BAB I
ISLAM DAN ANIMISME
Asal-usul dan karakter populer Islam yang merupakan percampuran unsur-unsur keyakinan Pagan, Yahudi dan Kristen, telah diketahui di kalangan para siswa yang mempelajari perbandingan agama. Rabbi Geiger dalam sebuah esai terkenalnya
1 telah menunjukkan betapa banyak pondasi Quran yang diambil dari Talmud Yahudi dan bagaimana ritualnya hanyalah peralihan dari ritual kaum Farisi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Tisdall dalam bukunya ‘
Sources of Islam’ dan juga para penulis lain, terutama Wellhausen, Goldzinger dan Robertson Smith, telah memperlihatkan
unsur-unsur pagan yang terus berada dalam iman Islam hingga saat ini, yang diadopsi oleh Muhammad sendiri dari ritual penyembahan berhala kuno Arab. Ajaran dan kehidupan Kristen juga memiliki pengaruh terhadap Muhammad dan doktrinnya, jelas bukan hanya penempatan posisi terhormat bagi Yesus Kristus, Perawan Maria, Yohanes Pembaptis dan karakter-karakter lain, namun juga dalam semangat penaklukkan universal dan di atas segalanya dalam hal kepercayaan mistik dan praktek asketic Islam di kemudian hari.
“
Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” Kekuatan Islam terletak di sifat persenyawaannya. Ia menjalarkan diri kemana saja dan selalu dalam bingkai tahyul pagan dan animistik. Ia menentang semua kesetiaan fanatik Yudaisme Semitik dengan nasionalisme berlebihannya. Ia mengklaim telah mencakup sekaligus dan menyempurnakan semua yang Yesus Kristus lakukan dan ajarkan. Islam adalah agama kompromi, konservatisme dan penaklukan.
Tujuan kami adalah memperlihatkan betapa kuat unsur pagan dalam agama Islam, betapa banyak doktrin dan praktek Islam populer yang hanya dapat dijelaskan dari sisa-sisa animisme Arab Kuno yang masih bertahan atau yang diambil dari berbagai sumber penyembahan berhala dalam penyebaran agama Islam; doktrin serta praktek yang Islam tidak pernah mampu menghapuskan atau menghancurkannya. Yang terutama dalam membahas hal ini, kita tidak perlu terkejut bahwa
kepercayaan akan setan-setan dan tahyul kuno Arab hadir berdampingan bersama Islam. Lima kali sehari muadzin Islam menyerukan dari mesjid: ‘
Tiada tuhan selain Allah.’ Orang-orang mengulang ini dan menyatakannnya lagi lebih dari seratus kali sepanjang hari dalam pertengkaran, perayaan, puasa, sukacita, dan pembicaraan sehari-hari. Namun dalam pengamatan sehari-hariku—aku telah hidup diantara mereka selama lebih dari 25 tahun—kutemukan mereka memiliki jimat-jimat dan kebiasaan klenik yang jumlahnya sama banyaknya dengan jumlah dewa-dewa milik kaum pagan yg bersujud pada kayu dan batu.
2
Sekarang kita ketahui bahwa Islam di Arab sendiri dan di negeri-negeri Islam lama, tidak mampu melepaskan diri dari kepercayaan dan praktek sejenis. Untuk memahami asal-usul serta karakter hal ini secara benar, pertama-tama perlu diketahui apa yang dimaksud animisme. Anisme adalah keyakinan bahwa sebagian besar, jika tidak semua, benda mati di alam ini seperti juga makhluk hidup dikaruniai akal, kecerdasan dan kemauan yang identik dengan manusia. Kennedy mendefinisikannya sebagai “suatu sistem agama, sistim filsafat, sekaligus sistem pengobatan. Sebagai sistem agama ditandai dengan penyembahan roh-roh yang membedakannya dari penyembahan dewa-dewa.”
3; dan Warneck berkata: “Tampak bahwa Animisme adalah bentuk primitif penyembahan berhala, yang tetap bertahan, sebagaimana di China dan India hingga saat ini, ditengah segala peningkatan kualitas peradaban.
