Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih

Post Reply
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih

Post by fayhem_1 »

http://www.pkspiyungan.org/2014/09/ruu- ... pakat.html

RUU Pilkada: Koalisi Merah Putih Sepakat Pilkada oleh DPRD, PDIP Ngamuk!
Sabtu, 06 September 2014

Pembahasan RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Panja DPR RI yang sedang berlangsung menjadi ajang adu kekuatan antara partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih vs Kubu Jokowi.

Pembahasan masih berjalan alot terkait pemilihan gubernur dan bupati/wali kota secara langsung atau tidak langsung (dipilih oleh DPRD).

Enam Parpol Koalisi Merah Putih, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepakat dengan opsi Pilkada oleh DPRD.

Ketua Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid menjelaskan Pilkada oleh DPRD akan memperkecil potensi money politic yang selama ini marak di Pilkada Langsung.

"Sikap (PKS) tentang RUU Pilkada ada dinamika, secara prinsip pada UUD konstitusi kita yang memberi pilihan pimpinan kepala daerah secara demokratis baik langsung atau DPRD, agar kemudian bisa memaksimalkan makna dari demokrasi berjenjang," kata Hidayat di DPR RI, Jakarta, Jumat (5/9).

Dengan semangat itu, lanjutnya, PKS akhirnya menginginkan Pilkada dipilih oleh DPRD. Hal itu untuk memperkecil ruang korupsi dan money politic.

PDIP Ngamuk

Sikap partai Koalisi Merah Putih yang memilih Pilkada oleh DPRD membuat kubu PDIP meradang dan mengancam akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika kami kalah, kami akan ajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata anggota Komisi II dari PDI-P, Budiman Sudjatmiko, Jumat (5/9/2014) siang, seperti dikutip dari KOMPAS.

Meski begitu, kata Budiman, PDI-P bersama PKB dan Hanura akan terus melakukan proses lobi agar pilkada nantinya akan tetap dilakukan secara langsung. Dia berharap proses musyawarah bisa mencapai kata sepakat.

"Kita akan terus lobi karena ini adalah persoalan masyarakat," ujar Budiman.

Meradangnya PDIP dan parpol pendukung Jokowi diyakini karena ketakutan mereka kalau Pilkada oleh DPRD maka PDIP dan kubu Jokowi akan gigit jari. Gubernur, Walikota, Bupati di daerah-daerah akan dikuasasi dan dimenangkan calon dari Koalisi Merah Putih.

http://www.republika.co.id/berita/nasio ... -tatib-md3

Koalisi Merah Putih Siap Golkan RUU Pilkada dan Tatib MD3
Friday, 12 September 2014, 19:59 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah fraksi yang tergabung dalam koalisi Merah Putih siap menggolkan RUU Pemilihan Kepala Daerah dan Tata Tertib UU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) di sidang paripurna. Keputusan ini diambil usai pertemuan tertutup fraksi koalisi Merah Putih di ruang rapat kerja Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI.

"RUU Pilkada dan Tatib MD3 sudah clear semua," kata anggota Majelis Syuro PKS, Refrizal kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jum'at (12/9).

Refrizal mengatakan fraksi di koalisi Merah Putih sepakat Pilkada mesti dilakukan melalui DPRD. Koalisi Merah Putih sepakat Pilkada melalui DPRD bisa menghemat anggaran negara hingga Rp 50 triliun. Penghematan tersebut nantinya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

"Kita hitung hampir Rp 50 triliun hemat kalau lewat DPRD," ujarnya.

Ia melanjukan, Koalisi Merah Putih tidak risau dengan sikap sejumlah kelompok masyarakat yang menolak pelaksanaan pilkada melalui DPRD. Menurutnya sejumlah kelompok yang menolak pilkada melalui DPRD hanya mementingkan kepentingan pribadi, bukan kepentingan rakyat.

"LSM, lembaga survey mendukung pilkada langsung karena duit mereka di sana. Ini masalah priok nasi orang. Tapi priuk nasi rakyat tidak terganggu," katanya.

Terkait calon pimpinan DPR, Refrizal menyatakan koalisi Merah Putih belum memutuskan siapa calon yang akan mereka usung. Ia memastikan siapapun calon yang akan diusung menjadi calon pimpinan DPR, koalisi Merah Putih akan tetap solid.

