Islam: agama damai, kebebasan, toleransi. Betulkah?

Forum ini berisi artikel2 terjemahan dari Faithfreedom.org & situs2 lain. Artikel2 yg dibiarkan disini belum dapat dicakupkan kedalam Resource Centre ybs. Hanya penerjemah sukarelawan yang mempunyai akses penuh.
Post Reply
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Islam: agama damai, kebebasan, toleransi. Betulkah?

Post by ali5196 »

Islamic concepts misunderstood by Westerners.6/5/2011
http://www.faithfreedom.org/articles/op ... esterners/


Kalau anda berkali-kali dengar orang mencoba meyakinkan anda bahwa Islam percaya pada perdamaian, kebebasan dan toleransi ... kata-kata itu memiliki arti yang berbeda dari arti lazimnya.

KEBEBASAN
Di Barat atau dunia NON-Muslim pada umumnya, istilah KEBEBASAN digunakan untuk menggambarkan hak2 individu, hak berpolitik dan hak sipil.

Menurut Thomas Jefferson, kebebasan adalah: “Rightful liberty is unobstructed action according to our will within limits drawn around us by the equal rights of others.” [Kebebasan tulen adalah tindakan yang sesuai dgn kemauan kita yang tidak dibatasi kecuali oleh batas2 yang ditetapkan disekeliling kita oleh hak orang lain yang sederajad dengan kita.]

Dilanjutkannya: “Saya tidak akan menambahkan ‘dalam batas2 hukum’ karena hukum sering hanyalah wadah kemauan seorang tiran dan selalu begitu jika melanggar hak2 individu.”

Definisi Jefferson adalah bahwa semua orang memiliki hak sama dan sederajad dan bahwa semua hukum yang tidak bersifat tiranis harus diberlakukan secara sama kepada semua warga tanpa kecuali.

TAPI kata KEBEBASAN artinya berbeda dalam Islam. Baca yahhh ... kafir2 culun dan muslim2 ktp yang merasa paling tahu islam! :snakeman:

Definisi kebebasan atau “hurriyya” dalam “Encyclopedia of Islam” menggambarkan sebuah keadaan cinta illahi yang tidak bisa disamakan dengan arti kebebasan dalam pengertian Barat/NON-Muslim. Kalau dalam benak Barat, kebebasan berarti kemerdekaan berpikir seorang individu, kebebasan ala Islam adalah ''pengakuan hubungan esensial antara Tuhan, sang master, dan budak2 manusiaNya yang secara total tergantung padaNya.“

Ibn Arabi, seorang akademisi Sufi terkenal, mendefinisikan kebebasan sebagai “dalam keadaan perbudakan sempurna kepada Allah”.

Dengan kata lain, kebebasan ala Islam adalah KEBEBASAN DARI KEKAFIRAN. Bukan kebebasan untuk berpikir sesuai dengan jiwa nurani ala non-Muslim. Khan budak tidak bisa, tidak boleh dan tidak mau berpikir bebas. Gitu loh... ngerti sekarang?

Apakah kita perlu waswas? JELAHAHAHAASSS!!!

Menurut jajak pendapat, Pew report (2010): 84% penduduk Mesir setuju dengan hukum mati bagi murtadin Islam dan persentase yang lebih besar (90%) setuju dengan kebebasan beragama. NAH LOH! Bingung gak tuh??? 90% setuju kebebasan beragama tapi 84% setuju hukuman mati bagi murtadin? Kok bisa?? :shock:

Dalam benak non-Muslim, ini seperti lidah bercabang dua. Kalau anda suka bunuh murtadin, maka tidak mungkin anda percaya pada kebebasan beragama. Kalau anda suka kebebasan beragama, tak mungkin anda akan bunuh murtadin. Kontradiksi khan? Ya nggak?

TAPI menurut benak Islamiyah, hal ini sama sekali bukan kontradiksi karena yang dimaksud dengan “kebebasan beragama” ala Islam adalah KEBEBASAN UNTUK BERAGAMA ISLAM SAJA, dengan kata lain “kebebasan dari kekafiran.”

Jadi, kalau dalam benak NON-Muslim, kebebasan berarti hak untuk melakukan apa yang kau mau, dalam benak Muslim kebebasan berarti 'hak untuk mempraktekkan Islam secara penuh' yang berarti implementasi penuh syariah (termasuk segala elemen diskriminatif terhadap non-Muslim, wanita dsb.

CATATAN: Muslim jelas ingin kebebasan dari penguasa diktator mereka (yang sering tidak Islami) seperti yang kita lihat dalam pergolakan Timur Tengah (2011). Tapi ini tidak berarti bahwa mereka ingin kebebasan yang sama yang diinginkan NON-Muslim.


