Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa (BELUM SELESAI)

User avatar
kalangkilang
Posts: 2696
Joined: Sun Sep 26, 2010 12:52 am
Location: lagi menulis dibuku
Contact:

Post by kalangkilang »

Bab 5 - RESISTANSI & TRANSFORMATION

Situasi di Spanyol:
Halaman 171

Sejarawan khususnya dari kawasan berbahasa Inggris, cenderung bersikap mesra terhadap sejarah Islam di Spanyol dan menjelekkkan Kristen, khususnya gereja Katolik Roma di Spanyol. Alasannya bisa ditelusuri kembali ke masa Reformasi (Martin Luther).

halaman 166
Realita dari peradaban Islam di Spanyol tentu saja bertolak belakang dengan mitos-mitos yang sudah beredar. Bahkan akademisi yang paling pro-Islampun akhirnya harus menelan ludah dan mengakui fakta bahwa setelah pembentukan kekhalifan Abd er-Rahman III di Kordoba, Spanyol jatuh dibawah kendali kaum Murabitun dan Muwahidun (Almoravids and Almohads) yang sangat tidak toleran dan brutal. Yang jarang diungkapkan adalah bahwa kondisi
dibawah pemerintahan Abd er-Rahman dan pendahulu2nya sama buruknya. Menurut Richard Fletcher, penulis yang pro-islam, mencatat;

''Periode turbulensi/kekacauan paling besar dan dislokasi pada semenanjung Iberia terjadi 50 tahun setelah pemberontakan Berber tahun 740M. Kehancuran tatanan masyarakat, terganggunya struktur administrasi masyarakat & rutinitas pengadilan, pertempuran antar faksi, pemindahan paksa warga masyarakat dari satu tempat ke tempat lain, serta maraknya perdagangan budak dll. ... kesemuanya ini pasti mengakibatkan konsekwensi ekonomi dan sosial yang paling parah. Dalam beberapa daerah ini berlangsung sampai berabad2. Perkebunan minyak zaitun dan anggur di tierras despobladas tidak dirawat dan penuh dengan rumput dan tanaman liar, pemukim2 liar menduduki kota2 yang ditinggalkan dimana setiap saat anda bisa kena jatuhan puing-puing gedung. Kota-kota seperti Salamca baru bisa bangkit kembali menjelang abad 12M.”

Gambaran diatas dari kawasan Spanyol pada era Arab/Berber tetap tidak menunjukkan keadaan sebenarnya yang jauh lebih mengerikan karena perang yang dibawa bangsa Arab/Berber kepada rakyat Spanyol begitu parah dan belum pernah dialami rakyat Spanyol sebelumnya. Menurut Louis Bertrand, sejak permulaan penyerangan Arab, penjarahan, pemerkosaan dan penghancuran merupakan kejadian sehari-hari. “Tidak cukup bagi Arab untuk menundukkan umat Kristen dengan mengepung mereka dalam zona kelaparan dan penghancuran, tapi mereka juga perlu menyebarkan teror dan pembantaian. Dua kali dalam setahun, pada musim semi dan musim gugur, para jihadi ini keluar dari Kordoba dan melakukan operasi2 penghancuran desa-desa, benteng-benteng, biara-biara dan gereja-gereja mereka…

Lihat ilustrasi dari manuskrip tua bgm tentara Muslim menyerang biara/gereja di http://www.myarmoury.com/talk/viewtopic.php?t=20396

Penyerangan dan penjarahan/perampokan ini, berlanjut selama seluruh periode dominasi Muslim di semenanjung Iberia, dengan konsekuensi mengerikan.
“Malapetaka macam ini berlangsung secara kontinual dan semangat penghancuran dan eksterminasi ini dianggap sebagai tugas ilahi --sebuah perang suci melawan kafir--- tidak heran bahwa banyak kawasan2 Spanyol kemudian menjadi steril selama2nya.”

Sebagaimana biasanya, justru perang yang dilakukan terhadap kaum sipil merupakan perang yang paling kotor dan mengejutkan “… hal paling menguntungkan secara finansial dari perang jenis ini adalah barang jarahan dan perdagangan budak. Ribuan wanita dan anak-anak dan bahkan sampai seluruh penduduk satu kawasan di semenanjung Iberia, dilelang sebagai budak…”

Image
Masa kejayaan Islam di Kordoba! http://en.wikipedia.org/wiki/Sexual_slavery

Image
Menghitung hasil penjualan budak sambil tidak lupa menyisakan komisi 20% bagi sang kalif sesuai dgn amanat allah dan sunnah rasulnya!
http://www.lnsart.com/Sudan%20Slave%20Story.htm

Tak pelak lagi, umat Katolik bereaksi terhadap penjarahan ini, “… umat Katolik bersumpah untuk melakukan pembalasan begitu mereka mendapatkan kesempatan. Mata ganti mata, gigi ganti gigi – mereka membalas pembantaian dengan pembantaian. Ordono II, raja dari Leon, memancung kepala seorang jenderal Muslim dan kemudian dipakukan ke dinding Kastil Santo Etiennee de Gormaz, yang posisinya berdampingan dengan kepala babi hutan hasil buruannya. Dalam kemah perang masing2, kedua belah pihak sama-sama mencaci lawannya dengan sebutan “anjing” dan “anak anjing.”''

Image
Umat Katolik/Kristen dengan demikian mulai meniru kebiadaan jihadi Muslim. Fenomena ini berlanjut dan bertransformasi ke dalam karakter bangsa Spanyol. Kontak dengan Islam menghasilkan hasil yang sama di seluruh negeri Kristen yang berbatasan dengan laut Mediterania. Pada saat yang berbarengan, bangsa Viking yang terkenal biadab melakukan serangan terhdp Eropa Utara, yang menghasilkan dampak kerusakan yang sama terhadap penduduk setempat sbgmn yang dilakukan oleh jihadis Islam. Perang untuk menyelamatkan negeri-negeri Kristen, mengusir jihadi muslim serta menangkal serangan bangsa Viking, dalam waktu yang singkat mengubah dan mengeraskan karakter bangsa Eropa dengan sangat fundamental/drastis.

