http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 036#110036
PUASA
Suratu'l-Baqara (ii) ayat 183
Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertakwa.
Puasa (= Roza ( bahasa Persia) = Saum (bahasa Arab)) adalah pilar ketiga Islam yang wajib dilaksanakan kaum Muslim. Dalam menjalankan Puasa, Muslim dilarang makan, minum, dan berhubungan seks dalam jangka tertentu dalam sehari. Sewaktu tinggal di Mekah, Muhammad tidak begitu menekankan pentingnya Puasa bagi umat Islam. Dalam surah2 Mekah, hanya ada satu ayat saja yang berhubungan dengan buka Puasa, itu pun bukan berupa perintah melainkan hanyalah keterangan yang berhubungan dengan kejadian sejarah hamilnya Mariam (Suratu Maryam (xix) ayat 26). Tapi setelah Muhammad pindah ke Medinah, dia lalu melihat bahwa orang2 Yahudi ternyata melakukan ibadah Puasa dengan seksama. Karena tidak mau kalah, maka Muhammad pun lalu ikut2an mewajibkan pengikutnya untuk melakukan Puasa pula, ditambah ancaman berbagai hukuman dari Allah jika Muslim ogah melakukannya.
Masih dalam rangka meniru-niru, Muhammad menjiplak abiz ibadah Puasa agama Yudaisme yang dilakukan di Hari Penebusan Dosa. Lihatlah keterangan dari Ibn Abbas dalam Mishkat Al-Masabih, buku 7, bagian 7 tertera keterangan Muhammad bertanya-tanya tentang Puasa pada orang Yahudi:
Ibn ‘Abbas menyatakan bahwa Muhammad, setelah dia tiba di Medina, bertanya pada seorang Yahudi tentang Puasa, “Apakah arti Puasa yang kau lakukan itu?” Orang Yahudi itu menjawab, “Ini adalah Puasa besar; Tuhan menebus Musa dan sukunya pada hari ini, dan menenggelamkan Firaun dan tentaranya; maka Musa berpuasa sebagai tanda terima kasih dan kamipun melakukan Puasa untuk mengikuti teladannya. Maka sang Nabi berkata, “Kami lebih berharga dan lebih dekat pada Musa dibandingkan kamu” dan lalu sang Nabi berpuasa di hari ‘Ashura dan memerintahkan pengikutnya untuk berpuasa di hari yang sama.
Wajib Puasa jadi ibadah agama yang sangat penting dalam Islam dan dapat dilihat melalui perkataan Muhammad yang menyebut Puasa adalah ‘pintu gerbang agama’. Dalam Mishkat (buku 7, bagian 1) tertulis bahwa Muhammad berkata, “Ada delapan pintu Surga, dan salah satunya bernama Rayyan yang tidak bisa dimasuki siapapun kecuali mereka yang melakukan Puasa’; ‘Ketika bulan Ramadan tiba…pintu2 surga akan dibuka, dan pintu2 neraka ditutup’; ‘Pintu2 pengampunan Allah akan dibuka.’
Ibadah Puasa dalam Islam dilakukan pada bulan Ramadan, yang merupakan bulan ke sembilan penanggalan tahunan Islam. Ramadan merupakan bulan tersuci dalam Islam, karena katanya Qur’an dikirimkan dari surga oleh Allah untuk membimbing manusia.
Suratu'l-Baqara (ii) 185
(Masa yang diwajibkan kamu berPuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah…
Puasa dilakukan dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, para Muslim boleh makan apa saja.
Suratu'l-Baqara (ii) ayat 187
Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari Puasa, bercampur (bersetubuh) dengan isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahawasanya kamu mengkhianati diri sendiri, lalu Dia menerima taubat kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib) dan janganlah kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada sekalian manusia supaya mereka bertakwa
Bagi yang biasa cari nafkah dengan menarik becak di siang hari di musim panas, kebayang betapa telernya menjalankan ibadah Puasa ini. Mana tahan. Dasar o’on, mau aja dikadalin si Mamat. Udah panas, jadi item, haus, bau mulut, masih pula diancam pintu surga kagak dibukakan segala lagi. Puasa bakal batal kalau menelan setetes air saja atau setetes air itu masuk ke tenggorokan, baik sengaja ataupun tidak sengaja. Ludah pun kagak boleh ditelan sehingga Muslim seringkali meludah ke mana saja di bulan Puasa. Hiiiyyy…jijay. Juga andaikata sisa2 makanan di gigi bekas buka Puasa ternyata tertelan saat sedang berpuasa secara tidak sengaja, maka batal sudah ibadah Puasa. Mana tahan… sekali lagi, kasihan para Muslim dikadalin si Mamat. Ngarang agama kok kayak gini? Batal Puasa juga bisa terjadi jika makanan dalam perut muntah ke luar lagi. Atau jika niyyat (doa Puasa) tidak dilakukan dengan sempurna. Jika Muslim batal Puasa, maka dia harus melakukan qada’ atau tebus Puasa yang dilakukan di lain waktu. Jadi ibadah Puasa harus dilakukan secara sempurna, sama seperti aturan Salat, dan kalau tidak maka akan dianggap batal dan tidak diperhitungkan Alloh.
