Aku dalam kebimbangan
sebenarnya tuhan itu dimana???
Aku dalam kebimbangan, sebenarnya tuhan itu dimana???
Tuhan kamu, ALLAH itu satu. Kalau ia sedang berada di mekah, maka di jakarta tidak ada ALLAH.
Katakanlah : Dialah Allah yang maha esa, ... (Qs 112:1)
Beda dgn TUHANnya orang Kristen. Waktu Dia jalan-jalan di tepi laut Galilea, sorganya tidak kosong!
YAHWEH ada dimana-mana (Mzm 139:8,9)
YAng di dalam Yesus (Yoh 14:10)
Katakanlah : Dialah Allah yang maha esa, ... (Qs 112:1)
Beda dgn TUHANnya orang Kristen. Waktu Dia jalan-jalan di tepi laut Galilea, sorganya tidak kosong!
YAHWEH ada dimana-mana (Mzm 139:8,9)
YAng di dalam Yesus (Yoh 14:10)
Ya .... yesus telah kalah dan mati dipantek Iblis (Lukas 22: 2)Hari wrote:Tuhan kamu, ALLAH itu satu. Kalau ia sedang berada di mekah, maka di jakarta tidak ada ALLAH.
Katakanlah : Dialah Allah yang maha esa, ... (Qs 112:1)
Beda dgn TUHANnya orang Kristen. Waktu Dia jalan-jalan di tepi laut Galilea, sorganya tidak kosong!
YAHWEH ada dimana-mana (Mzm 139:8,9)
YAng di dalam Yesus (Yoh 14:10)
dan sekarang duduk di sebelah kanan Bapaknya di sorga(ROMA 8:34 )
Berarti bukan dimana-mana :)
- Brillianti II
- Posts: 33
- Joined: Thu Dec 29, 2005 9:13 am
- Brillianti II
- Posts: 33
- Joined: Thu Dec 29, 2005 9:13 am
Betul!Dr.Bedah wrote: Ya .... yesus telah kalah dan mati dipantek Iblis (Lukas 22: 2)
Kok berduaan seperti orang pacaran saja. Roh Kudus-nya duduk dimana? Katanya Trinitas?dan sekarang duduk di sebelah kanan Bapaknya di sorga(ROMA 8:34 )
Betul, diperdaya oleh iblis di tiang salib dan duduk di sebelah kanan bapaknya (apakah masih duduk-duduk berduaan sampai hari ini?)Berarti bukan dimana-mana :)
Roh kudus dalam berbentuk merpati sedang terbang-terbang berkeliling bersama bintang-bintang dan kunang-kunang di atas kepala Bapa dan Putera yang lagi keliyengan tujuh keliling menjawab pertanyaan manusia2 tercerahkan jaman sekarang.Kok berduaan seperti orang pacaran saja. Roh Kudus-nya duduk dimana? Katanya Trinitas?
Si jazerah nanya keberadaan Tuhan lho itu, Bet.betsyII wrote: Roh kudus dalam berbentuk merpati sedang terbang-terbang berkeliling bersama bintang-bintang dan kunang-kunang di atas kepala Bapa dan Putera yang lagi keliyengan tujuh keliling menjawab pertanyaan manusia2 tercerahkan jaman sekarang.
Kamu, ngakui ada Tuhan ndak ?
Kalo ndak, ya pantas ndak bisa jawab
Baca saja komentar saya disini:
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 6&start=20
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 6&start=20
Jadi "Gaya Misterius" itu dimana Bet ? Eksternal apa Internal ? Kalo Ekternal mana buktinya, kalo Internal mana juga buktinya ?betsyII wrote:Baca saja komentar saya disini:
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 6&start=20
Apa memang fungsi agama itu hanya mengatur ketidak kacauan horizontal saja ?
Ndak usah panjang-panjang dech. Pertanyaan sederhana saja, "Apa benar ada Tuhan ? Apa benar ada Dewa (menurut Hindu) ? Apa benar ada arwah nenek moyang ? (menurut dinamisme/animisme)
Apa benar ada hantu ? Hii..sereemm.
