Buku: Bagaimana Peradaban akan Mati dan Islam Juga

Post Reply
walet
Posts: 5858
Joined: Wed Feb 11, 2009 4:52 am
Contact:

Buku: Bagaimana Peradaban akan Mati dan Islam Juga

Post by walet »

Image
Cover Buku Bagaimana Peradaban akan Mati dan Islam Juga

Berisi tentang bagaimana angka kesuburan negara Islam menurun drastis dan bahkan paling drastis sepanjang sejarah.
Dibahas juga arti dari Arab Springs.

http://www.amazon.com/How-Civilizations ... 59698273X/

Ada yg mau terjemahkan?

Klik Alternatif Diskusi Kalau FFI Terblokir
Faithfreedom Wordpress
Mirror Rss Feed
Faithfreedom forum static
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Menurunnya Populasi Bangsa Timur

Post by Adadeh »

Saya hanya menerjemahkan bagian yang ada hubungannya dengan dunia Islam saja. Itu pun tidak semuanya.
--------------------------------

Bagian 1
Menurunnya Populasi Bangsa Timur


Bab 1 – Menutupnya Rahim Muslim


Jika musim dingin (masa sukar) secara perlahan merayap mempengaruhi demografi (struktur populasi) dunia Barat, maka embun beku (masa yang lebih sukar lagi) telah melanda dunia Islam. Eropa telah mengalami masa dua ratus tahun perubahan dari tingkat kesuburan tinggi daerah terpencil ke kesuburan rendah dunia industry. Di lain pihak, Iran, Turki, Tunisia, dan Aljeria mengalami penurunan kesuburan yang sama dalam waktu dua puluh tahun saja. Menurunnya kesuburan populasi dunia Muslim dalam waktu singkat itu tentu akan mengundang konsekuensi tragis.

Dunia Muslim sekarang mengalami penurunan populasi yang paling cepat sejak pencatatan populasi pernah dilakukan dalam sejarah. Para ahli demografi tercengang. “Di sebagian besar dunia Islam, penurunan kesuburan secara mencengangkan telah terjadi,” kata Hania Zlotnik, kepala bagian riset populasi PBB, di konferensi tahun 2009. [1]
[1] These ratios are based on the Elderly Dependency Ratio calculated by the model of the United Nations World Population Prospects 2010 revision, assuming constant fertility. The model is available at http://esa.un.org/unpd/wpp/unpp/panel_indicators.htm.

Bayangkan saja tabrakan kereta api: bagian depan kereta menabrak penghalang, dan kereta² di belakangnya saling bertumbuk bagaikan akordion. Demografi di Iran, Turki, Aljeria, Tunisia, dan negara² Muslim lainnya digerakkan oleh “lokomotif” masyarakat yang berusia remaja dan duapuluhan. Mereka umumnya lahir dari keluarga yang beranak enam atau tujuh. Tapi “lokomotif” ini telah menabrak tembok demografi: generasi muda ini hanya punya satu atau dua anak saja. Di masa ini generasi muda Muslim, yang menggalang pemberontakan Arab tahun 2011 atas alasan politik dan ekonomi, akan menghasilkan generasi berikutnya yang berjumlah lebih sedikit lagi.

Saat ini lebih banyak terdapat orang² Iran di usia pertengahan duapuluhan daripada kelompok umur lainnya. Tapi kelompok orang muda ini tidak menghasilkan keturunan. Wanita Iran berpendidikan usia 25 tahun saat ini mungkin dulu dibesarkan di keluarga beranak enam atau tujuh, tapi wanita ini nantinya hanya punya satu anak saja. Ini tentu akan mengakibatkan bencana. Saat ini terdapat sembilan orang Iran yang berusia produktif bagi setiap warga uzur yang tak produktif lagi. Di tahun 2050, saat populasi Iran itu mencapai usia pensiun, akan terdapat lebih banyak orang Iran di usia pertengahan 60-an dibandingkan golongan usia lainnya – ini berarti tujuh warga uzur bergantung pada sepuluh warga Iran produktif. Iran menghasilkan uang $4.400 per kapita, atau sekitar 1/10 GDP (Gross domestic product = tingkat pertumbuhan ekonomi per tahun) AS, dan kebanyakan penghasilan Iran datang secara langsung atau tak langsung dari minyak dan gas alam – keduanya semakin lama semakin habis.