Kajian atas agama-agama kuno Yunani dan Jerman memperlihatkan gambaran animistik serupa. Intisari penyembahan berhala tampaknya bukanlah penolakan akan Tuhan, melainkan keterasingan/pemisahan diri sepenuhnya dari Dia. Eksistensi Tuhan diketahui dimana-mana, dan penghormatan khusus diberikan padaNya. Namun Ia jauh, dan karena itu dikesampingkan dari kehidupan religius. TempatNya diambil alih oleh setan-setan yang ditakuti dan disembah.”
4 Bahkan di Saudi Arabia, monoteisme keras para Reformis Wahabi tidak mampu membasmi tahyul pagan Islam, karena mereka tertanam dalam Quran dan sama sekali tidak ditolak oleh Muhammad sendiri—apalagi oleh para sahabatnya.
Berkenaan dengan praktek pagan yang lazim di masa awal Islam, Abu’l Fida menunjukkan sejumlah ritual ibadah yang terus diabadikan di bawah sisitem yang baru. “Kaum Arab jaman jahiliyah,” katanya, “mereka terbiasa melakukan hal-hal yang kemudian diadopsi hukum Islam; mereka tidak boleh menikahi ibu atau anak-anak perempuan mereka, dan di kalangan mereka adalah hal paling menjijikkan menikahi dua perempuan kakak beradik, dan mereka mencerca orang yang menikahi istri ayahnya, orang tersebut mereka juluki Daizan.
Selanjutnya, mereka biasa melakukan perjalanan ziarah (haji) ke Rumah (Ka’bah) serta mengunjungi tempat-tempat suci. Dengan mengenakan Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan yang hingga sekarang dipakai para peziarah saat mengelilingi Ka’bah) mereka melakukan Tawwaf dan berlari antara bukit As Safa dan Al Marwa, serta berdiri di Tugu-tugu untuk melempar batu-batu
http://id.wikipedia.org/wiki/Haji (pada iblis di lembah Mina) dan mereka biasa menambahkan satu bulan setiap tiga tahun.” Ia selanjutnya menyebutkan banyak contoh-contoh serupa lainnya dimana Islam telah memerintahkan supaya kebiasaan-kebiasaan Arab kuno dijadikan ritual ibadah, misalnya terkait tatacara pembasuhan terhadap beberapa jenis kecemaran, ritual pemotongan rambut, pembersihan gigi, kuku, dan hal-hal semacam itu.
5
Muhammad juga mengambil dongeng tertentu yang populer di kalangan penyembah berhala Arab, seperti kisah Ad dan Thamud dan beberapa lainnya (Surah VII 63-77). Mengenai kisah-kisah semacam itu,
Al Kindi menyatakan dengan baik pada lawan debatnya, “Dan bila engkau menyebutkan kisah Ad dan Thamud serta Unta dan Tentara Bergajah (Surah CV dan XIV:9) dan kisah-kisah semacam ini, kami katakan padamu, ‘Itu adalah kisah-kisah omong kosong dan dongeng-dongeng tak masuk akal dari para perempuan tua Arab yang terus menerus menceritakannya siang malam.’”
Dikala kita membaca kisah ritual pemujaan pra-Islam di Mekah, kita menyadari betapa banyak tatacara kuno yang dipertahankan dalam Islam. Berhala-berhala utama di Arab adalah sbb:
Hobal, dalam bentuk sosok seorang pria dan berasal dari Syria; ia adalah dewa hujan dan memiliki posisi kehormatan yang tinggi
Wadd, dewa cakrawala. Doa khusus untuk hujan dan gerhana diajarkan oleh Muhammad.
Suwah, dalam bentuk sosok seorang wanita, dikatakan berasal dari jaman yang sangat kuno.
Yughuth, mengambil bentuk seekor singa.
Ya’ook, dalam bentuk seekor kuda dan disembah di Yaman (Patung perunggu berhala ini ditemukan di makam-makam kuno dan masih digunakan sebagai jimat.)
Nasr adalah dewa elang.
El Uzza diidentifikasikan beberapa ilmuwan sebagai Venus, kadangkala dipuja dalam bentuk pohon (lihat juga: Penyembahan Pohon oleh umat Islam).
Allat adalah berhala utama suku Thakif di Taif yang mencoba berkompromi dengan Muhammad untuk menerima Islam jika ia tidak menghancurkan tuhan mereka selama tiga tahun. Tampak nama ini bentuk feminin dari Allah.