Coba tanya pada orang yang takut sama hantu, apa pernah dia ketemu hantu ? Sejujurnya pasti tidak pernah.
Setiap orang berhak untuk "menterjemahkan" SESUATU yang berada diluar dimensinya itu.
Yang Islam ya Islam, yang Kristen ya Kristen yang Buddha ya Buddha dst.
Sesuatu yang tidak bisa dibuktikan, tentulah tidak bisa dibawa pembuktiannya secara kasat.
Karena "Gaya Misterius" itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan, maka memang akan amatlah susah untuk meyakinkan pihak lain yang memiliki konsep yang berbeda tentang "Gaya Misterius" tersebut.
Ibarat saya harus bilang sama orang lain, bahwa warna Merah lebih cantik dari warna Biru.
Saya sendiri tidak akan pernah mempermaslahkan apakah seseorang itu akan memilih "Gaya Misterius" ala Kristen atau ala Hindu atau ala Buddha dll.
Yang saya persoalkan adalah pada saat memilih "Gaya Misterius" tersebut, pemilihnya kemudian "beramanat suci" untuk menghabisi pemilih "Gaya Misterius" lainnya. You know...
Gereja juga pernah mengalami masa kegelapan. Tapi kemudian kekeliruan itu telah disadari sebagai sesutu kekeliruan, dan kedepan berusaha untuk memperbaiki kearah yang lebih baik, "kepemahaman" Alkitab yang sebenarnya.
Jelas tidak ada perintah dalam Alkitab untuk membunuh dan menghabisi secara pisik penganut agama lain.
Kalaupun ada perintah itu adalah "Pemberitaan Injil ke seluruh dunia"
Pemahaman Alkitab, Pemberitaan itu juga adalah HARUS secara damai, tidak ada paksaan. Kalau mau ya udah. Kalau tidak ya udah juga.
Dari tulisanmu:
Maka lebih baik kita sebarkan informasi penipuan berkedok kekuasaan ini yg telah merugikan jutaan jiwa jiwa. Bukan memusuhi kalangan Kristen, tetapi adalah hak masyarakat utk mendapatkan informasi yang benar. Kalau Lembaga Perlindungan Konsumen menganjurkan "Caveat Emptor" -- Hati-hati sebelum membeli.
Tendensius. Dari mana fakta bahwa itu telah merugikan jutaan jiwa orang ?
Tapi kalaupun anda mau melakukan itu, silahkan saja.
Anda mau anggap Kristen tidak benar, silahkan juga, hanya, "Jangan sampai ada pertumpahan darah, dan bom bunuh diri"
"Hati-hati sebelum membeli".....bukan "Jangan membeli"
Kalau kemudian mereka sudah melakukan pertimbangan dan "hati-hati dalam membeli" itu, maka adalah menggelikan kalau anda kemudian meradang kalau pada akhirnya mereka "menetapkan" pilihannya.
Terhadap Moslem sendiri, yang saya perangi adalah kelompok radikalnya, yang selalu menganggap adanya "amanat suci" di Quran untuk mengislamkan seluruh dunia. Dan caranya ditempuh "sejalan dengan perintah Quran" nya.
Sedangkan terhadap yang moderat, saya menganggap mereka itu sebagai "kelompok berpotensi"
Maksudnya berpotensi untuk radikal
Back to topic :
So,dimanakah Tuhan ? Atau apakah Tuhan ? Atau adakah Tuhan ?
.........
*Kujawab dalam hati, berdasarkan apa yang kuyakini*
*Tidak perlu kutulis di sini, karena yang tidak mengerti tetap tidak akan mengerti*
betsyII wrote: Rumus agar orang (kelompok) menjadi fanatik :
1) Tutup informasi dari luar kecuali dari kelompok sendiri.
2) Munculkan rasa superioritas / kesombongan.
3) Larang anggota untuk berpikir kritis.
Indah sekali signatur kamu itu Bets, Aki yg sudah sepuh ini kepalanya sudah mangut2 bertambah kencang manggutnya memembaca ini.
Okey kembali ketopic menurut kamu Tuhan itu bagaimana dan dimana?