"Jelas harus dibagi. Tapi kami tetap solid," katanya.

http://news.detik.com/read/2014/09/10/0 ... aan-daerah

Rabu, 10/09/2014 08:09 WIB
Ngotot di RUU Pilkada, Koalisi Merah Putih Ingin Dominasi Kekuasaan Daerah

Jakarta - Peneliti senior Riset Lingkaran Strategis, Arman Salam menilai kekompakan parpol Koalisi Merah Putih mendukung pelaksanaan Pilkada lewat DPRD bertujuan untuk mendominasi kekuasaan daerah. Manuver politik ini dilakukan untuk menekan koalisi parpol pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Ini merupakan manuver politik Koalisi Merah Putih supaya paling tidak di tingkatan lokal di daerah mereka bisa dominan dibanding koalisi pendukung Jokowi," ujar Arman Salam saat dihubungi, Selasa (9/9/2014) malam

Arman menyebut pembahasan RUU Pilkada merupakan balasan lanjutan terhadap kubu Jokowi JK. Kekalahan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Pilpres dan tidak adanya titik temu antara parpol Koalisi Merah Putih dengan kubu Jokowi-JK menjadikan koalisi pemegang kursi terbanyak di DPR makin solid.

"Pertarungan politik akan terus berlanjut. Koalisi Merah Putih diuntungkan dengan jumlah kursi termasuk di tingkat lokal untuk memenangkan calon yang akan mereka usung," sambungnya.

Bagi Arman Pilkada melalui DPRD merupakan kemunduran dalam demokrasi yang menghendaki partisipasi penuh masyarakat. "Artinya one man one vote, satu nilai yang harus dipenuhi dalam demokrasi, bila sistemnya kembali ke DPRD itu menjadi gugur," ujarnya.



Akhiri hari anda dengan menyimak beragam informasi penting dan menarik sepanjang hari ini, di "Reportase Malam" pukul 01.30 WIB, hanya di Trans TV
Mirror: Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Tidak Konsisten

Post by fayhem_1 »

http://news.detik.com/read/2014/09/11/1 ... uu-pilkada

Kamis, 11/09/2014 11:06 WIB
Ahok: Dulu Gerindra Tolak RUU Pilkada

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) heran dengan perubahan sikap Gerindra mendukung RUU Pilkada. Padahal, dulu Gerindra sangat menentang revisi Undang-undang itu.

Ahok menuturkan kisah penolakan Gerindra saat dia masih menjadi anggota Komisi II DPR dulu. Ahok mengatakan, waktu itu hanya dirinya dari Golkar yang menolak revisi UU Pilkada. Sedangkan Gerindra, kata Ahok, solid menolak revisi UU itu.

"Yang jelas saya 2,5 tahun di komisi II DPR RI. Waktu itu saja saya di partai Golkar, Gerindra semua menentang proposal draft revisi dari Kemendagri. Kita sudah tolak terus dari 2010," kata Ahok kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2014).

Oleh karenanya Ahok heran sekarang Gerindra berubah sikap. Dia pun memutuskan keluar dari Gerindra, meski sudah dirayu untuk bertahan oleh keponakan Prabowo, Aryo Djojohadikusumo.

"Ya kita sudah komunikasi. Kan Aryo datang kemarin siang, Aryo anak Pak Hashim. Saya sudah sampaikan. Saya membaca dari dia bahwa nggak mungkin lagi. Saya mau komunikasi sama DPP pun, berdebat semeja pun sama mereka, mereka akan ngotot," pungkasnya.


http://www.pikiran-rakyat.com/node/296873

Sembilan Pernyataan Sikap dari Koalisi Kawal RUU Pilkada
Minggu, 14/09/2014 - 21:38

JAKARTA, (PRLM).- Koalisi kawal RUU Pilkada dengan tegas menolak keinginan para pengambil keputusan di DPR untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD. Bahkan, mereka mengeluarkan sembilan pernyataan sikap bahwa pilkada kepada DPRD berarti kemunduran dalam dua hal yakni partisipasi politik rakyat dan demokrasi substansial.

Deputi jaringan pendidikan pemilih untuk rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, proses demokratisasi Indonesia tidak boleh dirusak oleh segelintir orang. Oleh sebab itu, kata dia, JPPR bersama Perludem, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), ICW, TI Indonesia, IBC, FITRA dan Correct menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, memilih pemimpin adalah hak konstitusional rakyat, yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara. Jika RUU Pilkada merenggut hal tersebut, berarti negara telah merampas dan merusak prinsip daulat rakyat sesungguhnya.