Era Kedua penaklukan Jihadi Islam

Berdasarkan klise sejarah yang sering beredar di akademia dan media luas:
1) abad 8 dan 9M merupakan era ekspansi Islam.
2) abad 11 – era perang salib pertama – kita diberitahu bahwa 'dunia Islam sudah mapan, sehingga dengan demikian, tentara saliblah (kristen) yang menjadi
agresor.'
3) Tentara Salib digambarkan sbg gerombolan barbar dari bagian Eropa yang terbelakang, yang percaya pada takhyul dan menggrecoki peradaban dunia yang berbudaya tinggi dan mapan di kawasan Timur Dekat (Asia Kecil).

Menyedihkan melihat para akademisi Baratpun berpendapat demikian. Tentara Salibi tidak pernah digambarkan sebagai reaksi atas agresi Islam. Muslim, menurut akademisi macam ini, hanya menjadi 'korban tentara Eropa yang brutal dan biadab.' Tentara2 Eropa ini dikirim seorang Paus jahat di Roma untuk mengalihkan perhatian dari problema internal dan menjadikan Muslim sebagai kambing hitam. Kasihan deh si Muslim ... begitu pendapat akademisi2 pendoyan fitnah dan pembenci budaya mereka sendiri!

Contohnya, Marcus Bull dalam penelitiannya tentang asal usul Perang Salib dalam buku sejarah, The Oxford History of the Crusades , sama sekali tidak mempertimbangkan ancaman jihadi Islam terhadap negeri-negeri Kristen. Yang dituding sebagai provokator, menurutnya, adalah Paus di Roma---khususnya Paus Urban/Urbanus II--yang 'hanya memiliki kepentingan untuk memperluas wilayah2 Kristen.'

Image
Paus Urban II memanggil sukarelawan untuk merebut kembali wilayah2 Kristen yg dicaplok Muslim http://en.wikipedia.org/wiki/Pope_Urban_II

Pada kenyataannya Paus Urban II pada tahun 1095 memanggil pertemuan seluruh raja dan uskup di Eropa untuk membentuk bala tentara besar guna bergerak
ke Konstantinopel (markas besar Kristen Ortodox yang diserang Muslim) dan kemudian merebut tanah suci (Jerusalem---markas besar Kristen yang diserang
Muslim). Untuk menyebutkan bahwa Perang Salib hanya dimulai karena ambisi seorang paus sungguh menggelikan. Faktanya, 20 tahun sebelum Perang Salib Pertama dinyatakan ini, negeri2 Kristen yang tersebar di Asia kecil dan Anatolia (mulai dari Aljazair,Tunis, Mesir, Syria sampai Turki), seluruhnya sudah dijarah habis dan diduduki Muslim. Lihat petanya di http://www.jesuschristsavior.net/Crusades.html

Derap langkah balatentara Abd er-Rahman III dan Al-mansur melalui utara Spanyol pada abad 10 mengakibatkan arus pengungsi Kristen membanjiri daerah
selatan Perancis; yang pada abad 11M juga diserang jihadi yang kemudian mengakibatkan arus pengungsi baru ke bagian tengah dan utara Perancis. Dan menurut akademisi seperti Bull, ini semuanya salah Kristen??? Salah Paus?? ](*,)

Pengungsi-pengungsi Kristen ini tentunya telah menyebarkan berita ancaman ke seluruh Eropa Barat. Dari pengalaman pertama dengan Muslim ini, penduduk Eropa yang buta huruf sekalipun mengetahui bahwa Islam adalah musuh mereka dan musuh agama mereka: Islam dalam prakteknya dipandang sbg ajaran yang menyerang penduduk sipil, memperkosa dan memperbudak wanita dan anak-anak kecil. Dan bala tentara menakutkan ini sudah menguasai seluruh Spanyol dan kini mengancam Perancis. Tapi dimata akademisi pro-Islam, ini semua salahnya KRISTEN!

Ingat bahwa agresi Islam datang bertubi-tubi. Dari satu abad ke abad lain. Dari abad 10 ini balatentara Islam sekali lagi berderap maju mengobarkan perang
penaklukan terhadap kafir dari satu ujung dunia Islam ke ujung lainnya; dari Spanyol di barat hingga ke India di timur. Dan pada pertengahan abad 11, balatentara jihadi berderap menuju timur dekat, melawan negeri-negeri Kristen seperti Armenia, Georgia dan Byzantium.

[...]

------------------------------------------

Catatan penerjemah: LIHAT JUGA bgm sejarah Perang Salib diajarkan kepada anak2 sekolah di Barat: http://www.schoolhistory.co.uk/year7lin ... usades.pdf Tentara Salibi dikatakan berperang demi kejayaan dan .. KEKAYAAN! 'The war offered knights a chance for glory and wealth.' Dan bahwa Paus Urban 'mengatakan' bahwa Muslim serang Yerusalem. Bukan bahwa 'faktanya' Muslim memang serang Yerusalem, tapi karena Paus yang 'mengatakan.' Gelo gak tuh! :rolleyes: Dan juga dikatakan bahwa Muhammad mendirikan sebuah 'great' religion. Dan bahwa Eropa beruntung banyak setelah berhubungan dgn Muslim karena Eropa kemudian berkenalan dengan matematika dsb. Alamaaaakkkkk ...

](*,) ](*,)
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa (BELUM SELESAI)

Post by ali5196 »

Kelahiran Kembali kekaisaran (Romawi) Barat.
(Re-establishment of the Western Empire)
diterjemahkan kalangkilang, diperiksa oleh ali5196 :prayer:

Konsekuensi paling dramatis dari kehadiran Islam adalah pembentukan kembali kekaisaran Romawi Barat. Henri Pirenne benar ketika memandang peristiwa
pemahkotaan Charlemagne-- oleh Paus Leo III pada Hari Natal tahun 800M sebagai Kaisar dari (Romawi) Barat-- sebagai momen besar dalam sejarah Eropa.
Hal ini merepresentasikan secara simbolis pemisahan final antara Barat dan Timur, antara Negeri Kristen Timur berbahasa Yunani dengan Negeri Kristen
berbahasa latin: Romawi Barat vs Romawi Timur/Bizantin. Dan kini akibat ancaman/kekuatan Islam, pemisahan ini menjadi semakin telak. Raja-raja Jerman yang memerintah Eropa (Romawi Barat) selama abad 5, 6 dan awal abad 7M, menganggap diri mereka sebagai pejabat kekaisaran dari Romawi Byzantium (Romawi Timur). Kita bisa menyebut mereka seperti Konsul, yang merupakan perwakilan dari Kekaisaran Byzantin dengan bukti beredarnya koin (mata uang) bergambar Kaisar Byzantin.