Ada pula golongan Muslim yang tidak wajib Puasa dan mereka adalah anak2 kecil, anak2 besar yang belum mencapai usia remaja, wanita yang hamil atau sedang menyusui anaknya, dan para cacat mental. Orang2 yang sedang sakit atau yang sedang dalam bepergian tidak usah melakukan Puasa tapi nantinya mereka harus mengganti melakukan Puasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (Suratu'l-Baqara (ii) 185). Orang2 tua yang kesulitan melakukan Puasa harus memberi sedekah bagi kaum miskin (Suratu'l-Baqara (ii) 184).
Kembali pada asal-usul Puasa di bulan Ramadan. Seperti yang sudah kujelaskan, setelah Muhammad tinggal di Medinah, dia meniru ibadah Puasa Yahudi yang dilakukan di Hari Penebusan Dosa (agama Yudaisme). Meskipun Muhammad sudah habis2an meniru ibadah agama Yahudi, ikut2an berqibla sembahyang ke arah Yerusalem, mengakui nama2 dan kisah2 nabi2 Yahudi, tapi kaum Yahudi tetap saja menolak Islam sebagai agama sejati dan juga tidak percaya bahwa Muhammad adalah nabi. Karena sakit hati, Muhammad lalu meninggalkan ibadah Puasa di Hari Penebusan Dosa dan menggantinya jadi Puasa di bulan Ramadan. Dia juga mengganti qibla sembahyang dari Yerusalem ke Mekah. Tapi meskipun sudah diganti kanan-kiri, tetap saja tidak bisa disangkal bahwa Muhammad memang meniru banyak tata cara ibadah Puasa Yahudi. Hal ini bisa dilihat jelas dari waktu menjalankan Puasa (matahari terbit) dan menutup Puasa (matahari terbenam).
Q 2:187
…makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah Puasa itu sehingga waktu malam (maghrib)…
Isi ayat di atas sama dengan isi Talmud Berakhoth, fol. 9b yang menyebutkan bahwa di hari Puasa, doa Shema dilakukan saat “waktu orang dapat membedakan benang biru dan benang putih.”
Benang2 biru dan putih terdapat dalam pakaian orang2 Yahudi. Agar berbeda dikit dan tidak terlalu malu dituduh penjiplak mentah2, Muhammad mengganti benang ‘biru’ jadi benang ‘hitam’. Kixkixkix…
Sekarang dari mana asal-usul lama Puasa Islam yang adalah 30 hari di bulan Ramadan itu? Dalam Suratu'l-A'raf (vii) ayat 142 tertulis:
Dan kami telah janjikan masa kepada Nabi Musa (untuk memberikan Taurat) selama tiga puluh malam, serta Kami genapkan jumlahnya dengan sepuluh malam lagi…
Dalam catatan kaki ayat ini, para penulis Muslim menyatakan bahwa sebelum Tuhan menurunkan Hukum2nya pada Musa, dia memerintahkan Musa untuk berpuasa selama 30 hari dan hal ini dilakukan Musa di bulan Dhu'l-Qa'da, dan karena dia menggosok giginya dengan cairan pembersih, dia diperintahkan untuk berpuasa lagi selama sepuluh hari. Baidawi dan ahli Islam lainnya menulis bahwa Musa diperintahkan berpuasa tak lebih dari 30 hari saja. Tapi hal ini jelas tidak dapat dijadikan alasan asal-usul puasa 30 hari dalam Islam sebab Suratu'l-A'raf (vii) adalah Surah Mekah dan pada saat Muhammad berada di Mekah, dia tidak pernah memerintahkan umat Muslim untuk puasa 30 hari. Sudah pasti dia mengambil ibadah Puasa 30 hari ini dari sumber lain. Penulis Arab kuno bernama Abu 'Isa'l-Maghribi menyatakan bahwa Muhammad meniru ibadah sembahyang lima kali sehari dari agama Sabean. Lanjutan kutipan dari penulis yang sama menunjukkan bahwa Muhammad juga meniru Puasa 30 hari dari agama Sabean pula.
“Mereka (umat Sabean) …berpuasa tiga puluh hari; dan jika di bulan pendek, mereka berpuasa selama dua puluh sembilan hari. Sehubungan dengan ibadah Puasa, mereka merayakan Fitri (selesai Puasa selama 30 hari) dan Hilal (bulan baru), sedemikian rupa sehingga Fitri terjadi saat matahari masuk masa Aries. Dan mereka biasa berpuasa dari bagian satu per empat yang keempat di malam hari (= fourth quarter of the night) sampai matahari terbenam.” (Hughes, Notes on Muhammadanism, p. 124)
Dari tulisan Abu 'Isa'l-Maghribi sudah jelas bahwa Puasa 30 hari Islam diambil dari Puasa 30 hari Sabean. Juga perayaan Islam I’du’l-Fitri atau perayaan akhir Puasa sama persis dengan perayaan Fitri dari agama Sabean. Selain itu, waktu puasa Sabean adalah dari akhir malam hari (bagian satu per empat yang keempat di malam hari) sampai matahari terbenam, dan ini sama persis dengan waktu Puasa Islam. Selain Sabean, agama Yudaisme juga menganjurkan Puasa dari waktu matahari terbit sampai matahari terbenam dan bintang2 mulai tampak. Hal ini bisa dibaca di kitab Yudaisme Taanith (Puasa), fol. 10a dan 12a:
“Dia tidak boleh makan atau minum sampai matahari terbenam, dan setidaknya tampak dua bintang;
Pada saat berpuasa, selain tidak boleh makan dan minum, kaum Yahudi juga tidak boleh berhubungan seks. Jemaat Yahudi yang tidak perlu berpuasa adalah anak2 kecil, wanita yang sedang hamil atau menyusui anaknya, dan juga kaum tua.