Manat adalah sebuah batu besar yang disembah sebagai altar oleh beberapa suku.
Duwar adalah berhala perawan dan para wanita muda biasa mengelilinginya dalam upacara; dari situlah namanya berasal.
Isaf dan Naila adalah berhala-berhala yang berada dekat Mekah di bukit Safa dan Marwa; kunjungan ke tempat-tempat suci ini sekarang menjadi bagian ziarah Islam, yakni mereka mengabadikan ritual-ritual penyembahan berhala kuno.
Habhab adalah sebuah batu besar yang di atasnya unta-unta disembelih. Terdapat di tiap negri Islam, pohon suci¸dsbnya., berlimpah contohnya; di sebagian besar kasus adalah bekas kuil suci kaum pagan.
“Bahkan di agama-agama yang lebih tinggi,” ungkap Warneck, “dan juga dalam kekafiran yang ada di kalangan Kristen, kita temukan sejumlah besar ritual animistik. Buddhisme, Konfusianisme dan Mohammedanisme/Islam, dengan mudahnya animisme menaklukkan berbagai agama kokoh ini; bahkan tanpa perlawanan. Animisme hanya dapat diatasi dengan iman pada Yesus Kristus.” Sebab itulah banyak kepercayaan tahyul ini tidak dapat lagi dikatakan anti-Islam, walau dalam banyak hal ditentang Islam. Suatu agama tidak lahir dan langsung mencapai kematangan penuh dibanding perkembangan peradaban manusia itu sendiri, dan jika dalam proses mencapai kematangan tersebut ia melepaskan berbagai tanda pengenal masa awal pertumbuhannya, kita tak dapat menyangkal itu haknya untuk bertransformasi, karena merupakan bagian tak terpisahkan dari skema alam.
“Suatu kebiasaan atau ide tidak selalu dikutuk sesuai standar Islam,” tulis Hurgronje, “walau kita tahu pasti, tak ada bayang keraguan sedikitpun akan asal-usul pagannya. Sebagai contoh, jika ajaran Islam beranggapan beberapa kebiasaan yang diperbolehkan, seperti penggunaan mantera/jampi untuk melawan setan atau jin yang memusuhi manusia, atau sebagai doa perantara nabi atau orang suci kepada Allah, maka tidak jadi masalah bila keberadaan roh-roh jahat ini sebenarnya hanya ada dalam sumber-sumber pagan, juga tak seorangpun mempertanyakan apakah sosok yang dimaksud tidak lain dewa-dewa kafir dalam baju baru, atau sosok imajiner yang namanya hanya berfungsi untuk melegitimasi ibadah pada beberapa objek pemujaan populer.
6 Beberapa penulis melangkah lebih jauh dengan mengatakan Animisme berada di akar semua pemikiran dan teologi Islam.
“Umat Islam,” ungkap Gottfried Simon, “punya kecenderungan alami pada Animisme; Animisme mereka tidak bertentangan dengan ajaran agamanya. Islam adalah contoh klasik bagaimana agama non-Kristen tidak berhasil menaklukkan Animisme. Kelemahan dalam menghadapi musuh terbesar semua agama dan kemajuan moral membawa akibat pahit. Diantara masyarakat animis, Islam semakin lama semakin terbenam jerat animism. Penakluk sesungguhnya adalah yang ditaklukkan. Islam menyaksikan bagaimana hal yang paling berharga dalam imanya, ‘percaya pada Tuhan, dan tindakan terpenting dalam agamanya, ‘pernyataan iman’ itu sendiri, terseret dalam lumpur pemikiran animism; hanya dengan kedok animism mereka mendapatkan keuntungan di kalangan masyarakat biasa.
Bukannya mengangkat masyarakat, ia malah mendegradasi diri. Bukannya menyelamatkan para penyembah berhala dari Animisme, Islam justru semakin membenamkan dirinya. Animisme muncul dari perjuangan untuk memenangkan jiwa orang-orang. Memang benar dimodernisasi, namun justru menjadikannya lebih kuat dari sebelumnya. Ditipu secara elegan, dan ditopang oleh teologi. Seringkali ia tidak dikenali di dalam gaun halus Arabnya, namun ia terus beraksi untuk mempengaruhi orang-orang; ia telah menerima hukuman ilahi.”
Penulis lain mengemukakan opini yang lebih kuat,
“Ritual Islam, bukannya membawa manusia kepada Tuhan,” tulis Dr. Adriani, “namun justru berfungsi sebagai jaring penangkap bagi Animisme,” ini terbukti di Sulawesi, dimana Islam lebih bersifat tahyul, bahkan dibandingkan para penyembah berhala sendiri. “Islam telah memberikan pengaruh berbeda terhadap kekafiran dari apa yang kita harapkan. Islam tidak membiarkannya apa adanya, ataupun menyerang animisme. Sebaliknya, Islam justru meletakkan pondasi animistik kuno bagi agama para penyembah berhala tersebut, dan membangun superstruktur tata cara Islam yang artistik dan bercahaya di atasnya.”
7
Seraya umat Islam mengaku percaya pada satu Tuhan dan melafalkan atribut mulianya dalam ibadah mereka sehari-hari, dimana-mana mereka juga membiarkan doktrin mulia tersebut terkubur di bawah tahyul-tahyul pagan yang diambil baik itu dari penyembahan setan Arab, dewa-dewa Hindu, ataupun praktek animis di Malaysia dan Afrika Tengah. Mengenai tiga puluh juta umat Islam di Hindia Belanda, Wilkinson mengungkapkan, “Rata-rata suku Melayu memandang Tuhan sebagai seorang raja besar atau gubernur yang hebat, dan tentunya adil, namun kekuasaannya begitu tinggi untuk dilibatkan dalam urusan remeh warga desa; sementara roh-roh disamakan dengan polisi lokal yang mungkin korup dan cenderung salah, namun paling banyak menangani urusan di wilayah tugasnya, dan yang murkanya harus dihindari bagaimanapun caranya.”
Pada pandangan pertama orang mungkin beranggapan bahwa monoteisme kaku Islam—keyakinan Semitik yang sangat akan ke-esaan Allah—akan mencegahnya berkompromi dengan politeisme. Namun, kenyataannya justru berlawanan. “Kepercayaan pada segala jenis roh bukan hal asing bagi masyarakat Aceh, juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam,” kata Dr. Snouck Hurgronje. “Pemujaan nyata terhadap makhluk-makhluk ini dalam bentuk doa-doa, bisa membahayakan monoteisme secara serius, namun pemujaan semacam itu termasuk diperkenankan di Aceh.
Roh-roh diyakini memusuhi manusia dan dilawan dengan upacara pengusiran setan; tata cara yang dilakukan di Aceh, Arab dan negara-negara Islam lainnya ini, dalam banyak hal berbeda dengan ajaran orthodoks. Namun, disaat orang Aceh meminta bantuan roh-roh ini dengan mantra atau menggunakan mantra untuk mencelakai orang lain, ia melakukannya dengan pengetahuan penuh bahwa ia melakukan dosa. Misionaris Gottfried Simon, melangkah lebih jauh saat berkata, “Dakwah awal mengenai gagasan Tuhan Islam memperoleh pengikutnya dengan lebih mudah, karena pada dasarnya ia tidak berada di atas level gagasan animistik; Islam tidak memperkenalkan sesuatu yang benar-benar baru dengan doktrin Tuhannya; gagasan Islam akan Tuhan mengkorelasikan dirinya dengan konsep-konsep yang sudah ada. Animisme sesungguhnya adalah pemujaan terhadap roh-roh dan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Namun pemujaan terhadap roh belum mampu sepenuhnya melenyapkan gagasan mengenai Tuhan.”
8 Ia selanjutnya menunjukkan bahwa diantara suku-suku di Sumatra, gambar-gambar yang secara salah disebut berhala, sesungguhnya adalah gambar-gambar yang karena jeleknya berfungsi untuk mengusir roh, ataupun gambar-gambar pembawa jiwa yang ke dalamnya benda-benda berjiwa (kekuatan hidup, cairan hidup, yang merupakan konsep materi) dimasukkan dengan sejenis trik manipulatif; dengan demikian mereka memasukkan benda-benda berjiwa yang mengandung berkah tersebut ke dalam rumah, atau dengan memperbanyak benda-benda pembawa jiwa tersebut, maka mereka menjamin perlindungan terhadap penyakit dan roh-roh. Kelompok pertama dapat digolongkan sebagai jimat (amulets), atau jika disembah dan diberi sesajen, maka disebut fetishes; dan kelompok kedua disebut jimat (talismans).
Dalam buku Skeat, ‘
Malay Magic,’
9 diperlihatkan bahwa sama seperti dalam bahasa Melayu, orang dapat melihat adanya sejumlah kata-kata Arab di bagian utama kosakata asli, sehingga dalam kebiasaan agama populer mereka, gagasan Islam menimpa sejumlah besar gagasan asli pagan. “Suku Melayu di semenanjung adalah Islam sunni
mazhab Shafi’I, dan secara teoritis, tidak ada yang lebih benar dan ortodoks (dari sudut pandang Islam) dibanding kepercayaan yang mereka anut. ‘Namun keyakinan mereka yang benar-benar mengakar, adalah masalah lain lagi. Dan harus diakui bahwa lapisan Islam yang membungkus tahyul kuno mereka seringkali sangat tipis. Bagaimanapun, inkonsistensi yang melibatkan diri mereka ini, bukanlah suatu aturan yang tidak mereka sadari. Disaat mereka memulai doa dengan ayat pembuka ortodoks, ‘Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang,’ serta mengakhirinya dengan pengakuan iman, ‘Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul Allah,’ mereka menyadari bahwa adalah tidak layak memohon intervensi dari dewa-dewa Hindu, Hantu-hantu Setan, serta Roh-roh Alam, mencampurnya dengan beberapa Malaikat dan Para Nabi, karena tampaknya hal tersebut memang diperlukan.”
Luasnya jangkauan Animisme seringkali tidak disadari. Kepercayaan ini merupakan keyakinan yang hidup dan bekerja di lebih dari separuh umat manusia. Semua suku-suku di Selatan, Tengah dan Barat Afrika adalah animis, kecuali di wilayah dimana animisme telah disingkirkan Kekristenan. Islam di Afrika sebagian besar bercampur dengan animism. Animisme adalah kepercayaan penduduk Madagascar. Suku-suku Indian Amerika Utara dan Selatan tidak mengenal kepercayaan lain saat Colombus mendarat, dan sisa-sisanya masih menganut kepercayaan ini. Penduduk kepulauan Pasifik dan suku Aborigin Australia adalah animis. Di Borneo dan kepulauan Melayu, kepercayaan animis begitu kuat, walau banyak yang dipengaruhi Hindu. Bahkan di China dan Jepang, pengikutnya berjumlah jutaan orang. Di Burma telah dinyatakan bahwa Budhisme di negara tersebut kenyataannya hanyalah lapisan tipis pembungkus agama sesungguhnya, yakni Animisme. Di India, sementara Laporan Sensus mencatat hanya ada 8,5 juta penganut animis di negara itu, kemungkinan ada sepuluh kali lipat dari jumlah tersebut adalah penganut Hindu yang memperlihatkan sesuatu yang lain, dan bahkan Islam di banyak wilayah terpengaruh oleh animism.
Tidak ada kesepakatan di kalagan ilmuan mengenai asal-usul Animisme. Menurut penulis
Encyclopedia Britannica, “Animisme mungkin timbul dari atau bersamaan dengan Animatisme, suatu penjelasan primitif atas berbagai fenomena yang aneh; jika Animatisme sedari awal diterapkan pada objek non-human atau benda mati, maka Animisme mungkin sejak semula diterima sebagai suatu teori keberadaan manusia. Daftar fenomena dari hasil perenungan kaum primitif yang mengarah ke Animisme, disampaikan oleh Dr. Tylor, Herbert Spencer, Mr. Andrew Lang dan lain-lain; kontroversi timbul diantara para penulis ini mengenai prioritas daftar yang mereka buat. Fenomena ini diantaranya: trance dan ketidaksadaran, penyakit, kematian, kemampuan supranatural, mimpi, penampakan orang mati, hantu/roh, gema, bayangan dan refleksi.”
Menurut teori ini, evolusi yang menyebabkan tumbuhnya gagasan-gagasan agama. Namun tidak semua sepakat dengan teori ini; ini bertentangan dengan Kitab Suci
...... dst...
anne: sepertinya belum perlu diterjemahkan