Saya bantuin nyundul yah bro "Agnostic" aka "The God" aka "The Satanic God"...
Saya ijin copas satu artikel yah, tapi ga usah ditanggapi karena bukan saya yg nulis..
Lumayan buat ngisi topik ini, seperti ngga ada penggemarnya...
APAKAH KITA MEMBUTUHKAN AGAMAAgama, merupakan barang lama yang tak habis untuk dibicarakan, berdiri pada dua wilayah eksklusifitas dan eksekutifitas, menyentuh sisi sensitif dan personal umat manusia. Agama juga melingkupi dua materi, logos dan mitos yang memengaruhi pengetahuan manusia terhadap dunianya. Disamping itu agama juga berada pada jalur kontinuitas antara dua Zaman, masa lampau dan masa depan atau sering dikenal dengan istilah kuno dan modern. Lantas sampai sejauh mana manusia membutuhkan agama itu sendiri?
Sebagian orang berkata pada hakikatnya agama merupakan adegan ritual dari penjabaran manusia atas keyakinan batiniyah mereka terhadap apa yang disebut dengan "Bertuhan". Sebagian yang lain mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan turun temurun yang berbau mistik dan sudah tidak relevan lagi di jaman modern sekarang ini. Ada yang berpendapat bahwa agama adalah tuntunan hidup manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan, ada juga yang berpandangan bahwa agama adalah sistem doktrinal yang membius manusia sehingga terbatasi dan terkotakkan. Melihat keanekaragaman pengertian dan pendapat yang saling berbenturan ini, maka manusia mengambil titik temu tentang apa yang disebut agama.
Beberapa titik temu yang digaris bawahi tentang agama, bahwa agama merupakan sistem moral, agama itu gabungan dari aspek hubungan vertikal manusia dengan Tuhan dan horizontal dengan sesamanya, agama adalah hukum doktrinal Sang pencipta terhadap mahluk ciptaannya. Dan masih banyak lagi pengertian umum dan mendasar tentang agama.
Lantas apakah agama sangat diperlukan oleh manusia, kehadiran agama di tengah kehidupan manusia sebenarnya adalah terobosan teoritis yang sekaligus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu mendongkrak ilmu pengetahuan manusia. Di satu sisi agama sanggup menjelaskan sisi mistik yang dialami kondisi batin manusia, dan di sisi lain agama juga ikut meningkatkan kemampuan olah akal manusia untuk memelajari dan memahami fenomena habitat alamnya.
Pertanyaan diatas mengenai sejauh mana manusia membutuhkan agama adalah pertanyaan sensitif dan menghasilkan berbagai macam jawaban berbeda. Hal ini juga mengacu pada konsep beragama seperti apa yang diyakini oleh masing individu manusia. Akan tetapi seorang sahabat saya menjawab pertanyaan ini dengan jawaban yang menurut saya unik. Dia bilang,
"Pertanyaannya seharusnya bukan apakah kita membutuhkan atau tidaknya sebuah agama, tetapi dimana kita menaruh keberadaan agama pada skala prioritas kehidupan kita."Semua manusia menurutnya pasti berTuhan, entah Tuhan model bagaimana yang disembah oleh setiap manusia di bumi, bahkan orang yang mengaku tak berTuhan pun ternyata juga mempunyai Tuhan sendiri atau terkadang menganggap diri pribadi adalah Tuhan itu sendiri. Karena persepsi Tuhan menurut pendapatnya adalah sosok yang muncul dari ide akal pikiran manusia atas sesuatu yang dianggap superior dan melampaui keterbatasan manusia sebagai objek di dunia. Jadi bisa jadi Tuhan berwujud materi atau immateri. Selanjutnya dalam penjelasan beliau ketika setiap manusia mengakui bahwa diri mereka berTuhan maka apakah semua manusia juga beragama?
Jelas, belum tentu umat manusia secara keseluruhan beragama walaupun deklarasi hak asasi manusia sedunia mencanangkan kebebasan beragama bagi masing-masing individu, akan tetapi boleh jadi ada kebebasan untuk tidak beragama juga, karena tema hak asasi manusia tentang keberagaman agama itu bersifat multiple choice.
Kesimpulannya sekarang sampai dimana manusia menaruh urutan agama dalam sistem kemanusiaan manusia. Kalau kita beranggapan bahwa agama adalah teori doktrinal yang disiapkan Tuhan kita untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari maka agama pastinya berada pada urutan teratas. Lain lagi ketika kita menganggap agama hanya sebagai aspek kelengkapan dari kehidupan yang berorientasi pada sisi humanistik belaka, maka agama tidak lagi menjadi patokan standar dan penuntun hidup karena telah ada sistem moral lain yang bisa jadi berasal dari adat istiadat, atau norma budaya internasional, serta ditambah dengan hukum doktrinal lain seperti aturan dan undang-undang negara.
Sejauh mana kita memposisikan agama dalam kehidupan sehari-hari, saya rasa jawabannya adalah tergantung dari pilihan orientasi hidup kita di dunia ini.
Salam buat bro "Agnostic"...