PERDAMAIAN/KEDAMAIAN/PEACE

Perspektif NON-Muslim: “damai” berarti orang2 dari berbagai SARA (suku, agama, ras) bisa hidup dalam keharmonisan karena memiliki tujuan yang sama dan oleh karena itu berada dalam keadaan damai, yi tidak dalam keadaan ketakutan.

Perspektif Islam menurut Ibrahim Sulaiman, “Jihad tidak kejam, walau memang diperlukan kekerasan dan pertumpahan darah, karena tujuan utamanya adalah kedamaian yang dilindungi dan ditingkatkan oleh syariah.” ](*,)

Prof. Dr. Mahmoud Zakzouk dalam bukunya “On Philosophy Culture and Peace in Islam” (available as pdf) membahas konsep damai dalam Islam dalam satu bab penuh. [/i]Ia berbicara tentang “jalan menuju kedamaian/path to peace” dan “jalan lurus menuju kedamaian/straight path to peace”. Keduanya merujuk kepada solat Fatihah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka [Muslim]; bukan (jalan) mereka yang dimurkai [Yahudi] dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat [Kristen]. Oleh karena itu, pandangan Professor Islam itu adalah bahwa ‘damai’ hanya bisa ditemukan lewat Islam.

MohammedIslam.org, mengutip hadis Sahih Bukhari [http://mohammedislam.org/philosophy.html] menulis: “In Islam peace is advocated as a divine quality to be pursued in order to achieve the state of felicity that we were in paradise, man’s former dwelling/Dalam Islam, damai adalah kualitas ilahi yang harus diraih guna mencapai keadaan bahagia bahwa kami di surga, tempat bernaung manusia dulu.” Jadi, damai hanya datang dari Allah yang menurut Quran adalah “musuh orang-orang KAFIR” Q2:98:99 dan yang “kebencian terhadap mereka [non-Muslim] lebih besar dari kebencian terhadap diri sendiri.” Q 4:10 (?). Juga Q3:85: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya …”

Ini memunculkan pertanyaan: Kalau Allah penuh kebencian dan musuh non-Muslim dan tidak menerima agama selain Islam, apakah Allah akan memberikan “damai” pada non-Muslim?

Yah, jelas TIDAK lahh yauuuwww !

JADI, kebebasan dan kedamaian dalam Islam, hanya bisa dicapai jika ISLAM MENJADI SATU2NYA AGAMA DI DUNIA.
Q8:38. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi[610] sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".

Q8:39. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah[612]. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
[611]. Maksudnya: gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam.
[612]. Maksudnya: Menurut An-Nasafi dan Al-Maraghi, tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama yang batil.



Apakah Non-Muslim perlu khawatir? Iya lah yauuwwww!

Mengingat konsep 'damai'nya Muslim amat sangat berbeda dgn konsep yang dimengerti non-muslim, ini berarti bahwa Muslim berDUSTA saat mereka berbicara tentang 'kedamaian.'

Jadi, kalau ada Muslim yang bersikeras bahwa “Islam is a religion of peace”, maksudnya adalah bahwa Islam bertujuan untuk menyeret semua orang kedalam lingkupnya, bahkan dengan cara2 kekerasan sekalipun.

Dengan kata lain, seorang Muslim memang tulus “mencari kedamaian” sambil mencoba menjatuhkan negara2 non-Muslim yang belum diperintah lewat syariah, dan ia tidak akan ragu2 menggunakan kekerasan sesuai dengan sunah rasulullah SAW (sex after war). :axe:


TOLERANSI

Islam jelas toleran. Saking tolerannya Islam, orang2 yang tidak bersedia masuk Islam, diijinkan menjadi kaum dhimmi/Zhimmi, atau warga yang dilindungi (baca: warga kelas dua).

Dijaman kalif Umar (lihat Pakta Umar), dhimmi hanya berlaku bagi kaum Ahlul Kitab, Yahudi dan Kristen dan kadang, kaum Zoroastrian. Orang2 yang beragama diluar itu, Hindu misalnya, sama sekali tidak diberi pilihan untuk jadi dhimmi. Langsung ditebas habis saja! Tapi untuk praktisnya dengan lewatnya jaman, konsep dhimmi juga diberlakukan kepada kelompok2 non-Muslim lainnya. Dan dijaman sekarang, tanpa pakta/kontrak tertulispun, praktek pen-dhimmian terus berlangsung terhadap non-Muslim.

Pakta Umar ini bertujuan untuk mendiskriminasi non-Muslim dan menegakkan superioritas Muslim atas kaum dhimmi. Ini bisa dilihat dari pembukaan Pakta Umar tsb yang dimulai dengan kata-kata: “kondisi2 yang memastikan berlangsungnya penghinaan, degradasi dan kerendahan status mereka.” Malah Pakta Umar mencakup ayat tentang ''sandera'':

“JIka kami [the non-Muslim] melanggar salah satu janji ini maka kami akan maka janji perlindungan bagi kami [Dhimmah] putus dan ANDA (MUSLIM) BERHAK MELAKUKAN APAPUN PADA KAMI SESUAI DENGAN APA YANG DIPERBOLEHKAN TERHADAP ORANG YANG MEMBANGKANG DAN MEMBERONTAK.”