Eniwei tararengkiu
Saya lebih suka menyebutnya dengan "Gaya Misterius", sebagai ganti kata "Tuhan" yang sudah sarat dengan persepsi2 tertentu di benak pembaca.Somad wrote:Okey kembali ketopic menurut kamu Tuhan itu bagaimana dan dimana?
Dan saya, juga lebih suka menggunakan kata ganti 'ITU' daripada "Dia", karena tidak setiap agama mempersonifikasikan Gaya Misterius tersebut.
Menurut saya Gaya Misterius itu adalah sesuatu yang diluar kemampuan manusia utk menggambarkan atau mengkonsepkan. Penamaan adalah sekedar usaha manusia untuk menunjuk kepada hal itu. Alat penunjuk bukanlah sesuatu yg ditunjuk itu. Berbagai bangsa, berbagai bahasa, memiliki istilahnya sendiri2. Berbagai agama, berbagai aliran, memiliki konsepnya sendiri-sendiri. Tapi semua itu adalah penggambaran manusia yg terbatas akan ITU.
Manusia selalu dikejar oleh rasa keingintahuannya, dan menginginkan jawaban atas misteri. Maka manusia akan selalu bertanya: bagaimana ITU, dimanakah ITU, seperti apakah ITU, dsb.
Padahal, seseorang tidak akan pernah mengerti sepenuhnya akan Gaya Misterius itu apabila hanya dengan jawaban2 kognitif yang terlalu dangka, datarl dan naif utk menggambarkan ITU.
Sebaliknya, seorang mistikus sejati (seseorang yg mengalami 'Perjumpaan') akan berhenti membicarakan ITU, namun melangkah mendekati bahkan bersatu dengan ITU melalui pengalaman pribadinya masing2.
Pengalaman Perjumpaan itulah yang disebut "Raw Experience" - pengalaman mentah sebelum diwarnai oleh intelek yang memunculkan bias-bias menurut konsep2 religius masing2 yg sudah tertanam di dalam otaknya. Raw Experience itulah melalui proses reflexive dari pikiran kita utk kemudian di encode atau dicocokan ke dalam seperangkan konsep/ doktrin ataupun dalam warna budaya yg sudah berada dalam otaknya.
Seseorang yg mengalami suatu epiphany (pengalaman spiritual), bisa saja mengungkapkannya dengan bahasa aesthetic non religius, maupun dalam bahasa religius, tergantung disposisi individu tersebut masing2.
Tetapi, yang jelas, Gaya Misterius itu bukan milik seseorang tertentu atau sekelompok tertentu.
Tidaklah berhak seseorang menilai Perjumpaan itu hanya berdasarkan "bahasa" (baca: agama) atau cara komunikasinya itu. Apalagi -- yang terlebih konyol -- adalah seseorang yg belum pernah mengalami Perjumpaan ,atau sekedar keterlibatan afektif secara dogmatis , namun menggurui seseorang-yg-'berjumpa' dengan dogma-dogma yang superfisial. "Karena yang banyak bicara tidak tahu, dan yang tahu, diam".
Setiap orang, setiap bangsa, setiap agama, setiap budaya, pasti memiliki sejumlah orang tertentu yang pernah mengalami pengalaman mistikal itu.
Dalam polling Gallup th 1977-78, populasi dewasa di US yang diketahui memiliki pengalaman religius atau mistikal yang dramatis dalam masa kehidupannya mencapai angka 31%. Dari jumlah itu, hanya 32% yang merelasikan pengalaman tersebut sebagai "religious experience". Hal ini memperlihatkan bahwa pengalaman mistikal "Raw Experience" bukanlah monopoli golongan agamawan belaka. Setiap orang --bahkan atheis pun -- bisa mengalaminya dalam salah satu episode kehidupannya.
Selanjutnya, pengalaman Perjumpaan (Raw Experience) itu bisa mengalami interpretasi-interpretasi dengan berbagai tahapan :
- Reflexive Interpretation : interpretasi original yang muncul secara spontan baik pada berlangsungnya episode tsb maupun segera setelahnya.
Raw Experience tersebut terjadi diluar batasan intelek maupun konsep. Tapi utk mencerapinya, manusia membutuhkan proses kognitif yang menterjemahkan suatu episode tersebut dalam submodalitas inderawinya.