"Kedua, rakyat harus menentukan sendiri pemimpinnya karena itulah hakikat dari demokrasi substansial. Ketiga, Mekanisme pemilihan langsung (presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, anggota legislatif) merupakan esensi partisipasi politik karena memberikan ruang yang luas bagi lahirnya pemimpin-pemimpin baru pilihan rakyat," ujarnya.

Keempat, kata Hafidz, DPR dan pemerintah harus membuka lagi semua data dan perjalanan pemilihan kepala daerah secara langsung, yang terbukti 90% pilkada langsung berjalan damai. Kelima, proses pemilihan kepala daerah secara langsung mendekatkan rakyat dengan calon pemimpinnya melalui penyelenggaraan tahapan pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil.

Keenam, proses pemilihan kepala daerah secara langsung lebih menjamin terpenuhinya layanan publik dan pembangunan di daerah yang berbasis pada pemahaman mengenai kebutuhan dan aspirasi warga daerah. Hal tersebut sejalan dengan prinsip otonomi daerah yaitu partisipasi, akuntabilitas, dan demokrasi.

"Ketujuh, jika yang dikhawatirkan adalah persoalan biaya penyelenggaraan, maka pelaksanaan pilkada lebih efisien dengan cara serentak, yang telah disahkan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Kedelapan, kata Hafidz, pemerintah dan DPR harus menyadari bahwa praktik politik uang (jual beli suara) merupakan produk dari perilaku kebanyakan elite yang hendak menjadi pemimpin tetapi tidak berakar di masyarakat, bukan semata bersumber dari keinginan masyarakat.

Dan yang terakhir, proses pilkada langsung membuat rakyat bisa menagih janji-janji pemimpinnya sehingga pemimpin akan lebih akuntabel dalam menjalankan pemerintahannya.

"Pilkada langsung sejatinya adalah esensi demokrasi. Karena itu, mengembalikan pilkada kepada DPRD berarti kemunduran," ujarnya.

Hal senada dikatakan Wasekjen KIPP Indonesia Jojo Rohi. Bahkan, Jojo mengkritik parpol-parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) pengusul pilkada tak langsung dalam RUU Pilkada. Menurut KIPP, parpol-parpol tersebut tidak konsisten dengan sikap politik mereka.

"Ada 4 inkonsistensi yang ditunjukkan parpol koalisi merah putih," ujarnya.

Pertama, kata Jojo, KMP pernah menolak keras sistem noken (pengambilan suara oleh ketua adat melalui musyawarah). Mereka bahkan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap mengarahkan suara. Koalisi kawal RUU Pilkada merasa hal tersebut tidak jauh berbeda dengan mekanisme Pilkada lewat DPRD.

"Tapi dengan sistem yang sama, di ruang yang berbeda sistem ini ngotot diterapkan di Pilkada. Artinya, kalau sebuah sistem menguntungkan ambil kalau merugikan tolak," ujar Jojo.

Kedua, pemilu langsung acap kali disebut-sebut berpotensi mengundang politik uang. Namun, dia berpendapat jika RUU Pilkada disahkan maka aksi tersebut hanya berpindah dari ruang publik ke kamar elite DPRD.

"Menyoroti adanya praktik uang di Pilkada langsung dan menjadikan praktik dagang sapi di DPRD. Tadinya money politics di ruang publik sekarang ke kamar-kamar elite DPRD. Pilkada tidak langsung tidak serta merta menghilangkan praktek money politics," katanya.

Ketiga, Pilkada langsung dinilai rawan korupsi karena memakan biaya tinggi. Koalisi Pemantau Pemilu menilai tidak konsisten dengan fakta di lapangan yang menunjukkan justru lembaga legislatif paling korup di pamerintahan

Menurut Jojo, bila ingin Pilkada dipilih melalui DPRD maka dewan harus melakukan prakondisi dengan memperbaiki diri serta citranya sebagai lembaga yang bersih, bebas dari praktik korupsi.

"Keempat tentang penghematan biaya. Memang pemilihan tidak langsung pasti akan menghemat biaya banyak, tapi ini tidak konsisten ketika DPR merenovasi toilet dan pagarnya habis Rp 8,6 miliar kemudian uang rapat Rp 18 triliun. Ini tidak konsisten," tuturnya.