Namun pada abad 7M, Raja Merovingian (dari Romawi Barat) berani mengedarkan koin bergambar dirinya sendiri. Hal ini terjadi pada masa Heraklius, raja Bizantin pertama yang berkonflik langsung dengan bangsa Arab. Hal ini merupakan bukti tak terbantahkan tentang permulaan keretakan Kristen antara Timur dan Barat dan siapa penyebabnya. Tidak seorangpun raja Merovingian, bahkan yang paling kuat sekalipun, berani menganggap dirinya sebagai Kaisar,
kekuatan dan prestise Byzantium masih terlalu kuat. Walaupun Byzantin tidak memiliki angkatan perang untuk menghancurkan para pemberontak, namun Byzantin memiliki kekayaan yang mampu membiayai musuh dari para musuhnya – praktik yang digunakan ketika menghadapi musuh-musuhnya di Italia, Gaul, Spanyol dan Afrika Utara selama abad 6 & 7M.

Kelahiran kembali Kekaisaran Romawi Barat, oleh beberapa raja Germanik pada daerah yang diasumsikan merupakan wilayah Byzantin (Imperial Purple), merupakan sesuatu yang hampir diharapkan setelah balatentara Islam mendekati Byzantin. Dan pertengahan abad ke-7 M, Byzantine sudah berada pada posisi tersebut (terancam). Seluruh kawasan Syria dan Afrika Utara telah dirampas oleh jihadis Islam, perekonomian Byzantine mengalami kekacauan, dan kota-kota kecil yang masih dalam kekuasaan Byzantine, hampir sepenuhnya ditinggalkan. Konstantinopel sebagai ibukota kekaisaran sudah berada dalam bahaya besar. Waktunya bagi Kaisar baru di bagian barat untuk muncul. Tetapi hal itu tidak terjadi selama 15 tahun, atau seperti yang sudah diuraikan. Mengapa Charles Agung (Charles the Great) dan Frank dari Jermanik menunggu dalam periode era seperti itu sebelum melakukan, yang secara akal sehat telah ditentukan harus terjadi pada sekitar 650 M?

“Carolingian Empire”, memberikan fakta tegas terkait dengan beberapa artifek atau bangunan yang dirujuk kepada abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Memang, dapat ditunjukkan bahwa segala sesuatu yang menggambarkan Carolingian berasal dan sebagian besar dari era raja Saxon Ottonian pada abad ke-10 M dan penerusnya pada abad ke-11. Bahkan monumen agung Charmalegne, Katedral Indah Aachen, telah dibuktikan tanpa keraguan berasal dari pertengahan abad ke-7 M. [282]

Sekarang sudah diakui bahwa Raja-raja Ottonian memiliki banyak kesamaan dengan Carolingian, dan kita tahu bahwa mereka sangat aktif mempromosikan “pengkultusan” Charlemagne. Memang, pengkultusan raja ini, dan mitos yang mengeliling dia, merupakan ciptaan dari orang Ottonian, dan fakta sebenarnya seluruh artifak yang digambarkan sebagai “Carolingian” berasal dari periode Ottonian (abad ke sepuluh dan sebelas Masehi) yang membuat kita keheranan apakah seluruh kisah Carolingian merupakan temuan untuk tujuan propaganda dari Ottonians?. Dalam hal ini kami mencatat bahwa kesejajaran paling mencolok antara Ottonians dengan Carolingians juga dalam hal kontroversi secara politis: Kedua penerus penguasa jermanik ini mengklaim gelar Kaisar. Sehingga Ottonian bukanlah mitos atau kisah semi legenda dari Carolingians, yang bekerjasama dengan Kepausan, membangkitkan kembali Kekaisaran barat – Kekaisaran Baru, yang dalam era Frederick Barbarossa, disebut dengan Kekaisaran Romawi Suci. Pada masa inilah tongkat definitif pemisahan Barat dari Timur; yang menghasilkan negeri Kristen berbahasa latin di Barat.

Sehingga, pada pertengahan abad ke-1O M, dan setelah takluknya Magyars di Lechfeld, Otto I mengambil langkah yang tidak berani dilakukan oleh raja-raja Jermanik sebelum dia; yaitu mengangkat dirinya sebagai Kaisar Romawi Barat. Perisitwa ini terjadi tiga abad dari masa yang kita harapkan (dan tiga abad setelah raja-raja jermanik di barat berhenti menggunakan gambar dari Kaisar Byzantine pada koin (mata uang) mereka), Peristiwa ini direncakan khususnya untuk melindungi negeri-negeri Kristen dari musuh-musuh yang melakukan ancaman dan penghancuran. Peristiwa-peristiwa yang di sekitar pengangkatatan OTTO menjadi kaisar mirip dengan insiden saja. Pada 962 M, Paus John XII muncul di depan OTTO yang meminta pengampunan atas Berenger II, yang kemudian meminta bantuan kepada Duke of Saxony. Otto baru-baru ini menikah dengan janda raja Berenger, dan yang menciptakan kombinasi kekuasaan terkuat di utara Italia. Kemudian secara tergesa-gesa dia pergi ke Roma, dimana Paus John, juga secara terburu-buru memahkotai Otto sebagai kaisar. Berenger segera menyerah setelah itu, meninggalkan kekuasaan pada Otto, dan Kekaisaran Romawi barat yang lahir kembali. Institusi ini “berlanjut tanpa gangguan hingga masa Napoleon” [283].

Dikisahkan juga bahwa Otto membawa ambisi “mengembalikan kekaisaran kepada kejayaan dan kekuatan yang dahulu kala pernah dicapai dibawah Charlemagne” [283]. Dia menghabiskan sebelas tahun masa pemerintahannya di Italia, dimana gagasan tentang Kaisar Jermanik masih kuat – terutama di Kota Roma. Pada tahun 966 dia diperhadapkan dengan kerusuhan serius di Kota Roma, yang akhirnya bisa reda setelah dia menggantung pejabat kota tersebut pada patung berkuda Markus Aurelius di depan Lateran.