- Incorporated Interpretation : interpretasi dimana memiliki referens terhadap kepercayaan (believe), ekspektasi dan intensi dari si orang tersebut.
- Retrospective Interpretation : interpretasi dimana mengandung referens terhadap konsep2 religius atau tipe doktrinal lain yang mana dilakukan jauh setelah peristiwa tersebut usai.
Hal yang ingin saya kemukakan disini adalah bahwa kecondongan religius seseorang itu menjadi suatu semacam "bahasa" yg merupakan sarana konseptual utk menjelaskan atau mengkomunikasikan Raw Experience tersebut kepada pihak lain. Raw Experience itu sendiri adalah universal, tapi "bahasa" yg digunakan adalah terikat secara kultural (cultural bound).
Seorang Zen buddhist, akan berusaha utk berhenti sampai di tahap Raw Experience, dan mencegah proliferasi inteleknya utk menterjemahkan ke dalam tahapan2 interpretasi selanjutnya. Karena interpretasi2 itu akan menghambat --bahkan mungkin akan menutup -- gerbang perjumpaan itu sendiri. Kalau di Islam, hal itu mungkin dikatakan: mensekutukan Allah. Mensekutukan dengan apa? ...Jelas, mensekutukan Gaya Misterius yang omnipotent dan omnipresent itu dalam kurungan konseptual kita. Dan jadilah ITU sebuah berhala. (Orang seringkali tidak sadar. Ia merasa memuja Tuhan, padahal sesungguhnya bukan kepada Gaya Misterius itu, tetapi terlebih pada pemujaan terhadap konsep-konsepnya sendiri).
Jadi, --- kembali ke pertanyaan awal anda : bagaimanakah dan dimanakah Tuhan --- segala upaya keinginan tahuan manusia itu adalah terjadi dalam tataran konseptual, dalam tataran "bahasa" [agama] itu. Dan, sebuah penggambaran jelas berbeda sekali nilainya dengan sebuah Perjumpaan. Pertanyaan anda itu hanya bisa muncul dalam suatu diskursi intelek, dan memang agama-agama semawi pada umumnya berkutat dengan masalah doktrinal utk berusaha menjawabnya. Akan tetapi bagi seorang spiritualis -- misalnya Buddhist, Yogi, mistikus Kristen,dsb --, pertanyaan itu sama sekali tidak relevant dan tidak bermanfaat. Pertanyaan yang lebih bermanfaat adalah : bagaimana kita mengalami perjumpaan denganNya. Dan kala Perjumpaan itu terjadi, maka berhentilah pula segala pertanyaan kita (diskursi intelektual itu berhenti). Maka dikenal jargon populer : No Mind.
Oleh karena itu, dalam "bahasa" Buddhist, Gaya Misterius itu tidak diusahakan utk di deskripsikan -- yg tidak akan pernah akan mungkin utk dideskripsikan. Tetapi kita bisa mempelajari hukum-hukumNya (yang tercermin dalam alam ini, dan disebut "Dharma") yang dituangkan dalam bentuk metodikal , sebagai suatu cara utk melnghantarkan ke pintu gerbang Perjumpaan dengan ITU secara langsung.
Semoga pertanyaan anda terjawab.
Salam,
Betsy
Last edited by betsyII on Thu Apr 20, 2006 6:50 pm, edited 1 time in total.
Berikut ini ada postingan yang mungkin bisa menambah wawasan sdr semua tentang kehidupan spiritual dari sudut pandang seorang Kristiani.
From: tuhan allah <tuh4n@...>
Date: Thu Apr 20, 2006 11:40 am
Subject: Re: aduh ini apaan sih? katanya mau belajar Dharma.....
Rekan Suwarno yang baik,
Salam Kasih dan Tuhan Memberkati,
Sorry ikut nimbrung ya…
Dulu saya juga berpikir bahwa kebenaran hanya ada pada suatu kelompok atau golongan, ternyata anggapan saya keliru
Kita memilih salah satu keyakinan karena kecocokan saja… dan inilah yang menjadikan Paulus menjadi seorang Umat Kristiani.