Dia menambahkan, sistem dan pengertian dari penghematan anggaran itu harus diluruskan dalam tubuh anggota legislatif sendiri. Hal ini agar dapat mendatangkan keadilan bagi semuanya, sebelum memangkas hak rakyat untuk memilih.

"Jadi tidak fair ketika yang dipangkas hak orang untuk berpartisipasi memilih pemimpinnya, sedangkan pemborosan ini diabaikan. Seolah-olah Pilkada jadi biang tidak efisiennya anggaran, baik dari APBN maupun APBD," ucapnya.

Bahkan, ia menilai sikap para parpol KMP lebih menunjukkan aksi kemarahannya terhadap presiden terpilih Joko Widodo.

"Ini dapat politik balas dendam. Kalau marah sama Jokowi jangan rakyat dikorbankan," tuturnya. (Miradin Syahbana Rizky/A-108)***
Mirror 1: Tidak Konsisten #PrabowoKalah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Blunder

Post by fayhem_1 »

http://www.tempo.co/read/news/2014/09/0 ... k-Langsung

SENIN, 08 SEPTEMBER 2014 | 20:00 WIB
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan Partai Keadilan Sejahtera justru melakukan kesalahan atau blunder dengan menyetujui Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah secara tak langsung. Kader PKS yang saat ini menjabat sebagai gubernur dinilai justru terpilih bukan karena kekuatan kursi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetap elektabilitas dan popularitas tokoh.

"Hanya ketaatan membabi buta terhadap Koalisi Merah Putih," kata Ray saat diskusi berjudul 'Menolak Warisan RUU Anti Reformasi dari Rezim SBY' di Kedai Deli, Menteng, Senin 8 September 2014.

Selain PKS, menurut Ray, dua partai lain di koalisi tersebut juga serupa adalah Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Salah satu buktinya adalah Kursi Gubernur Bengkul diperoleh kader PAN meski jumlah kursinya kecil. Ray menduga ketiga partai ini setuju terhadap RUU tanpa melakukan pengkajian mendalam.

PKS sendiri mengalaminya pada pemilihan Gubernur Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. PKS berhasil menaruh kadernya di posisi pimpinan meski jumlah kursinya di DPRD tak kuat. "Karena prestasinya, sehingga masyarakat memilihnya. Di daerah, orang tak melihat partai tapi figur," kata Ray.

Aktivis 1998, Ahmad Wakil Kamal menilai RUU Pilkada bertentangan secara konstitusi. RUU tersebut juga dinilai justru berseberangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan umum serentak yang memungkinkan majunya calon independen. RUU justru mendistorsi perjuangan konstitusi pilkada.

"Kita diarahkan lagi ke titik nol, sama seperti saat Orde Baru," kata dia. RUU menjadi cerminan kelam masa lalu.

Koalisi Merah Putih dan Partai Demokrat dikabarkan berupaya untuk mengusai kursi parlemen dan kepala daerah. Koalisi yang digawangi Partai Gerindra ini mengajukan revisi terhadap UU MD3 dan UU Pilkada. Dengan mengandalkan kekuatan kursi di daerah, terutama di luar Pulau Jawa, koalisi mendorong pemilihan kepala daerah dilakukan secara tak langsung atau dipilih oleh DPRD.

MUHAMMAD MUHYIDDIN
Mirror 1: Blunder #PKS
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
tukang ojek
Posts: 1527
Joined: Sun Sep 18, 2011 2:39 am
Location: Di hati kaum muslimin dan muslimah :)

Re: Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih

Post by tukang ojek »

PKS biang onar tuh...
Comot saja pentolannya satu per satu....sekolahkan ke ujung dunia...
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Re: Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih

Post by fayhem_1 »

http://www.youtube.com/watch?v=9VRO2ub6OBY
Dialog: Mafia Minerba dan RUU Pilkada # 3
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Re: Negara kacau gara-gara Koalisi Merah Putih

Post by fayhem_1 »

tukang ojek wrote:PKS biang onar tuh...
Comot saja pentolannya satu per satu....sekolahkan ke ujung dunia...
semua anggota KMP harusnya disekolahkan
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

RUU Pilkada baru langkah awal

Post by fayhem_1 »

http://www.kaskus.co.id/thread/54143e31 ... gkah-awal/

Aburizal : RUU Pilkada Baru Langkah AWAL... !!!!