Image
Raja OTTO I

Walaupun saat itu Byzantine sedang menghadapi serangan masif dari kaum Saracen, byzantine bukan berarti senang akan kebangkitan Kekaisaran (romawi) barat- mereka masih memiliki pandangan bahwa merekalah yang berhak atas wilayah tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, Otto berusaha merebut Apulia dan Calabria, tapi Yunani (Byzantine) terlalu kuat dalam mempertahankan propinsi tersebut. Setelah kegagalannya melalui upaya perang, Otto kemudian menempuh jalur diplomasi dan menikahkan anaknya yang merupakan putra mahkotanya dengan putri (princess) dari byzantine Theophanou. Melalui pernikahan ini, Otto bisa menguasai Apulia, Calibria termasuk propinsi di utara italia.
Image
OTTO II dan Putri Theopanu.
Image
Kaisar OTTO II..

Penerus Otto yaitu Otto II melanjutkan usaha ayanya untuk membangun dan menyatukan seluruh Eropa barat (tentu saja dibawah pengaruhnya) dan mempersiapkan perang untuk memukul mundur musuh dari negeri Kristen. Dia melakukan kampanye perang terhadap Danes dan Bohemians, dan mengukuhkan kembali penyatuan kekaisaran dengan menundukkan kembali para pemberontak Bavaria. Untuk lebih memperkuat otoritas dari kerajaan, dia berhasil menundukkan perancis di bawah kekuasaannya dan segera berusaha menyatukan seluruh Italia di bawah pemerintahannya, yang tak pelak harus menghadapi balantentara Muslim maupun angkatan perang Byzantine di utara. Dalam upaya penyatuan ini, Otto II mengalami kekalahan telak di Catrone (982), menurut berita tersebar kekalahan tersebut dipicu oleh pemberontakan bangsa Slavia dan Denmark. Beliau wafat terserang penyakit malaria pada saat persiapan kampanye perang penyatuan italia, hanya Otto II, Kaisar Romawi dari jerman yang dimakamkan di Roma.

Buah perkawinannya dengan Putri Theophanaou, Otto III, “memberikan bukti kontras yang berbeda dengan para leluhurnya, yang menggabungkan ambisi dari leluhurnya dengan romantisme mistik yang diturunkan oleh ibunya yang memimpikan sebuah kekaisaran rumawi timur yang teokrasi yang akan merangkul German, Italia, Yunani dan bangsa slavia, dengan Tuhan sebagai kepala dan Paus serta Kaisar sebagai wakil Tuhan” Walaupun dipenuhi dengan antusiasme tentang gagasan mengembalikan kejayaan Romawi, teokrat muda jermanik ini masih belum bisa diterima oleh saudara-saudaranya dari Byzantine. Akibatnya dia langsung meninggalkan kota Roma setelah upacara pemahkotaannya, yang mengakibatkan pemberontakan muncul lagi di Kota Roma. Namun dua tahun berikutnya dia kembali ke kota tersebut, mengembalikan kejayaan Jermanik, dan membangun sebuah istana indah di Aventie. []

Seperti yang kita ketahui, pada tahun 999, dia mengangkat Guru-nya Gerbert of Aurillac menjadi Paus dengan gelar Sylvester II. “Gerbert bukan hanya seorang teolog besar, tapi juga seorang saintis dan matematikawan pada jaman tersebut, dan diketahui merupakan orang yang memperkenalkan angka Arab dan Astrolabe (peralatan astronomi) kepada Kristen barat. Dengan kecerdasan Sylvester, seharusnya Romawi bersyukur kepada Kaisar karena mengangkat Paus seperti Sylvester II, tapi nyatanya tidak, []

Image
Paus Silvester II

{sejarah paus ini bisa dilhat di : https://secure.wikimedia.org/wikipedia/ ... f_Aurillac}

Jika Gerbert memperkenalkan angka Arab kepada Kristen barat, maka Otto II merupakan orang yang memperkenalkan Sistem Anno Domini dari penanggalan Masehi. [].

Kekaisaran (Romawi) barat telah dilahirkan kembali dipimpin oleh seorang kaisar dari jermanik. Era ini merupakan waktu terbaik untuk melakukan serangan balasan dalam skala besar terhadap Islam.[/quote]
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Bab 5 RESISTANSI & TRANSFORMATION: The Reconquista and the Beginnings of Crusading
(Recounquista dan permulaan perang Salib)
diterjemahkan kalangkilang, akan diperiksa oleh ali5196 :prayer:

Ketika peristiwa penting ini terjadi di pusat Eropa (bangkit Romawi barat), perang di Spain tetaplah berkecamuk. Mulai dari abad ke-11 konflik dan perang di Spanyol dan seluruh eropa barat menemui titik balik, saat tentara Kristen dalam proses yang panjang memukul mundur balatentara penyerang (muslim). Perang ini, dikenal dengan Reconquista, sebuah benturan peradaban yang sebenarnya.Tidak hanya terjadi di semenanjung Iberani dan Spanyol, tetapi menjalar ke Perancis bagian selatan, hingga ke seluruh daratan Eropa.Ketika serangan dari bangsa Viking dan Magyar sudah mereda, pada dekade pertama abad-11, para ksatria dari Inggris dan dari Kekaisaran (khususnya German dan Italia) dan seluruh Perancis, bersatu melakukan penyerangan.Gereja-gereja di kawasan utara Spanyol berhasil dibebaskan dari penjajahan Islam, Gereja St. James di Asturias – Gereja Santiago de Compostela – menjadi pusat ziarah orang-orang saleh dari seluruh Eropa.Perjuangan yang diawal dengan kepentingan trannasional.Ziarah ke gereja di Spanyol menjadi sebuah tindakan kesalehan pribadi, dan tindakan politis melawan musuh kafir di selatan (tentara muslim).

Tentara salib kemudian melakukan gerakan yang dikenal dengan dengan Reconquista di Spanyol. Pada titik kami juga menemukan sebuah anomali dalam chronologi : berdasarkan buku sejarah- gerakan Reconquista mulai terjadi apda abad ke – 8 M dengan kemenangan dari Don Pelayo di Covadonga. Ini adalah Reconquista I terjadi di sekitar tahun 720 M, berjarak tiga abad sebelum apa yang sebenarnya terjadi pada abad ke sebelas, yang juga dimulai dari utara negeri tersebut, ketika seluruh wilayah spanyol hampir dikuasai oleh balatentara muslim.