Untuk mengatasi penderitaan dan jalan menuju lenyapnya penderitaan… ehem..Maaf ya, bukan hanya ada di Buddhism saja.
Saya melihat banyak cara dan tergantung dari pelaksanaan / praktek spiritual individu masing-masing.
Dalam buddhistme anda mengenal melepas/tidak melekat dan hidup berkesadaran. [Tentunya basenya adalah sila-samadhi yg membuahkan panna] [Cmiiw]
Dalam ajaran Kristen adalah berpasrah diri kepada Tuhan lihat uraian dibawah.
Dalam ajaran Islam Dikenal dengan ajaran Tasawuf
Dalam ajaran hindu dikenal dengan konsep atman
Pada puncak pejalanan spiritual adalah SAMA
Yang membedakan adalah konsep, dogma dan persepsi kata-kata
Menurut Santo Yohanes Salib (St. John of the Cross), ketika orang mendekat kepada Allah, ia harus masuk ke dalam keadaan "malam gelap gulita", "awan tanpa pengetahuan" (the cloud of unknowing) sebelum akhirnya muncul cahaya illahi.
Perjalanan mistik Kristen pada umumnya dimulai dengan "mati terhadap diri, ini disebut jalan api penyucian. Di sini si pejalan mistik mengalami "malam gelap gulita jiwa", di mana Allah perlahan-lahan dan secara menyakitkan membersihkan jiwa si pejalan mistik, agar siap menerima cahaya Illahi. Si pejalan harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah; ini termasuk melepaskan kelekatan kepada SEMUA yang dianggapnya berharga, termasuk kelekatan kepada pengetahuan, kepercayaan, agama, pengalaman dll. Menurut ungkapan William Law: "Satu-satunya cara yang benar untuk mati terhadap diri sendiri tidaklah menginginkan sel, biara atau ziarah, melainkan jalan kesabaran, kerendahan hati, dan penyerahan kepada Allah." (The Spirit of Love, Bagian 1) Si pejalan mengalami proses introversi, di mana segala ingatan dan gambaran yang pernah dipegangnya erat-erat harus dikesampingkan untuk membuka mata visiun batin dan siap menerima kehadiran Allah.
Bahkan ada mistikus Kristen yang menekankan sifat Allah yang "mutlak tidak mungkin dikenal". Mereka berkata bahwa perjumpaan yang sejati dengan apa yang transenden berarti melampaui segala sesuatu yang bisa kita sebut tentang Allah--bahkan Trinitas--dan sampai kepada 'Allah di atas Allah', suatu Kegelapan atau Kegersangan Illahi, yang di situ semua pembedaan-pembedaan berakhir. Pelopor mistik Kristen negatif ini adalah Dionysius Aeropagite, yang tidak suka menggunakan kata "Tuhan", mungkin karena istilah itu telah memperoleh begitu banyak konotasi antropomorfis yang tak layak. Ia membedakan antara "Hakikat Ketuhanan [Godhead] yang super-esensial" dengan semua istilah-istilah positif yang bisa dikenakan terhadap Tuhan, bahkan juga Trinitas. (The Divine Names, bab 13). Menurut Dionysius, semua kata dan konsep manusia tentang Tuhan tidaklah memadai dan tidak boleh diambil sebagai deskripsi akurat tentang realitas yang sebenarnya berada di luar lingkup kita. Bahkan kata "Tuhan" itu sendiri keliru, sebab Tuhan berada "di atas Tuhan", sebuah "misteri yang melampaui wujud." (lihat buku "Sejarah Tuhan", Karen Armstrong, hal. 179, PT Mizan)
Di Barat, tradisi mistik Kristen negatif ini berkembang di wilayah Rhine. Menurut Meister Eckhart, bahkan 'kebaikan' dan 'eksistensi' adalah "tabir-tabir" yang "menutupi Allah sesungguhnya". Ia mengajak para pendengarnya untuk mendobrak tabir-tabir itu menuju hakikat Allah sebenarnya dengan berseru: "Marilah kita berdoa kepada Tuhan supaya kita bebas dari Tuhan, supaya kita bisa melihat dan bersukacita di dalam kebenaran abadi yang di situ malaikat yang tertinggi dan seekor lalat dan suatu jiwa adalah sama." (German Sermons, 52) (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 1994, jilid 16 hal. 334)
Salam
Paulus
Sdri Betsy,
Terima kasih atas penjelasan anda yg panjang lebar, penjelasan anda mengingatkan saya tentang penemuan Seorang India tentang adanya GOD SPOT diotak Manusia Yg menimbulkan rangsangan sesaat pada manusia akan kebutuhan suatu pegangan spiritual. Saya tidak ingat lagi pernah baca dimana tentang ini, Namun kira kira sama seperti penjelasan anda tentang Gaya Misterius dan Raw Experiences. Dan di milis Indopubs hal inipun pernah dibahas sekitar th 2000 oleh sdr Mardi Pangestu, saya mencoba untuk mretrieve filenya namun belum ketemu.