Sudah terlambat sekarang untuk mencegah penurunan populasi. Wanita Iran usia 25 tahun tadi menikah di usia remaja dan punya beberapa anak di usia 20-an. Putrinya menunda kehamilan, atau tidak pernah hamil sama sekali, dan menghabiskan masa suburnya untuk menempuh pendidikan dan bekerja, itu pun jika dia bisa mendapat pekerjaan – menurut Pemerintah Iran, ¼ generasi muda Iran tidak punya kerjaan, dan angka sebenarnya mungkin lebih tinggi lagi.

Populasi uzur juga bahkan mendatangkan masalah bagi negara² kaya yang punya sistem pensiun yang besar. Bagi negara² miskin yang hanya memiliki cadangan sosial primitif, populasi uzur merupakan bencana besar.

Dunia Muslim juga akan mengalami musim dingin demografi yang terjadi di dunia industri, tapi dengan perbedaan yang besar: negara² industri Barat cukup mampu menahan benturannya, tapi negara² Muslim tidak. Dengan GDP per orang sebesar $30.000 di tahun 2009, Eropa cukup kaya untuk menyokong masyarakat uzurnya – dengan cara berkorban, menghemat, dan pemindahan sebagian masyarakat. Mesir dan Indonesia punya kurang dari 1/10 GDP per kapita Eropa. Aljeria, sama seperti Iran, memiliki $4.400 per kapita, sedangkan Pakistan hampir $1.000 per kapita – hampir separuh masyarakat Pakistan hidup dari $1 atau kurang per hari. Bahkan di Turki, negara Islam yang memiliki ekonomi modern, hanya menghasilkan $8.000 per kapita, atau 1/4 GDP Eropa.

Di akhir abad ini, dengan asumsi kesuburan yang sama, populasi produktif (usia 15 sampai 59 tahun) di Eropa Barat akan turun sebanyak 2/5, dan di Eropa Timur dan Asia Timur sebanyak 2/3. Populasi produktif AS akan bertambah banyak ¼. Negara² Eropa yang paling tak subur akan melihat populasi mereka turun 40% - 60% dalam abad ini.

Hal ini merupakan keterangan yang jarang disampaikan saat ini. Merosotnya populasi di seluruh dunia industri mengancam ekonomi dunia dan stabilitas politik. Eropa Timur, terutama Rusia, sudah menghadapi lingkaran kematian demografi. Saat populasi masyarakat produktif turun di kebanyakan dunia industri, masyarakat uzur yang tergantung pada orang lain akan menjadi masyarakat terbanyak di populasi Eropa dan Asia Timur. (Tapi jumlah masyarakat uzur ini hanya 2/5 di AS.) Ekonomi dan penghasilan pajak merosot sedangkan biaya pensiun dan kesehatan membumbung tinggi. Cendekiawan yang berpidato tentang turunnya populasi AS seharusnya dihukum kerja paksa setahun di badan PBB. Dari seluruh masalah biaya pensiun masa depan dan kesehatan di masa depan, AS tetap akan punya masyarakat produktif yang menanggung beban masyarakat uzur. Bagian dunia lainnya tidak punya cukup tenaga kerja untuk menanggung masyarakat uzur. Musim dingin demografi berarti hancurnya keuangan dan kekacauan sosial.

Tapi yang lebih mencengangkan daripada merosotnya demografi negara² industri Eropa dan Asia Timur adalah cepatnya negara² Muslim menyusul hal yang sama dan bahkan di beberapa kasus mengalami kehancuran kesuburan yang paling besar. Kesuburan populasi dunia telah turun mencapai dua anak per wanita di paruh abad terakhir – dari 4,5 anak per wanita menjadi hanya 2,5 saja. Kesuburan di dunia Muslim telah merosot dua atau tiga kali lebih cepat dibandingkan rata² dunia. Penurunan kesuburan drastis telah melanda Arab, Persia, Turki, Malaysia, dan Muslim Tenggara. Tingkat kesuburan populasi Iran berkurang enam anak per wanita, Turki berkurang lima anak per wanita, Pakistan berkurang lebih dari tiga anak per wanita, Mesir dan Indonesia berkurang empat anak per wanita.


Merosotnya Kesuburan Populasi Negara² Muslim Jauh Lebih Cepat Dibandingkan Rata² Dunia Lain
Sumber: Divisi Populasi PBB
Image
Syafa bilang Islam adalah agama yang paling berkembang saat ini? Faktanya malahan umat Islam adalah umat yang paling cepat musnah dalam beberapa dekade ke muka. Hihii... Allahuakbar!!

Kebanyakan negara² Islam tidak punya dana pensiun masyarakat atau sistem kesehatan. Kaum uzur tergantung pada anak² mereka di usia tua. Para Muslim usia 60 dan 70 tahun punya beberapa anak usia produktif. Di Iran, Turki, dan Aljeria, kebanyakan orang uzur punya satu atau dua anak di pertengahan abad ini. Eropa sudah mulai kewalahan mengurus populasi uzur dan memenuhi tuntutan yang semakin banyak untuk biaya pensiun dan perawatan kesehatan. Dalam 40 tahun mendatang, rata² usia populasi Eropa hanya akan bertambah dari 40 ke 46 tahun. Di kebanyakan negara² Muslim, usia rata² saat ini berkisar dari remaja ke akhir 20 tahunan – tapi di tahun 2050, jumlah itu bisa naik ke 40 tahun atau lebih. Banyak negara² Muslim terbesar yang akan juga mengalami krisis geriatrik Eropa dalam waktu 1 ½ generasi saja.

Di tahun 2070, beberapa negara Muslim akan memiliki jumlah masyarakat uzur yang lebih banyak dibandingkan Eropa Barat. Dengan begitu, beban ekonomi relatif akan jauh lebih besar di negara² Muslim yang banyak memiliki masyarakat uzur.

Populasi di Atas 65 Tahun, Eropa vs. Negara² Muslim Tertentu
Sumber: Divisi Populasi PBB (Low Variant Scenario)
Image

Masalah yang paling banyak mempengaruhi tingkat kelahiran negara² Muslim biasanya adalah satu hal: literasi. Literasi (melek baca tulis) merupakan pintu yang memisahkan masyarakat tradisional dan modern. Saat para Muslimah bisa membaca, jumlah anggota keluarga jadi merosot jauh. Literasi menjelaskan terjadinya penurunan 60% kesuburan di dunia Muslim.

Di seluruh dunia Muslim, para Muslimah yang berpendidikan universitas punya jumlah anak yang sama seperti wanita Eropa berpendidikan sama. Begitu Muslimah mendobrak kekangan masyarakat tradisional, mereka hanya ingin punya anak satu saja dan kadangkala dua, dan jarang sekali tiga atau empat – wanita² ini hampir tidak pernah punya anak enam atau tujuh. Hubungan ini tetap terjadi saat kita bandingkan tingkat kesuburan di negara² Muslim yang berbeda atau membandingkan kesuburan wanita dalam berbagai tingkat pendidikan yang berbeda di negara yang sama, seperti yang nanti bisa kita lihat di data negara Iran dan Turki.

Juga ada faktor² lain: Bangladesh lebih gencar promosi penggunaan konstrasepsi (alat cegah hamil) dibandingkan negara² tetangganya. Karena itu, jumlah anak per wanita berkisar tiga saja, padahal tingkat literasi mereka hanya 38%. “Ada perbedaan nyata antara Pakistan dan tetangga mereka yang lebih miskin, Bangladesh,” begitu tulis sosioligs Eric Kaufmann. “Para ketua agama Islam di Pakistan telah lama menolak keras pembatasan anak dibandingkan para agamawan Bangladesh, yang tidak begitu terpengaruh ideologi fundamental Islam.” [2] Tidak banyak pengaruh apakah pemerintah² Muslim mendukung atau menolak kontrasepsi. Pakistan memiliki tingkat literasi yang sama seperti Bangladesh, dan wanita² Pakistan hanya punya satu anak lebih banyak dibandingkan kebanyakan wanita² Bangladesh; angka kesuburan Pakistan adalah empat anak dan ini sesuai dengan dugaan perbandingan taraf literasi. Negara² Muslim yang masih memiliki Muslimah yang melahirkan anak sampai tujuh atau delapan adalah negara² yang paling miskin dan paling buta huruf: Mali, Niger, Somalia, dan Afghanistan.
[2] Jared Diamond’s 2005 book, Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed, blames exhaustion of resources and environmental damage.

Faktor lain adalah praktek agama, yang berhubungan dengan literasi. Semakin sering Muslim mengunjungi mesjid, semakin besar pula kemungkinan mereka punya keluarga besar, begitu menurut World Values Survey (WVS) – meskipun data yang tersedia berasal dari sejumlah kecil negara. Sepertiga dari 88% warga Turki yang bisa membaca tidak pernah mengunjungi mesjid, begitu menurut poll WVS, juga seperempat dari 82% warga Iran yang bisa membaca tidak pernah mengunjungi mesjid (laporan terakhir menunjukkan jumlah pengunjung mesjid jauh lebih sedikit lagi) – dan tingkat kesuburan kedua negara ini sudah begitu rendah sehingga tak mampu menghasilkan generasi lebih lanjut dalam jumlah sama. Keadaan sangat berbeda dengan Mesir, di mana hanya seperlima warga Mesir tak pernah mengunjungi mesjid, dan dengan begitu tingkat kesuburan mereka lebih tinggi, yakni sekitar 3 anak per wanita. Di Mali yang buta huruf, hanya 3% warga yang tak pernah mengunjungi mesjid – dan angka kesuburan naik jadi 5,5 anak per wanita.

Dunia Muslim terperangkap diantara dua titik ekstrim. Sebagian negara – Pakistan, Bangladesh, dan Mesir – punya separuh populasi yang buta huruf. Populasi ini mempertahankan cara hidup di dunia persukuan, di mana angka kesuburan tinggi. Tapi negara² ini tidak mampu memberi makan separuh masyarakatnya yang buta huruf, apalagi memberi mereka pekerjaan; dan tingginya kemiskinan parah dan ancaman kelaparan mengakibatkan kelabilan sosial. Di titik ekstrim yang lain, negara² yang melek huruf – Iran, Turki, Tunisia, dan Aljeria – menghadapi kegagalan sosial yang menghancurkan, dalam bentuk keluarga yang serba kekurangan dan sedikit punya anak.

Modernitas telah menyerang masyarakat Mesir pada organ yang paling rentan – organ inilah yang seharusnya menjamin kemenangan Islam terhadap dunia Barat: RAHIM. Tapi kerapuhan ini tidak berarti membuat negara² Muslim jadi kurang berbahaya. Sewaktu negara² Eropa cenderung bersikap pasif karena mengetahui mereka tak akan mendapatkan apapun dari sikap agresif, sebaliknya Iran malah bersikap sangat agresif karena tak punya apapun yang berharga.


Demografi dan Rasa Putus Asa

Para pemimpin Muslim menunjukkan sikap panik saat mengetahui demografi mereka merosot jauh lebih cepat dibandingkan Eropa. Presiden Iran dan Turki, Mahmoud Ahmadinejad dan Tayyip Erdogan, keduanya memperingatkan negara² mereka bahwa mereka bisa lenyap dalam satu generasi saja. Kebanyakan media berbahasa Inggris tak peduli akan hal ini, tapi media berbahasa Turki dan Persia membahasnya. Perasaan hampir mati yang melanda dunai Muslim membuat negara² ini menjadi berbahaya dan sangat tak stabil. Resiko nyata bagi keamanan dunia bukanlah kebangkitan Islam secara perlahan oleh meningkatnya demografi Muslim, tapi keadaan yang labil, bobroknya sosial, dan sikap agresif karena putus asa.

“Mereka ingin memusnahkan negara Turki,” kata PM Turki Tayyip Erdogan di tahun 2008. “Inilah yang benar² ingin mereka capai!” Yang dimaksud dengan “mereka” oleh Erdogan dalam pidatonya pada para wanita di Usak adalah siapapun yang mendorong para wanita Turki untuk tidak punya anak. Turki sudah berada dalam perangkap demografi. Jumlah angka kelahiran merosot sangat pesat, dan populasi uzur bertambah jauh lebih cepat dibandingkan Iran. Erdogan berkata pada para wanita itu, “Agar masyarakat kita tetap muda, kalian masing² harus punya anak paling sedikit tiga.” Tapi anjurannya tak digubris. “Erdogan meminta wanita untuk punya tiga anak, tapi permintaan kontrasepsi malah semakin meningkat di pasar,” begitu kata akademis Turki terkemuka. Dari data rendahnya kesuburan Turki, Erdogan mengira adanya konspirasi untuk menghancurkan Turki. “Jika keadaan tidak berubah, di tahun 2038 kita akan hancur,” begitu katanya di bulan Mei, 2010.

Erdogan memang benar: masa depan negara Turki sangat suram. Masalah demografi bukannya tanpa jalan keluar, tapi Islamisme yang diterapkan Erdogan tidak bisa menembusnya. Tingkat kesuburan Turki saat ini sudah jauh di bawah taraf pengganti generasi berikut dan serupa dengan Eropa. Keadaan yang sama juga terjadi di Iran dan seluruh dunia Muslim: para wanita Turki yang berpendidikan dan literal punya anak satu atau dua, sedangkan para wanita Anatolia, Turki Timur, yang jauh di tempat terpencil punya anak sampai empat. Bagi Turki, hal ini merupakan ancaman. Musuh besar Turki adalah bangsa Kurdi, yang menguasai seperlima negara itu dan telah berjuang selama puluhan tahun untuk merdeka. Di pertengahan abad ini, 2/5 populasi total Turki dan mayoritas militer adalah orang Kurdi.

Ahmadinejad di Iran memperingatkan negaranya bahwa Iran akan hancur karena rendahnya angka kelahiran. Di tanggal 10 September, 2010, Ahmadinejad mengumumkan dalam rapat di propinsi Alborz,
“Punya dua anak merupakan resep pemusnahan negara, dan tidak bisa menyelamatkan negara … Kebanyakan data terakhir menunjukkan hanya ada 18 anak dari setiap 10 pasutri Iran dan ini merupakan peringatan serius bagi generasi sekarang … Inilah yang salah dari dunia Barat. Pertumbuhan populasi negatif akan menyebabkan kita punah. Sikap kita yang menerima saja keadaan ini menunjukkan kita berada di jalur yang salah. Sikap lebih suka makan banyak daripada punya anak merupakan sikap pemusnahan ras sendiri.” [3]

Website berbahasa Persia Javan Online mengutip Ahmadinejad dan juga sosiologis Majid Abhari, yang memperingatkan adanya “gelombang raksasa masyarakat uzur” karena “merosotnya kesuburan” di beberapa dekade terakhir, dan mengakibatkan “turunnya jumlah tenaga kerja dan tingginya asuransi sosila dan ongkos kesehatan karena begitu banyak orang yang uzur.”
[3] Rob Banks, “Suicide Contagion,” Indigenous Health Research, CDU, http://www.cdu.edu.au/newsroom/origins/ ... tagion.pdf.

Tabrakan Kereta Api Ala Iran: Perkiraan Populasi 2010 vs. 2050
Sumber: Divisi Populasi PBB (Constant Fertility)
Image
Bukannya ngurusin populasinya yang semakin musnah, para Mullah Iran malahan sibuk berusaha membunuh kafir AS & Yahudi dengan senjata nuklirnya. Rupanya moto mereka adalah: "Karena gw pasti bentar lagi musnah, mending ajak kafir sebanyak mungkin untuk ikut ke alam baka."

Javan menyebut faktor² yang memerosotkan kesuburan: “meningkatnya pendidikan bagi kaum wanita, bertambahnya pekerjaan bagi kaum wanita, membaiknya fasilitas kesehatan dan rancangan keluarga, penundaan usia nikah, peningkatan perceraian, perubahan pandangan akan keluarga di budaya dunia, dan perubahan struktur keluarga, dan urbanisasi.” Akibat dari angka kesuburan yang rendah termasuk “turunnya jumlah tenaga kerja, meningkatnya populasi uzur, lemahnya kekuatan negara di dunia internasional, tenaga ahli meninggalkan Iran karena tak ada kesempatan kerja yang layak, masalah² psikologi anak.”

Di bulan November 2010, Presiden Ahmadinejad menuntut para gadis Iran menikah di usia 16 tahun dan menghasilkan banyak anak. Seperti yang disampaikannya pada majalah Pemerintah Jam-e Jam, “Anak laki sebaiknya menikah di usia 20 tahun dan anak perempuan usia 16 – 17.” [4] Selama bertahun-tahun Ahmadinejad menuduh konspirasi Barat mengakibatkan turunnya angka kelahiran Iran. Di tahun 2006 dia mengumumkan populasi Iran harus berlipat ganda: “Aku menentang anggapan dua anak saja cukup. Negara kita punya banyak kapasitas untuk membesarkan anak. Negara ini punya kapasitas mengurus 120 juta orang. Pihak Barat itulah yang bermasalah. Karena populasi mereka negatif, mereka jadi khawatir populasi kita bertambah, dan kita akan menang atas mereka.”
[4] Laurence J. Kirmayer et al., “Suicide Among Aboriginal People in Canada,” The Aboriginal Healing Foundation Research Series, 2007, http://www.ahf.ca/downloads/suicide.pdf, p. xv.

Tapi para wanita Iran malahan bertindak berlawanan dari apa yang diminta Ahmadinejad. Di tahun 2006, ketika dia pertama kali menuduh Barat berencana mengosongkan populasi negerinya, para wanita Iran punya anak rata² dua orang. Di tahun 2010, angka kesuburan mereka malah melorot jadi 1,7 anak per wanita. Masyarakat Persia hanyalah separuh populasi Iran – selebihnya adalah masyarakat berbahasa Turki yakni Axeris, Kurdi, Arab, dan Baluchi – dan angka kesuburan mereka lebih rendah. Di pusat² kota besar Iran, angka kelahiran bahkan lebih rendah lagi. Di Teheran, angka kesuburan adalah 1,5 anak per wanita.

Ahli demografi tidak pernah melihat keadaan ini sebelumnya. Di penelitian tahun 2008 yang berjudul “Pendidikan dan Penurunan Angka Kesuburan Tercepat di Dunia terjadi di Iran,” sebuah tim ahli demografi Eropa dan Iran di International Institute for Applied Systems Analysis menjelaskan,
Sensus analisa pertama terhadap Iran tahun 2006 menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan 1,9 di seluruh negara dan hanya 1,5 di Teheran (yang berpopulasi 8 juta orang) … Penurunan dalam TFR [total fertility rate = taraf kesuburan total] sebanyak lebih dari 5.0 dalam dua dekade merupakan rekor dunia dalam merosotnya kesuburan. Hal ini lebih mengejutkan para pengamat ketika mengetahui bahwa hal ini terjadi pada salah satu masyarakat yang paling Islamiah. Keadaan ini memaksa peneliti untuk mempertimbangkan hubungan agama dengan kesuburan. [5]
[5] Christina Lamb, “Rising suicides cut a swath through Amazon’s children,” Telegraph, November 19, 2000, http://www.telegraph.co.uk/news/worldne ... ldren.html.

Pendidikan berperan penting pada kehancuran kesuburan Iran, demikian kesimpulan para peneliti. Seperti yang telah kita lihat, literasi berhubungan langsung dengan taraf kesuburan di berbagai negara Muslim. Di setiap negara Islam di mana data tersedia, pola yang sama terus terjadi: pendidikan berpengaruh pada tingkat kesuburan dalam masyarakat di setiap negara.

Seorang ibu Iran yang punya anak tujuh di tahun 1960-an atau 1970-an hanya mengenyam pendidikan SD saja atau mungkin lebih kurang lagi. Di tahun 1980-an, wanita² buta huruf Iran punya anak hampir lima orang. Wanita² yang berpendidikan SD punya anak sekitar 3, 5. Yang lulus SMA punya anak dua. Tapi wanita² Iran yang berpendidikan universitas hanya punya anak 1,3 saja, sama dengan para wanita Eropa Barat. Semakin banyak wanita Iran yang mengenyam pendidikan, pengamat menyimpulkan, semakin sedikit pula anak yang mereka hasilkan. Tingkat kesuburan pada setiap tangga pendidikan juga semakin rendah, dan angka kesuburan secara keseluruhan akhirnya ambruk.

Sedikit jumlah wanita Iran yang buta huruf terdapat di propinsi Baluchistan – dan mereka masih punya tujuh anak per wanita, dan yang berpendidikan SD punya empat anak. Tanpa ada hubungan dengan rezim Islam, para wanita Iran merupakan wanita yang paling tinggi pendidikannya di dunia Islam. Pemerintahan sekuler Syah Iran yang lalu menerapkan begitu banyak usaha untuk meningkatkan pendidikan di tahun 1970-an dan 1980-an, dengan target menghapuskan buta huruf di tahun 1985. “Pasukan Literasi” mengijinkan para pemuda lulusan SMA untuk mengajar anak² membaca sebagai alternatif wajib militer, dan sebanyak 200.000 pemuda dengan sukarela ikut bagian dari kegiatan ini. [6] Ayatollah Khomeini tidak berhasil menghentikan gerakan literasi yang dilakukan Syah.
[6] John Noble Wilford, “Languages Die, but Not Their Last Words,” New York Times, September 19,2007, http://www.nytimes.com/2007/09/19/scien ... guage.html.

Menurunnya Populasi Bangsa Timur
Menurunnya Populasi Bangsa Timur Mirror
Mirror Rss Feed
Faithfreedom forum static
1234567890
Posts: 3862
Joined: Sun Aug 09, 2009 2:31 am

Re: Buku: Bagaimana Peradaban akan Mati dan Islam Juga

Post by 1234567890 »

bisa dimengerti kenafa muhammad dari dulu gak suka wanita sekolah

ngurangin stok muslim bomber

kalau wanita sekolah dan pinter dan sibuk bekerja, muslim ga bisa ber"cocok tanam" seenak otongnya
Post Reply