Namun demikian hal itu terjadi pada tahun 1020, dengan kemenangan Norman Roger de Tony, pada momen inilah sebenarnya Reconquista dimulai; dan tahun 1085 saat Toledo kembali di rebut oleh kaum Kristen yang merupakan bukti awal perjuangan Kristen. Rentang tempo waktu selama 300 tahun antara permulaan Reconquista sekitar 720 M dan “yang kedua” di sekitar 1020 M merupakan fenomena yang sudah kita bahas di bagian Early Middle Ages : peristiwa-peristiwa pada abad ke tujuh dan kedelapan yang menemukan gaung-nya tiga ratus tahun kemudian yang terjadi pada abad ke sepuluh dan sebelas masehi. Inilah yang merupakan petunjuk penting tentang distorsi sejarah yang menyebabkan kesalahan dalam urutan dan periode-periode kesejarahan; distorsi yang mengacaukan persepsi kita akan keseluruhan kisah epik ini. Kami ulangi, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Perang Salib yang terjadi dilancarkan oleh Orang Eropa yang barbar dan agresif terhadap Peradaban Islam yang sudah mapan dan bersikap damai (Passif). Namun jika kronologis (sejarah) tersebut salah (yang sudah didukung oleh banyak bukti untuk membenarkannya), maka kemudian Perang Salib merupakan respon umum dari bangsa Eropa terhadap agresi Islam yang menyerang negeri-negeri kristen.

Dengan mengabaikan kehadiran pertanyaan kronologi (urutan dan periode sejarah), mari kita lihat sejarah pada abad ke-10, seperti yang sudah disepakati bahwa perang tersebut merupakan penaklukan terhadap semenanjung Iberia yang berkecamuk diseluruh kawasan tersebut. Dan pada abad ini jugalah intensitas serangan bangsa Viking terhadap Eropa memuncak, yang ditandai dengan serangan bangsa Magyars ke barat. Sama seperti pada abad ke-7 M, negeri-negeri Kristen berada di ambang kehancuran. Ketika serangan tentara muslim ke utara mendekati Pyreneees dan sekitarnya (yang mengulangi kemajuan yang sudah mereka buat tiga abad sebelumnya), Bangsa Viking tergiur dengan bayaran emas dari Muslim, yang membawa kehancuran di pesisir barat laut Eropa. Dan sekarang ambisi mereka mencapai puncaknya. Pada tahun 911 sebuah kawasan teritori yang luas di barat laut Perancis diberikan oleh Penguasa Perancis kepada sekelompok Orang Norwegia dibahwa kepimpinan Rollo, yang bertujuan menjadikan daerah tersebut sebagai demarkasi dan kawasan penahan dari serbuan bangsa Viking lainnya, sedangkan disisi lain Viking asal Denmark sudah menguasai setengah dari Eropa dan sedang berperang untuk menguasai bagian lainnya. Sehingga perjuangan untuk menyelamatkan negeri kristen yang tersisa semakin intensif (diperlukan).

Dalam masa ini perang untuk menguasai kawasan Spanyol tetaplah berlanjut. Seluruh Eropa, sedang diamuk oleh perang – perang yang sangat brutal, kejam dan tak terbayangkan. Kecamuk perang ini khususnya ditujukan kepada masyarakat sipil (oleh muslim dan vikings), baik petani maupun orang-orang desa, dimana mereka merupakan hadiah utama dalam perang ini; jarahan perang yang diperebutkan baik oleh Viking maupun oleh tentara islam. Suatu kebrutalan, karakter baru, memasuki kehidupan orang-orang Eropa; sebuah karekter atau sifat yang bahkan orang kristen tidak akan bisa memperbaikinya. Ini merupakan klise dimana kekerasan melahirkan kekerasan, dan seperti semua klise, pastinya mengandung benih kebenaran. Prajurit kristen, ksatria dari Perancis dan Jerman, yang telah bertarung dan memukul mundur bangsa vikings dan Moors, mulai meningkatkan frekuensinya untuk melakukan balas dendam terhadap musuh mereka sebagaimana musuh mereka melakukannya.

Secara keseluruhan, situasi perang makin meningkat. Pada akhir abad ke-10 M, dengan banyaknya Raja Denmark dan Norwegia yang memeluk kristen, serangan bangsa Viking mulai memudar. Namun masih ada ancaman dari tentara muslim, yang berderap maju melalui Spanyol ke arah Pyreness dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Perburuan mereka, melalui jalur darat dan laut – dalam pencarian budak-budak – menyisakan sebuah masalah genting. Sebagai yang sudah kita lihat, Spanyol bagian Utara merupakan bagian dari Semenanjung Iberia yang tidak pernah menyerah kepada tentara Islam. Sekarang, pada permulaan abad ke-11, Umat kristen menunjukkan tanda-tanda menjadikan bagian tersebut sebagai pangkalan untuk merebut kembali seluruh semenenjung Iberia dan simbol perlawanan dalam rangka mempertahankan Negeri Kristen. Diduga makan dari St. James (Indonesia - Jakobus), salah seorang dari 12 rasul murid Yesus, yang menghabiskan masa-masa hidupnya di Spanyol, ditemukan di bagian Galicia. Pembangunan sebuah gereja ditempat tersebut, menjadikan inspirasi yang sangat nyata bagi tujuan Perebutan kembali negeri-negeri kristen dari tangan muslim; dan St. Jacobus sendiri akhrinya lebih dikenal sebagai Santiago Matamoros (“St Jacobus Sang Pembunuh Moor”). Kegiatan Ziarah diorganisasi dari seluruh Eropa menuju Kuburan tersebut, dengan rute yang sudah dijelaskan, penyediaan tempat penginapan, menuju arah selatan Paris melalui Aquitaine, melewati Prynees dan sepanjang pegunungan Cantabrian.

Banyak diantara para peziarah ini adalah para pejuang, yang mengambil bagian dalam perjuangan melawan tentara Islam. Mereka adalah pejuang perang salib yang pertama.

Ketika gerakan Reconquista masih berkecamuk di Spanyol, dibagian lain Eropa peperangan dengan islam tidak berkurang intensitasnya. Bajak Laut muslim dan pedagang budak tetap diperangi disepanjang pantai selatan Perancis dan Italia. Pada tahun 1057, ada kemajuan lebih jauh ketika Pantai Selatan Italia kedatangan Penjelajah Normandik Robert Guiscard. Yang kemudian dia merebut “kaki Italia (Toe of italy)”, yaitu Calibria, dari Byzantine, sebuah wilayah yang dijadikan pangkalan militer untuk invasi dan penaklukan Islam di Sisilia. Disaat itu juga angkatan Laut Pisa, Genoa dan Catalonia sudah aktif memerangi benteng-benteng pertahanan tentara Muslim di sepanjang Majorca dan Sardinia, yang membebaskan pantai Italia dan Catalonia dari Perampok Moor.