"Rancangan Undang-Undang Pilkada baru langkah awal dari Undang-undang yang akan kita perjuangkan. Agar kehidupan kita kembali pada dasarnya yaitu Pancasila. Kalau bicara pilkadanya sendiri, kita mengacu sila keempat. Kita akan mengembalikan ke situ," kata Aburizal saat berpidato dalam Musyawarah Pimpinan Nasional I Kosgoro 2014, di Hotel Discovery, Ancol, Jakarta Utara, Minggu (13/9/2014) sore.

Aburizal mengatakan, ketidaksesuaian Undang undang di Indonesia terhadap falsafah Pancasila ini sudah mulai terjadi sejak 2005.
"Undang-Undang perbankan nasional, Undang-Undang Telekomunuikasi, Undang-Undang Minerba dan tentu dimulai dengan Undang-Undang yang mengatur pilkada ini," ujar dia.
http://nasional.kompas.com/read/2014/09 ... gkah.Awal.

IcaL : Yang Menolak Pilkada Lewat DPRD Itu Kecil !!

"Yang menolak itu kecil, yang menerima banyak. Cuma biasanya kan namanya silent majority. Yang majority biasanya diam," kata Ical sebelum mengikuti acara di Hotel Discovery Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (13/9/2014).

"Namanya kebebasam berpendapat, silakan. Tetapi begitu nanti suatu undang-undang ini sudah diundangkan, maka semua harus taat kepada UU itu," pungkasnya.

http://m.detik.com/news/read/2014/09/13 ... -itu-kecil
Mirror 1: RUU Pilkada baru langkah awal
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Ribut-ributan

Post by fayhem_1 »

http://lampung.tribunnews.com/2014/09/1 ... n-juga-kok

Pemilihan DPRD Tak Ribut? Dulu Alzier dan Zulkifli Bakar-bakaran Juga Kok
Sabtu, 13 September 2014 19:26 WIB

TRIBUNLAMPUNG, LIWA - Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri menjadi salah satu bupati yang tegas menolak RUU pemilian kepala derah melalui DPRD. Bersama sejumlah kepala daerah yang tegabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia ((Apkasi), Mukhlis menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD di Jakarta.

"Menyangkut UU pilkada itu, saya ini kader partai, jadi ketua DPC di Lampung Barat, dan sebagai bupati. Sebagai kader partai saya tegak lurus mengikuti partai, PDIP adalah salah satu partai yang menolak pemilihan DPRD, karena itu, saya sebagai kader harus ikut menolak itu juga," katanya, Sabtu (13/9/2014).

Mukhlis menegaskan ia tidak ada kepentingan pribadi dalam penolakan ini. Pasalnya, ia sudah menjabat dua kali sebagai bupati sehingga tidak bisa mencalonkan diri kembali dalam Pilkada Lampugn Barat 2017 mendatang. "Saya tidak ada kepentingan pribadi, karena saya ini tidak bisa nyalon lagi, karena sudah dua periode, lalu kenapa saya menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD? karena saya mengaggap itu bentuk mundur demokrasi kita," tegasnya.

Mengenai alasan pemilihan melalui DPRD, untuk meminimalisasi konflik, dan mengurangi anggaran Mukhlis memiliki alasan tersendiri. "Kalau dia ada kekurangan misalnya ada calon yang kurang puas, protes, saya kira wajar, kita demokrasi baru berapa tahun sejak reformasi 1998, kalau ada kurang sedikit kita sempurnakan saja. Kalau katanya pemilihan DPRD tidak ribut, dulu waktu tahun 1999 Alzier dengan Zulkifli bakar-bakaran juga kok, Jadi jangan bilang bahwa pemilihan langsung banyak ributnya, soal biaya sama juga, dengan DPRD memerlukan biaya, tidak mungkin pilkada tidak mengeluarkan biaya, soal banyak sedikit itu relatif," urainya.