Yoma, fol. 82a; Kethuboth, fol. 50a:
‘Anak-anak diperkecualikan — anak2 laki, sampai usia tiga belas tahun, dan anak2 perempuan sampai usia dua belas tahun.’
Yoma, fol. 73b:
‘Dilarang bersetubuh.'
Taanith (Jer. Tal.), fol. 64b, kolom 1:
‘Wanita yang sedang hamil dan menyusui diperkecualikan.'
Yoma, fol. 82a:
' Wanita yang sedang hamil dan orang berusia lanjut diperkecualikan.'
Aturan2 Puasa Yudaisme dalam Talmud ini ditiru persis oleh Muhammad.
Pertanyaan berikut adalah dari mana asalnya waktu Puasa di bulan Ramadan itu? Mengapa Muhammad memilih bulan Ramadan untuk melakukan ibadah Puasa? Hal ini dengan mudah bisa ditelusuri pada kebiasaan adat suku Arab Quraish di Mekah, yang merupakan suku asal Muhammad sendiri. Dalam Siratu'r-Rasul, vol. i. p. 79, Ibn Ishaq menulis bahwa:
‘kaum Quraish di Jaman Jahiliyah terbiasa meninggalkan kota mereka dan menghabiskan waktu di bulan Ramadan di Gunung Hira setiap tahun dalam melaksanakan penebusan dosa (Tahannuth).’
Muhammad sendiri kabarnya juga biasa melakukan kebiasaan ini setiap tahun. Dalam kebiasaan adat tahunan inilah Muhammad bertemu dengan Zaid ibn 'Amr yang juga sering bertapa mencari kedamaian di salah satu gua di Gunung Hira. Zaid ibn 'Amr adalah pengikut agama Abraham yang Hanif. Pada usia tuanya, Zaid akhirnya hidup menetap di dalam gua di Gunung Hira dan mati di sana di tahun 612 M, hanya beberapa tahun saja sebelum Muhammad mengaku sebagai nabi. Sewaktu masih hidup, Zaid sebagai penganut agama Abraham yang Hanif bersikap menolak penyembahan berhala, mengaku keesaan Tuhan, mengecam warga Quraish yang beragama pagan. Dalam buku tulisan Koelle, Sigismund Wilhelm, Mohammed and Mohammedanism: Critically Considered, Rivingtons, London, England, 1889, pp. 53 tertulis:
Sprenger mengatakan, ‘Muhammad secara terbuka mengakui Zaid sebagai pendahulunya, dan setiap perkataan Zaid tercantum pula dalam Qur’an."
Di dalam gua tempat tinggal Zaid inilah Muhammad pertama kali menerima ‘wahyu’ dari Jibril. Meskipun Muhammad tidak melakukan Puasa apapun dalam gua Hira, tapi sudah jelas bahwa kebiasaan adat retreat suku Quraish di bulan Ramadhan itulah yang menyebabkannya memilih bulan itu sebagai bulan Puasa.
Jadi kesimpulannya, terdapat asal-usul dan pengaruh jelas dari mana kebiasaan ibadah Puasa Islam di bulan Ramadan. Tata cara dan waktu Puasa dipinjam dari agama Yudaisme milik kaum Yahudi. Jangka lama Puasa selama 30 hari diambil dari agama Sabean dan juga dari kebiasaan adat kaum Arab Quraish yang sebulan dalam setahun pergi tinggal di Gunung Hira dekat Mekah. Perayaan I’du’l-Fitri untuk memperingati berakhirnya Puasa sudah jelas dipinjam dari Fitri yang persis sama dari agama Sabean. Pengecualian orang2 yang tidak usah berpuasa dalam Islam dicontek persis sama oleh Muhammad dari Talmud Yudaisme. Yang terakhir, penetapan bulan Ramadan sebagai bulan Puasa sudah jelas diambil dari kebiasaan suku Arab Quraish dan Muhammad sendiri yang suka retreat sekali setahun di Gunung Hira di Jaman Jahiliyah. Ini sih bukannya Muhammad yang menuntun kaum Jahiliyah ke perbaikan kebiasaan yang lebih beradab, tapi malah Muhammad sendiri yang melestarikan kebiasaan Jahiliyah di dalam Islam.
_________________