengetahui tempatnya. "Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" tanya Muhammad.

"Ya," jawab Kinana.

Salah seorang dari mereka ini pernah melihat Kinana sedang mundar-mandir pada sebuah puing, dan hal ini disampaikan kepada Nabi. Oleh Nabi diperintahkan supaya puing itu digali dan dari dalam puing itulah harta simpanan itu dikeluarkan. Kinana akhirnya dibunuh karena perbuatannya itu.

Sekarang Shafia berada ditangan Muslimin sebagai salah seorang tawanan perang.

"Shafia adalah ibu Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya pantas buat tuan," demikian dikatakan kepada Nabi.

Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperisteri oleh Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang menang perang. Mereka kawin dengan puteri-puteri orang-orang besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.

Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita - yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah terbunuh itu - maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dari Khaibar Abu Ayyub Khalid al-Anshari dengan membawa pedang terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya, setelah Rasul melihatnya, ia ditanya: "Ada apa?"

"Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu," katanya, "karena ayahnya, suaminya dan golongannya sudah dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir."


Lebih ironis lagi cerita mengenai kematian Kinana, suami Safiya. Nabi menanyakan harta bani Nadir yang disembunyikan oleh Kinana. Nabi berkata: "Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" Harta bani Nadir akhirnya diketemukan dan Kinana dibunuh. Dia mati oleh ancaman Nabi karena terbukti menyembunyikan harta milik Bani Nadir.

Kebanyakan penulis modern tidak menulis bagaimana Kinana dibunuh. Buku sejarah Nabi paling awal yang ditulis oleh Ibn Ishaq atau juga buku al-Tabari menceritakan kejadian ini dengan lebih detail.

("Sirat Rasulallah" — "Life of the Prophet of Allah". Buku ini ditulis oleh Ibn Ishaq, dan kemudian disarikan oleh Ibn Hisham. Ini ditulis sbelum buku-buku hadiths utama. Dianggap sebagai sumber paling asli mengenai sejarah hidup Nabi. Buku ini kemudian diterjemahkan dalam bhs Inggris oleh A. Guillaume as "The Life of Muhammad"). Kutipan berikut diambil dari edisi bhs Inggris (hal 515):

“Kinana al-rabi, orang yang menyimpan (menjaga) harta Bani Nadir, dibawa menghadap Nabi yang menanyakan kepadanya mengenai harta itu. Dia menyangkal mengetahui keberadaan harta itu. Seorang Yahudi datang (Tabri bilang orang Yahudi ini “dibawa”) menghadap Nabi dan berkata bahwa dia melihat Kinana mondar mandir pada suatu puing setiap fajar. Pada waktu Nabi berkata kepada Kinana “Kamu tahu kalau kami menemukan bahwa kamu memiliki harta itu saya akan bunuh kamu?” Dia berkata “Ya”. Nabi memerintahkan puing itu untuk digali dan beberapa harta itu diketemukan. Pada waktu Nabi menanyakan mengenai harta lainnya dia menolak memberitahunya, sehingga Nabi memerintahkan al-Zubayr Al-Awwam. “Siksa sampai dia bicara apa yang dia miliki.” Maka dia menyalakan api dengan batu api (flint) dan besi kedalam dadanya sampai dia hampir mati. Kemudian Nabi menyerahkan dia kepada Muhammad b. Maslama dan dia memenggal kepalanya. Sebagai balasan untuk saudaranya Mahmud.”

Banyak sekali cerita mengenai pernikahan Nabi dengan Safiya dan serangan ke Khaibar yang dapat dijumpai di sumber-sumber Islam. Saya hanya kutip beberapa saja. Tentu saja biasa saja dalam pandangan kita sebagai Muslim membaca cerita mengenai Khaibar dan Safiya ini. Mereka kan musuh Nabi dan Islam. Mereka kan yang selalu mencari-cari kesalahan. Walaupun demikian sulit bagi saya untuk memahami bagaimana bisa seorang wanita yang suami, orang tua dan suadara-saudaranya mati dibunuh oleh pasukan Nabi (dan atas perintah Nabi), hartanya dirampas dan kemudian saat itu juga Nabi mengambil Safiya sebagai tawanan untuk dirinya, membebaskannya dan kemudian menikahinya? Pernikahan itu terjadi cuma dalam hitungan hari setelah serangan Khaibar, setelah suaminya disiksa dan dibunuh dengan sangat kejam? Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Safiya saat itu? Apakah dia punya pilihan lebih baik dari pinangan Nabi setelah semua kejadian itu?

Bagaimana dengan perintah Allah dalam Quan mengenai “Idah” (waktu menunggu seorang janda untuk bisa nikah lagi). Bukankah Safiya baru saja menjadi janda karena suaminya mati dibunuh?

(Quran S 2:234)
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (235) Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.