Ngomong ngomong tentang presepsi Tuhan dalam Agama Samawi saya koq mendapat kesan Tuhan adalah kejam dan juga biadab. Entahlah mungkin otak dogol saya tidak bisa mencernakannya. Saya sependapat dengan anda bahwa kita tidak bisa membatasi dengan definisi tentang ITU.
OK Bets anyway thanks a lot for your respons.
With Best regards
From Aki Somad.
Terima kasih atas penjelasan anda yg panjang lebar, penjelasan anda mengingatkan saya tentang penemuan Seorang India tentang adanya GOD SPOT diotak Manusia Yg menimbulkan rangsangan sesaat pada manusia akan kebutuhan suatu pegangan spiritual. Saya tidak ingat lagi pernah baca dimana tentang ini, Namun kira kira sama seperti penjelasan anda tentang Gaya Misterius dan Raw Experiences. Dan di milis Indopubs hal inipun pernah dibahas sekitar th 2000 oleh sdr Mardi Pangestu, saya mencoba untuk mretrieve filenya namun belum ketemu.
Ngomong ngomong tentang presepsi Tuhan dalam Agama Samawi saya koq mendapat kesan Tuhan adalah kejam dan juga biadab. Entahlah mungkin otak dogol saya tidak bisa mencernakannya. Saya sependapat dengan anda bahwa kita tidak bisa membatasi dengan definisi tentang ITU.
OK Bets anyway thanks a lot for your respons.
With Best regards
From Aki Somad.
Seperti sudah saya kemukakan juga di atas , bahwa interpretasi manusia terhadap Gaya Misterius itu tidak terlepas dari konsep2, believe, intention dan budaya yang berada pada orang / kelompok itu.Somad wrote:Ngomong ngomong tentang presepsi Tuhan dalam Agama Samawi saya koq mendapat kesan Tuhan adalah kejam dan juga biadab.
Sebuah bangsa yang terus menerus terlibat dalam peperangan, maka kala mengalami Perjumpaan, ia akan menterjemahkannya dalam suatu konteks peperangan juga. Kita bisa lihat dari pelajaran sejarah, bahwa agama2 padang pasir memang bersifat eksklusif, keras dan monolithik, aura dominasi sangat kuat -- berbeda dengan agama2 'forest religion' di Timur yg lebih lunak, pervasif, dan mementingkan keharmonisan. Hal itu barangkali disebabkan oleh karena alam di daerah Timur Tengah yang gersang itu hanya sedikit mencerminkan variasi, dan iklim persengketaan antar etnis sangat kuat sekali -- berbeda dengan kondisi dimana munculnya forest religion. Kondisi2 tersebut pada akhirnya membentuk character bangsa itu yg pada akhirnya mewarnai interpretasinya tentang hubungannya dengan Gaya Misterius itu. Karakter dominan dari agama2 itulah yang menjadikannya agama besar dunia -- bukan karena faktor diberkahi oleh Gaya Misterius itu -- melainkan karena memang karakter dominasi dari agama itu sendiri dimana mereka tak segan-segan menggunakan kekuatan kekerasan dan politik yg tersulam dalam latar belakang dari historisitas agama tersebut.
Oleh karena itu, dalam memahami suatu agama, kita perlu menyaring ajarannya untuk mendapatkan 'kejiwaan' di dalam kitab itu dengan melihat konteks sejarah dan budayanya. Kita perlu memurnikan emas dari bebatuan dan kandungan mineral lainnya.
Hal pertama yang perlu disadari adalah bahwa kitab2 suci itu bukan begitu saja jatuh dari langit, ataupun ditulis dengan bantuan 'mahluk' yang tidak mungkin bisa salah. Kitab2 tersebut hanyalah sekedar catatan manusia tentang imannya / pengalaman religiusnya dalam berhubungan dengan Gaya Misterius itu berdasarkan konteks pada masa itu. Inspirasi kebatinannyalah yang harusnya kita petik, dan bukan mewarisi keterbelakangan paradigma maupun melanggengkan konflik2 di masa lalu di sana (muatan2 historis) untuk dibawa ke masa kini disini.
Salam,
Betsy
Benar juga yah, dan yg merumuskan konsep apakah itu perorangan ataupun institusi tidak sadar bahwa butir butir konsepnya terkadang sangat kontraditive satu dengan lainnyabetsyII wrote: Seperti sudah saya kemukakan juga di atas , bahwa interpretasi manusia terhadap Gaya Misterius itu tidak terlepas dari konsep2, believe, intention dan budaya yang berada pada orang / kelompok itu.
Nampaknya ketidak dewasaan karena terpengaruh lingkungan sangat dominan mewarnai image yg ditimbulkan. And pretending they had a good images dan direstui oleh Gaya Misterius. Ini menurut saya amat tragis sekali dan diperparah dengan timbulnya ekses fanatisme!Sebuah bangsa yang terus menerus terlibat dalam peperangan, maka kala mengalami Perjumpaan, ia akan menterjemahkannya dalam suatu konteks peperangan juga. Kita bisa lihat dari pelajaran sejarah, bahwa agama2 padang pasir memang bersifat eksklusif, keras dan monolithik, aura dominasi sangat kuat -- berbeda dengan agama2 'forest religion' di Timur yg lebih lunak, pervasif, dan mementingkan keharmonisan. Hal itu barangkali disebabkan oleh karena alam di daerah Timur Tengah yang gersang itu hanya sedikit mencerminkan variasi, dan iklim persengketaan antar etnis sangat kuat sekali -- berbeda dengan kondisi dimana munculnya forest religion. Kondisi2 tersebut pada akhirnya membentuk character bangsa itu yg pada akhirnya mewarnai interpretasinya tentang hubungannya dengan Gaya Misterius itu. Karakter dominan dari agama2 itulah yang menjadikannya agama besar dunia -- bukan karena faktor diberkahi oleh Gaya Misterius itu -- melainkan karena memang karakter dominasi dari agama itu sendiri dimana mereka tak segan-segan menggunakan kekuatan kekerasan dan politik yg tersulam dalam latar belakang dari historisitas agama tersebut.
Absolutely agreedOleh karena itu, dalam memahami suatu agama, kita perlu menyaring ajarannya untuk mendapatkan 'kejiwaan' di dalam kitab itu dengan melihat konteks sejarah dan budayanya. Kita perlu memurnikan emas dari bebatuan dan kandungan mineral lainnya.
In other words kitab di rekayasa untuk disesuaikan dengan Raweperiences yg di alami. dan justru amat sulit dalam mengerti kandungannya, karena perlu mengerti konteks masa lalu disamping perlu adanya penyesuaian paradigma kita.Hal pertama yang perlu disadari adalah bahwa kitab2 suci itu bukan begitu saja jatuh dari langit, ataupun ditulis dengan bantuan 'mahluk' yang tidak mungkin bisa salah. Kitab2 tersebut hanyalah sekedar catatan manusia tentang imannya / pengalaman religiusnya dalam berhubungan dengan Gaya Misterius itu berdasarkan konteks pada masa itu. Inspirasi kebatinannyalah yang harusnya kita petik, dan bukan mewarisi keterbelakangan paradigma maupun melanggengkan konflik2 di masa lalu di sana (muatan2 historis) untuk dibawa ke masa kini disini.
OK Bets well done and thanks again for your response. My apology for my responses sound a bit negative.
Best regards,