Image
Suasana Ketika Paus Urbanus II memanggil uskup dan raja-raja eropa.

Telah diketahui dan dijelaskan bahwa setelah berakhirnya perang dengan Viking dan bangsa Magyars pada abad ke- 11 M, sejumlah besar pria di Eropa masih tetap sebagai tentara (pejuang), dan energy dari para pejuang ini sering digunakan pada waktu dan tempat yang salah, yaitu melakukan teror satu daerah dan daerah lainnya. Gereja Katolik berusaha menghentikan kekerasan ini dengan apa yang disebut “Gerakan Perdamaian Tuhan”. Gerakan ini hanya berhasil sebagian, tetapi para pejuang terampil selalu mencari kesempatan/ajang untuk melatih keterampilan mereka, yang dengan demikian, pada akhir era Ancaman bangsa Viking dan Magyars, ajang ini ini menjadi langka di Eropa. Perkecualiaan di Italia dan Spanyol, dimana perang masih berkecamuk tanpa henti malahan tensinya meningkat makin tinggi. Seluruh pertempuran besar antara Kristen dan Islam di Spanyol terjadi pada abad ke-11 yang melibatkan seluruh ksatria dan tentara infanteri dari seluruh Eropa Barat, khususnya dari Negeri Jermanik dan Perancis. Sebagai contohnya, pada saat perebutan Toledo, bangsa Burgundi memainkan peranan yang sangat penting. [289].
[289] Trevor-Roper, op cit., p. 119

Walaupun tidak bisa ditekankan secara tegas, tidak seperti perang dengan bangsa Viking dan Magyar, perang kali ini secara khusus merujuk pada agama. Terminologi yang didefinisikan yang dimulai oleh Tentera Muslim. Penaklukan mereka diseluruh Utara Afrika dan kawasan Asia dimotivasi utamanya oleh penyebaran agama Islam. Akibatnya pejuang Kristen mulai berpikir untuk menggunakan terminology yang digunakan musuhnya (Muslim); dan dewasa ini secara luas sudah diterima diantara Sejahrawan professional terkemuka bahwa gagasan Kristen tentang “Perang Suci” merupakan gagasan yang didapatkan/diturunkan dari Islam. [290].

[290] See above, Bernard Lewis, “2007 Irving Kristol Lecture,” delivered to the
American Enterprise Institute, Washington, DC. (March 7, 2007).


Pengukuhan Resmi secara official gagasan dan terminologi perang suci ini terjadi pada tahun 1063, ketika Paus Alexander II memberikan pemberkatan kepada perjuangan Kristen dalam pembebasan semenanjung Iberia, pemberkatan tersebut meliputi prosedur standar kepuasan (vexillum Sancti petri) dan pemberian indulegensi (pengampunan dosa) kepada mereka yang gugur dalam peperangan tersebut.

Harus kita pahami bahwa ada pergumulan tersendiri dalam benak Ulama Kristen dan rakyat awam pada masa tersebut. Gagasan berperang dan membunuh – demi Kristus merupakan sesuatu hal yang baru. Terjadi diskusi yang sangat panjang sebelum akhirnya mengambil keputusan bahwa Perang defensive ini bisa diijinkan – meskipun dalam sejarah kekristenan awal, subjek ini (perang bahkan perang defensif) adalah subjek yang penuh dengan kontroversi. Walaupun selama berabad-abad sebelum era ini, umat Kristen memiliki kebiasaan menggunakan pedang ketika mempertahankan rumah dan keluarga mereka dari ancaman.

[]

Walaupun begitu, gagasan tentang bertempur dan membunuh untuk dan dalam nama Kristus masih merupakan suatu gagasan yang bertentangan dengan pengajaran Kristen. Runciman mengatakan, “Warga Kristen menghadapi sebuah permasalahan fundamental : “apakah dia boleh bertempur untuk negerinya? Agamanya (Kristen) merupakan pengajaran yang menekankan perdamaian; sedangkan perang merupakan tindakan penghancuran dan pembunuhan?, bapak-bapak gereja awal, secara tegas mengatakan, bahwa Perang merupakan pembunuhan (murder)” [291]

Runciman lebih lanjut memberikan catatan bahwa kebangkitan Kerajaan jermanik yang membawa kemegahan akan kisah kepahlawanan dan ksatria, melawan ide “gereja yang hanya bisa berdoa”

291 Runciman, op cit., p. 83

Walaupun begitu, resistensi masih muncul dimana-mana, khususnya di daerah TImur, seperti St. Basil, contohnya, mempertahankan bahwa barang siapa yang terbukti bersalah dalam pembunuhan di medan perang maka dia tidak akan menerima komuni selama tiga tahun sebagai bentuk pertobatan. [292]

292 J. P. Migne, Patrologiae Graeco-Latina, Part II of Patrologiae Cursus
Completus, (Paris, 1857-66), Letter no. 188, Vol. XXXII, col. 681


Namun faktanya, Runciman mencatat, Tentara Byzantine tidak dianggap sebagai pembunuh (murderer), tetap profesi tersebut tidak memberi pesona kepadanya. “Sejarah Byzantine tercatat bebas dari perang agresi..Kampanye perang yang dilakukan oleh Justianus merupakan kampanye pembebasan Romawi dari Gubernur-gubernur wilayah yang sesat dan barbar. Basil II yang berperang dengan Bangsa Bulgar merupakan usaha untuk mengembalikan propinsi kekaisaran dan menghapus bahaya yang mengancam Konstantinopel.