Dengan pemilihan langsung melalui rakyat, kata dia, maka rakyat akan merasakan langsung pesta demokrasi. "Pemilihan langsung ini dampak yang paling dirasakan calon turun ke masyarakat langsung, program yang langsung ke rakyat, ini implikasi yang dirasakan rakyat. Kalau melalui DPRD, saya sebagai kepala daerah tentu akan memperhatikan DPRD saja, kalau kurang perhatian DPRD nanti saya tidak dipilih," pungkasnya. (ben)
Mirror 1: Ribut-ributan
Follow Twitter: @ZwaraKafir
User avatar
fayhem_1
Posts: 1402
Joined: Tue Sep 08, 2009 6:55 pm

Nol Besar! Tantowi omong kosong

Post by fayhem_1 »

http://lampung.tribunnews.com/2014/09/1 ... -nol-besar

Yunarto Wijaya: Argumentasi Koalisi Merah Putih Nol Besar
Sabtu, 13 September 2014 13:51 WIB

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID,JAKARTA- Sekretaris Jenderal Perhimpunan Survei dan Opini Publik (Persepi) Yunarto Wijaya mementahkan semua argumentasi Koalisi Merah Putih yang mengusulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurut Yunarto, tak ada kesulitan untuk menepis semua argumentasi tersebut.
Yunarto menjelaskan, pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan menabrak sistem pemerintahan di Indonesia. Pasalnya, Indonesia menganut sistem presidensial. Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, maka itu sama dengan menjalankan sistem parlementer.

"Soal tata negara, di mana ada negara yang sistem pemilunya berbeda? Presiden dipilih langsung, kenapa kepala daerah dipilih DPRD? Argumentasi mereka nol besar!" kata Yunarto, saat dihubungi, Sabtu (13/9/2014).

Yunarto juga menepis argumentasi partai koalisi Merah Putih yang mengatakan bahwa pilkada langsung berpotensi menimbulkan konflik sosial. Ia merujuk data Kementerian Dalam Negeri di mana pada 2011 hanya terjadi enam konflik sosial dari 155 penyelenggaraan pilkada, dan pada 2012 hanya dua konflik yang terjadi dari 77 pilkada yang digelar.
"Artinya, tidak ada argumentasi kuat dari Koalisi Merah Putih selain asumsi," ujarnya.

Lalu, mengenai politik berbiaya tinggi yang menurut Koalisi Merah Putih dianggap dapat dihindari jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, bagi Yunarto, argumentasi itu juga tak realistis. Pilkada melalui DPRD diyakini tetap akan diwarnai praktik politik uang yang berlangsung ilegal.

Jika alasannya menekan biaya mahal dalam politik, kata Yunarto, maka skala prioritasnya adalah memberangus praktik politik uang yang dijalankan secara sembunyi-sembunyi. Yunarto memandang argumentasi Koalisi Merah Putih aneh karena ingin menekan biaya tinggi dengan mengubah sistemnya.

"Seharusnya yang dipangkas politik uang yang ilegal, bukan sistemnya," ucap dia.

Selanjutnya, Direktur Eksekutif Charta Politica itu juga membantah jika lembaga survei dan konsultan politik sebagai pihak dibelakang gerakan penolakan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Hal itu dituduh oleh juru bicara Koalisi Merah Putih Tantowi Yahya.

Yunarto menegaskan, selama ini calon kepala daerah lebih dulu berkoordinasi dengan partai untuk melakukan pemetaan politik melalui lembaga survei.
"Alasan Koalisi Merah Putih ini hanya akal-akalan karena tak legawa menerima hasil pemilu dan untuk memuaskan libido politik," ucapnya.

Sebelumnya, Tantowi merasa rakyat sebenarnya tidak berkeberatan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Ketidaksetujuan rakyat yang terdengar selama ini, menurut dia, hanya pembentukan opini semata.
"Rakyat yang mana (tidak setuju pilkada lewat DPRD)? Kasihan nama mereka dipakai oleh lembaga survei, konsultan politik, makelar politik, dan media yang terancam bangkrut. Serta kepala daerah yang mau maju lagi, tapi tanpa partai atau lagi cari perhatian agar duduk di kabinet," kata Tantowi melalui pesan elektronik kepada Kompas.com, Jumat (12/9/2014) siang.

Menurut Tantowi, berbagai kalangan yang selama ini menolak pilkada lewat DPRD tidaklah mewakili aspirasi rakyat. Pasalnya, mereka mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan mereka secara pribadi.

"Bukan rahasia lagi lembaga-lembaga survei itu bukan hanya dapat fee yang besar, tapi juga konsesi-konsesi ketika calon mereka menang. Wajar kalau mereka sekarang biayain LSM-LSM yang sekarang teriak-teriak atas nama 'rakyat' dan rencananya akan menyerbu DPR bahkan akan membakarnya," ujar Tantowi.
Mirror 1: Nol Besar! Tantowi omong kosong
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply