Page 1 of 4

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri Jan 13, 2012 5:03 pm
by ali5196
http://www.amazon.com/Influence-Animism ... 0766177122
http://www.scribd.com/jules_moon_1/d/78 ... m-on-Islam

I Islam dan Animisme
II Animisme in the Creed and the Use of the Islamic Rosary (animisme dalam syahadat dan tasbih Islami)
III Animistic Elements in Moslem PRayer(elemen2 animisme dalam solat2 Islam)
IV Hair, finger-nails and the hand (rambut, kuku dan tangan)
V the 'Agiga Sacrifice (korban 'Agiga)
VI The Familiar Spirit of Qarina
VII Jinn
VIII Pagan Practices in Connection with the Pilgrimage
IX Magic and Sorcery (Perdukunan dan penyantetan)
X Amulets & Sorcery (amulet dan santet)
XI Tree Stone & Serpent Worship (pemujaan batu pohon dan ular)
XII The Zar: Exorcism of Demons (pengusiran setan)

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Sun Apr 08, 2012 12:15 am
by anne
PENGANTAR

Baik dari sudut pandang agama maupun budaya, Animisme adalah “akar utama yang menghujam jauh kedalam serat-serat kepercayaan umat manusia.” Semua agama besar dunia memperlihatkan jejak animisme pada lapisan bawah permukaan keyakinan mereka dan tak satupun kecuali Kristen (walau tidak sepenuhnya) yang telah mencabut benih liar tahyul/klenik yang tumbuh tersebut. Dalam buku ini kami menunjukkan bagaimana Islam muncul di tanah Pagan dan mempertahankan banyak kepercayaan kuno Arab, yagn tidak sesuai dengan klaim monoteisme hebatnya. Kemanapun agama Islam menyebar, ia memperkenalkan tahyul/klenik kuno atau mengadopsi yang baru.

Hasilnya, animisme merasuk kedalam keseluruhan ritual dan akidah Islam. Islam yang dianut dari Tangier hingga Teheran sudah bercampur dengan ratusan tahyul yang banyak diantaranya telah kehilangan makna aslinya, namun masih mengikat dengan rasa takut akan setan-setan, sihir dan tenung serta penyembahan pada mahluk (dan bukan penciptanya). Sebagaimana Hinduisme populer berbeda total dengan agama di kitab Veda, Islam populer sama sekali berbeda dari agama seperti yang tercantum dalam buku sucinya. Tujuan kami dalam bab-bab berikut ini adalah memperlihatkan bagaimana animisme berbaur dengan teisme Semitik di Asia dan Afrika.

Penyebaran Islam yang cepat di Afrika dan Malaysia, kami yakin, sebagian besar karena karakter animistiknya. Agama-agama primitif memiliki titik kesamaan dengan Islam yang saling tarik menarik. Islam mencoba untuk menghapuskan animisme tapi jatuh terjerembab dan justru ditelan animisme. Reformasi Islam, bila hal tersebut dimungkinkan, a marus dimulai dari sini. Orang yang mempelajari Islam tidak akan pernah memahami masyarakat ini, kecuali ia mengetahui keyakinan aneh serta praktek setengah pagan mereka. Para missionaris seharusnya tidak hanya tahu namun juga bersimpati.

Buku ini dapat membantu proses itu. Selagi membaca halaman-halaman buku ini, kita tidak boleh lupa bahwa, bahkan di Mesir dan India, lebih dari 94% penduduk buta huruf, dan karena itu tidak ada agama lain yang sepopuler Islam.

S.M. ZWEMMER
diperiksa ali5196 :prayer: :prayer:

Posted: Sun Apr 08, 2012 11:34 pm
by ali5196
Trims anne, maap abah lagi belum bisa periksa yahh. nanti begitu sempat, ane kerjain deh! :finga: :finga: =D> =D> =D>

ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam

Posted: Fri Apr 20, 2012 10:28 pm
by anne
BAB II
ANIMISME DALAM SYAHADAT DAN PENGGUNAAN TASBIH


Membaca tafsir populer teks Quran yang mengacu pada malaikat, jin, iblis, takdir (nasib), serta banyak tradisi mengenai penciptaan jiwa serta perpindahannya, kita melihat bahwa dunia pemikiran Islam dan Animisme tidak berbeda. Bukan hanya dalam Islam populer: yakni dalam praktek magis/sihir (tinggi dan rendah), jimat (kalung), jimat untaian (gelang), benda-benda gaib, persegi sihir, pohon-pohon suci, dsbnya, namun juga dalam literatur suci Islam kita temukan diabadikannya kepercayaan dan praktek pagan. Pengakuan iman terpendek dari semua agama monoteis, yakni Kalimat (rukun iman) itu sendiri menjadi bagian dari magis, dan setidaknya dalam tiga dari enam bagian pernyataan kepercayaan ortodoks ini kita temukan ajaran dan interpretasi animisme:
1. Beriman pada Allah subhanahu wa taala.
2. Beriman pada malaikat.
3. Beriman pada kitab-kitab suci.
4. Beriman pada nabi-nabiNya.
5. Beriman pada hari kiamat.
6. Beriman pada takdir baik dan buruk/jahat.

Doktrin Allah, termasuk didalamnya penggunaan nama-nama dan atributNya untuk tujuan magis. Doktrin malaikat tidak hanya mencakup setan-setan namun juga ketakutan dan pemujaan terhadap jin, persis seperti dalam Paganisme. Kepercayaan akan kitab-kitab suci sbg wahyu di dalam Islam populer, hampir merendahkannya setara bibliomancy (penggunaan ayat2 Quran untuk tujuan magis/klenik) dan bibliolatry (pemujaan terhadap buku itu sendiri). Tidakkah para fellahin (petani) Mesir mengambil sumpah mereka diatas kitab al-Bukhari? Para Nabi, terutama Sulaiman dan Muhammad, melakukan hubungan dengan setan-setan dan jin. Menurut Quran dan tradisi, manusia diciptakan dengan ego ganda (double ego) atau dua jiwa (Qarina) persis seperti dalam mitologi pagan. Kepercayaan terkait hubungan antara tubuh dan jiwa setelah kematian, serta doktrin metempsychosis (peralihan jiwa ke tubuh lain setelah meninggal) menyerupai kepercayaan Animisme. Mereka percaya bagaimana roh meninggalkan tubuh; manfaat menguburkan dengan cepat; pengajuan pertanyaan oleh dua malaikat di kubur; kunjungan/ziarah ke kuburan serta penyajian persembahan di kuburan; semua ini bercampur dengan praktek pagan yang menemukan kesamaannya dalam Animisme. Akhirnya keseluruhan eskatologi Islam adalah campuran yang aneh antara Yudaisme, Kristen dan Paganisme.

Image

Amulets, abad ke-11, Fatimid, ayat Quran dengan tulisan kufic. Simbol bintang lazim disebut “Solomon’s seal”(cap/lambang Sulaiman)

Image

Talisman of a magic square and patterns to enable a woman to control her husband

Beberapa praktek yang didasarkan pada pengakuan iman ini akan kita ulas lagi nanti; disini kita batasi pembahasan kita pada penggunaan Quran, pengakuan iman dan tasbih dengan cara yang dikutuk oleh pengakuan iman itu sendiri: ‘Tidak ada tuhan selain Allah’ – namun bukuNya, nama-namaNya, atribut dasarNya digunakan sebagai jimat-jimat melawan setan dan jin atau sebagai benda gaib yang mendapat penghormatan seakan mereka itu sang pencipta itu sendiri. Setiap misionaris paham bahwa benda Quran itu sendiri dalam Islam populer dipercaya sebagai benda yang memiliki kekuatan gaib. Bukan hanya karena buku ini punya asal-usul abadi dan digunakan untuk tujuan mistis, namun hanya orang-orang yang suci secara ritual boleh menyentuhnya. Surat-surat tertentu memiliki nilai khusus untuk melawan roh-roh jahat. Hal ini terkait dengan Tradisi, misalnya bahwa ‘barangsiapa membaca surah 105 dan surah 94 Quran saat sholat subuh tidak akan pernah sakit gigi!’ Inilah salah satu alasan mengapa kedua surah ini, yakni surat ke-105 ‘Gajah’ dan surat ke-94 ‘Bukankah Telah Kami Lapangkan’ hampir secara universal dipakai untuk sholat subuh.

Pada upacara pemakaman mereka selalu membaca surat ‘Ya-Sin’; dan kemudian karena takut akan jin dan roh, juga membaca surat ‘Jin.’ Orang hanya perlu membaca surat terakhir tersebut disertai tafsirnya untuk melihat betapa pentingnya doktrin tersebut dalam Islam populer. Dikatakan bahwa obat untuk sakit kepala adalah ayat ke-13 dari surat yang disebut ‘Al-An’am’ atau ‘Sapi’ yang berbunyi, ‘His is whatsoever dwells in the night or in the day: He both hears and knows’ ‘Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada pada malam dan siang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’ Terhadap perampok di malam hari, dengan membaca surat ‘At-Taubah’ (Pengampunan), dst..dst.1. Tidak ada agama yang sedemikian banyak menggunakan kitab sucinya dengan cara magis seperti Islam. Kita bukan hanya menemukan bibliolatry, namun juga bibliomancy. Ini mungkin didasarkan pada Yudaisme. Kita ketahui bahwa Yahudi menggunakan Taurat untuk tujuan proteksi dan dengan cara magis sebagaimana Islam. Ketika seseorang sakit berat, Pentateukh dibuka, dan nama pertama yang terbaca ditambahkan ke nama pasien untuk mengalihkan sasaran roh jahat. 2

Image

A Persian-Koran Amulet
The famous verse used against the evil-eye is in the center (68:51-52);
the Throne or kursi verse (2:256) is on the margins;
the four declarations, chahar 'qawl (suras 109, 112, 113, and 114)
are in the marginal corners and inside circles;
and 'Ali is pictured with his sword, dhu'l-faqar, at the top.


Terjemahan: ayat terkenal yang digunakan lawan santet (mata setan) ada di pusat; ayat kursi ada pada tepi dan keempat surat (109 dsb) ada pada tepi2 dan didalam lingkaran; dan Ali digambarkan dengan pedangnya, zulfikar, diatas.

Image

Talisman yang biasa digantung di rumah-rumah di Indonesia

Sebagaimana umat Islam dewasa ini menggunakan nama-nama Tuhan dan surat-surat khusus sebagai ‘obat/penyembuh’ demikian pula bangsa Yahudi di Pengasingan. Ayat-ayat berikut dalam tulisan aslinya, Ibrani, digunakan sebagai jimat-jimat:

Genesis


1:1 Untuk membuat diri sendiri jadi tak terlihat (S. Z. 32a).

1I:1-5 (Hanya huruf-huruf terakhir saja) Untuk membingungkan pikiran orang (M. V. 25); untuk menjaga dari kecemaran (S. Z.lib); dan untuk tujuan-tujuan lain ("Cat. Anglo-Jew. Hist. Exh." No. 1874; Schwab).

21: Untuk mempermudah kelahiran (M. V.59).

24:2 Saat menggunakan divining rod (ranting bercabang mendeteksi air) (M. V.80).

25:14 Meredakan tangisan anak-anak (M. V.64).

32:31 Menghidari bahaya dalam perjalanan (M. V.34).

49:18 Mempersingkat perjalanan seseorang (M. V.23); saat berbaring di kamar (M. V.80).

Exodus


XI: 7 Untuk melindungi dari anjing galak. (Agar lebih aman, si pengelana disarankan membawa sebuah tongkat kokoh juga, yang diangkat sambil berkata, “Ia memiliki, baik ayat/posuk dan juga tongkat/stecken” untuk melindunginya dari segala sisi.)

11:8 Untuk mempermudah kelahiran (M. V.59).

15:2 Untuk mempersingkat perjalanan seseorang (A'. V.24).

15:16 Untuk mempersingkat jalan (M. V.23); untuk memastikan keselamatan di pengadilan (M. V. 32); menghadapi rasa takut (M. V. 65).

17:16 Menghentikan pendarahan (M. V.45).

22I:17 Saat berbaring di kamar (M. V.91).

33:23 Menghadapi sihir (M. V.41).

34:6 Mempersingkat jalan (M. V.23).
Leviticus

1:1 Sama (M. V.23).

Numbers

11:2 Mnghadapi kebakaran (M.V.10, 11; S.Z. 27).

11:12 Melawan kuasa jahat (M. V.41).

23:23 Saat berbaring di kamar (M. V.91).

Deuteronomy


6:4-9 Menghadapi deman (M. V.50).

33:4 Saat mengantar anak-anak ke sekolah (S. Z. 30b).

Masih ada sejumlah besar ayat yang diambil dari kitab Mazmur untuk tujuan yang sama dan digunakan sebagai jimat. Namun, yang paling sering adalah penggunaan nama-nama Tuhan dan malaikat.

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri Apr 20, 2012 10:49 pm
by anne
Quran tidak hanya dianggap umat Islam yang terbaik dari semua buku, namun kata-kata penting Allah yang ada di dalamnya abadi dan tidak diciptakan. Pada mulanya ditulis oleh Allah sendiri pada Mushaf yang Terpelihara (Lauh al-Mahfudz), kemudian diturunkan dalam lembaran-lembaran (suhuf) ke langit terendah pada malam Al-Qadr dimana lembaran ini dijaga di sebuah tempat yang disebut Rumah Mulia (Beit-ul-‘Izza). Dari sini mereka disampaikan pada Muhammad sesuai keperluan situasi dalam pewahyuan.

Apa yang dikatakan Professor Hurgronje mengenai umat Islam tak terpelajar di Sumatra berlaku pula untuk semua umat Islam tak terpelajar dan bahkan di kalangan umat Islam terdidik di Saudi Arabia dan Mesir:

“Buku ini pernah menjadi satu kekuatan mengubah dunia, namun sekarang hanya dilafalkan oleh para guru dan orang awam sesuai aturan tertentu. Aturannya tidak sulit, namun tidak pernah ada sumbangsih pemikiran untuk memaknai kata-kata di dalamnya; Quran dilafalkan semata-mata karena pelafalannya dipercaya membawa pahala. Pelafalan ayat Quran--dengan mengesampingkan cara pelantunan dalam nada sedemikian rupa–-yang jangankan oleh orang awam, bahkan oleh para ulama yang sudah mempelajari tafsirnya sekalipun, gagal menyadari apakah ayat-ayat yang sedang dibacanya berisikan perbuatan penuh dosa yang mereka dan para pendengarnya lakukan setiap hari, atau bahkan yang dilakukan saat upacara/ritual itu sendiri.

“Ayat-ayat yang menginspirasi penaklukan universal 13 abad lalu, berkembang tak lebih dari buku teks suci berirama, dimana kaum Muslim terdidik membuang sebagian waktu berharga di masa muda mereka, dan dilafalkan di sejumlah kesempatan seremonial dalam kehidupan setiap umat Islam.”
4

Di semua negara Islam, dalam peristiwa kelahiran, kematian atau pernikahan, Quran digunakan sebagai jimat. Diletakkan dekat kepala orang yang menjelang kematian, dan di kepala bayi baru lahir untuk mendapat keberuntungan. Dunia islam percaya bahwa bulan Safar dipenuhi dengan kejahatan dan orang boleh merasa sangat bersyukur ketika akhirnya mencapai Rabu terakhir bulan ini tanpa mengalami kecelakaan. Hari tersebut tidak dibiarkan berlalu begitu saja tanpa peringatan. “Di Aceh,” ungkap Hurgronje, “disebut Rabn Abeh, ‘Rabu terakhir.’ Banyak yang mandi di hari ini, penduduk pantai mandi di laut, lainnya di sungai atau di sumur. Dianggap baik bila air yang digunakan untuk mandi ini disucikan oleh kontak dengan ayat-ayat khusus Quran. Untuk tujuan ini, tengku di gampong membagikan pada semua orang yang meminta lembar-lembar kertas yang ia tulisi dengan tujuh ayat Quran dimana Allah memberikan salam (berkat atau damai) pada orang-orang tertentu. 5

Sudah menjadi kepercayaan umum di Arab bagian Timur bahwa jika Quran dibungkus dengan kulit kambing segar maka Quran tsb akan tahan api yang paling panas sekalipun dan tak selembar halamanpun hangus atau terbakar. Saya berulangkali ditantang melakukan percobaan ini, Injil vs Quran, sepanjang masa-masa awal tugas misionaris saya di Bahrain. Bahwa kesucian buku tersebut tidak hanya terbatas pada teks di dalamnya, namun meluas ke kertas dan tinta yang digunakan, jelas tampak dalam proses pengambilan sumpah. Di India, sehelai bulu babi diletakkan pada jari jempol yang kemudian ditekan/ditempel pada Quran, memungkinkan orang yang diambil sumpahnya untuk bersumpah palsu. Quran juga dapat digunakan untuk mengusir setan. Tidak ada roh jahat yang akan masuk ke ruangan dimana Quran diletakkan di bagian rak tertinggi—tempat kehormatan.

Kepercayaan bahwa Quran bisa mengusir setan paralel persis dengan praktek di Cina. De Groot menulis (‘The Religion of the Chinese,’ p.51): “Telah saya katakan bahwa karya-karya klasik adalah salah satu senjata terbaik dalam perang melawan hantu-hantu. Bahkan, walaupun itu hanya copy/salinan atau bagian atau lembaran, karya klasik adalah penangkal yang kuat serta obat mujarab untuk penyakit spiritual. Ditelusur hingga ke dinasti Han, tersebutlah berbagai contoh bagaimana manusia melindungi diri mereka sendiri terhadap bahaya dan nasib buruk dengan mengutip dari karya-karya klasik. Bahkan, tulisan-tulisan dan berbagai jenis ungkapan, sepanjang berstempel ortodoks, dianggap bisa menghancurkan hantu-hantu serta pengaruhnya. Kaum terpelajar, saat mereka sendirian dalam kegelapan, meyakinkan keselamatan mereka dengan mengutip karya-karya klasik; bila bayi-bayi menjadi gelisah karena kehadiran hantu-hantu, pasal-pasal dari karya klasik berfungsi sangat baik sebagai pe-ninabobok mereka.

Sekali lagi de Groot bicara mengenai almanak kekuatan magis (p.53): “Tidak ada rumah di China yang tidak memiliki salinan almanak, atau setidaknya judul halamannya dalam bentuk mini, dicetak dengan satu atau dua daun menempel padanya, berfungsi sebagai jimat, sesuai prinsip pars pro toto (sebagian mewakili semua) dan dijual di toko-toko seharga satu koin atau tunai. Jimat-jimat ini disimpan di tempat tidur, sudut-sudut rumah, lemari dan tempat-tempat semacam itu dan dikenakan di tubuh; dan tidak ada pengantin wanita yang saat pindah dari rumah orangtuanya ke rumah pengantin pria melupakan jimat dari judul halaman tersebut diantara berbagai benda pengusir roh jahat lain yang menjadi bekalnya untuk kesempatan seperti itu.”

Bagian-bagian dari ayat-ayat Quran dalam bentuk litograf (pada potongan logam/batu) berwarna, dijual untuk maksud yang sama di Kairo, Bombay, Singapore dan Madras. Kombinasi fantastik huruf Arab dan desain ukiran batu/logam tersebut menjadikan jimat tersebut lebih kuat. Manusia tak bisa memahaminya, namun setan-setan bisa

Image
Dalam pemakaian Tasbih (Subha) serta penyebarannya secara bertahap di seluruh dunia Islam, kita juga menemukan bukti tahyul Animisme. Menurut Dr. Goldziher: “Secara umum diakui bahwa penggunaan tasbih, yang diimpor ke dalam Islam, tidak diadopsi para murid Muhammad sampai abad ke-3 Hijriah (622M). Bagaimanapun, kisah berikut bisa dikutip terkait hal ini: ketika Kalif Abbasid, Al Hadi, (169-170 H) melarang ibunya, Chejzuran—yang mencoba memaksakan pengaruhnya untuk ambil bagian dalam urusan negara, ia menggunakan kata-kata berikut: ‘Bukanlah urusan perempuan untuk ikut campur dalam urusan negara; engkau harus mengisi waktumu dengan berdoa dan subha-mu.’”

Dari cerita ini, terlihat pasti bahwa di abad itu pemakaian subha sebagai instrumen ibadah merupakan hal umum hanya di kalangan kelas inferior dan tidak punya tempat di kalangan terpelajar. Ketika tasbih ditemukan diantara barang-barang milik seorang ulama sufi terkenal, Abu-l-Kasim al-Junaid (210-298 H), orang-orang menyerangnya karena menggunakan ini, walaupun ia termasuk golongan atas. Ia berkata, “Aku tak bisa menyerahkan benda yang membuatku lebih dekat pada Tuhan.” Tradisi ini melengkapi kita dengan fakta langka karena menunjukkan bahwa, di satu sisi penggunaan tasbih merupakan hal lazim, bahkan di kalangan atas, dan di sisi lain para penganut Islam melihat inovasi asing yang dilindungi para kaum alim ulama ini dengan rasa tidak senang. Bagi mereka itu adalah wasbia’a, yakni suatu inovasi tanpa pondasi dari sunnah Islam lama, dan akibatnya menimbulkan saling tidak percaya di kalangan ortodoks.

Bahkan di kemudian hari, ketika penggunaan tasbih dihentikan dalam waktu lama karena menimbulkan ketidakpuasan di kalangan Islam ortodoks, para kontroversialis yang berprinsip menyerang segala bentuk ‘inovasi,’ masih saja curiga, tak percaya akan segala sesuatu yang dianggap berlebihan. Namun, sebagaimana segala hal yang pada awalnya tidak ditoleransi dalam hal keagamaan, tasbih menyeruak dari ruang religius pribadi masuk jauh ke jantung mesjid-mesjid

Abu Abdullah Mohammed al-‘Abdari, yang meninggal 737 A.H., menulis sebuah karya yang terdiri dari 3 volume berjudul ‘Al-Madkhal,’ yang berisikan sejumlah besar hal-hal menarik tentang kehidupan pribadi masyarakat Islam, tahyul dan kebiasaan populer mereka; dan harus dipelajari oleh semua orang yang tertarik pada sejarah dan peradaban Islam di Timur. “Diantara berbagai inovasi tersebut,” tulis al-‘Abdari, “tasbih perlu diperhatikan. Sebuah kotak dibuat khusus untuk menyimpan tasbih; gaji diberikan kpd orang yang menjaga dan menyimpannya; dan bagi mereka yang menggunakannya untuk Zikr….Seorang Sheikh khusus ditunjuk untuk itu, dengan gelar Sheikh al-Subha, dan pelayannya digelari Khadim al-Subha. Inovasi ini cukup modern. Sang imam (mesjid setempat) ditugaskan untuk menekankan kebiasaan seperti itu karena berada di wilayah kekuasaannya.”

“Munculnya tasbih,” kata Goldziher, “serta cara bagaimana ia diadopsi oleh pengikut Sunnah, tidak bisa melewati Hadis. Saya yakin kisah berikut ini, dari buku berjudul ‘Sunan,’ yang ditulis abad ke-3, ada hubungannya dengan tasbih:
“Al-Hakam b. al-Mubarak atas otoritas Amr b. Jahja, yang mendengar ini dari ayahnya, yang pada gilirannya mendengar dari ayahnya: ‘Kami sedang duduk di depan pintu ‘Abdallah b. Masud, sebelum sholat subuh, karena kami punya kebiasaan pergi ke mesjid bersamanya. Suatu hari kami berjumpa dengan Abu Musa al-Ash’ari…dan segera setelahnya Abu ‘Abd al-Rahman datang. Kemudian Abu Musa berkata, ‘tadi, ya Abu Rahman, aku melihat di mesjid sesuatu yang aku tidak setujui, tapi sekarang, syukur kpd Allah, aku melihat kebaikannya.’ ‘Apa maksudmu?’ kata yang lain. ‘Jika kalian hidup cukup lama,’ jawab Abu Musa, ‘kalian akan tahu. Aku telah melihat di mesjid, orang-orang duduk membentuk lingkaran (kauman hilakan) menunggu saat sholat.

Tiap kelompok dipimpin oleh seorang pria dan mereka memegang di tangannya batu-batu kecil.

Pemimpin kelompok berkata pada mereka, ‘Ulangi 100 Takbir! 6 dan untuk seratus kali mereka melantunkan Takbir.

Kemudian ia berkata pada mereka, ‘Ulangi 100 Tahul!’ 7 dan mereka melafalkan Tailil sebanyak seratus kali.

Kemudian ia juga berkata, ‘Ulangi 100 kali Tasbih! 8 dan orang-orang yang berada dalam kelompok bersama-sama mematuhinya juga.’

Kemudian Abu ‘Abd al-Rahman bertanya, ‘Apa yang kau katakan ketika engkau melihat hal-hal ini?’ ‘Tidak ada,’ jawab Abu Musa, ‘karena aku pertama-tama hendak mengetahui pandangan dan perintahmu.’

‘Apakah engkau tidak mengatakan pada mereka bahwa akan lebih bermanfaat bagi mereka menghitung dosa-dosa mereka dan tidakkah kau katakan pada mereka bahwa pahala mereka tidak akan hilang?’

Lalu kami bersama-sama ke mesjid dan kami segera berpapasan dengan salah satu kelompok ini.

Ia berhenti di depan mereka dan berkata, ‘Apa yang kalian lakukan disini?’ Mereka menjawab, ‘Kami disini punya batu-batu kecil yang membantu kami menghitung Takbir, Tahlil dan Tasbih yang kami lafalkan.’

Namun ia menjawab mereka sbb, ‘Segeralah hitung dosa-dosamu dan pahalamu tidak hilang sedikitpun. Celakalah engkau, wahai umat Muhammad! Dengan tergesa-gesa kalian menuju kebinasaan. Para sahabat nabi masih banyak jumlahnya. Lihatlah baju-baju ini yang belum lagi buruk/berdebu, tempat-tempat minum belum lagi pecah; sesungguhnya demi dia yang memegang jiwaku di tangannya, apakah kamu berada di atas agama yang lebih mendapat petunjuk daripada agama Muhammad; atau sebenarnya kamu semua pembuka pintu kesesatan?’

Mereka berseru, ‘Demi Allah, wahai Abu Abd al-Rahman, kami hanya bermaksud baik!’

Dan ia menjawab mereka, ‘Ada banyak yang bermaksud baik, tapi tidak bisa mencapainya, kepada merekalah kata-kata Nabi ini: Ada kaum yang membaca Quran, namun menyangkali ajarannya, dan aku bersumpah demi Allah, aku ragu, barangkali kebanyakan mereka dari kalangan kamu,’
Tradisi-tradisi lain memperlihatkan pada kita nabi memprotes beberapa perempuan beriman yang menggunakan batu-batu kecil disaat mengucapkan kata-kata berulang itu (zikir), serta menganjurkan mereka menggunakan jari-jari untuk menghitung kata-kata tersebut. “Hendaklah mereka menghitung zikirnya dengan jari-jari mereka (ja’kidna bil anamil); karena pahala akan diambil dari mereka.”

Semua sindiran yang terdapat dalam tradisi ini menunjukkan ketidaksetujuan terhadap penggunaan tasbih. Penggunaan batu-batu kecil dalam ibadah tampaknya merupakan bentuk asli subha, persis dengan fungsi tasbih. Diriwayatkan bahwa Abu Huraira mengucapkan Tasbih di rumahnya dengan bantuan batu-batu kecil yang ia simpan dalam kantong (jusabbih biha). Dengarkan pula kata-kata Abdallah, putra Kalif Umar, yang ditujukan pada mereka yang menggerakkan batu-batu di tangannya saat sholat (juharrik al-Hasa Bijedihi), “Jangan lakukan itu, karena itu dibisikkan iblis.”

Tidakkah zikir pernah dihitung dengan cara ini sebelum tasbih ditemukan? Tidak dapat dipastikan. Bagaimanapun, sangat mungkin tradisi yang menentang kebiasaan ini bermula saat tasbih diperkenalkan kedalam Islam. Kaum Buddhis Tibet, jauh sebelum era Kristen, menggunakan rangkaian manik-manik, umumnya berjumlah 108 dan terbuat dari permata, katu cendana, kulit kerang, dan semacamnya sesuai status si pemilik. Apakah Islam mengadopsi penggunaan tasbih dari India selama penaklukan Islam masih belum pasti, namun tidak mustahil.

Mengenai penggunaan Rosario dlm agama Kristen, kita baca: “Kebiasaan mengucapkan doa ‘Bapa Kami’ secara berulang muncul dalam kehidupan biara di Mesir dimasa awal, dan dicatat oleh Palladius dan Sozomen. ‘Salam Maria’ atau ‘Ave Maria,’ di sisi lain, menjadi doa regular pertama kali di paruh kedua abad ke tujuh, walau baru di abad ke-13 diadopsi secara umum. Tambahan kata-kata Elizabeth, ‘dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.’ (Lukas 1:42), dan Salam Malaikat, ‘Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu’ (Lukas 1:28), pertama kali disebut sekitar tahun 1130; namun Uskup Odo dari Paris (1196-1208) menghendaki pengucapan doa Salam Maria bersama doa Bapa Kami dan Pengakuan Iman Rasuli sebagai kebiasan tetap Kristen.

Doa penutup, ‘Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.’ dikembangkan secara bertahap di abad ke-16, dan bahkan dianggap dewan Besancon (1571) sebagai kebiasan yang agak berlebihan namun saleh. Fakta-fakta memperlihatkan bahwa tradisi yang menganggap penemuan Rosario berasal dari Benedict of Nursia, Bede, atau Peter the Hermit, tidak dapat dipercaya, demikian pula tradisi serupa yang dipegang Ordo Dominikan yang mengatakan bahwa Dominikus menerima penglihatan dari Perawan Maria, yang memerintahkannya memperkenalkan penggunaan Rosario. Di saat yang sama Rosario awalnya merupakan bagian penting dalam tata ibadah Ordo Dominikan; walau munculnya pertama kali jauh setelah meninggalnya pendiri ordo; namun, walau beberapa praktek ibadah mungkin dipengaruhi oleh perkenalan antara Kristen Timur dengan Tasbih Islam, semua karakteristik pengucapan doa Bapa Kami, serta meditasi yang menyertainya hanya dapat dijelaskan dengan menerapkan ide-ide Kristen secara khusus.” 9

Tasbih dalam Islam saat ini digunakan untuk tiga tujuan berbeda: 1) untuk mengetahui kehendak Allah; 2) dan digunakan secara magis untuk kesembuhan. 3) Tujuan ketiga, disebut Istikhara. Ini terkait salah seorang istri Muhammad yang berkata, “Nabi mengajar kita Istikhara, yakni mengetahui apa yang terbaik, sebagaimana ia mengajari kita ayat-ayat dari Kitab, dan jika salah seorang daripadamu menginginkan sesuatu, hendaklah ia berwudhu dan sholat dua rakk’at serta membaca ayat: ‘Tidak ada Tuhan selain, dsbnya.’

Untuk menggunakan tasbih dengan cara ini, hal-hal berikut harus diperhatikan:
Tasbih harus digenggam di kedua telapak tangan, yang kemudian digosok bersamaan; selanjutnya Fatiha dilafalkan dengan khidmat, dan setelahnya si pengguna meniup tasbih dengan nafasnya agar kekuatan magis surah tersebut masuk ke untaian. Kemudian ia memegang butir tertentu dan menghitung ke arah butir ‘penunjuk’ sambil mengucapkan kata-kata Allah, Muhammad, Abu Jahal; bila hitungan berakhir dengan nama Allah, itu berarti permohonannya diterima. Jika berakhir dengan nama Abu Jahal berarti maknanya buruk, dan jika berakhir dengan nama Muhammad berarti jawabannya masih meragukan. Yang lain menganggap lebih tepat bila menggunakan tiga kata berikut: Adam, Hawa, iblis. Bila berakhir dengan nama Adam, menunjukkan persetujuan; berakhir dengan iblis, tidak setuju; dan berakhir dengan Hawa, ketidakpastian, karena pertimbangan perempuan berubah-ubah. Penggunaan tasbih ini hampir bersifat universal di kalangan masyarakat biasa di Afrika Utara dan Mesir.

Edwin Arnold menyematkan 99 nama Allah dalam bukunya mengenai tasbih Islam yang berjudul ‘Pearls of the Faith.’ Ia bercerita tentang sebuah upacara yang dipraktekkan diantara umat Islam India pada acara-acara khusus yang dinamai dalam bahasa Arab, Subha, biasanya malam hari setelah acara pemakaman. Arwah seharusnya masih berada di dalam tubuh, dan setelahnya dikirim ke Hades (dunia orang mati/barzakh), berada disana menunggu hari kiamat. Upacara tersebut digambarkan sbb: “Pada malam hari, sebanyak lima puluh orang berkumpul, dan salah satu membawa tasbih yang terdiri dari 1000 butiran, setiap butiran sebesar telur merpati.

Kemudian sebelum mulai membaca surah 67 (al-Mulk) Quran, mereka berkata sebanyak tiga kali, ‘Allah itu esa,’ kemudian mereka membaca surah terakhir, dan setelahnya berkata sebanyak tiga kali, ‘Ya Allah, rahmatilah ciptaanmu yang paling mulia dan paling bahagia, junjungan kita Muhammad, dan keluarganya dan para sahabatnya, dan peliharakanlah mereka.’ mereka tambahkan, ‘Semua yang mengingat Engkau adalah orang yang sadar, dan mereka yang mengabaikan Engkau adalah orang yang lalai.’ Selanjutnya mereka mengulang sebanyak 3000 kali ucapan, ‘La-illa ha-ilallah' (Tidak ada tuhan selain Allah), salah seorang memegang tasbih dan menghitung setiap pengulangan.

Setelah setiap 1000 kali pengulangan, mereka kadangkala beristirahat dan minum kopi. Setelah itu, selanjutnya mereka mengucapkan sebanyak 100 kali: ‘(Aku memuji) kesempurnaan Allah dengan pujiannya’ ; kemudian 100 kali: ‘Aku mohon pengampunan Allah Maha Besar’ ; kemudian 50 kali: ‘Kesempurnaan Allah yang Abadi’ ; ‘Kesempurnaan Allah Maha Besar’ dan selanjutnya Quran surah 37, tiga ayat terakhir. Kemudian dua atau tiga darwis membaca dua atau tiga ayat lagi. Setelah selesai, salah seorang bertanya, ‘Sudahkah kalian memindahkan (kebaikan dari apa yang kalian bacakan) kepada arwah orang yang meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Sudah’ serta menambahkan, ‘Rahmat atas para rasul.’ Ini mengakhiri upacara, yang bila diselenggarakan di rumah orang kaya, akan diulang lagi di malam kedua dan ketiga.

Di Aljazair, tasbih digunakan oleh Taleb untuk meramalkan apakah orang yang sedang sakit akan meninggal atau tidak. Butiran dihitung tiga-tiga, jika menyisakan satu, harus dihitung ulang dua-dua, bila berakhiran genap pasien akan hidup, bila menyisakan satu, berarti kematian. Tasbih yang dianggap sebuah benda suci tidak pernah digunakan dalam sihir vulgar.

Di Tunisia, peramal menandai tasbih dengan benang dan menghitung butiran sambil melantunkan kata-kata tertentu, kadangkala nama-nama ayah atau ibu orang yang sakit. Informasi yang diperlukan diperoleh dari jumlah butiran yang tersisa setelah lantunan; jika tersisa tiga, berarti penyakit; jika dua berarti sehat.

Mr. G.B.A. Gardener dari Cape Town berkata, “Tasbih kadangkala dikenakan di leher sebagai obat untuk penyakit. Yang paling banyak digunakan terbuat dari kayu cendana yang katanya dari Mekah. Untuk tujuan magis, tasbih digunakan dengan menghitung.”

Miss G.Y. Holliday dari Tabriz, Persia, memberikan informasi berikut: “Tasbih digunakan untuk memutuskan jenis pengobatan yang harus diambil, dokter mana yang harus dipanggil, apakah nasehatnya harus diikuti atau tidak, dsbnya. Juga digunakan untuk segala urusan kehidupan, disebut melakukan istikhara. Dalam penggunaannya, tangan menggenggam butir pertama yang terjangkau; dan dari butir tersebut mereka menghitung ke arah Khalifa, atau butir terbesar yang merupakan butir paling menonjol, seraya mengatakan ‘buruk, baik.’ Butir terakhir yang memberi keputusan.”

Di Jawa, tasbih digunakan untuk menyembuhkan orang sakit atau untuk menginduksi penyakit. Dengan tasbih di tangan, seseorang membaca salah satu surah Quran hingga ayat ke-15. Ayat ini dianggap mengandung kekuatan magis, dan sementara ayat ini dibacakan, tasbih dihitung dan hasilnya menyusul.

Di Mesir, tasbih digunakan secara luas untuk menyembuhkan orang sakit. Dalam hal ini nilainya bergantung pada bahan dari apa butir-butir tersebut dibuat. Yang dibuat dari kayu biasa atau nacre (lapisan dalam kulit kerang) tidak berharga, tapi tasbih yang dibuat dari jet/yusr (batu koral padat) atau kuk (sejenis kayu tertentu dari Mekah) berharga. Di Mesir, baik di kalangan Koptik maupun Muslim, tasbih digunakan untuk menyembuhkan ‘retensi urine pada anak-anak.’ Tasbih dikalungkan pada leher bayi atau diletakkan di atap di bawah cahaya bintang untuk diembunkan, setelah itu dicelup di air yang kemudian diberi minum ke anak yang sakit.

“Di India,” tulis Mr. K.I. Khan dari Poona, “tasbih digunakan untuk melindungi dari kekuatan jahat dan bahaya-bahaya lain. Kadang-kadang dicelup di air yang diminum sebagai obat oleh yang sakit.”

Kita perlu mengingat kata-kata Warneck: “Penyembahan berhala animisme bukanlah tahap perpindahan ke suatu agama yang lebih tinggi. Saya rasa saya telah mengemukakan cukup fakta untuk memperlihatkannya, dan fakta tidak lenyap sebelum hipotesis. Biarlah mereka mengajukan fakta-fakta untuk membuktikan bahwa penyembahan berhala animisme di suatu tempat, entah dengan cara apa, berevolusi menuju ke arah pengetahuan yang lebih murni akan Tuhan. TAPI faktanya, berbagai bentuk Animisme yang saya ketahui tidak mengarah kepada kesempurnaan, melainkan tidak diragukan lagi, adalah tanda degenerasi.” 10

Re:

Posted: Fri Apr 20, 2012 10:54 pm
by harahap
Hallo Om Ali

ijin tandai , terimakasih dan salut buat kerja keras anda

i wonder, darimana anda bisa dapat buku2 seperti ini ??

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri Apr 20, 2012 11:07 pm
by anne
Dalam doktrinnya mengenai jiwa sebelum kelahiran, setelah kematian dan di dunia berikutnya, Islam tidak lepas dari gagasan animisme yang hanya sedikit berbeda dengan doktrin kaum Pagan di Afrika.

Al Ghazali berkata: “Ketika Allah swt membiarkan tanganNya melewati punggung Adam dan mengumpulkan manusia dalam kedua tangannya, Ia menempatkan beberapa diantaranya di tangan kanannya dan lainnya di tangan kirinya; kemudian ia membuka kedua tangannya di hadapan Adam, dan Adam memandang mereka dan melihat mereka seperti atom-atom tak terlihat.

Kemudian Allah berkata: ‘Yang ini ditakdirkan untuk Surga dan yang ini ditakdirkan untuk api neraka.’

Kemudian Ia bertanya pada mereka: ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ dan mereka menjawab: ‘Sudah tentu, kami bersaksi bahwa Engkau Tuhan kami.’

Tuhan kemudian meminta Adam dan para malaikat menjadi saksi……setelah ini Allah merubah mereka menjadi keturunan Adam. Mereka pada saat itu makhluk roh murni tanpa tubuh. Ia kemudian mematikan mereka, namun mengumpulkan mereka dan menyimpannya dalam suatu wadah dekat tahtaNya. Ketika benih makhluk baru ditempatkan di rahim seorang ibu, ia tetap disana sampai tubuhnya cukup berkembang; jiwa didalamnya kemudian mati, tapi kemudian Allah meniupkan ke dalamnya roh, Ia memulihkan bagian-bagiannya yang paling berharga yang rusak saat disimpan dalam wadah dekat tahta. Ini adalah kematian pertama dan kehidupan kedua. Kemudian Tuhan menempatkan manusia di dalam dunia ini sampai ia mencapai masa yang sudah ditetapkan baginya.”


Dalam ajaran teolog Islam terbesar ini, kita mendapatkan inti ajaran sebagaimana yang ditemukan dalam Quran dan Tradisi.

Quran banyak memberikan deskripsi rinci proses kematian, sementara Tafsir yang berdasarkan perkataan Muhammad tidak meninggalkan keraguan mengenai ide-ide materialistik kasar yang ia pegang dan abadikan (misalnya lihat di Surah 75; 81:1-19; 82; 83:4-20; 84:1-19; dan dari periode kemudian 22:1-7)

Kematian terjadi karena tombak beracun yang dipegang Izrail, malaikat kematian, yang menembus jiwa dan menariknya dari tubuh.. (lihat juga Surah 32:11) “Selama jiwa perlahan-lahan naik dari jantung menuju tenggorokan, ia diperlihatkan kepada berbagai godaan dan keraguan, namun terhenti saat ia ditarik oleh tombak dan dipisahkan dari tubuh. Izrail dikatakan berpenampilan mengerikan dan berukuran amat besar; kepalanya berada di langit tertinggi, kakinya di bagian paling bawah bumi dan wajahnya berhadapan dengan Tablet Abadi. Namun, bagi orang beriman ia berpenampilan menyenangkan, dan asistennya, ‘Malaikat Rahmat,’ sementara bagi yang tak beriman (kafir bagi Islam) mereka adalah malaikat penyiksa. Jiwa atau roh, menurut ajaran ortodoks adalah tubuh halus, yang menyatu erat dengan tubuh manusia, seperti cairan menyatu dengan cabang hijau pohon. Malaikat kematian juga mengambil kehidupan jin, malaikat, dan bahkan hewan.” 11

Ajaran mengenai Malaikat Kematian mengurusi jiwa hewan seperti halnya manusia jelas merupakan wujud animisme.

Segera setelah pemakaman, dua malaikat hitam besar mengunjungi orang yang mati di kuburannya. Mereka disebut Munkar dan Nakir. Roh orang beriman diambil melewati tujuh lapis langit kehadapan Allah dan kemudian kembali ke kuburan, masuk kembali ke dalam tubuh untuk diperiksa. Ini tampaknya yang menjadi ajaran Ghazali (Durrat al Fakhira). Otoritas yang sama mengklasifikasikan penghuni kubur kedalam 4 jenis:

(1) Mereka yang tidur terlentang sampai mayat mereka menjadi debu, sementara mereka terus mengembara diantara bumi dan langit terendah;
(2) Mereka yang Allah buat tidur terus dan hanya bangun saat tiupan pertama terompet (pada hari Kiamat);
(3) Mereka yang tetap berada di kuburannya selama 2 hingga 3 bulan, kemudian dibawa ke surga; mereka hinggap di pohon Surga dalam bentuk burung-burung. Roh para syuhada berada di tembolok burung; (INGAT Amrozi menjelang dieksekusi, sempat melihat burung dipohon dan berkomentar bahwa ia sudah ditunggu di surga---demikian kata saudaranya---ali5196)
(4) Nabi-nabi dan orang-orang suci yang memilih sendiri tempat mereka.”

Gagasan animisme lain dalam ajaran Muhammad adalah, walaupun seluruh tubuh manusia binasa dalam kuburan, satu tulang, yaitu Os sacrum (tulang kelangkang), tetap tidak rusak sampai pagi hari kebangkitan. Dari tulang atau benih inilah seluruh tubuh diperbaharui oleh badai hujan ajaib yang disebut ‘air kehidupan.’ 12

Roh setelah kematian memasuki keadaan (atau interval) --dimana tempat maupun waktu kelihatannya tidak pasti—yang disebut al Barzakh.

Banyak tradisi aneh terkait masalah arwah para syuhada dan kediaman mereka di tembolok burung. Salah satu tafsir mengatakan burung-burung tersebut transparan, yi. ethereal (sangat halus). Lainnya berkata itu mengandung makna figurative/kiasan tentang kecepatan tempuh arwah para martir.

Poin penting dan yang diyakini secara universal yaitu mengenai arwah manusia biasa. Mereka tetap berada didekat kuburannya. Ini berhubungan dengan kebiasaan universal dalam Islam untuk mengunjungi kuburan keluarga mereka pada hari Kamis malam. Di India, “dipercayai bahwa ketika seorang Muslim meninggal, hantu/arwahnya gentayangan dan mengintai tempat dimana ia menghembuskan nafas terakhir selama 40 hari penuh sejak kematiannya: arwah mengunjungi tempat yang ia tinggalkan, untuk melihat bahwa keluarga dan kenalannya yang masih hidup mungkin menunjukkan belas kasihan padanya dengan berdoa dan beramal untuk kebaikan dan keselamatannya di dunia lain; dan bila keluarganya melakukan hal baik untuk kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan di peralihan hidupnya, maka ia juga dengan tulus dan sepenuh hati berdoa untuk keselamatan, kesenangan dan kenyamanan mereka di bumi; dan sebaliknya, bila ia mendapati mereka melakukan hal-hal yang sia-sia atau terperangkap dalam perbuatan yang bertentangan dengan ajaran iman Islam, maka ia akan mengutuk mereka dan memohonkan penderitaan atas kelalaian dan kesembronoan dalam menjalankan semua prinsip-prinsip agama.” 13

Image
http://beautifulnara.com/gambar-hantu-pocong/

Kesucian khusus dari "malam pertengahan Sya'ban," yang dalam bahasa Arab disebut Lailatul Nusf Sya'ban, diyakini oleh semua orang Islam. Orang menganggap bahwa dimalam itu Allah menentukan nasib manusia sepanjang tahun mendatang. Gagasan paling populer adalah adanya pohon surgawi, makna simbolis impor, dimana setiap manusia memiliki sehelai daun yang mewakili dirinya. Pohon ini diguncang sepanjang malam sebelum tanggal 15 Sya’ban, sehingga menyebabkan daun-daun orang yang akan meninggal di tahun berikutnya jatuh berguguran. #-o

Di Saudi Arabia, banyak yang berjaga setengah atau sepanjang malam, berdoa memohon pengampunan Allah, dan memohon agar ia menghapuskan bencana-bencana dan kesulitan yang ditakdirkan bagi si pemohon dalam buku suciNya.

“Di seluruh kepulauan Hindia,” kata Hurgronje, “bulan ini, Sya’ban, didedikasikan khusus untuk memperingati yang sudah meninggal. Peringatan ini tidak menyiratkan rasa duka atas kehilangan, namun lebih ke arah menenangkan jiwa mereka, dengan kemeriahan yang ada. Keprihatinan bagi orang yang meninggal diperlihatkan dengan mengadakan perayaan keagamaan. Berdasar konsep relijius, ini dilakukan untuk menganugerahkan pada almarhum, pahala yang didapat dari perayaan-perayaan ini.

Tidak hanya dalam hal mengunjungi kuburan orang yang meninggal, namun juga dalam tata cara pemakaman Islam animisme dipraktekkan. “Rasa takut,” ungkap Warneck, saat bicara mengenai animisme di Malaysia, “yang menuntun mereka untuk mempersembahkan makanan di kuburan orang yang meninggal; membawakan perlengkapan dan uangnya, agar bayangan/arwahnya dapat menggunakan semuanya didunia lain dan merasa nyaman. Penduduk di banyak pulau mempersembahkan seseorang, biasanya budak, dikuburan agar mereka sendiri selamat. Motifnya selalu rasa takut, bukan rasa duka atau kasihan. Untuk mencegah arwah si orang mati kembali ke mereka yang hidup, duri-duri diletakkan di atas jenazah, diikat erat, kedua ibu jari tangan dan kaki diikat kuat, abu dimasukkan ke dalam matanya, sebutir telur ditempatkan di ketiak, semua dilakukan dengan perkiraan agar ia tidak bisa bergerak.14

Dalam tradisi Islam, ada praktek mengikat jari kaki orang yang meninggal sebelum penguburan, namun kemudian melepasnya ketika tubuh diturunkan ke dalam kuburan. Bentuk konstruksi kuburan itu sendiri dengan karakteristik lahdi di semua negara Islam, hanya dapat dijelaskan dengan kepercayaan animisme. Peti mati tidak pernah digunakan untuk pemakaman, namun ceruk, lahdi, dibuat di satu sisi kuburan terbuka.

Isi setiap buku mengenai masalah Eskatologi menggambarkan pemikiran animistik dalam dunia Islam. Teror kubur adalah kenyataan di Islam populer, dan buku-buku semacam itu sangat laris dibanding literatur keagamaan lain.

Image

Berikut contoh daftar isi buku El Hamzawi, ‘Masharik-ul-Anwar’ mengenai subjek ini. Di setiap bab ada titik temu dengan animism dan dilestarikannya tanda-tanda kepercayaan dan praktek pagan kuno:
I. APA YANG TERJADI ATAS ORANG MATI SEBELUM PENGUBURAN.

1. Apa yang harus dilakukannya saat ia masih hidup.
2. Apa yang harus ia lakukan ketika kematian menjelang.
3. Bagaimana roh meninggalkan tubuh.
4. Manfaat penguburan cepat.

II. APA YANG TERJADI DI DALAM KUBUR.

1. Bagaimana pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh dua malaikat.
2. Bagaimana ia harus menjawab.
3. Mengenai kegembiraan dan rasa sakit.
4. Kemana roh pergi.
5. Peringatan untuk yang hidup.

III. MENGUNJUNGI MAKAM

1. Keinginannya
2. Saat yang tepat.
3. Apa yang harus dilakukan.
4. Apakah yang meninggal sadar?
5. Tradisi Nabi.
6. Siapa dari keluarga Nabi yang dikuburkan di Mesir.

IV. TANDA-TANDA WAKTU/JAM DAN AKHIR ZAMAN.

1. Tanda-tanda kecil
2. Munculnya Imam Mahdi.
3. Munculnya sang anti-Kristus.
4. Kembalinya Yesus.
5. Binatang - Gog dan Magog.
6. Tiupan pertama sangkakala.

V. KEBANGKITAN.

1. Jumlah tiupan terompet.
2. Orang yang ditiup.
3. Bagaimana mereka bangkit dari kuburan.
4. Dalam bentuk apa mereka datang?
5. Apakah mereka bangkit telanjang atau berpakaian?
6. Buku-buku.
7. Motif

VI. TEMPAT PENGHAKIMAN.
1. Dimana penghakiman berlangsung.
2. Kondisi mereka yang hadir
3. Hari penghitungan
4. Jubah dan tahta.
5. Sirat dan timbangan.
6. Syafaat itu.
7. Timbangan keadilan.
8. Kolam.

VII. HAL-HAL MENGENAI SURGA DAN NERAKA DAN PEMBALASAN ALLAH.
Dalam survey mengenai penerapan ‘pengakuan iman’ dan ajaran yang berdasarkan ke-6 poin pengakuan tersebut dewasa ini, kesimpulannya tidak bisa dibantah bahwa monoteisme Islam telah terpuruk dalam kepercayaan populer dalam tingkat yang jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Percuma berbicara mengenai monoteisme murni bila berhadapan dengan Islam populer.

FOOTNOTES BAB II

1 Cf. Even Al Ghazali who is quoted in book of "Wird," Mujarabat of Ahmed Dirbi, p.80.

2 "The Jewish Encyclopedia," Vol.111, pp. 202-203.

3 "Jewish Encyclopedia," p. 203.

4 "The Achenese," pp. 343-4.

5 "The Achenese," p.208.

6 Takbir - to repeat Allahu Akbar, God is great.

7 Tahlil-to repeat La ilaha illa Allah -(The Creed).

8 Tasbih - to repeat Subhan Allah, God be praised.

9 "Schaff Herzog Encyclopedia," Vol X.

10 " The Living Christ and Dying Heathenism," Warneck, p.10.

11 Klein, "The Religion of Islam," p. 81.

12 It is impossible to give the indecent Moslem interpretations of this term. Cf. any popular Arabic work on Eschatology.

13 "Moslem Festivities," by Mohammed Ameer Ali Calcutta, 1802, p.42.

14 " The Living Christ and Dying Heathenism," p.59.

Re: ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam****

Posted: Fri Apr 20, 2012 11:18 pm
by anne
Hallo Om Ali

ijin tandai , terimakasih dan salut buat kerja keras anda

i wonder, darimana anda bisa dapat buku2 seperti ini ??
Mewakili om Ali deh :green:

Dari sini: THE INFLUENCE OF ANIMISM ON ISLAM: AN ACCOUNT OF POPULAR SUPERSTITIONS

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Sat Apr 21, 2012 10:38 pm
by anne
BAB III
UNSUR-UNSUR ANIMISME DALAM SHOLAT ISLAM



Salah satu ritual paling mengesankan dalam Islam adalah ibadah sembahyang/sholat. Ritual ini menimbulkan kekaguman bagi banyak orang yang mengamati, tanpa mengetahui karakter serta kandungan isi sesungguhnya sholat Islam dan menafsirkan sepenuhnya dari sudut pandang Kristen. Apa yang dipahami sebagai ibadah sembahyang dalam Kristen dan apa yang disebut Islam dengan nama serupa merupakan konsep yang sangat berbeda. Dalam hal tingkat kecermatan aturan terkait posisi, sujud, pembersihan/wudhu serta sikap dan gerakan-gerakan tangan, kepala dan tubuh yang aneh, jelas bahwa sholat lebih dari sekedar ibadah spiritual. Umat Islam sendiri bingung untuk menjelaskan alasan banyaknya rincian yang telah mereka pelajari sejak kecil. Berbagai sekte Islam ortodoks dapat dibedakan dengan sangat mudah oleh pengamat biasa dari metode wudhu dan sujud dalam ritual sholatnya.

Theodore Noldeke dari Jerman dan ilmuan Belanda Prof A.J. Wensick telah mengadakan kajian khusus mengenai asal-usul serta detail ritual sholat. Wensick lebih mengkhususkan pada aturan-aturan wudhu Islam.1. 2 Dalam persiapan untuk ibadah sholat lima waktu, khususnya dalam proses wudhu, proses dimana Muslim membebaskan diri dari segala sesuatu yang ada hubungannya dengan setan atau kekuasaan gaib yang bertentangan dengan menyembah satu Allah yang benar--Itulah sebabnya mengapa ini begitu penting-- Wensinck mengatakan bahwa keyakinan ini hanya sedikit atau tidak ada hubungannya dengan semacam membersihkan tubuh, namun dimaksudkan untuk membebaskan para pemuja dari kehadiran atau pengaruh roh-roh jahat. Polusi setan inilah yang harus dihilangkan.

Dalam dua tradisi/hadist Islam kita baca,“Kata Nabi: ‘Bila salah seorang diantaramu bangun tidur, hendaklah ia menghembus hidungnya tiga kali karena iblis bermalam di lubang hidung manusia,’” Dan lagi: “Kata Omar ibn il-Khitab (semoga Allah memberinya rahmat): ‘Seseorang berwudhu namun membiarkan bagian kering di kakinya.’ Ketika Nabi Allah melihatnya ia berkata: ‘Kembali dan basuh lebih baik,’ kemudian ia balik dan kembali untuk sholat. Berkata Nabi Allah: ‘Bila seorang Muslim hamba Allah melakukan wudhu, ketika ia membasuh wajahnya segala dosa yang diperbuat wajahnya dibasuh dengan air atau tetes terakhir air tersebut. Dan ketika ia membasuh tangannya, dosa yang diperbuat tangannya dibasuh dengan air atau tetes terakhir air tersebut. Dan ketika ia membersihkan kakinya, segala dosa yang diperbuat kakinya dibasuh oleh air atau tetes terakhir air tersebut sampai ia menjadi suci seluruhnya dari semua dosa.” Goldziher memperlihatkan di salah satu esainya bahwa, menurut konsep Semitik, air mengusir setan.


Image

Wudhu di Saudi Arabia, 1930-1940.

Image Image

Wudhu dalam Islam seperti yang diajarkan Muhammad kepada para pengikutnya, awalnya tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kenajisan fisik tetapi tindakan pencegahan seremonial terhadap kejahatan spiritual, pengaruh setan, dsbnya. Hal ini jelas dikala kita membandingkannya dengan wudhu/pembasuhan yang dipraktekkan kaum pagan dalam ritual mereka. Sebagai contoh, Skeat menggambarkan tentang upacara mandi yang dilakukan di Perak, Malaysia.

“Jeruk nipis digunakan di Perak seperti kita menggunakan sabun. Ketika seorang Melayu memutuskan hendak menggunakan ‘scrub’ yang benar-benar baik, mereka membelah jeruk nipis menjadi dua dan meremas-remasnya (ramas) dengan tangan. Di Penang, sejenis akar yang disebut sintok, lebih disukai dibanding jeruk. Ketika tubuh dianggap cukup bersih, pelaku menghadap ke Timur, meludah tujuh kali, kemudian menghitung sampai tujuh dengan suara keras. Setelah kata Tujoh (tujuh) ia membuang sisa air jeruk atau sintok ke Barat sambil berkata dengan keras, Perqi-lah samua sial jambalang deripada badan aku ka pitsat tasek Paujangi!’ (‘Nasib buruk dan roh-roh jahat, pergilah dari tubuhku ke pusaran air danau Paujangi!’). Kemudian ia menyiramkan (jurus) beberapa ember air ke dirinya sendiri, dan selesailah upacara.

Upacara tersebut menggambarkan dengan jelas sebentuk penyucian dengan air. Upacara penyucian diri serupa menjadi bagian tak terpisahkan adat istiadat Melayu saat kelahiran, menjelang dewasa, pernikahan, sakit, kematian dan di setiap periode penting dalam kehidupan seorang Melayu. 3

Menurut hadis al-Bukhari, pembasuhan sebelum sholat harus selalu dimulai dari bagian kanan tubuh bukan bagian kiri. Hadis lain memberi nilai rambut Nabi saat terjatuh di wadah pembasuh. Nabi biasa mencuci kakinya dengan tetap memakai alas kaki, dengan hanya mengusap tangannya di bagian luar alas kaki tersebut; tindakan tersebut, karenanya, bukanlah untuk membersihkan kotoran namun untuk menangkal setan. Tradisi lain menyatakan sbb: “Diriwayatkan ‘Abd-el-Rahman, seorang pria datang pada Omar ibn el-Khattab dan berkata, ‘Aku dalam keadaan tak suci dan tak dapat menemukan air.’ Ammar ibn Yasir berkata pada Omar ibn el-Khattab, ‘Apakah kau ingat saat engkau dan aku mengadakan perjalanan bersama. Engkau tidak sholat, namun aku menggulingkan diri di pasir dan sholat. Ketika kuceritakan pada Nabi mengenai ini, ia berkata, ‘Itu sudah cukup,’ dan seraya berkata ia mengambil tanah dengan tangannya, meniupnya dan kemudian mengusap wajah dan tangannya dengan itu.’ 4.5 Abd-el Rahman menyaksikan ketika Amar berkata pada Omar,’Kami sedang berada di satu detasemen dan dalam keadaan tidak suci, dsb….’ dan ia menggunakan kata-kata: ‘ia meludahi tangannya’ bukan ‘ia meniup.’”

Dua hadis Bukhari ini juga memperlihatkan nilai yang dianggap berasal dari kebiasaan meniup dan meludah animisme. Ada sejumlah tradisi berkaitan dengan meludah di mesjid. Ini harus dilakukan tidak didepan siapapun, juga tidak pada tangan kanan melainkan pada tangan kiri. 6 Menurut Annas Ibn Malek, meludah di mesjid adalah dosa: seseorang dapat menebusnya dengan menyeka ludah tersebut. Juga saat memasuki mesjid seseorang harus mendahulukan kaki kanan untuk menghindar akibat-akibat buruk. Seorang pria yang sedang membawa panah di tangannya masuk ke dalam mesjid, dan Nabi berseru: ‘Pegang pada ujungnya.’ Alasan perintah ini adalah bahwa ujung mata panah atau benda tajam lainnya dapat membangkitkan jin atau merusak nilai sholat. Kita juga temukan tradisi terkait praktek Animisme seperti itu saat mengangkat jari atau anggota tubuh ketika sholat.

Ada banyak tradisi yang menegaskan hubungan erat antara tidur dengan keberadaan jin. Menurut kepercayaan animisme, selama tidur roh meninggalkan tubuh fisik. Sebab itu, seseorang yang tidur harus dibangunkan dengan lembut jangan sampai roh tidak bisa kembali. Bukan hanya selama tidur, namun saat sakit setan-setan juga hadir, dan di Mesir dianggap membawa nasib buruk bagi siapapun yang tidak bersuci, untuk mendekati pasien yang sakit radang mata.

Umat Islam, menurut hadist, saat sholat menutup kepalanya, terutama bagian belakang tengkorak. Ini menurut Weinsinck juga karena kepercayaan animisme; karena roh jahat masuk ke dalam tubuh lewat jalan ini. Goldziher memperlihatkan bahwa nama yang diberikan pada bagian tubuh ini (al qafa), memiliki hubungan erat dengan sejenis puisi yang disebut Qafiya, yang aslinya bermakna puisi untuk melukai tengkorak kepala, atau dengan kata lain sebuah puisi kutukan. Sebab itu, rasa takut akan kekuatan jahat yang mungkin masuk ke dalam pikiran, membuat kepala harus ditutup selama sholat. Referensi mengenai praktek ini ditemukan baik dalam hadis Islam, maupun Talmud yang merupakan dasar rujukannya. Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa tempat-tempat yang kotor secara ritual/najis seperti kloset, kamar mandi, dsbnya, dianggap sebagai kediaman setan-setan.

Menurut hadis, seorang Muslim tidak bisa melakukan sholat tanpa Sutra atau beberapa benda yang ditempatkan diantara dia dan Kiblat (arah Mekah) agar, ‘tak ada yang dapat melukainya dengan melintas diantaranya.’ Kita bicarakan kebiasaan ini nanti. Seruan Muezzin, menurut Al-Bukhari, mengusir setan-setan dan Iblis. 7. Tak seorangpun berani membaca Quran yang merupakan kitab suci, tanpa terlebih dahulu mengucapkan kata-kata berikut, ‘Aku berlindung pada Allah dari Iblis yang terkutuk.’

Kita dapat menambahkan apa yang diperlihatkan Mittwoch dalam bukunya, ‘Zur Entstehungsgeschichte des islamischen Gebets und Kultus’ bahwa Takbir itu sendiri (seruan Allahu Akbar, Allah maha besar), yang merupakan salah satu unsur dari shalat lima waktu, adalah seruan untuk melawan setan-setan. Mengangkat tangan selama sholat dan menggerakkan jari telunjuk mungkin untuk menangkal roh di udara, 8 atau mungkin ada kaitannya dengan Qanut (?). Ada juga yang mengatakan bahwa membuka atau meregangkan jari jemari dan lengan adalah untuk mencegah sesuatu yang terkutuk sembunyi diantara jari jemari atau di bawah ketiak, sejenis trik/kebiasaan yang dulunya digunakan kaum kafir dan kemudian ditemukan oleh malaikat Jibril.

Image
Di kalangan masyarakat Arab sebelum Muhammad dan diantara umat Islam dewasa ini, bersin, terutama saat sholat, adalah suatu tanda tidak menyenangkan dan harus diikuti dengan mengucapkan kata-kata saleh (alhamdulillah). Ini juga jelas animisme; di kalangan suku-suku di Malaysia ada kepercayaan bahwa bila seseorang bersin, rohnya meninggalkan tubuh. Sebagaimana diketahui, di akhir sholat, sang penyembah memberi salam pada dua malaikat di pundak kiri dan kanan. Ketika seseorang bersin, ia harus mengatakan, ‘terpujilah Allah (alhamdulillah)’ ; namun, ketika ia menguap, nafas (roh) masuk ke dalam dan ia harus mengucapkan ‘aku mohon ampun pada Allah.’

\:D/ \:D/ :rolleyes: :prayer:

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Sat Apr 21, 2012 11:13 pm
by anne
Bukan hanya persiapan sholat dan sholat itu sendiri, tapi waktu-waktu sholat juga memiliki hubungan yang sangat jelas dengan kepercayaan animisme. Sholat siang/tengah hari (zuhur) tidak pernah dilaksanakan tepat tengah hari, namun sesaat setelah matahari mencapai meridian. Wensinck menunjukkan bahwa hal ini disebabkan kepercayaan bahwa dewa matahari sesungguhnya setan dan seharusnya tidak disembah oleh kaum monoteis. Menurut al-Bukhari Nabi menunda sholat zuhur setelah lewat tengah hari karena ‘panas menyengat di siang hari berasal dari panas neraka.’ Juga tidak diijinkan sholat sesaat setelah matahari terbit karena ‘matahari terbit diantara tanduk iblis.’ Menurut Abu Huraira Abdallah ibn ‘Omar, Nabi Allah berkata, ‘Ketika panas terlalu tinggi tunggulah hingga mendingin untuk mengerjakan sholatmu, karena panas menyengat berasal dari neraka.’

“Abu-Dzarr berkata: Muezzin Nabi menyerukan sholat siang. ‘Tunggu hingga lebih dingin, tunggu hingga lebih dingin, atau tunggu….’ kata Nabi. Kemudian ia menambahkan: ‘Panas menyengat berasal dari neraka, maka bila panas menyengat tunggulah hingga dingin, kemudian kerjakan sholatmu.’ Abu-Dzarr 10 menambahkan ‘Dan kami menunggu hingga bayang menurun.’”

Bahwa ada saat-saat tertentu dalam satu hari yang tidak baik/sial dan harus dijaga merupakan kepercayaan pagan yang mungkin didasarkan rasa takut mereka akan kegelapan. Maxwell, dikutip oleh Skeat (hal.15) berkata, ‘Saat matahari terbenam adalah saat dimana berbagai roh-roh jahat memiliki kekuatan paling besar. Di Perak, anak-anak seringkali dipanggil masuk rumah di saat itu untuk menyelamatkan mereka dari bahaya tak terlihat. Kadangkala, perempuan yang memiliki anak kecil di rumahnya akan mengunyah kuniet terus (kunyit terus, dikenal di Malaysia dan berbeda dengan kunyit biasa) sejenis akar yang memiliki bau tajam tidak enak, yang mungkin tidak disukai segala jenis setan. Perempuan tersebut kemudian meludah di tujuh tempat berbeda sambil berjalan mengitari rumah.

“Cahaya kuning yang menyebar di langit barat, yang bersinar dengan cahaya terakhir matahari sesaat sebelum terbenam, disebut mambang kuning (dewa kuning), istilah yang mengindikasikan ketakutan tahyul dikaitkan dengan periode tertentu.” 10

Dalam kaitan ini penting untuk dicatat bahwa waktu-waktu yang dianggap tidak baik/sial di kalangan masyarakat Malaysia berhubungan persis dengan periode waktu sholat Islam. Di kalangan masyarakat Malaysia, setiap periode waktu memiliki makna khusus dan dewa penjaga khusus, dewa-dewa dari keyakinan Hindu. Tabel berikut berhubungan erat dengan jadual sholat Islam. ‘Mungkin sistem waktu baik/beruntung dan waktu tak baik/sial yang paling tua dan dikenal salah satunya disebut dengan Katika Lima, atau Lima Waktu. Didalamnya, hari dibagi dalam lima bagian dan lima hari membentuk sebuah siklus, dan masing-masing bagian diberi nama: Maswara (Maheswara), Kala; Sri, Brahma dan Wisnu (Vishnu), yang muncul berulang sebagaimana yang diperlihat table di bawah:
Picture2.jpg
Namun, yang paling menarik dari semua, adalah tradisi yang berkaitan dengan Sutrah . Kata yang bermakna sesuatu yang menutupi atau melindungi; melindungi dari apa dan mengapa digunakan? Tafsir tidak memberikan penjelasan apa makna sebenarnya Sutrah, namun sangat jelas merupakan perlindungan terhadap setan, sebagaimana yang tercantum di hadist. 13

Menurut Ibn Omar, di hari raya Id (setelah puasa berakhir) Rasullullah memerintahkannya saat ia keluar untuk membawakannya sebuah tongkat dan untuk ditancapkan di depannya saat sholat:

“Rasulullah bila keluar ke tanah lapang untuk mengerjakan shalat Id, beliau memerintahkan pelayannya untuk membawa tombak lalu ditancapkan di hadapan beliau. Kemudian beliau shalat menghadapnya sementara umat menjadi makmum di belakang beliau. Dan beliau juga melakukan hal tersebut dalam safarnya.” (HR. Al-Bukhari no. 494 dan Muslim no. 1115)

Dia melakukan hal serupa saat melakukan perjalanan, dan dari sinilah para emir mencontoh kebiasaan tersebut. Hadist lain mengatakan Sutrah sang Nabi adalah tombak pendek atau pelana unta, atau untanya ketika berlutut.14 Sebuah hadist yang mengundang rasa ingin tahu, “Diriwayatkan oleh Abu Dawud atas otoritas Ibn Abbas yang berkata, ‘Kupikir Rasullullah berkata, jika salah seorang daripadamu sholat tanpa sutrah (sesuatu yang diletakkan orang yang sholat itu) di hadapannya, sholatnya cenderung dibatalkan oleh anjing, keledai, babi, Yahudi, atau Majusi, atau wanita yang menstruasi; jika mereka melintas di depannya, mereka harus dihukum dengan dilempari batu.”15

“Abu Johaifa berkata: ‘Nabi pergi selagi siang hari panas dan ketika ia kembali ke El Batha dan sholat dua rakaat untuk sholat zuhur dan sholat maghrib, ia menancapkan tombak di depannya dan berwudhu. Orang beriman membasuh diri mereka dengan sisa air tersebut.” 16

Hadist berikut yang paling penting karena memperlihatkan untuk apa sebenarnya Sutrah. Referensi ke setan adalah animistik: “Abu Salih es-Sam’an berkata, ‘Aku melihat sesuatu yang memisahkan dia dari kerumunan. Seorang pemuda dari Bani Abu Mo’ait mencoba melintas di depannya, Abu Said mendorong kuat dadanya. Pemuda tersebut melihat sekitar mencari cara lain untuk keluar dan tidak menemukannya, ia kembali. Abu Said mendorongnya lebih kasar. Pemuda tersebut mengutuknya dan pergi mengtakan pada Merwan perbuatan Abu Said. Merwan masuk dan berkata padanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Abu Said, kau berlaku demikian pada saudara seimanmu?’ ‘Aku telah mendengar Nabi mengucapkan kata-kata ini,’ jawab Abu Said, ‘saat salah seorang dari kalian sholat, hendaklah ia meletakkan sesuatu di depannya yang memisahkannya dari publik, dan jika seseorang mencoba melintas diantaranya usir ia pergi dan jika ia menolak pergi gunakan kekerasan, karena itu adalah setan.’” 17 Muslim menambahkan: 18 “Jika salah seorang dari kalian sholat jangan izinkan siapapun melintas diantara ia dan Sutra karena itu melindunginya dari setan-setan.’”

Sutrah atau penjaga yang ditempatkan di depan seseorang saat sholat biasanya benda-benda seperti sebuah batu atau tongkat yang ditempatkan pada jarak tertentu dan orang yang sedang sholat tersebut, yaitu sekitar satu kaki dari tempat dimana kepalanya menyentuh tanah. Ini juga satu tanda agar tak seorangpun melintas di depannya dan hanya digunakan oleh pria dewasa dan berakal sehat dan hanya di tempat-tempat terbuka atau umum, tidak pernah di dalam ruang atau atap rumah. Jika menggunakan batu tidak boleh kurang dari 3, bila tidak akan tampak seakan batu tersebut objek ibadah.

Image
Sholat dengan sutrah

Ada kasus-kasus dimana melintasi seseorang saat sholat dihitung sebagai dosa baik si orang yang sholat maupun orang yang melintas, yakni:

(a) Bila dia yang sholat terpaksa sholat di jalan umum, dan tidak ada jalan lain untuk melintas kecuali di depannya, tidak ada dosa bagi yang sholat maupun si pelintas.

(b) Jika dia yang sholat memilih tempat umum yang cenderung sedikit terekspose dan seseorang melintas di depannya, yang sebenarnya bisa dengan mudah lewat di belakangnya, dosa diperhitungkan kepada mereka berdua.

(c) Jika dia yang sholat memilih tempat umum yang cenderung sedikit terekspose dan seseorang yang melintas tidak punya pilihan selain melintas di depannya, dosa diperhitungkan kepada yang sholat.

(d) Jika dia yang sholat memilih sebuah tempat tersembunyi dan seseorang dengan bebas melintas di depannya sementara ada tempat di belakangnya, dosa diperhitungkan kepada yang melintas dan bukan pada ia yang sholat.

“Praktek di kalangan Muslim Syi'ah berbeda dalam beberapa hal dari Sunni,” kata Miss Holliday dari Tabriz, Persia. “Seorang Syi'ah dalam hal sholat mengambil tempat menghadap Kiblat di Mekah; bila ia seorang Muslim yang ketat, ia menempatkan dihadapannya--mengarah ke Kiblat dan ditempat dimana ia menyentuhkan dahinya—Muhr yang mutlak harus ada. Umumnya berupa tanah dari Karbala yang dipadatkan menjadi sebuah lempengan kecil tablet bertuliskan Arab; bentuknya bermacam-macam. Bila seseorang tidak memiliki benda ini, ia bisa menggunakan batu biasa, potongan kayu ataupun gumpalan tanah; di tempat wudhu mereka menyimpan potongan-potongan kecil kayu untuk kenyamanan orang yang sholat/jamaah. Berkenaan dengan kayu, mereka katakan semua pohon di dunia berasal dari surga, dan hidupnya berasal langsung dari Allah, sehingga dianggap benda suci. Jimat-jimat Kerbala disebut ‘turbat’ karena dibuat dari tanah suci dari kota makam Imam Hussain. Di sisi yang lebih dekat padanya antara dia dan Muhr, orang yang sholat ini meletakkan sisir saku kecil, kemudian di depannya sendiri tasbih.

“Setelah sholat, mereka mengarahkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah Kiblat, memberi salam Muhammad sebagai Anak Abdullah dan Imam Hussain sebagai cucu Nabi, anak Fatima,’ kemudian menghadap ke Timut memberi salam Imam Riza sebagai Gareeb, atau orang asing di Meshded di Khorasan, kemudian ke Barat memberi salam Imam Mahdi sebagai Sahib-i-zaman atau Pemimpin Zaman. Bagian belakang menghadap arah Utara; ini terlihat seperti menyembah matahari.”

Diantara berbagai kebiasaan yang terlarang selama sholat, salah satunya adalah menyilang atau menutup jari jemari. Harus dibiarkan terbuka, terpisah. Berikut hadist dari Ibn Maja.19 “Kata Nabi, ‘Jangan rapatkan jari-jarimu saat sholat. Juga dilarang menutup mulut saat sholat.’” Hadist lain mengatakan bahwa Rasullullah melihat seorang pria yang menyilangkan jarinya saat sholat atau merapatkannya; ia mendekatinya dan membuka jari-jarinya.” 20

Bahwa menguap juga punya hubungan dengan roh-roh dan setan-setan, jelas dari hadist yang diberikan di paragraph yang sama, berbunyi: "Jika diantaramu menguap, hendaklah ia menutup mulut dengan tangannya karena sesungguhnya iblis tertawa padanya.”

Secara konstan umat Islam hidup dalam ketakutan akan roh-roh jahat; ini diperlihatkan oleh hadis lain mengenai ritual sholat. Misalnya, kita baca dalam Sunnan Ibn Maja 21 bahwa Muhammad melarang sholat didekat tempat minum unta-unta karena unta diciptakan oleh iblis. Ini adalah tahyul kuno bahwa Iblis ikut serta dalam penciptaan unta; penjelasan diberikan dalam tafsir. Kita cukup diberitahu dengan khidmat bahwa jari-jari harus dalam keadaan terpisah agar tidak ada tempat bersembunyi bagi roh jahat setan dan sebab itulah metode pencucian tangan (rakhlil) termasuk di dalamnya saling menggosokkan sela-sela jemari kedua tangan. (Ibn Afaja, vol.1, p.158, Nasai, vol I, pp.30, 173, 186-7).

Petunjuk terakhir cukup penting karena memperlihatkan bahwa Muhammad berulangkali mengajarkan kebiasaan menggerakkan jari saat sholat. 22 Tak diragukan lagi, praktek menyisir rambut dengan jari-jari terbuka/terpisah (Takhlil esh-Sha’ar) yang menjadi acuan Bukhari (vol. 1, hal.51) punya makna serupa. Beberapa sekte tidak membuka jari-jari tangan kanan saat sholat namun berusaha membuka jari-jari di tangan kiri. Ini mungkin karena tangan kiri digunakan untuk wudhu dan karena itu secara khusus cenderung terinfeksi pengaruh setan.

Kami berikan referensi lebih lanjut mengenai praktek-praktek semacam itu sebagaimana yang tercatat di karya standar hadis, Sunmin An-Nasai. 23. Ceruk di mesjid yang menunjukkan arah sholat disebut Mihrab, yaitu ‘tempat bertempur,’ atau mungkinkah ini alat untuk bertempur melawan setan? Ada banyak hadis mengenai perjuangan Muhammad melawan afrits (?) dan Jin di mesjid. Yang paling menarik dicantunkan dalam hadis Muslim (vol. I, p.204) “Kata Rasullullah (saw), ‘Sejenis setan dari Jin menyerangku kemarin untuk menghentikan sholatku, namun sesungguhnya Allah memberiku kemenangan atasnya. Aku hendak mengikatnya ke sisi salah satu pilar mesjid agar kalian semua melihatnya saat bangun pagi, ketika aku mengingat doa saudaraku Sulaiman: ‘Ya Allah, ampuni aku dan berikan kekuasaan yang tak pernah dimiliki seorangpun,’ dan setelah itu Allah membebaskan setan itu!’” Saya diberitahu bahwa Mihrab di mesjid menggantikan posisi Sutra di luar mesjid dan punya fungsi serupa.

Pembentukan barisan (sab) dalam sholat Islam sewaktu menghadap Mihrab, adalah yang paling penting dan karenanya mereka sangat berhati-hati mengenai ini. Ada banyak hadis berkaitan dengan ini yang hanya dihubungkan dengan kepercayaan akan Jin. Misalnya, bukan hanya jemaah harus berada dalam baris-baris, namun di mesjid sangat penting untuk berdiri berdekatan sehingga tidak ada yang bisa melintas diantaranya. Mereka berdiri laksana pasukan dalam formasi kelompok. Berikut hadistnya:

“Anas meriwayatkan bahwa Nabi berkata, ‘Periksa barisan kalian, karena aku dapat melihat kalian dari balik punggungku’ ‘Tiap-tiap orang diantara kita,’ tambahnya ‘menempatkan bahunya berdekatan dengan sesamanya dan kakinya dengan kaki sesamanya.’” 24 Tahyul lain yaitu, adalah nasib buruk bila sholat disebelah kiri Imam. “Ibn-Abbas berkata, ‘Pada suatu malam aku sholat bersama Nabi. Sewaktu aku mengambil tempat di kirinya, Rasullullah menarik dari bagian belakang kepalaku, menempatkanku di sebelah kanannya. Setelah menyelesaikan sholat, ia merebahkan diri dan istirahat sampai muezzin datang mencarinya. Kemudian ia bangun dan sholat tanpa mengambil wudhu.” 25

Kita telah membicarakan mengenai mengangkat tangan saat sholat. Ini merupakan hal penting bagi pembahasan semua karya Fiqh.

Dalam sholat yang disebut Qunut, yang berlangsung selama dan sebagai bagian dari sholat jelang pagi/shubuh, tangan diangkat dengan cara magis. Goldziher berpendapat makna aslinya adalah pemberian kutukan atau laknat pada musuh; yang mana hal tersebut adalah kebiasaan di Arab. Nabi mengutuk musuhnya dengan cara ini. Demikian pula para Kalif pertama. Dalam Lane’s Dictionary (Pasal Qunut) kita temukan doa yang diucapkan sbb: “Ya, Allah, sesungguhnya kami memohon pertolonganmu, dan kami memohon pengampunanmu. Dan kami percaya padamu dan kami bersandar padamu, dan kami memujimu, dan kami takkan mengingkari rahmatmu, dan kami menyingkirkan dan meninggalkan dia yang tidak taat padamu: Ya Allah, engkau-lah yang kami sembah dan padamulah kami tujukan sembah kami, dan kami bersujud; dan kami bersegera melayanimu; kami mengharap ampunanmu, dan kami takut akan hukumanmu; sesungguhnya (atau semoga) hukumanmu menimpa orang kafir. Diriwayatkan bahwa Nabi selama sebulan penuh setelah sholat shubuh berdiri mengutuki suku-suku Rial dan Dhukwan. Kita baca di Al-Muwatta (vol.1, p. 216) bahwa pada masa itu doa Qunut digunakan untuk mengutuk musuh-musuh mereka, kaum kafir, di bulan Ramadhan. Dikemudian hari kebiasaan ini dimodifikasi atau diurai. Al-Bukhari bahkan menulis sebuah buku mengenai perihal tsb, seperti kapan tangan boleh diangkat dalam sholat.

Tak ada keraguan terkait asal-usul sholat Qunut. Kita pelajari dari Yusuf as Safti dalam tafsirnya atas buku terkenal Ibn Turki mengenai Fiqh (hal.157): “Dasar hukum mengenai Qunut adalah sebagai berikut, ‘Suatu hari datang pada Nabi orang-orang kafir tertentu yang berpura-pura telah masuk Islam dan memintanya membantu mereka dari antara para sahabatnya sebagai pasukan melawan musuh mereka. Maka ia memberi mereka 70 orang diantara para sahabatnya; tetapi, ketika mereka berangkat dengan para sahabat tersebut, mereka membawanya ke gurun pasir dan membunuh para sahabat, membuangnya ke sumur Mayrah. Ini kemudian diketahui Nabi dan ia tidak percaya pada mereka dan dipenuhi kemarahan serta mulai mengutuki mereka sambil berkata: ‘Ya Allah, kutuklah Ra’ala dan Laliyan dan Beni Dhakwan karena mereka mengejek Allah dan Rasulnya. Ya Allah, turunkanlah pada mereka bencana kelaparan seperti di masa Yusuf dan tolonglah el-Walid ibn el-Walid dan para sahabat yang lemah di Mekah.’ Kemudian malaikat Jibril turun padanya dan menyuruhnya diam sambil berkata, ‘Allah tidak mengirim engkau seorang pencerca dan pengutuk tapi sesungguhnya ia mengirimmu sebagai rahmat. Ia tidak mengirimmu sebagai penghukum. Itu bukan urusanmu; karena Allah yang akan menghukum atau memaafkan mereka. Mereka orang yang melampaui batas.’ Kemudian ia mengajarinya doa Qunut yang telah disebutkan di atas, yaitu yang digunakan saat sholat sekarang.”

Terlepas dari penegasan akan keesaan Allah, ada banyak hal lain yang berhubungan dengan sholat Islam yang memperlihatkan sihir pagan, seperti kekuatan melalui kata-kata atau gerakan tertentu untuk mempengaruhi Yang Mahakuasa. Praktek-praktek ini sudah lazim sebelum Islam. Professor Goldziher menyebutkan kebiasaan mantera/jampi (Manashada) yang serupa dengan yang dipraktekkan penyembah berhala Kahin.http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ad-t39470/

Dari pembaca tertentu di masa-masa awal Islam, dikatakan “Bila dia dan dia meminta dengan sangat apapun pada Allah dia pasti memperolehnya.” Tidak hanya dalam doa formal (sholat) namun juga dalam Du’a (permohonan) ada praktek sihir, khususnya dalam sholat gerhana dengan mengangkat tangan. Diriwayatkan al-Bukhari bahwa di suatu kesempatan saat Nabi sedang sholat untuk hujan, ia mengangkat tangannya begitu tinggi sehingga orang dapat melihat kulit putih ketiaknya. Dalam kasus doa, dengan demikian Kiblatnya adalah langit bukan Mekah.

Gerakan lain yang digunakan dalam Du’a adalah mengusap wajah atau tubuh dengan tangan. Kebiasaan yang ditiru dari sang Nabi ini juga memiliki efek magis. Menjelang kematiannya, Nabi mencelupkan tangannya dalam air dan membasuh wajahnya sambil menyebut syahadat. Goldziher terutama menunjukkan unsur-unsur magis dalam sholat hujan dan sholat untuk gerhana matahari dan bulan. Ini seperti menjelaskan dan melawan kekeringan yang sangat dengan cara tahyul di kalangan pagan Arab. Muhammad melarang mereka untuk melebih-lebihkan fenomena tersebut lebih dari sekedar manifestasi khusus kemahakuasaan sang Pencipta, namun dalam hal ini juga mentasbihkan ritual sholat khusus yang berlangsung selama gerhana.

Tidak ada umat Islam yang merenungkan (apalagi menyelidiki--anne) bahwa kemahakuasaan Tuhan terungkap dengan sendirinya dalam peristiwa alam terjadinya gerhana ini—memang tidak ada doktrin yang lebih populer dari kemahakuasaan dan takdir Allah—namun di berbagai level masyarakat berbagai jenis kepercayaan tahyul diberlakukan terkait fenomena tersebut. Dalam peristiwa menggelapnya matahari atau bulan sementara waktu tersebut mereka melihatnya sebagai perbuatan roh-roh jahat dan tidak menganggap sholat biasa sebagai perlindungan yang memadai. “Di Aceh, sebagaimana di negara-negara Islam lain, urusan sholat-sholat semacam ini diserahkan pada para ulama seperti para tengku dan para lebai atau santri, sementara penduduk kampung membuat keributan besar dengan memukul beduk besar meunasah, menembakkan senapan dan bahkan kadang-kadang meriam, untuk menakuti dan mengusir musuh-musuh matahari dan bulan. Berbagai jenis ratebs (gerakan/tarian yang cenderung mistis dengan syair-syair bernuansa Islam) juga dilakukan untuk meringankan derita benda-benda langit.” 27

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Sat Apr 21, 2012 11:41 pm
by anne
Bahwa doa-doa Islam bersifat pagan di kalangan masyarakat Malaysia sudah diketahui dengan baik. Keseluruhan upacara menanam padi dan menuai panen pertama sepenuhnya animisme, namun dilakukan dengan sholat dan doa-doa pagan-Islam. Berikut, contoh yang diberikan Skeat.28 Ia menggambarkan bagaimana kaum wanita berkumpul di panen pertama.

“Selanjutnya dia mengambil dengan satu tangan (dari wadah/nampan kuningan) batu, telur, kerang dan kemiri, dan dengan tangan lainnya menanamkan paku besi besar di tengah rimbunan batang tebu bagian bawah. Kemudian dia mengambil dengan tangan kirinya tali dari kulit pohon, dan setelah mengasapi semuanya bersama dengan bejana beras dan minyak, mengambil beberapa genggam beras dan menaburkannya di sekeliling rimbunan batang tebu, dan kemudian melemparkan sisanya ke atas sebanyak tiga kali, ada yang jatuh menimpa hadirin dan saya sendiri.

“Setelah ini dilakukan, ia mengambil kedua ujung tali kulit pohon, dan melingkarkannya di sekeliling bagian bawah rimbunan batang tebu, perlahan menariknya ke atas pinggang rimbunan batang, mengikatnya setelah mengucapkan ‘Sepuluh Doa’ (do’a sapuloh) tanpa berhenti sejenakpun:

Do’a Sapuloh (Mengambil Padi)

Ka-sa Allah
Ka-dua-nya Bumi
Ka-tiga dengan ayer sembahyang,
Ka-ampat dengan hari Isnayan,
Ka-lima dengan pangkat Mahaligei,
Ka-anam Bintang Rezki
Ka-tujoh Pintu Shurga
Ka-lapan anak ‘ku kandongkan,
Ka-sambilan Muhammad menjadi,
Ka-sapuloh tenak taman


versi sejenis: Do’a Sapuloh (atau Chendrawasi) (mengambil semangat padi)

Ka-sa ‘kan Allah
Ka-dua ‘kan Langit
Ka-tiga ‘kan Bumi
Ka-ampat ‘kan bulan
Ka-lima ‘kan bintang
Ka-anam ‘kan Matahari
Ka-tujoh ‘kan ‘arash kursi
Ka-lapan ‘kan anak di-kandong ibu,
Ka-sambilan sambilan bulan
Ka-sapuloh jadi Allah, jadi Muhammad.
Sejok dingin aku saperti ular chintamani
Baya Allah, aku-lah anak ku kasih Allah
Di dalam Laut Hasin
Kawa rirang kawa rira
Kata ular chintamani
Aku yang kechil menjadi besar
Yang tua menjadi muda,
Jika t’ada timbul, derhaka angkau kepada Allah
Derhaka kepada Muhammad, derhaka kepada Baginda Rasul Allah


Di Aljazair, postur yang biasa digunakan dalam sholat hujan adalah berdiri tegak dengan sikut ditekuk dan telapak tangan mengarah ke atas. Sholat hujan harus dilakukan di tempat terbuka dengan mengenakan burnous (jubah berkerudung) tua yang dipakai terbalik, mengungkapkan kesusahan dan kebutuhan.

Image
Burnous

Untuk gerhana matahari, dilaksanakan sholat yang lebih lama, berdiri dengan tangan jatuh ke samping, jari-jari terbuka, kemudian doa panjang seraya kemudian tangan ditumpukan pada lutut/ruku. Kedua posisi ini diulang disertai bacaan.

Di Yaman, di awal tahun, jika ada kekeringan, lima sapi dibawa ke sebuah mesjid khusus dan tiap sapi bergantian dituntun mengelilingi mesjid tiga kali oleh sejumlah besar pemuda, yang terus mengumandangkan doa atau mengucapkan ayat-ayat Quran. Dalam kasus bila terjadi gerhana, air diletakkan di sebuah wadah besar di tempat terbuka dan orang-orang melihat ke air untuk melihat refleksi bulan, dan doa-doa juga dikumandangkan.

Tahun 1917, ada gerhana bulan total di Mesir. Sebagaimana yang diduga, gerhana tersebut membangkitkan kehebohan besar di masyarakat yang sangat terkesan dengan kenyataan bahwa gerhana terjadi bertepatan dengan Ramadhan dan perang. Panci-panci, beduk serta peralatan untuk membuat keributan lainnya dipukul selama fenomena tersebut berlangsung, dan bahkan setelah fenomena berakhir banyak pelayan menolak tidur di atap rumah.

Di kalangan umat Islam Turki, ada kepercayaan tahyul terkait nilai milligram ‘batu-batu hujan’ yang disebut Yada Rashi, atau dalam bahasa Persia, Sangi Yada. Tahyul ini sudah ada sebelum mereka memeluk Islam, tetap bertahan dan menyebar ke Maroko. Di Tlemcen, di masa kekeringan umat Islam mengumpulkan 70.000 kerikil yang dimasukan dalam 70 karung; sepanjang malam mereka melafalkan ayat-ayat Quran yang diulang untuk setiap kerikil batu, yang setelah itu semua isi karung dibuang ke wadi (sumur) dengan harapan turun hujan. 29

Ibadah semacam ini juga kadangkala dilakukan di Jawa, dengan nama istika; namun, metode pembuatan hujan yang lebih populer adalah dengan ‘memandikan kucing,’ yang kadang disertai prosesi kecil serta upacara-upacara lain. “Di Aceh, sepengetahuan saya,” kata Dr. Snouck Hurgronje, “adat seperti itu tidak ada lagi, walau masih meninggalkan jejak dalam ungkapan-ungkapan kecil yang populer, ‘udara sangat kering; kita harus memandikan kucing dan kita akan mendapat hujan,’ ucap para petani ketika panenan mereka terancam gagal karena kekeringan.”

“Di Tunisia dan Tripoli,” kata Mayor Tremearne, “jika tidak ada hujan, dan tanaman mengering, orang Arab melakukan prosesi di luar kota dengan beduk/drum dan bendera serta berdoa untuk hujan, dan menurut Haji Ali, sapi-sapi dibuat mengeluarkan urine dan atap-atap rumah disiram air bercampur urin tersebut oleh orang Arab dan Hausa (salah satu kelompok etnis Muslim besar di Afrika Barat) sebagai upaya menurunkan hujan. Namun bila tidak berhasil, para negro dipanggil untuk menggunakan sihir mereka.

“Di Utara Aljazair, di kalangan orang Magazawa dari Gobir, hujan diupayakan turun dan berhenti dengan cara berikut ini, menurut Haji Ali: Para pawang hujan ada sembilan orang banyaknya, dan mereka berkeliling dengan tongkat pemukul kayu ke pohon atsamiya (asam) atau ganje (karet) dekat gerbang kota, dan mengorbankan seekor banteng hitam, yang darahnya dibiarkan mengalir terserap akar. Kemudian empat panic/periuk giya (bir) dibawa, kemudian diminum oleh para pawang hujan. Setelah itu, pawang yang paling tua (Mai-Shibko) bangkit, mengenakan kulit banteng serta berseru: ‘Kalian yang Muda, Kalian yang Muda, Kalian yang Muda, mintalah pada Dia (Allah) untuk mengirim air bagi kita, katakan pada Pemilik Surga bahwa manusia sekarat disini, mintalah dia meludahi kita.’ Delapan pawang lain akan bangkit dan berdiri di sekitar si pawang tua dan berseru dengan suara keras apa yang mereka disuruh katakan, dan menambahkan kalimat: ‘Jika kau tidak mengirim hujan kami akan membunuh orang tua ini. Kami sungguh-sungguh padamu, lihat, kami telah mengorbankan seekor banteng padamu.’ Kemudian sambil mengacungkan senjata kayu mereka ke udara, mereka melanjutkan: ‘Jika kau tidak menurunkan hujan, kami akan melempari pemukul kami padamu.” 30

Mengenai sholat hujan yang dilakukan umat Islam di Cina, kami mengutip keterangan berikut dari Revue du Monde Musulman (Vol.26, p.89, artikel yg ditulis oleh G. Cordier): “Sebuah prosesi dibentuk dengan dipimpin oleh ahong, atau imam, yang membawa tiga objek berikut:

(1) Sebuah karung yang diisi dengan 7000 batu-batu yang sangat bersih dan dikumpulkan dari bantaran sungai di sekitar. Batu-batu ini dapat dikatakan mewakili semacam tasbih karena 10 doa diulang untuk tiap batu.

(2) Sebilah pedang dengan bentuk yang dipakai di mesjid-mesjid namun tanpa sarung. Pada gagang pedang ini tertulis kata pao-kien, yakni, ‘pedang yang berharga,’ dan syahadat dalam bahasa Arab. Pedang ini dibuat dari kayu dan dipenuhi tulisan dalam bahasa Arab dan dibawa dalam tempat yang terbuat dari kain linen kuning.

(3) Sebuah tablet dari kuningan. Orang Cina menyebutnya Chao p’ai, yang berarti ‘Tablet yang ditanam.’ Umat Islam menyebutnya t’ong P’ai (Tablet kuningan), dan dalam bahasa Arab lukh nahas. Tablet ini juga ditulisi huruf Arab. “44 bendera yang ditulisi ayat-ayat Quran juga dibawa dalam prosesi ini, bersusun berbaris sambil melantunkan doa-doa. Setibanya di Hei-long-t’an (sumber naga hitam), prosesi berhenti dekat basin sungai yang disebut Etang du dragon. Disini umat Islam memukul air dengan pedang sementara doa-doa terus dilantunkan.

Seorang ahong membawa tablet kuningan tersebut ke air dan melemparkannya ke dalam sehingga membuat seekor ikan keluar (lainnya mengatakan ular air). Saat tertangkap, mereka menempatkannya dalam air yang diambil dari sumber yang sama dan membawanya pulang ke mesjid serta menyimpannya hingga hujan turun. Bila ini terjadi, ikan/ular air tersebut dibawa kembali ke basin sungai dan dilempar lagi ke dalamnya.” 31

Sebagai penutup kami cantumkan disini 4 surat pendek terakhir dari Quran yang digunakan saat sholat lima waktu dan mengandung makna kiasan praktek animisme dan merefer ke masa kecil Muhammad yang menyedihkan ini sering dilantunkan umat Islam. Demikian pula surah Keesaan (112). Namun apa yang dipikirkan umat Islam saat mereka melantunkan surah-surah berikut, bila mereka memahami maknanya yang kita pelajari dari tafsir-tafsir. Setelah membaca isi ayat-ayat ini, tidak diragukan lagi bahwa paganisme memasuki Islam ---justru melalui Quran! \:D/

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Q 97)

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
maka ia menerbangkan debu,
dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh,
sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka. (Q 100)

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya,
dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". (Q 113)

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
Raja manusia.
Sembahan manusia.
Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
dari (golongan) jin dan manusia. (Q 114


------------------------------------------------
Footnotes Bab 3

1 Der Islam, Band IV, Animisme und Daemonenglaube. Der Islam, Band V, Heft I, "Die Entstehung der muslimischen Reinheitsgesetzebung,' von A. J. Wensinck.

2 Der Islam, Band IV, Animisme und Daemonenglaube. Der Islam, Band V, Heft I, "Die Entstehung der muslimischen Reinheitsgesetzebung,' von A. J. Wensinck.

3 Skeat's "Malay Magic," p. 278.

4"Les Traditions do Bokhari." by O. Houdas p 126.

5"Les Traditions do Bokhari." by O. Houdas p 126.

6 Bokhari: Chap. 33. Cf. Muslim, Vol.1, 207 - Arabic edition. "No one must enter or approach a mosque if he has eaten onion, or garlic, because the angels hate the smell as much as human beings do." Muslim : Vol.1: 210.

7 Bokhari: Kitab al Adhan: Section IV.

8I am told by my sheikh from Al-Azhar that according to Moslem tradition it is bad luck (Makruh) to drink water or any liquid while one is standing. If however, one is compelled to drink standing one should move his big toe rapidly as this will ward off all harm. We find here the same superstitious custom of warding off evil spirits by moving the first toe up and down as that of the finger at the end of the ritual prayer.

9 Prayer is forbidden at three particular periods: at high noon because the devil is then in the ascendant; when the sun is rising because it rises between the horns of the devil, when the sun is at the setting because it sets between the horns of the devil. ." Ibn Maja": Vol. I, p.195.

10 Al-Bokhari, translated by Houdas (Paris, 1903), p. 190.

11 Skeat's "Malay Magic" p. 15.

12 Skeat's "Malay Magic," p.545.

13 See "Muslim," Vol.1, pp.190, 193, 194, and Zarkani; "Com. on al-Muwatta," Vol. I, p.283.

14 "Ibn Maja," Vol. I, p.156, lines 10-12.

15 Ad-Damiri's "Hayat Al-Hayawan,3' Vol. I, p.708.

16 "Les Traductions de Bokhari," Houdas, p.179.

17 "Les Traductions Bokhari," Houdas, p. 181.

18 "Muslim," Vol.1, p. 193.

19 Vol.1, p.158.

20 Vol. I, p. 158.

21 Vol. I, p. 134.

22Takhlil is not only used of the fingers but of the toes as well, there also demons lurk. (See Sha'arani's "Lawa'ih al Anwar fi Tabakat al Ahjar, p.26.)

23 In prayer there should be no gaps in the ranks of the worshipers lest Satan come between. Vol. I, p.131. One should blow the nostrils three times when awakening so as to drive away the devil. Ibid., Vol. I, p.27. The Prophet forbade sleep in bathrooms because they are the abode of devils. Ibid., Vol. I, p 15. The Prophet forbade facing the Kibla when fulfilling a call of nature, for fear of Satan. Ibid., Vol. I, p. 15. The separation of the fingers (p. 30): the fingers of the right hand should be closed tight during prayer and of the left hand spread out, but the forefinger should reamin stright. Ibid., Vol I, p. 186. The forefinger should be bent when giving witness. Ibid., p. 187. The fingers should be moved. Ibid., p. 187. Turning the head around during prayer is caused by the devil. Ibid., Vol. I, p. 177.

24 Houdas' al Bukhari (French Trans.), p. 243; see also al Nasia, Vol. I, pp. 173 and 186-7.

25 Houdas' al Bukhari (French Trans.), p.244.

26 See al Bukhari who gives certain chapters on magical formulas to be used on this occasion. Certain 6f the companions of the Prophet were celebrated as rain-makers.

27 Hurgronje's "The Achenese," pp. 285-6.

28 Skeat's "Malay Magic," p.240.

29 Goldziher in the "Nöldeke Festschrift," Zauber Elemente im Islamischen Gebet, p.316.

30 "The Ban of the Bori," pp.185, 189.

31 "A few days ago," writes Miss H. E. Levermore of Tsinchow, "the Moslems had a rain procession,- a thing rarely known with them. It is said once before they had one, and the informer significantly adds, 'and they revolted just after.' In this procession there was no noise, great order and devotion being observed. The Moslems walked the streets carrying incense and reading their incantations. Two chairs carrying Moslem sacred books were caned, whilst the priests had open Arabic Korans in their hands."

Re: ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam****

Posted: Sun Apr 22, 2012 12:10 am
by harahap

TENG YU ANNE !!!

Re: ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam****

Posted: Sun Apr 22, 2012 2:21 am
by Captain Pancasila
anne wrote:6. Beriman pada takdir baik dan jahat.
salah terjemahan? :-k

Re: ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam****

Posted: Mon Apr 23, 2012 9:31 pm
by anne
salah terjemahan? :-k
Menurut KBBI, sama saja :

ja•hat
a sangat jelek, buruk; sangat tidak baik (tt kelakuan, tabiat, perbuatan): orang itu -- hatinya, suka sekali menghina orang yg tidak mampu;

bu•ruk a 1 rusak atau busuk krn sudah lama: memakai kain --; 2 (tt kelakuan dsb) jahat; tidak menyenangkan: kelakuannya sangat --; 3 tidak cantik, tidak elok, jelek (tt muka, rupa, dsb);

Keduanya bisa untuk atribut non-fisik, tetapi memang masyarakat luaslah yang menentukan diterima tidaknya penggunaan dan pengartian suatu istilah, sebentar saya akan cantumkan saja keduanya karena di blog-blog Islam ternyata menggunakan kata buruk.

Saya coba melihat makna asli Percaya pada Qadha dan Qadar dari terjemahan Quran:

QADHA:

1. Berkehendak, memutuskan, menetapkan

badii'u alssamaawaati waal-ardhi wa-idzaa qadaa amran fa-innamaa yaquulu lahu kun fayakuunu (Q2:117)
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" Lalu jadilah ia.

2. Memerintahkan

waqadaa rabbuka allaa ta'buduu illaa iyyaahu wabialwaalidayni ihsaanan immaa yablughanna 'indakaalkibara ahaduhumaa aw kilaahumaa falaa taqul lahumaa uffin walaa tanharhumaa waqul lahumaaqawlan kariimaan (Q17:23)

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia

3. Wahyukan, beritakan

waqadhaynaa ilayhi dzaalika al-amra anna daabira haaulaa-i maqthuu'un mushbihiina (Q15:66)
Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.

(Terj. Muchsin Khan; Pickthal, Yusuf Ali = decree)

QADAR: Menentukan

waja'ala fiihaa rawaasiya min fawqihaa wabaaraka fiihaa wa
qaddara fiihaa aqwaatahaa fii arba'ati ayyaamin sawaa-an lilssaa-iliina (Q41:10)

Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.


(Terj. Muchsin Khan; Pickthal, Yusuf Ali = measure)

Kalau mau konsisten sesuai ayat Quran yang mengandung kata-kata tersebut di atas, bila di bahasa Indonesia-kan, maka mungkin (saya tidak begitu paham bhs. Arab) seharusnya:

Percaya/Beriman pada kehendak, keputusan, ketetapan, perintah, ketentuan Allah.

Soal takdir baik atau buruk/jahat, akan menjadi penjabaran berikutnya dari kehendak/keputusan/ketetapan/perintah/ketentuan dari sosok Allah yang ternyata memiliki kehendak baik dan kehendak jahat terhadap ciptaannya.

ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri Apr 27, 2012 10:57 pm
by anne
BAB IV
RAMBUT, KUKU DAN TANGAN


Bukan hal yang mengejutkan bagi kita bahwa banyak kepercayaan animisme dan tahyul Arab kuno hadir dalam Islam. Pernyataan Frazer terkait hal ini, 1 “Sebagaimana di Eropa, dibagian bawah senantiasa ada lapisan iman Kristen yang dangkal, dimana kepercayaan pada magis dan sihir, hantu-hantu dan goblin selalu bertahan dan bahkan meyebar di kalangan yang lemah dan tak terpelajar, demikian pula yang telah terjadi dan ada di Timur. Hindu, Buddha, Islam bisa saja muncul dan menyebar, namun kepercayaan akan hal2 magis dan setan-setan tetap tak tergoyahkan. Dan, bila kita boleh menilai masa depan berdasarkan masa lalu, tampaknya ia akan terus bertahan seiring jatuh bangunnya agama-agama besar.” Ia melanjutkan, “Dengan sekumpulan orang biasa yang mengatur kepentingan semua orang, agama baru hanya diterima sebagai pemanis, karena yang menyodorkan pada mereka adalah para pemimpin alami yang tidak bisa mereka pilih namun harus mereka taati.

Mereka menggumamkan persetujuan dengan bibir mereka, namun dalam hatinya mereka tidak pernah benar-benar meninggalkan tahyul lamanya; dalam hal ini mereka menghargai agama yang memungkinkan mereka tidak meninggalkan apa yang sudah mereka yakini; sehingga, dalam situasi hidup saat mengalami pencobaan atau bahaya, mereka memiliki jalan lain untuk penyelesaian masalah ketika janji-janji dalam keyakinan yang lebih tinggi (agama-agama besar) mengecewakan mereka, sebagaimana memang yang cenderung terjadi.” 2 Apa yang tertulis disini memiliki referensi kpd kebiasaan populer yang diamati di semua negara Islam, dihubungkan dengan kebiasaan memotong rambut, kuku, serta representasi tangan sebagai amulet/jimat, yang terakhir ini khususnya terjadi di Mesir Bawah dan Afrika Utara. Kebiasaan-kebiasaan yang dalam banyak hal disetujui dan diabadikan oleh contoh yang Muhammad sendiri berikan.

Menurut Skeat, ada beberapa bagian dari tubuh manusia yang dianggap dibekali dengan kesucian khusus serta memerlukan upacara khusus di kalangan kaum Pagan. Bagian-bagian tubuh ini adalah kepala, rambut, gigi, telinga dan kuku. Ia berkata mengenai rambut dan karakter sucinya: “Berdasarkan prinsip kesucian rambut di kepala, tak diragukan lagi perlunya kehati-hatian yang teramat sangat selama proses memotong rambut. Kadangkala, disepanjang kehidupan si pemilik rambut, dan seringkali selama periode-periode khusus, rambut dibiarkan tak terpotong.

Selanjutnya saya diberitahu bahwa di masa lalu kaum pria Melayu biasanya berambut panjang, dan saya sendiri telah melihat contohnya di Jugra, Selangor, dimana ada seorang pria Melayu tradisional yang terkenal secara lokal karena hal ini. Demikian juga, selama 40 hari sebelum masa penyucian seorang ibu yang baru melahirkan anaknya, ayah anak tersebut dilarang memotong rambutnya, dan hal serupa diwajibkan terhadap orang-orang yang melakukan perjalanan atau sakit. Seringkali rambut di kepala anak laki-laki dicukur semua sewaktu bayi, kecuali sejumput kecil di bagian tengah kepala, dan terus dipertahankan demikian sampai anak tersebut mulai bertumbuh, namun seringkali tetap dibiarkan seperti itu (umumnya karena sumpah yang dibuat orangtua si anak) hingga periode pubertas atau menikah.

Kehati-hatian juga harus dilakukan saat membuang potongan rambut yang dicukur (terutama cukuran pertama), karena orang Melayu sangat percaya bahwa hubungan khusus antara seseorang dengan setiap bagian tubuhnya terus ada bahkan setelah hubungan secara fisik terputus, sehingga ia juga akan menderita bila terjadi sesuatu yang melukai bagian tubuhnya tersebut, seperti potongan rambut atau kuku. Dengan demikian ia akan menjaga agar potongan-potongan itu tidak ditinggal di tempat terbuka sehingga bisa terluka, atau jatuh ke tangan orang jahat yang bisa jadi melakukan sihir terhadapnya melalui potongan-potongan tersebut.” 3

Menurut kepercayaan animisme, jiwa manusia tidak hanya terletak di jantungnya tetapi meliputi bagian-bagian khusus seperti kepala, usus, darah, placenta, rambut, gigi, air liur, keringat, air mata, dsbnya. Cara yang digunakan oleh bagian-bagian pembawa jiwa ini tersampaikan pada yang lain adalah dengan meludah, meniup, mengusap darah, atau melalui sentuhan. Di semua keterangan mengenai subjek ini, kita dapati tahyul Islam yang terpulang ke masa-masa pagan, namun disetujui oleh tradisi Islam dan dalam beberapa hal oleh Quran itu sendiri.

Dalam hal pembuangan potongan rambut dan kuku yang digunting serta fungsi magisnya di kalangan umat Islam dewasa ini, ada bukti jelas dari kepercayaan animisme. Orang-orang mungkin bisa disihir/diguna-gunai melalui potongan rambut atau serpihan kuku mereka. Ini kepercayaan universal. Frazer berkata, “Untuk menjaga potongan rambut dan kuku tersebut agar tidak digunakan oleh para dukun sihir, penting untuk menyimpannya di tempat yang aman.

Di Maroko, kaum wanita sering menggantung potongan rambut mereka di pohon yang tumbuh di dekat makam orang suci; karena mereka beranggapan hal tersebut menyembuhkan atau menjaga dari sakit kepala. Di Jerman, potongan rambut seringkali dikubur di bawah semacam pohon murbei. Di Oldenburg, potongan rambut dan kuku dibungkus kain yang disimpan di sebuah lubang di sejenis pohon murbei, tiga hari sebelum bulan baru; lubang tersebut kemudian ditutup. Di sebelah barat Northumberland, ada anggapan bila serpihan kuku pertama seorang anak dikuburkan di bawah pohon Ash (lt: fraxinus), anak tersebut akan menjadi penyanyi yang baik. Di Ambon, sebelum seorang anak bisa mencicipi bubur sagu untuk pertama kali, ayahnya akan memotong sejumput rambutnya yang kemudian dikubur di bawah pohon sagu.

Di kepulauan Aru, ketika seorang anak bisa berjalan sendiri, seorang kerabat perempuan menggunting sejumput rambutnya dan menyimpannya di bawah pohon pisang. Di Pulau Rotti, rambut pertama yang tumbuh di kepala seorang anak dianggap bukan miliknya, dan bila tidak dicukur akan membuatnya lemah dan sakit. Sebab itu, ketika anak tersebut berusia sekitar 1 bulan, rambutnya dicukur dengan upacara: setiap sahabat/tetangga yang diundang masuk ke rumah, langsung menuju ke si anak, memotong sedikit rambutnya dan menjatuhkannya ke dalam tempurung berisi air. Setelah itu, sang ayah atau salah seorang kerabat mengambil rambut tersebut, membungkusnya dalam sebuah tas kecil yang terbuat dari daun, yang kemudian diikatkannya di puncak pohon palem. Selanjutnya ia mengguncang daun palem, turun, dan langsung pulang ke rumah tanpa berbicara pada siapapun.

Suku Indian di wilayah Yukon, Alaska, tidak membuang potongan rambut dan kuku mereka, tapi mengikatnya dalam bungkusan kecil dan menempatkannya di sela-sela cabang pohon atau dimana saja yang tidak akan diganggu hewan, karena mereka percaya tahyul bahwa bila terganggu hewan akan mendatangkan penyakit. Seringkali potongan rambut dan kuku disimpan jauh di tempat rahasia, tidak harus di kuil, kuburan atau pohon.”

“Sungguh mengherankan bahwa di Arab, Mesir dan Afrika Utara, dimana-mana kebiasaan menyimpan potongan rambut dan kuku ini masih lazim di kalangan umat Islam dengan mengacu ke perilaku Nabi.”

Di Malaysia, kebiasan menyimpan rambut yang berlangsung saat ini sepenuhnya bernuansa pagan, namun yang menarik adalah rambut yang dicukur tersebut tidak dikubur di ambang pintu sebagaimana sebelum kedatangan Islam, tapi sekarang ada yang dikirim ke Mekah. Kita kutip dari Skeat yang menggambarkan upacara perkawinan saat sejumput rambut pengantin dipotong:

“Tempurung kelapa yang berisikan potongan ikal rambut dan cincin, diletakkan di kaki pohon buah yang kering/tak berbuah (mis. pohon delima), cincin kemudian diangkat dan airnya (bersama potongan rambut) disiramkan ke kaki pohon. Keyakinan bahwa tindakan ini akan membuat pohon sesubur rambut di kepala orang yang rambutnya dipotong, merupakan contoh jelas dari ‘magis simpati.’ Bila orangtua si pengantin miskin, tempurung kelapa biasanya ditangkupkan ke tanah dan ditinggal disana; namun bila mereka kaya, potongan ikal rambut tersebut biasanya dikirim ke Mekah dibawa salah seorang peziarah yang melemparkan ikal rambut tersebut ke sumur Zamzam.” 5

Di Afrika Utara, seorang pria tidak akan mencukur rambut di hadapan siapapun yang memiliki dendam padanya. Setelah rambutnya dicukur, ia akan melihat sekeliling, dan jika tidak ada musuh di sekitar, ia akan mencampur potongan rambutnya dengan milik orang lain. Namun bila ia takut pada seseorang disana, ia akan mengumpulkan potongan rambutnya, dan membawanya diam-diam ke suatu tempat serta menguburkannya. Ini tidak perlu dilakukan pada bayi, karena bayi tidak punya musuh—pernyataan yang mengejutkan. Kuku dipotong dengan gunting dan selalu dikubur secara rahasia. Orang juga dapat melihat kepercayaan tahyul ini di kisah Kapten Tremearne mengenai jimat, 6 yang terdiri dari akar pohon tertentu dicampur sejumput rambut dari atas dahi dan serpihan kuku jari tangan dan kaki, kecuali yang dari jari telunjuk. Pengecualian ini jelas memperlihatkan bahwa kita berhadapan dengan tahyul yang berasal dari Animisme Arab:

Di Bahrein, Arab Timur, ada aturan khusus dalam memotong kuku dan menguburkannnya terbungkus secarik kain putih seraya berkata, ‘Hatha amana min ‘andina ya Iblis yashud lana at Rahman.7 Mereka mengubur rambut yang rontok saat disisir dengan cara yang sama, berharap menerimanya kembali di hari kebangkitan. Mengenai kuku jari jempol, mereka beranggapan itu tak ada hubungannya dengan Tuhan karena jempol tidak bisa melakukan kejahatan sendiri. Keyakinan bahwa potongan rambut dan kuku berisi jiwa dan karenanya dapat digunakan untuk ritual tertentu juga membuat umat Islam menggantungkan rambut mereka di kuburan-kuburan orang suci, bersama dengan cabikan pakaian mereka, serta gigi, potongan kuku, dsbnya. Di gerbang besar kota Kairo Tua yang disebut Bab-el-Mutawali, ini juga dilakukan dan ada prosesi rutin dimana para pria, wanita dan anak-anak melakukan ritual bersama orang suci yang tinggal di balik atau di bawah gerbang ini, serta berupaya mendapatkan berkat melalui kontak pribadi dengan menyentuh gerbang atau bernafas di dekatnya.

Dalam kaitannya dengan tahyul, Pdt. L.E. Hogberg dari Turkistan China 8 menceritakan mengenai kepercayaan populer bahwa, ‘selama hari-hari terakhir, Iblis akan muncul di bumi mengendarai Merr dedjell (bagal Iblis). Setiap helai bulu bagal tersebut adalah tali senar atau instrument musik. Dengan bunyi-bunyi musik, semua orang di bumi akan tergoda untuk mengikut si Iblis. Tanduk besar akan tumbuh di kepala mereka, sehingga mereka tidak dapat kembali melewati pintu-pintu rumah mereka. Namun, umat Islam mempunyai jalan keluar. Mereka telah secara cermat menempatkan kumpulan potongan kuku dan menempatkannya di ambang pintu, membentuk pagar yang memblokir jalan keluar, sehingga mencegah isi rumah keluar mengikut si Iblis! Sekali lagi rambut dan kuku memiliki kekuatan khusus yang melindungi jiwa mereka terhadap kejahatan!

Di banyak bagian dunia Islam seperti Arab Timur, rambut manusia digunakan dukun setempat sebagai obat kuat. Biasanya diberikan dalam bentuk larutan atau rebusan. Dalam hal ini, rambut orang suci lebih berharga dibandingkan orang biasa. Saya mengetahui sebuah kasus dimana seorang kadi terpelajar meminta tukang cukur mengumpulkan rambut untuk membuat sejenis obat kuat.

Miss Fanny Lutton menulis dari Muscat, Saudi Arabia: “Tepat di seberang halaman Misi ada sebuah mesjid, dan di halaman mesjid ada kuburan orang suci. Saya telah menyaksikan beberapa ritual penyembahan aneh disana. Hanya selang beberapa waktu lalu sekumpulan pria, wanita dan anak-anak berada disana. Seorang wanita membawa putranya yang berusia 1 tahun untuk dicukur di kuburan tersebut. Sehelai kain dihamparkan untuk menampung rambut yang dicukur, dan setelah itu diikatkan pada sebuah tiang bendera kecil di bagian kepala kuburan, disertai sebuah bendera baru berwarna merah yang ditinggal disana sampai warnanya pudar dan lapuk. Disaat warnanya telah memudar dan lapuk, dilakukan upacara yang sama untuk mengganti dengan bendera baru. Para pengunnjung menyantap hidangan sambil duduk-duduk di sekitar kuburan dan suasana amat riang. Helwa (permen) dihamburkan di kuburan dan air mawar dipercikkan di seluruh bagian kuburan. Kemudian rombongan tersebut, termasuk ibu dan anak berkeliling kuburan sebanyak tiga kali dan meninggalkan kuburan dengan berjalan mundur, karena bagi mereka yang mengambil sumpah tidak boleh memalingkan wajah dari kubur saat mereka pergi meninggalkannya.

Rambut ini sangat berkhasiat untuk berbagai penyakit. Kemarin saya melihat penjaganya, seorang wanita yang tampak jahat mendekati kuburan tersebut. Tindakan pertamanya adalah membungkuk dan mencium tanah di bagian kepala kuburan. Ia kemudian merobek lubang di kain yang melilit membungkusi rambut, mengambil sebagian rambut, menaruhnya di sebuah buntelan yang kemudian diikat dan diberikan pada seorang wanita yang datang bersamanya. Tak diragukan lagi, wanita ini diutus untuk mengambil rambut untuk kasus-kasus genting yang tak dapat diobati dengan cara lain, dan Mullah (imam) atau dukun wanita telah dipanggil serta meresepkan rambut tersebut bagi pasien untuk mengusir roh-roh jahat.”

Ada bagian catatan khusus dalam kehidupan Muhammad, mengenai kebaikan fadhalat sang nabi: ludah, urine, 9 darah, dsbnya., termasuk kotorannya. Sebagai contoh, kita baca ‘In the Life Of Mohammed’ oleh Seyyid Ahmed Zaini Dahlan: 10 “Ketika selesai bercukur, para sahabat yang mengelilinginya tidak membiarkan sehelai rambutpun jatuh ke tanah, mereka mengambilnya sebagai pertanda baik atau berkah.” Dan karena Yang Mulia hanya mencukur rambutnya pada saat ibadah haji, ini menjadi sunnah, yang dicantumkan di Mawahib laduniyya (buku sirat rasul oleh Imam Qastalani), dan yang menolaknya harus dihukum berat. Muhammad bin Darain meriwayatkan, “Aku berkata pada Obeid al Suleimani, ‘Aku memiliki beberapa helai rambut Nabi yang kuperoleh dari Anas,’ dan ia menjawab ‘Jika aku memiliki sehelai saja akan lebih berarti bagiku dibandingkan seluruh dunia.”

Karena keyakinan ini, bulu janggut sang Nabi sebagaimana kasus orang suci lainnya dalam Islam, disimpan di relik mesjid di seluruh dunia, misalnya di Delhi, Aintab, Damascus, dsbnya. Contoh baru-baru ini, terjadi pada penduduk Safed Palestina, yang menurut seorang koresponden misionaris, “penuh sukacita di hari-hari awal Juli 1911, karena sehelai rambut asli dari janggut sang Nabi telah dihadiahkan pada mereka oleh Sultan. Seorang kontraktor Kristen dilibatkan dalam restorasi sebuah mesjid di Binat Yacob, tempat untuk relic terkenal tersebut. Walikota ikut serta dalam napak tilas ke Acre untuk menemani relik tersebut ke tempat peristirahatannya. Beberapa kejadian ajaib dikisahkan, dihubung-hubungkan dengan helai janggut sang Nabi. Dua puluh tentara bersenjata lengkap mengawal relik tersebut.” 11

Image
Ulama Islam Kashmir, Ghulam Hassan Banday, mempertunjukkan sebuah relik rambut Nabi Muhammad (dalam tabung gelas)

Image
Umat Islam Kashmir saat menyaksikan sang ulama menunjukkan relic yang dipercaya sebagai helai rambut dari janggut Nabi Muhammad di Mesjid Hazratbal, Srinagar, 10 Maret 2009.

Image
Beberapa helai rambut yang dipercaya berasal dari janggut Nabi Muhammad.

ZWEMER: PEngaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri Apr 27, 2012 11:15 pm
by anne
Relik rambut ini menjadi objek pencarian bersemangat di kalangan umat Islam dari awal periode Islam. Menurut Goldziher, helai rambut tersebut digunakan sebagai jimat, dan para pemilik menjelang kematiannya, mewasiatkan agar miliknya yang berharga ini harus disertakan bersamanya, dikubur dalam tanah. Jafar-ibn-Khinzabu, wazir (pegawai tinggi) dari seorang pangeran Mesir, memiliki tiga helai rambut semacam ini, yang saat kematiannya sehelai dimasukkan ke dalam mulutnya, dan yang dua helai sesuai wasiatnya dibawa ke Medinah. Para penipu dan dukun klenik tidak menyia-nyiakan kesempatan mengambil keuntungan dari ketaatan umat yang mudah percaya.

Mari kita dengarkan Abdul Jani ul-Nabulusi, seorang pengelana/musafir terkenal. Dalam perjalanannya ke Medinah ia bertemu seorang penganut Islam terpelajar dari India, namanya Ghulam Mohammed. “Ia berkata padaku,” kisah sang musafir, “di negara-negara bagian di India banyak orang menyimpan rambut Muhammad. Beberapa hanya memiliki satu helai, namun lainnya lebih dari satu, ada yang 20 helai. Relik-relik ini dipertunjukkan pada orang-orang yang akan mengamatinya dengan rasa hormat. Ghulam mengatakan bahwa salah satu orang suci India setiap tahun memamerkan relik miliknya di hari ke-9 Rabi-ul-Awal, dimana di kesempatan tersebut banyak orang berkumpul disekitarnya, kaum terpelajar dan ulama, bershalawat untuk Nabi dan melakukan ibadah dan praktek mistis. Ia lebih jauh memberitahuku bahwa helai-helai rambut tersebut adakalanya bergerak sendiri, serta bertambah panjang, juga bertambah jumlahnya, sehingga sehelai rambut menjadi induk sejumlah rambut baru.” “Semua ini tidak mengherankan,” komentar si musafir, karena rasul yang dirahmati Allah memiliki kehidupan ilahiah yang dimanifestasikan oleh semua anggota tubuh dan komponen fisiknya yang mulia.”

Seorang sejarawan menceritakan bahwa Pangeran Nurud-Din memiliki beberapa helai rambut Nabi dan ketika mendekati akhir hidupnya ia mewasiatkan agar relik-relik suci tersebut disimpan dalam matanya, dan demikianlah hingga saat ini tetap berada di kuburannya. Setiap orang yang mengunjungi makam sang pangeran, seiring niat mereka mengunjungi makam sang penguasa juga berharap bahwa relik magis yang berada di dalamnya akan membawa berkah bagi mereka. Makam tersebut dapat dilihat di madrasah di Damaskus yang dibangun oleh sang pangeran.12

Pernyataan yang tercantum dalam kitab hukum/syariah Islam tidak meninggalkan keraguan bahwa rambut dianggap suci, dan oleh karenanya tidak boleh dijual atau tidak dihormati dengan cara apapun. Kita baca di Hedaya, 13 tuntunan fiqh mazhab Hanafi yang terkenal, “Penjualan rambut manusia melanggar hukum, juga pemakaiannya, karena, sebagai bagian dari tubuh manusia, penting untuk menjaganya dari kecemaran yang timbul akibat diperjualbelikan. Lebih lanjut, tercatat dalam Hadist Sharif bahwa ‘Allah mengutuk Wasila dan Mustawasila.’” (yang pertama adalah wanita yang pekerjaannya menyambung potongan rambut dari satu wanita ke wanita lain agar rambutnya tampak lebih panjang; yang kedua adalah wanita yang rambutnya mendapat sambungan). Disamping itu, diperkenankan bagi wanita untuk menambahi rambut mereka dengan menggunakan bulu unta. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penggunaan rambut manusia adalah haram.

“Di Tunisia,” tulis Mr. E.E. Short, “serpihan kuku dikubur; juga potongan rambut, dikubur atau dibakar. Jika dibakar dan terbawa angin orang tersebut akan menderita pusing kepala. Seorang penduduk asli menuturkan bahwa hari Jumat sebagai hari untuk memotong rambut dan kuku, lainnya berkata hari Sabtu. Alasannya adalah agar potongan tersebut dapat ditemukan kembali, dan bila ditanya kelak potongan tersebut bisa menjawab bahwa mereka telah dikuburkan dengan baik.” (Bukankah ini sangat memperlihatkan konsep materialistik kebangkitan tubuh?).

Di Aljazair dipercaya bahwa jika serpihan kuku dibuang ke tanah Iblis akan menggunakannya; jika terinjak, pemiliknya bisa sakit keras, dan bila air disiram di atasnya akan bernasib buruk. Dapat pula digunakan dalam magis, yang bila dicampur dengan makanan bisa menyebabkan sakit atau kematian. Di Cape Town, kepercayaan tahyul serupa terkait rambut dan kuku, diyakini di kalangan umat Islam dari India.

Di Persia, potongan rambut dan kuku kadangkala disimpan dalam botol sebagai bagian dari tubuh yang akan diperlukan pada hari kebangkitan. Inilah yang terjadi pada seorang penjaga gerbang di pos misionaris di Urumia; putra misionaris yang nakal saat bermain mencari harta karun, membawa tempat potongan tersebut, dan selanjutnya menyaksikan kemarahan dan kesedihan pemiliknya. 14

“Saat seorang gadis mencapai apa yang penduduk Aceh katakan sebagai usia pernikahan, namun belum ada yang melamar, dipercaya bahwa ada campur tangan gaib/supernatural. Dianggap, pastilah ada bagian dari tubuhnya yang malang atau membawa ketidakmujuran, sehingga menghalangi kesuksesannya. Nilai numerik dari huruf awal namanya digunakan sebagai dasar penghitungan untuk mengetahui bagian tubuh mana yang harus dipersalahkan. Setelah dipastikan, gadis tersebut ditempatkan di atas tumpukan gabah (breuch), dan bagian tubuh yang salah ditusuk sedikit dengan jarum emas agar mengeluarkan darah yang diserap dengan segumpal kapas (gapeueh), kemudian ditempatkan di dalam sebuah telur yang dibuang sebagian isinya. Sejumput ikal rambut si gadis dan serpihan kukunya dibungkus dengan daun kelapa muda, dan akhirnya semuanya ini dilemparkan ke arus air yang mengalir di sungai atau aliran air/jeram terdekat.”15

Di Jawa kuku tidak boleh dipotong di hari Jumat dan setelah hari gelap. Potongan tersebut selalu dibungkus dan dikuburkan seraya mengucapkan berulang-ulang, ‘Tinggallah disini sampai aku meninggal dan saat aku meninggal ikutilah aku.’ Potongan rambut harus dikubur di tempat yang dingin atau kalau tidak pemiliknya akan menderita. Tidak boleh dibakar. Lainnya berkata harus selalu dimasukkan ke dalam sungai atau air yang mengalir. Jika dibiarkan terbawa angin akan mempersulit jalan mereka ke surga. Aturan khusus diberlakukan dalam memotong kuku jari.16

Orang Melayu percaya bahwa ada bahaya khusus yang mengancam bila bagian dari tubuh manusia – seperti rambut dan kuku—dalam keadaan terpisah dari tubuh induknya, bahwa tiap mg bagian terbuang yang cedera bisa mempengaruhi tubuh pemiliknya sendiri. Seorang suami Melayu yang mendapati istrinya menyimpan potongan rambutnya, akan mengamati tindakan istrinya dengat amat curiga.17

Kadangkala dengan menggunakan patung lilin atau bentuk lain, atau dengan menunjukkan ‘sampel’ seperti potongan rambut atau kuku, dukun menyampaikan ke dunia arwah mengenai deskripsi orang yang ia inginkan untuk diserang—dan para arwah selalu siap melakukannya dengan petunjuk yang diberikan.18

Bahwa semua ini benar-benar bagian dari kekafiran, begitu jelas bagi mereka yang mempelajari perbandingan agama.

Juga di Afrika, dukun sihir atau oganga menggunakan secara khusus rambut, gigi, kuku, dsbnya….sama seperti Islam. Nassau menulis 19 “Bila menginginkan kekuasaan atas orang lain, si pemohon harus memberikan pada oganga, apakah itu remah makanan, serpihan kuku, potongan rambut atau (yang paling ampuh!) tetesan darah orang yang hendak dipengaruhi, untuk dicampur dengan ramuan keramat. Ini mewakili kehidupan atau tubuh orang tersebut. Hal ini begitu menakutkan bagi penduduk asli, sehingga mereka hanya memotong rambutnya dengan orang yang dikenal baik; dan bahkan kemudian mereka menguburnya dengan hati-hati atau membuangnya ke sungai. Jika seseorang tak sengaja terluka, ia akan menghapus bekas-bekasnya dari tanah atau memotong bagian pohon (getahnya) yang mengentalkan darah tersebut.”

Tahyul terkait kuku jari merupakan hal yang lazim di seluruh dunia dan tak diragukan lagi unsur animismenya. Dresslar menyebut yang ada di Kristen: 20

Potong kukumu di hari Senin, potong untuk kesehatan;

Potong mereka di hari Selasa, potong untuk kekayaan;

Potong mereka di hari Rabu, potong untuk berita’

Potong mereka di hari Kamis, sepasang sepatu baru;

Potong mereka di hari Jumat, potong untuk sengsara;

Potong mereka di hari Sabtu, sebuah perjalanan dialami;

Potong mereka di hari Minggu, engkau memotong untuk kejahatan; Dan sepanjang minggu engkau akan dikuasai setan.”


Kita tidak terkejut karenanya, menemukan bahwa dalam Islam begitu banyak tahyul disebut dalam kaitannya dengan serpihan kuku, yang beberapa diantaranya tak diragukan lagi karena pengaruh Yudaisme, dan lainnya berasal dari paganisme Arab. Menurut Haggadah (buku aturan Paskah Yahudi), 21 “setiap orang Yahudi yang saleh harus menyucikan dirinya dan menghormati datangnya hari suci tersebut dengan memotong dan membersihkan kuku terlebih dahulu. Para Rabbi tidak sepakat dalam hal kapan pemotongan dilakukan; beberapa memilih hari Kamis, karena bila dipotong hari Jumat, akan mulai tumbuh lagi di hari Sabat; lainnya memilih hari Jumat, karena hal ini akan terlihat sebagai penghormatan akan hari Sabat. Bagaimanapun, menjadi kebiasan untuk memotong kuku di hari Jumat dan poskim (pengambil keputusan dalam hukum Yahudi) tertentu bahkan melarang memotong kuku di hari Kamis.” Umat Islam juga memiliki hari khusus untuk tujuan ini. Kaum Yahudi percaya bahwa potongan kuku tersebut tidak boleh dibuang. Para Rabbi menyatakan bahwa barang siapa yang membakarnya adalah orang yang saleh (Hasid), yang menguburnya adalah orang yang benar (zaddik), dan yang membuangnya adalah orang yang jahat. Alasannya, bila seorang wanita hamil melangkah di atas kuku yang dibuang, kecemaran yang ada di serpihan/potongan tersebut akan menyebabkan kelahiran prematur. 22

Dalam hal aturan pemotongan kuku, Yahudi meminjam dari Zoroastrian, sementara Islam tampaknya telah meminjam dari Yahudi. Menurut Muhammad, urutan prosedur diingat dengan kata Khawabis, yang menunjukkan inisial kelima jari tangan: Khansar (kelingking), Wasti (jari tengah), Abham (jempol/ibu jari), Binsar (jari manis), dan yang terakhir Sababa (jari telunjuk). Sababa bermakna ‘jari pengutuk’ –berasal dari kata dasar sabba – mengutuk. Umat Islam biasanya mengikuti praktek ini tanpa mengetahui alasan dibalik perbuatannya.

Potongan/serpihan kuku jari tidak pernah dibuang, namun dibungkus dengan kertas, dipendam di bawah keset pintu atau dengan hati-hati dimasukkan ke celah dinding. Tahyul serupa ada diantara suku-suku animis di Laut Selatan. “Di Maroko,” ujar Mr. Haldane, “mereka mulai dari jari kelingking di tangan kiri. Namun, beberapa lainnya memotong kuku jari kelingking dan jari tengah setelah jempol, baru selanjutnya kedua jari lain. Jumat adalah hari terbaik untuk melakukannya. Serpihan kuku harus dikubur dengan hati-hati. Mereka tidak memperlakukan pemotongan rambut dan janggut secara khusus, namun tetap saja potongannya harus diletakkan di tempat yang jauh dari kemungkinan terinjak.

Ada apa dengan hal-hal ini sehingga tidak ada yang mengatakan: “Itu adat istiadat.” Di Yaman, kebiasaan tersebut diamati: walaupun banyak orang Arab menyatakan bahwa tidak ada aturan tertentu dalam memotong kuku atau tidak ada alasan tertentu untuk menyimpan dan mengubur potongan tersebut, nyatanya, mereka sangat sangat cermat dalam memotong, dimana harus dimulai dengan jari kelingking; setelah itu mereka mengumpulkan tiap serpihan potongan dalam secarik kain atau kapas dan menguburnya sambil berkata bahwa ini adalah kebiasaan nabi. Sementara yang lain lagi, yang juga mengubur potongan tersebut, berkata bahwa mereka harus selalu memulai dengan jari telunjuk tangan kanan, karena jari tersebut yang paling mulia. Mengenai rambut, tidak dikuburkan, kecuali dalam beberapa kasus langka.

Kebiasaan terkait pengguntingan atau pencukuran rambut serta pemotongan kuku selama ibadah haji di Mekah sudah lama diketahui. Segera setelah para peziarah memikul tanggung jawab Ihram atau baju untuk berhaji, mereka tidak boleh memotong rambut atau kukunya. Perintah ini dilaksanakan dengan cermat. Kita baca di sebuah buku hukum Islam terkenal 23 bahwa “denda tebusan sebesar tiga modd bahan makanan dibayar penuh bila sedikitnya tiga helai rambut atau tiga kuku dipotong; satu modd untuk sehelai rambut atau sepotong kuku, dan dua modd untuk dua helai rambut atau dua potong kuku. Orang yang melakukan pelanggaran, harus mencukur seluruh janggutnya serta membayar denda tebusan.” Ketika ibadah haji berakhir dan semua tata ibadah lengkap dilaksanakan, rambut dicukur, kuku dipotong serta berdoa: “Aku bermaksud melepaskan Ihram-ku sesuai yang dilakukan Nabi saw! Ya Allah, rahmatilah diriku (tiap helai rambut), cahaya, kesucian dan pahala! Dalam nama Allah, dan Alla Maha Besar!” Setelah doa ini, umat Islam yang taat dengan hati-hati menguburkan potongan rambut dan kuku mereka di dalam tanah suci. 24

Kita lanjutkan dengan tahyul terkait tangan manusia. Mr. Eugene Ledebure menulis: 24 “Tidak pernah ada negara dimana representasi tangan manusia tidak berfungsi sebagai jimat. Di Mesir seperti juga di Irlandia, diantara orang Ibrani seperti juga orang Etruscan, mereka menyematkan kekuatan misterius pada figur ini. Illustrasi kami memperlihatkan berbagai bentuk tahyul ini. Penggunaan tangan dalam hal ini berasal dari masa yang sangat kuno, mungkin ada hubungannya dengan acara ‘peletakan tangan.’ Peletakan tangan di kepala sebagai simbol dedikasi, ditemukan dalam Alkitab, dimana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu dan menyampaikannya pada Tuhan. (Kel. 29:15, 19; II Taw. 29: 23) Tangan diletakkan di kepala hewan yang darahnya digunakan bagi acara pentahbisan atau untuk penghapus dosa.

Upacara serupa digunakan untuk mentransfer dosa manusia ke korban tebusan berserta semua persembahan korban bakaran. Peletakan tangan di kepala penerima berkat juga perlu diperhatikan. Yakub, menjelang kematiannya, meletakkan tangan kanannya di kepala Efraim. Orang Lewi juga ditahbiskan lewat peletakan tangan oleh pemimpin suku. Prototipe pentahbisan yang berlaku di sepanjang masa adalah peletakan tangan saat pentahbisan Yosua sebagai penerus Musa. Ritual ini ditemukan di Perjanjian Baru dan Talmud serta dilaksanakan saat pengangkatan anggota Sanhedrin. Namun, hal ini berangsur terhenti dalam praktek, walaupun tetap dilestarikan sebagai perlambang.

Islam membuat perbedaan agama dan ritual antara tangan kanan dan tangan kiri.

Banyak interpretasi dan ide yang gelap dan aneh, yang dihubungkan dengan hal-hal terkait bagian kiri tubuh, tangan kiri, kaki kiri, dsbnya. Ini terpulang ke masa kuno dan hampir universal. Dalam Islam tangan kiri tidak pernah dipakai untuk makan; Hadist mengatakan bahwa setan makan dengan tangan kiri; umat Islam tidak boleh meludah di sisi kanan atau depannya, tapi di sisi kiri. Apakah asal usul tahyul ini dikarenakan penyebab fisik, atau praktek ritual seperti wudhu, tidak dapat ditentukan dengan mudah. 26

Dalam Yudaisme, tangan seorang imam menggambarkan ungkapan doa syukur. Tangan pada batu nisan menunjukkan bahwa almarhum adalah keturunan dari keluarga Harun; pada halaman judul buku menunjukkan pencetaknya adalah keturunan keluarga Harun. Tangan juga digambarkan pada dinding sinagog dan cermin. Sebuah tangan umumnya digunakan sebagai penanda Taurat. Sebuah tangan dengan tangkai bulir gandum serta dua kuntum bunga poppy terlihat pada koin uang logam. Dua tangan menyatu seringkali digambar pada ‘ketubah’ (kontrak nikah) kosong dan pada apa yang disebut sebagai ‘sifiones-tefilah’ ada tangan yang sedang menebang pohon atau memotong bunga-bunga.

Image
Simbol tangan pada batu nisan Yahudi. Ini adalah simbol Kohen atau Cohen (bahasa Ibrani untuk imam). Bentuk jamaknya Kohanim atau Cohanim. Kohanim berarti keturunan langsung Aaron/Harun, Kohen pertama sekaligus saudara Musa.

Sebuah tangan yang diukir atau dicetak dari metal sering digunakan sebagai jimat. Sekarang kita beralih ke tahyul Islam terkait karakter tangan.

Re: ZWEMER: Kasus2 Animisme dalam Islam****

Posted: Fri Apr 27, 2012 11:39 pm
by anne
Seorang misionaris dari Maroko menulis: “Dari semua jimat yang digunakan perempuan Moor untuk mengusir mata setan beserta semua bahayanya, tak satupun yang memiliki begitu banyak kekuatan magis seperti ornamen perak yang dipakai di dada dan disebut Khoumsa. Kekuatannya terletak di lima titik, jumlah angka yang apapun bentuk penampilannya, menjadi benda pelindung yang sangat ampuh. Dalam kepercayaan masyarakat Moor, itu berarti penyebaran setiap pengaruh jahat yang ditujukan terhadap si pemakai, ke keempat penjuru bumi.” Di Palestina dinamakan Kef Miryam; di Aljazair, umat Islam dengan sangat tepat menamainya La Main de Fatima, dan dari sumber inilah tahyul lain berkembang; kekuatan mistik angka lima yang disebabkan lima jari tangan atau kekuatannya yang menakutkan. 27

“Tangan Fatima,” ungkap Tremearne, 28 “adalah yang paling disukai di Tunisia, dan orang dapat melihatnya di sebagian besar pintu rumah; di Tripoli (hingga timur Karthago) hampir tak terluput satupun, dan ini bisa diduga, karena tanda tersebut berasal dari kepercayaan kuno orang Kartago (yang lebih seribu tahun sudah ada sebelum Islam) yang sama sekali tidak menggambarkan tangan Fatima melainkan Tanit (dewi bulan/dewi kesuburan/Venus). Namun, jimat tersebut mirip dengan ‘Petir Adad’ --yang dipakai di kalung raja Assiria, bersama simbol matahari, bulan dan Venus—yang diperkirakan merupakan asal mulanya.” 28

ImageImage
Hand of Fatima/Hamsa

Image
Lima jari juga merepresentasikan keluarga nabi (ahl al-bayt). Nabi Muhammad diwakili jempol, Ali diwakili telunjuk, Fatima oleh jari tengah, Hasan oleh jari manis dan Hussein oleh jari kelingking.

Image
Simbol Tanit (dewi orang Phoenisia/Karthago, 814 BCE – 146 BCE): bulatan dalam bulan sabit, ditopang segitiga.

ImageImageImage

Inskripsi pada batu ini menunjukkan simbol Tanit disertai tangan terbuka yang berarti memberi berkat dan juga perlindungan. Simbol tangan ini terus berlanjut digunakan dan sangat populer, terutama di Yudaisme dan Islam.

Simbol tangan tersebut sering digambar pada genderang yang digunakan dalam tarian bori (setan) di Tunis. Saat diangkat, jari-jari terentang dan menunjuk ke arah orang yang diduga pemberi kejahatan, dan tindakan semacam ini di Mesir, Afrika Utara dan Nigeria sekarang dianggap sebagai tindakan pelecehan. Di Mesir, tangan terentang menunjuk pada seseorang digunakan untuk mengutuk. Mereka katakan yukhammisuna, atau “Ia melempar lima jarinya pada kita,” yakni mengutuk. Bukan hanya tangan, namun juga telunjuk digunakan untuk tujuan ini. Itulah sebabnya disebut Sababa.

Goldziher memberikan banyak contoh bagaimana jari telunjuk dipakai dengan cara magis, jauh sebelum dipakai untuk pengakuan keesaan Allah (saat sholat). Kontroversi timbul di awal mula Islam mengenai mengangkat tangan saat sholat. Jt berhubungan dengan posisi tangan dimana empat mazhab memiliki ajaran khusus yang berbeda. Mungkin ini juga menunjukkan penggunaan magis tangan.

Di Mesir, tangan Fatima biasanya digunakan sebagai jimat terhadap mata jahat. Terbuat dari perak atau emas dalam perhiasan, atau terbuat dari timah berukuran biasa yang digantung di bagian depan pintu rumah. Bagian atas spanduk Muslim seringkali berbentuk ini. Tertera di perlengkapan kuda, bagal/keledai, dsbnya; dan di setiap kereta kuda di Alexandria kita juga melihat tangan dari tembaga ataupun digambar dalam berbagai warna.

Hal-hal berikut harus diperhatikan: Suatu ketidakberuntungan bila menghitung dengan lima jari. Semua orang Mesir di Delta, saat berhitung mereka katakan: “Satu, dua, tiga, empat, dalam mata musuhmu.” Anak-anak, saat bermain, memperlihatkan ketidaksenangan satu sama lain dengan menyentuhkan kelingking kedua tangannya, yang menandakan pemisahan, permusuhan, kebencian. Tanda serupa juga digunakan orang dewasa untuk menutup diskusi.

Asal-usul merentangkan tangan dengan telapak terbuka ke arah seseorang dijelaskan sheikh saya berikut ini: “Tradisi mengatakan bahwa suatu ketika seorang wanita yang melihat Muhammad menjadi sangat terpikat dengan ketampanannya, dan Muhammad, yang khawatir perempuan itu akan melakukan sesuatu padanya, mengangkat tangannya (dikatakan tangan yang kanan) dan merentangkannya ke depan dengan telapak mengarak ke wanita tersebut, dan disaat yang sama ia mengulang Surah 113. Ketika ia melakukan ini hasrat memiliki berkelebat melewati kedua jarinya dan menghantam sebuah paku di pohon terdekat serta menghancurkannya jadi serpihan!”

Akhirnya kita tambahkan kebiasaan aneh yang juga lazim di Mesir, yakni mencelupkan tangan ke dalam darah hewan korban dan memberi tanda dengan darah itu di pintu-pintu, pondasi bangunan, hewan, dsbnya, untuk menyucikan atau melindungi mereka dari pengaruh jahat. Di bab berikutnya mengenai persembahan korban Aqiqah, kita akan mengacu ke lazimnya korban darah di masa awal Islam serta maknanya. Praktek mencelupkan tangan ke dalam darah dan memberi tanda pintu rumah, mungkin terpulang ke kisah Israel di Mesir, namun penggunaan tangan dengan cara ini merupakan campuran berbagai jenis tahyul.

Siapa yang bisa mengurai benang kusut dalam gulungan keyakinan dan praktik Islam? Ada banyak pengaruh Yudaisme, sebagaimana telah ditunjukkan Rabbi Geiger; selebihnya bahkan mungkin ide-ide Kristen yang lazim di tanah Arab di masa Nabi; namun yang paling penting, Islam dalam bentuk populernya penuh dengan animisme dan praktek ritual yang hanya bisa dijelaskan memiliki asal-usul dan kecenderungan pagan.


FOOTNOTES BAB IV

1 "The Scapegoat" pp. 89-90.

2 This is true, alas, even in Christendom. But outside its pale, "Superstition has sacrificed countless lives, wasted untold treasures, embroiled nations, severed friends, parted husbands and wives, parents and children, putting swords and worse than swords between them; it has filled jails and mad-houses with innocent or deluded victims;has broken many hearts, embittered the whole of many a life, and not content with persecuting the living it has pursued the dead into the grave and beyond it, gloating over the horrors which its foul imagination has conjured up to appall and torture the survivors. How numerous its ramifications and products have been is merely hinted in the following list of subjects given as cross-references in a public library catalogue card: Alchemy, apparitions, astrology, charms, delusions, demonology, devil-worship, divination, evil eye, fetishism, folk-lore, legends, magic, mythology, occult sciences, oracles, palmistry, relics, second sight, Sorcery, spiritualism, supernatural, totems and witchcraft. This force has pervaded all provinces of life from the cradle to the grave, and, as Frazer says, beyond. It establishes customs as binding as taboo, dictates forms of worship and perpetuates them, obsesses the imagination and leads it to create a world of demons and hosts of lesser spirits and ghosts and ghouls, and inspires fear and even worship of them."(The New Schaff Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge," Vol. XI, p. 169.)

Professor F. B. Dresslar of the University of California prepared a list of those things with which superstition was connected in that State. He secured the list through questions to grown-up people in the present century. It was as follows: Salt, bread and butter, tea and coffee, plants and fruit; fire, lightning, rainbow, the moon, the stars; babies, birds, owls, peacocks and their feathers, chickens, cats, dogs, cows, swine, horses, rabbits, rats, frogs and toads, fish, sheep, crickets, snakes, lizards, turtles, wolves, bees, dragon flies; chairs and tables, clocks, mirrors, spoons, knives and forks, pointed instruments, pins, hairpins, combs, umbrellas (mostly unlucky), candles, matches, teakettle, brooms, dishcloths, handkerchiefs, gardening tools, ladders, horseshoes, hay; days of the week and various festivals or fasts, especially Halloween, birthdays; various numbers, counting, laughing, singing, crying; starting on a journey and turning back, two persons simultaneously saying the same thing, passing in at one door and out at another, walking on opposite sides of a post, stepping on cracks, sneezing, crossing hands while shaking hands, use of windows as exits, stumbling; itching of palm, eye, nose, ear, or foot; warts, moles; various articles of dress, shoes, precious stones, amulets and charms, rings,money; wish-bones; death and funerals, dreams, spiritisms, weddings,and initials.

3 Skeat's "Malay Magic," pp. 43-45.

4 "Taboo and the Perils of the Soul," pp 274-275.

5 Skeat's "Malay Magic," p. 355.

6 "The Ban of the Bori," p. 57.

7 "O Satan, this is a safe deposit from us as God is our witness."

8 Correspondence in a magazine called Central Asia for December, 1916.

9 There are traditions in Bukhari and Muslim to show' the sacred power of Mohammed's blood, spittle, etc. It is also taught that even the exereta of the prophet of Arabia were free from all defilement. Cf. "Insan al Ayun al Halebi " Vol.11, p.222.

10 Margin of Sirat at Halabi, Cairo Edition, 1308 A.H., vol. iii, pp 238-9.

11 Der Christliche Orient, Sept., 1911.

12 "The Moslem World" Vol.I, p.306.

13 Hamilton's "Hedaya," Vol.II, p.439.

14 Letter from Miss S.Y. Holliday of Tabriz.

15 "The Achenese,33 p.298.

16 Dr. B. J. Esser, Poerbolinggo, Java, in a letter.

17 "Malay Beliefs," p.53.

18 Regarding the hair of Mohammed, a legend is told among the Malays that on his journey to heaven on the monster Al-burak, they cleft the moon and when Mohammed was shaved by Gabriel the houris of heaven fought for the falling locks so that not a single hair was allowed to reach the ground. "Malay Beliefs," p.43.

19 "Fetishism in West Africa," p. 83. "Malay Beliefs," p. 72.

20 "Superstition and Education," p. 72.

21 "Jewish Encyclopedia," Art. Nails.

22 "Jewish Encyclopedia," Art. Nails

23 Minhaj et Talibin Nawawi p.120.

24 Burton's "Pilgrimage," Vol.II, p.205.

25 "Bulletin da la Societe de Geographie d'Alger et de l'Afrique du Nord," 1907, No.4.

26 Dresslar remarks concerning similar beliefs in the United States, "Experiments upon school children show that there is more disparity between the right and left sides of the body of the brighter pupils than there is between the right and left of the duller ones. Doubtless this same augmented difference holds throughout life, or at least to the period of senescence. It is nothing more nor less than the result of specialization which increases as growing thought-life calls upon the right members of the body for finer adjustment and more varied and perfect execution. Hence, the right members become more the special organs of the will than the left, induce a greater proportion of emotional reaction, and altogether become more closely bound up with the mental life. That this specialization gives an advantage in accuracy, strength, control, and endurance of the right side there can be no doubt. But it seems equally certain that it introduces mental partialities not at all times consistent with well-balanced judgment, or the most trustworthy emotional promptings. Indeed this difference is recorded in the meaning and use of the two words, dextrous and sinister. The thought that relates itself to the stronger side is more rational than that which deals with the weaker and less easily controlled half.

"In addition to this fundamental basis for psychic differentiation with respect to the left and right, it is probable that the beating of the heart, strange and wonderful to the primitive mind, had some influence in connecting the left side with the awful and mysterious." ("Superstition and Education," pp. 208-207.)

27 Mr. Lefebure in his short work, "La Main de Fatima," has gathered all that is known on the subject.

28 "The Ban of the Bori," p. 174.

Re: ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri May 04, 2012 10:38 pm
by anne
BAB V
AQIQAH


Di antara banyak titik persamaan antara Kristen dan Islam (dan juga sejumlah perbedaan, yang menjadi titik tolak bagi misionaris setia untuk menyelami inti ajaran Injil), ada satu yang belum mendapat perhatian memadai. Kita mengacu ke ritual Aqiqah, yang dilaksanakan rumah tangga umat Islam setelah kelahiran bayi, di hampir semua negara Islam, dan ada banyak Tradisi terkait ritual ini. Menurut syariah, aqiqah dilaksanakan di hari ketujuh kelahiran bayi, dan sangat dianjurkan memberi nama bayi di kesempatan tersebut, mencukur rambutnya, memberi makan orang miskin, serta menyembelih korban. Menurut beberapa otoritas, jika pengorbanan Aqiqah tidak terlaksana di hari ke tujuh oleh orangtua bayi, hal tersebut dapat dilaksanakan di kemudian hari oleh si anak sendiri jika ia sudah cukup umur.

Akar kata ‘aqiqah adalah ‘aqqa: memutuskan, memisahkan, memecah. Terutama digunakan dalam makna memutuskan jimat ketika sang anak menjadi dewasa. Juga dipakai dalam ungkapan ‘Aqqa bi sahmi’ (Ia membidikkan anak panah ke langit), atau dalam hal pengorbanan Aqiqah (Ia melaksanakan pengorbanan untuk anaknya yang baru lahir). Sangat menarik untuk dicatat bahwa kata ini dalam setiap penggunaannya terlihat mengacu ke penebusan atau penyelamatan.

Menurut Lane 1, anak panah, seperti halnya pengorbanan disebut ‘aqiqa: dan itu adalah anak panah pembebasan diri: mereka melakukan ini di Masa Ketidaktahuan/Jahilliyah (di peristiwa yang memerlukan balas dendam); bila anak panah yang dibidikkan kembali dengan berlumur darah, mereka tidak berkeberatan atas pembalasan dendam dengan pembunuhan; namun jika anak panah kembali dengan bersih, mereka mengusap janggut serta mengadakan musyawarah tentang pembayaran (uang/harta) utang darah tersebut; mengusap janggut merupakan tanda rekonsiliasi; namun, anak panah itu sendiri, seperti yang dikatakan Ibn-ul-Arabi tentu saja selalu kembali dalam keadaan bersih.

Asal mulanya adalah sbb: seorang pria suku tersebut dibunuh, dan sang pembunuh dituntut atas darah yang ia tumpahkan; sementara para pemimpin suku bermusyawarah, menemui ahli waris orang yang terbunuh, dan menawarkan pembayaran utang darah sambil minta maaf atas darah yang tertumpah; jika si pewaris seorang pria yang kuat, pemberani, ia akan menolak pembayaran utang darah (lebih memilih balas membunuh); namun jika ia lemah, ia akan berkonsultasi dengan orang-orang sesukunya, dan kemudian berkata, ‘Diantara kita dan Pencipta, kita memiliki tanda yang menunjukkan perintah dan larangan: kita mengambil anak panah, memasangnya pada busur, dan membidikkannya ke langit; jika anak panah tersebut kembali berlumur darah, kita dilarang mengambil pembayaran atas utang darah, dan kita tidak berkeberatan atas pembalasan dendam dengan pembunuhan; namun jika kembali dengan bersih sebagaimana waktu dibidikkan, maka kita diperintahkan untuk mengambil pembayaran utang darah; demikianlah mereka mencapai kesepakatan.”

Bagaimanapun kata aqiqa dalam literatur Islam tidak lagi mengacu ke upacara membidik anak panah sebgaimana di Jaman Ketidaktahuan/Jahiliyah. Aqiqa dalam Hadist bermakna:

rambut bayi yang baru lahir, yang sudah ada di kepalanya sejak dari rahim ibunya –ada yang mengatakan hanya untuk rambut manusia, ada juga yang berkata termasuk rambut hewan.
domba atau kambing yang disembelih sebagai korban bagi bayi yang baru lahir, dalam peristiwa pencukuran rambut sang bayi di hari ke-7 kelahirannya, dan yang potongan dagingnya dimasak dengan air dan garam serta diberikan sebagai makanan pada orang miskin.

Al Zamakhshari menyatakan karena itulah (bersamaan waktunya) upacara pengorbanan tersebut menggunakan kata yang sama dengan rambut sang bayi; namun ada yang berpendapat bahwa dikatakan demikian karena disembelih dengan cara memotong tenggorokan dan pembuluh darah di leher.

Pengorbanan Aqiqah tercantum di hampir semua koleksi hadist standar, umumnya di bawah subjek Bab-ul-Nikan, Dalam kitab Fiqh, disebut dibawah judul/subjek ‘pengorbanan dan persembahan.’ Pembahasan mengenai Al-Aqiqa yang paling rinci kutemukan di buku fiqh terkenal karya Ibn Rushd el Kartabi. Ia membahas subjek ini di bawah enam judul: (1) Pada siapa ini diwajibkan; (2) Dimana; (3) Untuk siapa pengorbanan dilakukan dan berapa banyak yang dikorbankan; (4) Waktu pelaksanaan upacara; (5) Tatacaranya; (6) Apa yang dilakukan pada daging korban.

“Mengenai pada siapa ini diwajibkan, salah satu aliran, yakni kaum literalis, berkata hal tersebut perlu (wajib) dilakukan, namun sebagian besar aliran berkata itu hukumnya sunnah, hanya mengikuti kebiasaan Nabi; dan Abu Hanifa berkata hal tersebut tidak wajib dan bukan sunnah. Sebagian besar dari mereka sepakat bahwa yang Abu Hanifa maksud adalah bersifat optional (pilihan). Alasan perbedaan pendapat tersebut adalah adanya kontradiksi dua hadist, yakni sebuah hadist Samra, dimana Nabi berkata, ‘Setiap anak lelaki tergadaikan oleh aqiqahnya, yang dikorbankan baginya di hari ke-tujuh kelahirannya, dengan demikian kejahatan dihilangkan darinya.’ Hadist ini memunjukkan bahwa pengorbanan tersebut wajib; tetapi ada hadist lain yang berbunyi: ‘Ketika Muhammad ditanya mengenai Al-Aqiqa, ia berkata, ‘Aku tidak menyukai Al Aquq (perilaku tidak berterimakasih), namun barangsiapa yang memiliki bayi biarlah ia membuat upacara bagi anaknya.’” (anne: ada pendapat Muhammad tidak menyukai penggunaan kata Al Aquq/Aqiqa, dan lebih menyukai kata nasikah)
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang Aqiqah? lalu beliau berkata: “saya tidak senang dengan Al `uquuq (aqiqah) –seakan akan yang tidak disenangi adalah penamaan aqiqah– maka berkatalah para sahabat: Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam! Sesungguhnya kami bertanya tentang seseorang yang baru dilahirkan? maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ ينسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيفْعلْ
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih kambing karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang setara dan untuk perempuan satu kambing.” [Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud (2843), Nasa’I (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan oleh al-Hakim (4/238)]
Hadist ini menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut dipujikan sebagai layak atau diizinkan, dan mereka yang memahaminya sebagai ‘perilaku terpuji’ berkata bahwa aqiqah adalah sunnah, dan mereka yang memahaminya sebagai ‘diizinkan’ berkata bahwa aqiqah bukan sunnah dan tidak pula wajib. Namun mereka yang mengikuti hadist Samra berkata bahwa hal tersebut wajib hukumnya.

Sehubungan dengan jenis korban (jantan, betina), semua ulama sepakat bahwa segala sesuatu yang diperbolehkan dalam hal pengorbanan tahunan diperbolehkan pula dalam aqiqah, baik itu hewan jantan maupun betina. Namun, Malik lebih memilih domba betina sebagai korban di mazhabnya, dan ia berbeda pendapat mengenai apakah unta atau sapi layak menjadi korban. Otoritas lain dalam Fiqh berkata bahwa unta lebih baik daripada sapi dan bahwa kambing lebih baik daripada domba. Dan alasan perbedaan pendapat mereka lagi-lagi disebabkan ketidaksesuaian hadist. Hadist Ibn Abbas berkata bahwa Nabi Allah melaksanakan upacara Aqiqah untuk Hassan dan Hussain dengan mengorbankan seekor domba jantan untuk masing-masing. Sementara hadist Abu Dawud berkata, ‘Untuk anak perempuan seekor domba betina dan untuk anak laki-laki dua ekor domba betina.’

“Mengenai untuk siapa upacara tersebut dilaksanakan, mayoritas sepakat bahwa Aqiqa dilaksanakan hanya untuk bayi laki-laki dan perempuan. Pengecualian untuk ini adalah Al Hasan, yang berkata bahwa tidak ada Aqiqah untuk anak perempuan, dan beberapa diantaranya memperbolehkan Aqiqah dilaksanakan bagi orang dewasa. Mayoritas otoritas menyandarkan pendapat mereka bahwa itu hanya untuk bayi adalah perkataan Muhammad: ‘di hari ke tujuh,’ dan mereka yang tidak setuju menyandarkan pada hadist yang disampaikan Anas bahwa sang Nabi melaksanakan upacara Aqiqah untuk dirinya sendiri ketika diangkat sebagai nabi (Aqqa 'an nafsihi ba'adma bu'atha b'n nabuwa.) Dasar bahwa hal itu diizinkan bagi anak perempuan adalah perkataan, ‘Untuk anak perempuan seekor domba betina dan untuk anak laki-laki dua ekor domba betina.’ Di sisi lain, bukti yang mendasari bahwa hal itu hanya untuk anak laki-laki adalah perkataan, ‘Setiap anak laki-laki wajib di aqiqah-kan.

Sehubungan dengan jumlah yang dikorbankan para ulama juga tidak sependapat. Bagaimanapun, Es Syafi’I berkata—dan bersamanya Abu Thaur dan Dawud dan Ahmad: ‘Aqiqah untuk anak perempuan, satu domba betina dan dua untuk anak laki-laki.’

Penyebab ketidaksepakatan mereka adalah ketidaksamaan hadist. Sebuah hadist dari Um Karz yang diriwayatkan Abu Dawud menyatakan bahwa Nabi berkata ‘Aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor domba serupa dan anak perempuan satu.’ Jelas ada perbedaan jumlah korban antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, hadist lain mengatakan bahwa Muhammad sendiri melaksanakan upacara Aqiqah untuk Hassan dan Hussein, masing-masing satu ekor domba jantan, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda.

Mengenai pelaksanaan upacara, mayoritas sepakat bahwa hal tersebut harus dilaksanakan di hari ke tujuh setelah kelahiran. Malik tidak memasukkan perhitungan hari dimana anak tersebut dilahirkan, bila ia lahir di siang hari. Namun, AH ul Malik, memasukkan perhitungan tersebut. Ibn al Kasim berkata bahwa jika Aqiqah dilaksanakan di malam hari, rambut si anak tidak boleh dicukur. Para sahabat Malik tidak sependapat mengenai waktu pencukuran rambut. Dikatakan bahwa hal tersebut dilaksanakan di waktu biasa pengorbanan yakni di pagi hari. Sementara lainnya, yang mengatakan dilaksanakan segera setelah fajar, mendasarkan pernyataan mereka pada apa yang dikatakan Malik dalam Hadaya-nya. Dan tidak ada keraguan bahwa mereka yang memperbolehkan pengorbanan tahunan di malam hari, juga memperbolehkan aqiqah di malam hari. Dinyatakan pula bahwa Aqiqah diizinkan dilaksanakan di hari ke-14 atau ke-21.

Image Image

Mengenai sunnah dari upacara ini dan korbannya, sama dengan sunnah untuk pengorbanan tahunan, yakni, yang dikorbankan harus tidak ada cacat cela (kurus, sakit, patah kaki, dll.), dan saya tahu keempat mazhab sepakat dalam hal ini.

Mengenai daging korban, kulitnya dan bagian-bagian lain, hukumnya sama dengan daging untuk korban tahunan, baik dalam hal makan, sedekah untuk orang miskin dan larangan penjualan. Semua otoritas sepakat bahwa pada umumnya kepala bayi dilumuri dengan darah di masa sebelum Islam, dan kebiasaan ini dibatalkan oleh Islam, berdasarkan hadist Baridah, yakni: ‘Di Masa Jahilliyah, ketika seorang bayi lahir diantara kami, kami mengorbankan seekor domba untuknya dan melumuri kepalanya dengan darah korban. Ketika Islam datang, kami terbiasa mencukur kepala bayi saat melaksanakan pengorbanan dan melumurinya dengan saffron.’ Namun, Hassan dan Katadah membuat perkecualian terhadap pernyataan ini; mereka berkata bahwa kepala bayi harus diusap dengan sepotong kapas yang telah dicelupkan dalam darah, dan di Masa Jahilliyah, dianjurkan untuk memutus tulang hewan korban dengan memotongnya di persendian.

Dan mereka tidak sepakat mengenai pencukuran kepala bayi di hari ke tujuh serta bersedekah yang setara dengan nilai perak yang beratnya sama dengan rambut yang dicukur. Beberapa mengatakan ini perbuatan terpuji/dianjurkan, lainnya berkata ini optional. Kedua opini tersebut berdasarkan Malik, dan menurut saya pendapat bahwa ‘kebiasaan tersebut terpuji’ lebih unggul karena disandarkan pada perkataan Ibn Habib, sesuai yang terdapat dalam Al Muwatta, yakni: ‘bahwa Fatima, putri dari Nabi Allah, mencukur rambut Hassan dan Hussein dan Zainab dan Um Kuthum, dan ia bersedekah senilai dengan perak yang seberat rambut yang dicukur.”

Demikianlah ringkasan mengenai upacara Aqiqah menurut Tradisi orthodox.

Re: ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri May 04, 2012 11:00 pm
by anne
Kita beralih dari berbagai pendapat mengenai upacara Aqiqah sebagaimana yang dipaparkan dalam buku-buku hukum Islam ke praktek yang saat ini terdapat di negara-negara Islam. Herklots mengatakan bahwa di India, “‘pengorbanan Aqiqah yang dilaksanakan di hari ke tujuh, disebut Ch’huttee; atau di hari ke empat puluh, disebut Chilla; dan dalam beberapa kasus, dilaksanakan di hari lain yang dianggap tepat. Ini adalah pengorbanan pada Allah, atas nama anak tersebut, berupa dua kambing jantan jika anak yang baru lahir laki-laki; dan satu kambing jika perempuan. Kambing jantan tersebut harus di atas satu tahun dan suheeh-col-zaz (atau sempurna tanpa cacat); tidak boleh buta satu atau kedua matanya, atau lumpuh, dan harus dikuliti dengan baik sehingga tidak ada daging menempel pada kulitnya, dan dagingnya dipotong dengan baik sehingga tidak ada tulang yang patah.

Bila sulit memisahkan daging dari tulang-tulang yang lebih kecil, mereka direbus dan disajikan besama daging yang masih melekat di tulang tersebut; sewaktu dimakan, orang-orang diperintahkan untk mengunyah dan menelan tulang-tulang yang lunak, dan daging pada tulang yang lebih besar dilepaskan dengan hati-hati agar tidak mencederai tulang tersebut. Daging direbus dengan baik, agar dapat dengan mudah dilepas dari tulang-tulang. Semua ini disajikan dengan manda, chupatee, atau rote.

Sewaktu mereka menyembelih hewan korban, doa dalam bahasa Arab diucapkan; artinya sbb: ‘Ya Allah Maha Besar. Aku mengorbankan sebagai ganti keturunanku, jiwa untuk jiwa, darah untuk darah, kepala untuk kepala, tulang untuk tulang, rambut untuk rambut, dan kulit untuk kulit. Dalam nama Allah aku mengorbankan kambing jantan ini.’ Adalah bermanfaat untuk mendistribusikan makanan tersebut ke semua golongan masyarakat, kecuali untuk tujuh orang berikut: orang atas nama siapa pengorbanan tersebut dilaksanakan, orangtuanya, serta kakek dan nenek dari pihak ayah dan ibu; mereka dilarang/haram untuk ambil bagian. Tulang-tulang--direbus maupun tidak--serta kulit, kaki dan kepala, dikubur dalam tanah, dan tak seorangpun diizinkan menyantapnya.”

Kebiasaan yang dijelaskan secara rinci oleh Herklots ini, setiap patah kata terucap dari bibir Jaffur Shurruf, penduduk asli Deccan yang beraliran Sunni atau sekte ortodoks. Ia selanjutnya berkata bahwa pencukuran rambut yang disebut Moondun, dilaksanakan di hari yang sama, atau dalam kasus orang kaya, upacara tersebut dilaksanakan beberapa hari kemudian. Bagi mereka yang mampu, kepala anaknya dicukur dengan pisau cukur berhiaskan perak serta menggunakan sebuah cangkir perak yang berisikan air; keduanya diberikan sebagai hadiah kepada tukang cukur setelah selesai acara cukuran. Rambut kemudian ditimbang, dan berat perak sesuai timbangannya didistribusikan diantara para fakirs (ulama miskin). Rambutnya sendiri diikat dalam secarik kain, lantas dikubur di tanah atau dibuang ke dalam air.
Image
Sekelompok Fakir Islam. Salah seorang dengan mangkuk untuk meminta-minta. Afghanistan Kandahar, 1880
Suatu kebiasaan menarik lain dijabarkan: “Mereka yang mampu, membawa rambut tersebut ke pinggiran air, dan disana, setelah mereka berkumpul, para musisi dan kaum wanita, mengucapkan fateeha (surah al-Fatihah) atas nama orang suci Khoaja Khizur (Al-Khidr) pada rambut yang bersamanya mereka letakkan tepung, gula, ghee (mentega setengah cair), dan susu. Semuanya ditempatkan pada sebuah rakit atau juhaz (kapal) yang diterangi lampu. Sementara para musisi terus bermusik dan bernyanyi sepanjang upacara, mereka meluncurkan rakit/perahu tersebut ke air. Beberapa orang, saat peristiwa Moondon ini, sengaja membiarkan choontes (sebagian rambut yang tidak dicukur) atas nama orang suci tertentu, dan menjaganya agar tidak terkena sesuatu yang mencemarkan.
Image
Khwaja Khidr/ Khoaja Khizur/Al-Khidr (dalam Islam sosok ini diminta Musa menjadi gurunya), biasanya selalu dilukiskan berada di air bersama ikan.
Beberapa lainnya, yang bersumpah atas nama orang suci tertentu, tidak melaksanakan Moondon sama sekali, malah membiarkan rambut bayi tumbuh selama satu atau bahkan empat hingga lima tahun; dan pada saat berakhirnya masa yang disepakati (dalam sumpah) ataupun beberapa hari sebelum/sesudahnya, melakukan upacara di durgah (kuil atau mesjid) orang suci tersebut, dan mencukur rambut disana. Bila ternyata di waktu yang disepakati mereka berada di negara yang jauh dan tidak ada sarana ke kuilnya, maka mereka mengucapkan fateeha dalam nama orang suci tersebut, dan mencukur rambut di tempat dimana mereka berada. Rambut seperti ini disebut jumal chontee atau jumal bal. Para pria dan wanita yang terlibat dalam upacara ini melakukannya dengan keyakinan iman sepenuhnya akan keberhasilan/kemanjurannya.

Menurut Lane, upacara Aqiqa tidak dilaksanakan secara umum di Mesir, saat ia disana. Menjadi kurang lazim dilakukan. Menurut pengamatannya, seekor kambing dikorbankan di makam beberapa orang suci yang berada di dalam atau di dekat desa mereka. Hewan korban disebut Aqiqa, dan dipersembahkan sebagai tebusan bagi si anak dari neraka. Namun, pemberian sedekah pada kaum miskin serta pencukuran rambut serta rinciannya sebagaimana di India, masih dilaksanakan di kalangan para penduduk desa; diambil alih dan dipraktekkan oleh Kristen Koptik. Di kalangan Kristen Koptik yang kaya, sejumlah uang yang setara dengan timbangan emas seberat rambut sang bayi, diberikan kepada orang miskin.

Di Arab ini merupakan kebiasaan yang lazim. Menurut Doughty, tidak ada keraguan di benak orang-orang Arab akan pentingnya ritual pengorbanan: “Ketika seorang bayi laki-laki lahir, ayahnya akan menyembelih seekor domba betina, namun bayi perempuan disambut tanpa ada pengorbanan. Sesuatu hal dikatakan mengenai pemercikan darah hewan pada saat pembukaan lahan baru dan pada pondasi bangunan-bangunan baru; serta saat mereka membuat atau memperluas sumur dan mata air baru. Juga, saat para penunggang ghrazzu (pasukan penyerang, biasanya merampas harta benda suku lain) kembali dengan jarahan (feyd atau chessab), para wanita menari dan menyanyi menyambut mereka; dan ternak jarahan (chessab),2 yang menurut mereka “manis,” di malam yang sama diolesi dengan darah korban. Metaad, salah seorang tetangga saya, mengirimi hadiah daging kambing gemuk, yang telah ia korbankan demi kesembuhan untanya yang sakit; ‘dan sekarang,’ kata orang Arab ini, ‘unta tersebut pasti sudah mulai pulih.’ Esubba, si penggembala miskin, menyiapkan makan malam bagi teman-temannya, menyajikan pada mereka daging seekor kambing betina, korban syukur untuk memenuhi sumpahnya saat sakit. Swoysh, yang menyembelih korban untuk peringatan satu tahun kematian kakeknya, menyajikan hidangan di tendanya, tapi kami tidak duduk menghadap satu piring.
Mereka meyakini bahwa kebiasaan pengorbanan yang primitif tersebut harus dilakukan sebagai penebus rasa sakit/derita mereka.

Semua persembahan korban relijius mereka sebut kurban. Saya telah menyaksikan penduduk kota Medinah membakar sedikit bakhur (kayu harum hasil rendaman minyak pengharum) sebelum melaksanakan kurban, sebagai tanda wewangian yang ‘diterima Allah’ dan hal ini mengkondisikan pikiran kita ke agama ini—dimana orang-orang saling membunuh. Mungkin mereka (orang-orang Arab) lebih gampang menumpahkan darah sesama. Dikala mereka mempersembahkan korban kepada jin, mereka mengorbankannya untuk iblis. Bila seseorang berkurban untuk kesehatan, maka kematian domba atau kambing betina mereka anggap sebagai pengganti nyawa unta atau nyawanya sendiri. Jiwa untuk jiwa.”

Di Maroko, upacara ini juga terkenal. “Di pagi hari yang sudah ditentukan,” ujar Budgett Meakin, “ayah atau kerabat lelaki terdekat menyembelih domba; seraya memotong leher kurban ia berkata, ‘Dengan nama Allah Yang Maha Besar.: untuk penamaan dari ….dan…., anak laki-laki (atau perempuan) dari …dan…; sambil melihat pada sang ibu yang diminta memberi nama si anak. Di malam hari, diadakan jamuan makan dari daging domba tersebut. Perawat/bidan menerima bulu dan kaki depan domba, dan mungkin juga disertai uang tunai sebagai pembayaran atas jasanya selama tujuh hari. Sang ibu duduk diam di bangku khusus yang disediakan perawat.”

Di Sumatra kami diberitahu, “Hukum Islam menganjurkan untuk mengorbankan dua ekor domba atau kambing untuk bayi laki-laki, dan satu untuk bayi perempuan, di hari ke tujuh setelah kelahiran, namun jika tidak memungkinkan, bisa dilaksanakan di kemudian hari, bahkan bila si anak sudah dewasa.” Pengorbanan ini bukan hanya diketahui namun benar-benar dipraktekkan di Aceh. Namanya hakikah.

Di Aceh, tidak jauh berbeda dengan wilayah lain dikepulauan Hindia Timur, orang-orang Mekah telah berusaha keras untuk menerapkan doktrin bahwa melakukan pengorbanan di tanah suci untuk sang anak adalah suatu tindakan yang sangat terpuji. Penduduk Mekah tentu saja menuai keuntungan dari hasil penjualan kambing dan di saat yang sama menikmati pula pembagian dagingnya. Namun, banyak juga orang Aceh yang menyadari bahwa hakikah sebaiknya dilaksanakan di kampung halaman mereka sendiri. Pilihan hari lain untuk pelaksanaan hakikah selain hari ke tujuh juga sudah lazim di Aceh.

Di kalangan orang Melayu, gambaran pelaksanaan upacara tersebut sbb: “Beberapa hari kemudian (setelah qurban), rambut di kepala bayi dicukur, dan kukunya dipotong untuk pertama kali. Kepala bayi diolesi adonan merah dari campuran tepung beras terbaik, gambir, pinang, dan sirih. Beberapa orang memilih rambut bayi dicukur bersih, sementara lainnya menyisakan sejumput di bagian tengah (jambul). Di kedua pilihan, adonan yang tersisa, bersama potongan rambut (dan kuku) dibungkus dalam daun keladi atau dalam buah kelapa dan dibawa serta ditanam di bawah pohon seperti pohon pisang (atau pohon delima).

“Kadangkala (dalam kasus pengantin Melayu yang dicukur sebagian atau seluruh rambutnya), orangtua bersumpah di hari kelahiran anaknya bahwa mereka akan mengadakan pesta saat pencukuran rambut anaknya tepat sebelum pernikahannya, asalkan anak tersebut tumbuh dengan selamat.

“Adakalanya, Upacara pencukuran kepala si anak dilaksanakan di hari ke-44 setelah kelahiran, upacara tersebut disebut balik juru. Sejumlah uang, $2.00 atau $3.00, diberikan pada peziarah (yang hendak berhaji) untuk membawakan potongan rambut si anak ke Mekah, serta membuangnya ke dalam sumur Zamzam. Pembayaran seperti itu disebut ‘kekah (aqiqa) dalam kasus anak laki-laki, dan disebut kurbak dalam kasus anak perempuan.” 3

Kebiasaan tersebut juga berlaku di China, walau begitu banyak hal dalam ritual-ritual Islam lain yang telah dimodifikasi atau dihilangkan. Nama yang diambil dari Quran (King-ming) diberikan pada si bayi dalam waktu tujuh hari kelahirannya, dan dirayakan dengan pesta. “Orang kaya diharapkan untuk menyembelih dua domba jika anaknya laki-laki, dan orang miskin diberi makan daging tersebut. Dalam memilih nama, sang ayah harus mengangkat anaknya, menghadapkan wajahnya ke Mekah dan mengucapkan doa di masing-masing telinga anak itu. Selanjutnya ia mengambil Quran, membuka tiap tujuh halaman, dan dari kata ke tujuh, di baris ke tujuh, halaman ke tujuh, ia mengambil nama untuk anaknya (Marshall Broomhall, ‘Islam in China.’) Disini, sebagaimana di tempat lain, pemberian nama anak dan upacara Aqiqah berhubungan erat.

Di Mekah, di hari ke tujuh setelah kelahiran bayi, seekor domba jantan yang sudah dikebiri biasanya disembelih. Menurut Snouck Hurgronje, orang-orang Mekah tidak menghubungkan upacara ini dengan upacara Aqiqah (cukur rambut), yang bisa dilaksanakan kemudian. Setelah penyembelihan, diikuti dengan penyebutan nama Allah di telinga kanan bayi dan melantunkan azan di telinga kirinya. Khotbah singkat diberikan saat pemberian nama, dan pemberian perak untuk orang miskin. Pada hari ke empat puluh, bayi diberi gaun yang indah--biasanya dari sutra—dan pada saat matahari terbenam, sang ibu menyerahkan bayi pada salah satu kasim penjaga Ka’aba yang meletakkan bayi itu di dekat pintu Ka’aba. Selama sepuluh menit, si bayi dibiarkan di bawah lindungan bayang-bayang Ka’aba. Kemudian si ibu melakukan sholat maghrib dan membawa bayi pulang.

Di Punjab, menurut Mayor W. Fitz G. Bourne, upacara Aqiqa sudah lazim. Ia menulis: “Di hari ke enam setelah kelahiran, sang ibu dimandikan, semua kerabat wanita berkumpul, dan diadakan pesta yang disebut ‘Chhati.’ DI hari ke tujuh, semua kerabat baik laki-laki maupun perempuan diundang, dan diselenggarakan pesta besar. Rambut di kepala bayi dicukur serta ditimbang dengan perak yang kemudian diberikan pada orang miskin. Sebelum pertemuan, tukang cukur meletakkan sebuah piala kuningan kecil dimana para undangan menaruh perak di dalamnya. 4 Korban berupa satu atau dua kambing jantan untuk bayi laki-laki, dan satu kambing betina untuk bayi perempuan. Upacara tersebut disebut Aqiqah, dan diselenggarakan dengan khidmat dengan mengucapkan doa-doa dalam bahasa Arab.”

Di Malaysia dan khususnya Sulawesi, kami memiliki informasi menarik dari Dn N. Adriani dan Pdt. A.D. Kruijt mengenai praktek tersebut di kalangan suku Toraja yang berbahasa Bare’e. Mereka berkata, “Umat Islam di pesisir selatan percaya bahwa ketika seorang anak meninggal sebelum berusia tiga tahun, ia tidak memiliki dosa, sebab itu jiwanya langsung dibawa menghadap Allah. Namun, setelah berusia tiga tahun, perlu dilaksanakan korban, dua kambing untuk anak laki-laki, satu untuk anak perempuan. Pengorbanan ini disebut Mosambale atau Aqiqah. Waktu pelaksanaan berbeda-beda, tergantung pada kesejahteraan keluarga. Namun, jika ada kematian dalam keluarga atau si anak sakit, tidak ada jalan lain, pengorbanan perlu dilakukan. Sang ayah sendirilah yang harus menyembelih kambing. Bila si ayah meninggal sebelum upacara Aqiqah, sebagian harta pribadinya harus digunakan untuk membeli hewan korban Aqiqah; misalnya, pakaian atau perlengkapan pribadinya.

Saat pengorbanan dilangsungkan, sang ayah berkata ‘bis millah[/i],’ dsbnya. (Aku mengorbankan Aqiqa dari ..…dan……., anak dari ….dan…..). Keyakinan populer adalah, bila si anak setelah itu meninggal, ia akan mengendarai kambing korban tersebut untuk menyambut ayahnya di dunia lain. Mereka juga meyakini bahwa baik atau buruk masa depan si anak tergantung pada bagaimana pengorbanan Aqiqah diselenggarakan. Anak yang moralnya rusak dikatakan pengorbanan Aqiqahnya tidak diselenggarakan secara layak. Kemungkinan ini disebabkan adanya salah pengertiaan dalam memaknai kata Arab aqiqa dengan kata lain haqiqa (yang berarti ‘kenyataan/realitas’) sehingga orang-orang membayangkan kedua kata tersebut berhubungan erat.

Di Afghanistan, praktek tersebut sudah terkenal, malah disamping Aqiqah ada praktek pengorbanan lain yang lazim dilakukan. Dr. Pennell berkata, “Semua negara Islam, bermula dari asal usul agama mereka, pasti memiliki banyak kebiasaan dan tata cara yang mirip kaum Yahudi, karena Muhammad sendirilah yang mengadopsinya dari orang-orang Yahudi di sekitarnya. Namun, sedikitnya ada dua kebiasaan yang dijumpai di kalangan orang Afghanistan yang tidak dijumpai di negara Islam lain, yang sangat kentara asal usul Yahudinya. Pertama, yang sangat lazim, adalah mengorbankan hewan, biasanya seekor domba atau kambing, dalam kasus sakit, dimana setelahnya darah hewan korban dipercikkan di tiang-tiang pintu rumah orang yang sakit, untuk menghindari malaikat kematian. Satu lagi, yang kurang lazim, dan kelihatannya mulai menghilang, adalah mengambil seekor lembu betina muda dan menempatkan di atasnya dosa-dosa orang, dengan kata lain lembu tersebut menjadi qurban, kemudian lembu itu dihalau ke padang gurun.

Semua kesaksian dari berbagai negara Islam di atas, terkait meratanya praktek yang berdasarkan otoritas tertinggi, yakni Sunnah ini, tentunya sangat menarik bagi para siswa perbandingan agama. Dan untuk mengetahui teori-teori/alasan dibalik berbagai praktek tersebut yang beberapa diantaranya sangat tidak masuk akal, pembaca bisa melihat pembahasan mengenai ini dengan merujuk ke otoritas tertinggi dalam Islam, sebagaimana Frazer dalam bukunya ‘Golden Bough’ atau risalah khusus dari Prof. G.A. Wilkens, ‘Ueber das Haaropfer.

Re: ZWEMER: Pengaruh Animisme dalam Islam

Posted: Fri May 04, 2012 11:28 pm
by anne
Mungkin penjelasan terbaik mengenai asal usul pengorbanan ini dari sudut pandang perbandingan agama, diberikan oleh W. Robertson Smith dalam bukunya, ‘Kinship and Marriage in Early Arabia.’ Ia berkata, “Mencukur atau memberikan rambut merupakan sebentuk ibadah yang lazim dilakukan ketika seorang pria mengunjungi suatu tempat suci atau saat membebaskan diri dari sumpah (sebagaimana ritual Ibrani Nazarites).

Di Ta’if (dekat Mekah), ketika seseorang kembali dari suatu perjalanan, kewajiban utamanya adalah mengunjungi Rabba (imam) dan memberikan rambutnya. Dalam hal ini rambut merupakan suatu persembahan pada dewa, dan kadangkala bersama persembahan berupa makanan. Maka demikian pula dengan rambut bayi. Putri Muhammad, Fatima, memberikan contoh bersedekah perak seberat rambut anaknya, sedekah yang di masa sebelumnya merupakan pembayaran ke tempat-tempat suci, seperti dalam upacara serupa di Mesir atas nama anak yang sembuh dari sakitnya; dan pengorbanan itu sendiri bermakna, seperti yang Nabi sendiri katakan, ‘untuk menghindarkan kejahatan dari si anak dengan menumpahkan darah atas namanya.’ Ini persis mengambil dari kebiasaan lama --yang dihentikan di masa Islam-- melumuri kepala anak dengan darah, sama halnya dengan memercikkan ‘darah kehidupan’ dari korban pada tenda-tenda pasukan yang akan bertempur, atau percikan darah pada tiang-tiang pintu rumah pada perayaan paskah Ibrani. Darah yang menjamin perlindungan dari dewa, sebagaimana dalam ritual blood-brotherhood, darah yang menyatukan sang pelindung dan yang dilindungi, dan dalam hal ini, sebagaimana semua bentuk pengorbanan lain di masa Arab kuno, tak diragukan lagi diterapkan pula pada batu suci yang merepresentasikan dewa tersebut.
Encyclopedia of Religion
Birth Ceremonies:

Di Arab segera setelah seorang anak lahir, seekor domba dikorbankan, dan kepala bayi dicukur dan dipulasi dengan darah domba tersebut. Pengorbanan yang dimaksudkan “untuk menghindarkan kejahatan dari si anak dengan menumpahkan darah atas namanya,” tampaknya untuk membangun semacam ikatan persaudaraan dengan darah, diantara sang pelindung dan yang dilindungi (lihat BLOOD). Upacara ini disebut ‘AKIKA (q.v.). Kebiasaan lain di kalangan beberapa suku primitif adalah meludahi si anak setelah kelahirannya (misalnya di Connemara) atau saat pemberian nama (misalnya di kalangan suku Mandigo dan Bambara, Afrika Barat). Alasannya, ludah seseorang dianggap memiliki elemen kehidupan. Tampaknya, agar si anak mendapat perlindungan dewa, segera setelah lahir, orang Arab juga menyembunyikannya di bawah panci besar hingga fajar. Kadangkala, di pagi hari setelah kelahiran, gusi si anak digosok dengan korma yang sudah dikunyah dan nama diberikan.
Sang nabi menyatakan persembahan korban domba, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, namun pada jaman terdahulu, persembahan tampaknya hanya untuk anak laki-laki. 5 Beberapa otoritas berkata bahwa upacara dilaksanakan di hari ke tujuh setelah kelahiran, tapi ini tidak benar; karena walau tidak ada korban persembahan, si anak diberi nama dan gusinya digosok dengan kunyahan korma di pagi hari setelah kelahiran. Orang Arab terbiasa menyembunyikan bayi yang baru lahir di bawah panci besar sampai pagi menjelang; kelihatannya, karena merasa kurang aman sampai diserahkan dalam perlindungan dewa.
Tahniq1.JPG
Tahniq: korma dikunyah halus kemudian dimasukkan ke mulut bayi yang baru lahir dengan menggunakan jari, dan digosokkan di gusi hingga ke langit-langit mulut bayi.
Tahniq2.jpg
Para ayah meminta bayinya ditahniq Tuan Guru Nik Aziz, Kelantan, Malaysia. Tahniq lazim di Indonesia dan Malaysia.

“Saya (Prof. Smith) berpendapat bahwa secara umum, tampaknya pengorbanan, pemberian nama, dan penerapan makna simbolis terpenting menggosok makanan dalam mulut bayi, semuanya menandai penyambutan bayi dalam kemitraan sacra dan tata cara kehidupan kerabat ayahnya. Di Medinah, Muhammad sering diminta untuk memberi nama dan menggosok gusi bayi—kemungkinan karena di kalangan penyembah berhala ini dilakukan oleh imam. Upacara semacam ini akan sangat mempermudah perubahan kekerabatan si anak; hanya perlu mempersembahkan pada dewa ayah bukan dewa si ibu. Namun, memang penamaan ‘aqiqa yang diterapkan baik untuk rambut yang dicukur maupun hewan yang dikorbankan, tampaknya menyiratkan penolakan terhadap kekerabatan di pihak ibu; karena kata kerja ‘aqqa, (memutuskan) bukanlah kata yang lazim digunakan baik untuk pencukuran rambut ataupun pemotongan leher hewan korban. Kata kerja tersebut dipakai untuk memutuskan ikatan kekerabatan, baik dengan atau tanpa penambahan al-rahim.

Jika ini makna upacara tersebut, perlu dicatat bahwa upacara ini tidak dilakukan pada bayi perempuan, padahal mengenai ini perkataan tradisi/hadist sangat jelas (untuk anak laki-laki dan perempuan).6 Pengecualian perempuan dari warisan dapat dengan mudah dimengerti jika kita mempertimbangkan, bahwa pada masa itu anak perempuan bukan merupakan bagian dari kekerabatan ayahnya. Hal yang sudah pasti terjadi di beberapa belahan dunia.”

Namun, dalam tulisan terbarunya, ‘The Religion of the Semites,’ Professor Smith berkata bahwa pengkajian yang lebih menyeluruh terhadap subjek persembahan rambut, membuatnya yakin bahwa nama ‘aqiqa tidak berkaitan dengan gagasan perubahan kekerabatan, tetapi berasal dari pemotongan rambut pertama. “Saya berkesimpulan bahwa diantara orang-orang Arab….aqiqa pada mulanya adalah upacara inisiasi menuju ke kedewasaan, dan bahwa peralihan upacara tersebut ke bayi, merupakan inovasi di kalangan orang Arab, sebagaimana di kalangan orang Syria, anak-anak muda membiarkan rambut mereka tumbuh panjang, dan tanda kebelumdewasaan adalah dengan tetap mempertahankan/tidak mencukur rambut di satu sisi kepala (side-lock), yang pada para pejuang dewasa tidak lagi dipertahankan, dan pencukurannya merupakan tanda resmi menuju kedewasaan; di masa Herodotus, hal itu juga merupakan inisiasi resmi untuk menyembah Orotal, 7 jika tidak demikian, maka makna relijius yang sejarawan Yunani sematkan pada upacara pencukuran rambut ubun-ubun orang Arab tidak dapat dipahami.

ImageImage
Ramses II kanak-kanak dengan side-lock ; Side-lock kanak-kanak Nubia

Karenanya, pada masa itu, kita harus menyimpulkan bahwa persembahan rambut, persis setara dengan aqiqa, adalah tanda resmi menuju kedewasaan, dan setelahnya rambut bagian depan (ubun-ubun) biasanya dipertahankan sejenak sebagai peringatan ibadah pengorbanan ini. Menjadi tidak jelas bagaimana bahkan di kemudian hari upacara inisiasi selalu dilaksanakan di masa bayi, karena nama aqiqa yang dalam bahasa Arab bermakna rambut pertama dan juga upacara yang menyertai pencukuran rambut tersebut, kadangkala dipakai juga untuk menyatakan rambut remaja belia yang mendekati dewasa, serta digunakan sebagai kiasan bulu burung ostrich muda yang lincah atau jumbai bulu keledai, yang tak satupun diantaranya memiliki banyak kemiripan dengan sejumput rambut di kepala bayi yang baru lahir. Kelihatannya, pemakaian kata Semitic tertua tersebut baik di Arab dan Syria, adalah bermakna mempersembahkan rambut masa kanak-kanak saat memasuki status sosial dan keagamaan pria dewasa.”