Metoda penyelesaian konflik dengan cara damai (nir kekerasan) merupakan cara yang lebih diterima, baik lewat jalan diplomasi atau membayar dengan sejumlah uang….Putri Anna, salah satu contoh tipikal orang Byzantine, yang secara jelas dalam sejarah mengatakan, "....sedalam minat dan ketertarikankanya akan dunia militer serta penghargaaannya akan prestasi besar ayahnya dalam pertempuran, dia tetap menganggap perang adalah hal yang memalukan, sebuah pilihan terakhir ketika semua jalan sudah buntu, sehingga perang merupakan sebuah pernyataan akan kegagalan..” [293]

293 Runciman, op cit., pp. 83-4

Sudut pandang seperti itulah yang ada pada kristen timur (Yunani), dan bagi kristen barat (Eropa Barat) gagasan membela diri akhirnya bisa diterima setelah mereka menyerap gagasan ideal dari bangsa Goths, Franks, dan Vandals, yang sudah berjuang dalam hidup ataupun mati melawan tentara Muslim, Vikings dan Magyars, sehingga Eropa barat bisa menerima gagasan berperang atas/dalam nama Kristus.

Dalam kata-kata Runciman, “Budaya militeristik yang muncul di dunia Barat ketika invasi bangsa barbar merupakan sebuah pembenaran tentang Kebiasaan masa lalu. Kode etis para pejuang yang berkembang, didukung oleh kisah-kisah kepahlawanan, memberikan prestise terhadap para pahlawan militer; disisi lain para pasifis memperoleh pandangan buruk, terhadap sentiment ini, gereja hanya dapat berbuat sedikit” [294]

294 Ibid., p. 84[/quote]
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Bab 5 RESISTANSI & TRANSFORMATION :The Seljuks and the First Crusade
Dinasti Seljuk dan Perang Salib I
diterjemahkan kalangkilang, akan diperiksa ali5196 :prayer:

Perang Salib I diakhiri dengan penguasaan kembali negeri-negeri kristen di sepanjang kawasan pantai Syria dan Palestina; dan pengambil alihan Jerusalem pada tahun 1098 yang merupakan titik acuan definitive dari kampanye perang. Tetapi hanya karena pengambil alihan Jerusalem ini, maka gagasan yang muncul dalam budaya popular dewasa ini adalah, tujuan dari Perang Salib I adalah penaklukan Tanah Suci. Padahal kenyataannya, Perang salib I pada awalnya dirancang sebagai usaha pembelaan diri bangsa Eropa terhadap serangan tentara Islam. Dua decade sebelum tahun 1095, merupakan masa dimana wilayah teritori Kekaisaran Byzantine di seluruh Asia hilang dirampas oleh balantentara muslim. Dan pada saat itu tentara muslim sudah menguasai kota benteng Nicea, yang artinya hal tersebut merupakan ancaman langsung terhadap keberadaan Konstantinopel (ibukota Byzantine) itu sendiri.

Dan salah satu poin yang harus diingat adalah; islam pada abad ke-11 merupakan kekuatan yang aggressive dan bersifat ekpansionif; energy dakwah islamiyah yang sepertinya pudar di abad ke-8 M, sekarang tiga ratus tahun kemudian, tiba-tibamuncul kembali.

Image
Peta Daerah penaklukan bangsa Seljuk Turki.
Disini bukan tempatnya untuk mengisahkan bagaimana Suku Turki (turks - ) yang merupakan suku nomaden dari Asia Tengah memeluk agama Islam dan setelah kematian dari Mahmud of Ghazni – Raja Penakluk Islam di India – bangsa turki merebut kerajaan Persia dan secara de fakto menjadi penguasa dari seluruh dunia islam mulai dari Mesir hingga ke lembah Indus.
Pada tahun 1038 mereka menunjuk Sultan mereka, seorang pejuang bernama Togrul Beg, cucu dari Seljuk, darimana nama dinasti (Seljuk) berasal. Pada tahun 1050, dengan antusiasme keyakinan barunya, Togrul Beg mengambil alih pimpinan Perang Suci melawan Kristen di Anatolia, yang menolak kekuasaan dari sang Sultan. Dari penelitian sejarah, sebanyak 130.000 orang umat kristen mati pada saat perang di Anatolia tersebut, tetapi setelah kematian dari Togrul Beg pada tahun 1063, orang-orang kristen kembali meraih kemerdekaan dan kebebasan mereka. Tetapi masa kemerdekaan dan kebebasan ini hanya berlangsung dalam waktu singkat, dan tidak lama setelah kematian Togrul Beg, keponakannya Alp Arslain diangkat menjadi Sultan, dan perang kembali berkecamuk. Pada tahun 1064, Ibukota Armenia, Kota Tua Ani dihancurkan dan Pangeran Kars, penguasa terakhir Armenia, “dengan senang hati menyerahkan seluruh wilayahnya kepada [Kaisar] Byzantine sebagai imbalan atas perkebunan di pegunungan Taurus. Sejumlah besar orang Armenia menemani-nya ke tempat barunya itu.” [295]

295 Ibid., p. 61
Image
Kilij Arslan II – cucu dari Alp Arslan
Akan tetapi serangan bangsa Turki (turks) tetaplah berlanjut. Dari tahun 1065 dan seterusnya, Odesa sebagai kota benteng terdepan dam terdepan diserang oleh tentara muslim setiap tahun. Dan pada tahun 1066, bangsa Turki (turks) berhasil menduduki celah pegunungan Amanus, dan musim semi berikutnya mereka menguasai Metropolis Cappadocian di Caesarea. Musim semi berikutnya, tentara Byzantine dikalahkan di Melitene dan Sebastea. Dengan kemenangan-kemenangan ini, Alp Arslan mendapat control atas seluruh wilayah Armenia, dan setahun berikutnya dia berderap masuk lebih jauh ke wilayah kekaisaran Byzantine, ke Neocaasarea dan Amorium pada tahun 1068, Iconium pada tahun 1069, tahun 1070 ke Chonae, dekat pantai Aegean. [296]
296 Ibid., p. 61

Rangkaian peristiwa ini menggambarkan dengan sangat jelas bahwa Turki sudah mengancam seluruh wilayah Byzantine di kawasan Asia, dan posisi Konstantinopel sendiri semakin tidak aman. Pemerintah kekaisaran dipaksa untuk mengambil tindakan. Constantine X, yang mengabaikan penggembangan aspek kemiliteran, merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi seluruh wilayah kekaisaran, yang wafat pada tahun 1067, dengan meninggalkan seorang putra, Michael VII, dan ibunya Ratu Edudocia. Tahun berikutnya Eudocia menikah dengan Panglima Perang, Romanus Diogenes, yang akhirnya naik tahta. Romanus merupakan seorang prajurit istimewa, yang melihat bahwa keselamatan seluruh Kekaisaran tergantung pada pembangunan kembali militernya dan kemudian merebut kembali wilayah Armenia. [267]. Selama empat bulan pencapaiannya, Romanus berhasil membangun kekuatan militer yang besar tetapi tidak dapat diandalkan, dan kemudian keluar untuk menemui musuhnya. “dalam tiga kampanye perang yang melelahkan” tulis Gibbon, “Bangsa Turki berhasil diusir dari Efrat, pada kampanye keempat, dan yang terakhir, Romanus mengambil alih kepemimpinan pembebasan kembali Armenia” [Ch. 57]. Tetapi disini, pada pertempuran Manzikert (1071), dia dikalahkan dan ditangkap serta seluruh Anatolia akhirnya lepas selamanya.