Jadi, jika satu orang dhimmi saja dianggap melanggar perjanjian (seperti yang pernah terjadi di Mesir, remaja lelaki Kristen memacari perempuan Muslim,
seluruh desa sang lelaki Kristen dibakar habis), maka SEMUA dhimmi menjadi obyek balas dendam Muslim. Jadi, semua dhimmi merupakan ''sandera'' bagi yang lain.

Juga perlu dicatat bahwa “pembangkang dan pemberontak” akan menjadi orang yang berada diluar perlindungan hukum sehingga bisa dibunuh, diperkosa, diperbudak dengan mudah oleh Muslim manapun.

Untungnya tidak semua pemimpin Muslim memiliki nyali untuk memberlakukan ketentuan dhimmi ini, karena ini hanya akan merusak mata pencaharian Muslim. Muslim juga yang rugi kalau sumber pajak jizyah dan budak2 non-muslim mereka dibunuhi semua.

Tapi ini tidak berarti bahwa hukum bagi dhimmi telah berubah. Ini semua tergantung pada seberapa kuat kadar Islami seorang pemimpin. Ini mengakibatkan ketidakpastian dan kekhawatiran kaum2 dhimmi yang tidak pernah bisa memastikan bgm penguasa atau massa Muslim akan bereaksi kalau terjadi sebuah 'pelanggaran' dhimmah.

Menurut fiqh (yurisprudensi Islam), konsensusnya adalah bahwa setiap kritik terhadap Islam, Quran dan Mohammad atau mengadakan hubungan seksual dengan wanita Muslim atau melukai/membunuh Muslim melanggar dhimmah dan menjadikan seluruh populasi dhimmi diberlakukan sebagai “pembangkang dan pemberontak”.

Belum lagi kewajiban membayar Jizyah yang menurut pakar Islam terkemuka, Maududi, “Yahudi dan Kristen harus dipaksa membayar jizyah untuk mengakhiri independensi dan supremasi mereka sehingga mereka tidak bisa tetap menjadi penguasa dan pemilik negeri.” (Mawdudi, S. Abul A’la, The Meaning of the Qur’an, 1993 edition), vol 2, page 183. )

Jizyah macam ini sudah pasti dalam jumlah yang tinggi, jumlah yang bisa menghancurkan punggung non-muslim. Okay, Muslim bilang, ahhh ini fair kok, khan Muslim tidak perlu bayar zakat Islam yang jumlahnya 10% dari pendapatan. Fair gimana? Dan seperti kata istri imam mesjid 911 di New York yang di CNN bilang dengan manisnya bahwa 'pajak ini khan demi perlindungan non-Muslim yang juga dibebaskan dari wajib militer. Muslim khan tidak dibebaskan dari wajib militer. Jadi enak lohh jadi non-muslim di negara Muslim...'

Lidah manis berbau anyir: Mengapa islam harus menarik pajak berdasarkan agama seseorang, yang satu lebih tinggi dengan yang lain dan mengapa seorang non-Muslim tidak boleh membangun karirnya di militer hanya karena dia tidak memeluk Islam? Kalau ini bukan diskriminasi, ini apa dong, jeng Daisy?

Inikah toleransi Islam toh, jeng?

Menurut Maududi, akademisi modern, tujuan jizyah adalah MEMISKINKAN KAUM non-Muslim; jadi pajak itu, menurut Maududi, jelas TIDAK FAIR dan MEMBERATKAN dan MENGHINA.

Menurut AL-HEDAYA Vol. II a Hanafi Sharia manual, jizyah “harus diambil dengan cara menghina dan mematikan … [sebagai] bentuk lain dari penghancurkann”. Bagian pertama sesuai dengan Q9:29. Yang kedua, penolakan pembayaran jizyah bagi yang tidak mampu sekalipun akan dianggap sebagai pelanggaran dhimmah dan si pelaku akan dianggap sebagai kafir “harbi”.

Ghevond, Kristen Armenia abad 8 menulis tentang jizyah yang ditetapkan para penguasa Abbasid: “seluruh masyarakat negeri ini, dihancurkan dengan pajak2 tinggi … yagn tidak mampu kena hukum cambuk, digantung atau tubuhnya ditindas dengan mesin penekan atau ditelanjangi…”

Di abad 14, sistim Janissari dan dervishim, pajak jizyahnya berupa penyerahan anak2 lelaki Kristen kepada tentara Ottoman, sementara anak2 perempuan dijadikan bagian dari harem/budak sex Sultan dan konco2nya. Sedap!