Image
A map showing Byzantine territory (purple), Byzantine offensives (red) and Turkish offensives (green).
Gambaran Pertempuran Battle of Manzikert

Barang siapa yang menyimak urutan peristiwa ini dengan jujur, maka tak diragukan lagi bahwa aggressor adalah Alp Arslan dan bangsa Turki, dan Romanus Diogenes yang berderap maju untuk merebut kembali Armenia merupakan serangan balik guna mencegah hilangnya seluruh Anatolia dan Asia Kecil. Mari kita lihat bagaimana pertempuran tersebut dijelaskan dalam terbitan terbaru Kamus Sejarah Dunia (Chambers Dictionary of World History), “Kaisar Byzantine, Romanus IV Diogeneses (1068/71), mencoba memperluas kekaisarannya menuju Armenia tetapi dia dikalahkan di Manzikar dekat Danau Van (Lake Van) oleh tentara Seljuk dibawah pimpinan Alp Arshan (1063/72), yang kemudian melancarkan invasi skala penuh terhadap Anatolia” [298]

298 Bruce Lenman (ed.) Chambers Dictionary of World History (2000) p. 585

Dari penjelasan diatas menggambarkan disformasi yang disebarkan oleh mentalitas PC (Political Correctness); dimana korban pada peristiwa tersebut dirubah menjadi pihak penyerang (aggresor) dan anggresor dirubah menjadi korban.
Alp Arshan terbunuh beberapa tahun kemudian, dan penaklukan Asia Kecil - yang merupakan wilayah terakhir dari Byzantine pada kawasan Asia - diselesaikan oleh anaknya Malek Shah (1074 - 1084). Penaklukan ini mengakibatkan Turki menguasai Kota benteng Nicea – pantai utara Laut Marmara, serta meninggalkan pertanyaan bagaimana dengan nasib Konstantinopel.

Image

Maka kemudian peristiwa-peristiwa besar inilah yang melatarbelakangi Perang Salib Pertama. Dengan rentang waktu 35 tahun Kesultanan Turki menguasai Kawasan kristen yang lebih luas daripada perancis, dan sekarang sudah berdiri dengan ancaman di pintu depan Eropa. Kita sudah diracuni dengan gagasan bahwa perang Salib Pertama dan setelahnya merupakan Usaha dari pihak kristen untuk mengambil alih Tanah Suci dan Jerusalem; tetapi semuanya itu adalah kebohongan dan kesalahan.

Kaisar Alexius Comnenus kemudian mengirimkan permohonannya yang terkenal, kepada Paus, bukan untuk membebaskan Jerusalem, tapi mengusir bangsa Turki dari pintu depannya, membebaskan kawasan kristen yang sangat luas di Asia Minor dan Anatolia yang baru-baru ini dianeksasi oleh pengikut bulan sabit.

Memang benar tentu saja, Bangsa Turki, yang sudah menguasai Syria dan Palestina, memberlakukan pemerintahan yang biadab pada kawasan tersebut; yang menghalangi peziarah kristen ke daerah tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Peter Hermit dan lainnya dengan jelas, yang menyediakan dorongan secara emosional terhadap pergerakan perang Salib di antara masyarakat umum Orang Eropa; namun pada awalnya, motivasi ziarah ini bukanlah tujuan utama dari pejuang perang salib. Namun demikian, tindakan barbar bangsa Islam Turki (Seljuk) di Palestina merupakan kejadian kecil, dari seluruh tindakan mereka pada kawasan negeri kristen yang sudah mereka taklukkan, dan sifat alami dari pemerintahan mereka dijelaskan dengan sangat baik oleh Gibbon:

“Kristen timur dan Peziarah latin menyesalkan perubahan pemerintahan, dibandingkan dengan pemerintahan regular dan aliansi lama dari para Khalifah (bangsa arab), bangsa turki memerintahkan pemasangan kuk dari besi pada leher para peziarah asing dari utara.
Dalam pengadilan dan kemah-kemahnya, Sultan ini telah menyerap beberapa seni dan tata cara Persia; akan tetapi watak bangsa Turki, dan khususnya pola kepemimpinan suku; masih menghirup keganasan padang pasir. Dari Nicea hingga Jerusalem, Negeri-negeri di barat Asia dipandang sebagai orang asing dan merupakan musuh domestic; Para peziarah, yang telah melalui bahaya yang tak terhitung banyaknya, menjadi korban pencurian atau kekerasan public, yang akhirnya tenggelam dalam tekanan kelaparan dan penyakit, sebelum mereka diijinkan untuk member hormat kepada makam suci. Sebuah semangat barbar yang merupakan watak asli bangsa turki, atau semangat yang ditimbulkan baru-baru ini (- karena mualaf), mendorong penguasa Turki untuk menindas (menghina) pada ulama kristen tak memandang sekte; para patriakh (rohiwan gereja) diseret dengan rambutnya disepanjang trotoar dan dilemparkan ke penjara, untuk mendapatkan uang tebusan dari jemaah gerejanya; dan ibadah kebaktian di Gereja Kebangkitan (Church of Resurrection) sangat sering diganggu oleh penguasa Muslim ini. “ [bab 57]
Image
Gereja Kebangkitan (Church of Resurrection)
User avatar
bagonk
Posts: 214
Joined: Sun Jul 31, 2011 10:44 am

Re: Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa (BELUM SELESAI)

Post by bagonk »

ijin numpang nandain thread
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

TERNYATA juga diterjemahkan disini (dan selesai!):

http://www.buktidansaksi.com/resources
http://www.buktidansaksi.com/files/Reso ... 0Suci).pdf

Terima kasih kpd buktidansaksi.coM! :prayer:
Post Reply