Kaum dhimmi juga tidak punya hak berpolitik dan hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki hak apapun dalam kasus melawan Muslim. Non-Muslim bunuh atau melukai badan/perasaan Muslim, si non-Muslim tidak akan mendapat perlindungan hukum apapun.

Jadi, inilah bentuk TOLERANSI Islam. Islam akan toleran pada non-Muslim, menjamin keamanan badan/harta/beribadah (ini juga dalam batas2 tertentu) asal mereka mau dijadikan warga kelas dua/dhimmi dengan hak2 yang jauh lebih kecil sesuai dgn yang disyaratkan Islam.

TOLERAN SEKALI, bukan? Sementara Muslim dinegara non-Muslim memiliki hak2 berpolitik, bersosial, beribadah dsb yang sama sederajad dgn non-Muslim, non-muslim jangan sekali2 berani menuntut macam2 sesuai dengan hak azasi manusianya di negara Muslim.

Non-Muslim perlu khawatir? Ya Iyalah yaaauwwww!!

PERSAMAAN DERAJAD/EQUALITY

Islam/syariah tidak percaya pada persamaan derajad. Islam dari sononya memiliki hirarki kekuasaan: Lelaki Muslim selalu berada diatas, disusul dnegan wanita Muslim yang menurut syariah juga menjadi warga negara keals dua karena tidak boleh memiliki suara politik, harus patuh pada suami dan dalam hal intelektualitas/waris/ibadah hanya dianggap 1/2 nilainya dari lelaki Muslim.

Pada tingkat ketiga adalah budak2 muslim dengan divisi seksual yang sama, dan lalu disusul dengan kaum dhimmi dan budak non-muslim.

Kata Sheikh Muhammed al-Munajjid dalam “Islam Q and A forum” http://www.islamqa.com/en/ref/1105 :

“Mereka yang megnatakan bahwa Islam adalah agama sama derajad/religion of equality telah berdusta terhdp Islam. Islam adalah agama keadilan, yaitu ISLAM MEMBERLAKUKAN DENGAN SAMA MEREKA YANG BERDERAJAD SAMA DAN MEMBEDAKAN MEREKA YANG BERBEDA … Islam tidak menganggap wanita dan lelaki sederajad karena ini hanya akan menghasilkan ketidakadilan bagi salah satunya.”

Ingat bahwa ''ketidakadilan” dalam Islam adalah sesuatu yang dianggap ''tidak sah.'' Lupakan konsep hukum alami, apalagi persamaan derajad dalam Islam, oleh karena itu wanita Muslim dibebani dengan se-abreg kewajiban yang lebih berat dari lelaki. Contoh: ketidakharmonisan dalam rumah tangga selalu akan disalahkan pada pihak wanita. Pemerkosaan selalu disalahkan pada pihak wanita dan hal-hal seperti krismon sampai ke tsunami sudah pasti salahnya wanita yang tidak soleh [atau Yahudi]!

Namun wanita Muslim tetap keukeuh merasa bahwa Islam mempromosikan 'persamaan derajad.' Sudah pasti yang mereka maksudkan bukan persamaan hak, peran dan tanggung jawab.

Menurut womeninislam.ws:
“Persamaan derajad antara wanita dan lelaki dimungkinkan dan masuk akal karena mereka keduanya manusia dengan otak yagn sama, jantung, paru2 dsb. Tapi dilain pihak, persamaan derajad antara lelaki dan wanita tidak mungkin dan ABSURD karena perbedaan fisik, mental, emosional dan psikologis, kemampuan dan naluri.”

Jadi persamaan derajad yang tulen bukan sesuatu yang perlu dicapai, malah menanggapnya sebagai tidak mungkin, sebuah dusta dan malah, haram. hus

NAHH.. perlu khwatirkah non-Muslim? YO'III!!

Islam tidak mengakui persamaan derajad yang melampaui jurang orientasi gender atau seksual. Islam memiliki hirarki status yang ketat dan didefinisikan secara religius (Muslimin; Muslimah; budak Muslim, lelaki dan wanita; dhimmi, budak non-Muslim, harbi). Kesemuanya sama dan sederajad DALAM SETIAP GRUP HIRARKI MASING2: sesama Muslimin sederajad, sesama Muslimah sederajad, sesama budak Muslim lelaki sederajad, sesama budak Muslim wanita sederajad, sesama dhimmi sederajad, sesama budak non-Muslim sederajad dan sesama harbi sederajad. Itulah persamaan derajad dalam Islam.

Jadi fren, lain kali kalau ada kafir idiot atau Muslim KTP yang mengaku bahwa Islam adalah agama damai, kebebasan, mempromosikan persamaan derajad, toleransi, jangan percaya mentah-mentah dan berikan artikel ini padanya.

OKAY fren?
:supz: :supz:
Post Reply