Page 1 of 1

Islam: Warisan Penindasan, Kekerasan dan Fanatisme

Posted: Fri Jun 26, 2009 7:07 am
by pod-rock
Islam: Warisan Penindasan, Kekerasan dan Fanatisme

Oleh: Dr. Sami Alrabaa

http://www.islam-watch.org/index.php?op ... id=12:sami" onclick="window.open(this.href);return false;

Keberlangsungan masyarakat muslim memerlukan reformasi politis, agama dan ekonomi, menjauh dari budaya sejarahnya yang penuh kekerasan, penindasan dan perampasan hak, utk memberdayakan individu2, termasuk para wanitanya, dan menciptakan kesempatan bagi semua orang. Akankah terjadi? Saya tidak begitu optimistis…

------------------

Pernahkah anda bertanya: Apakah sumbangsih Islam dan para muslim pada peradaban dunia hingga sekarang ini? Jawabannya sangat nyata dan langsung: Penindasan, kekerasan, diskriminasi dan fanatisme. Nilai2 negatif tak bermoral ini adalah bagian inti dari Islam, sejak lahirnya.

Ini buktinya. Muhammad, pemimpin para muslim mengaku bahwa dia itu “Nabi”, dan dalam nama Owlloh, dia memerintahkan para pengikutnya utk membunuhi orang2 ‘kafir’, non muslim; khususnya orang yahudi dan kristen.

Sementara agama Yudaisme dan Kristen disebarkan secara damai dibawah pengorbanan para pengikut Musa dan Yesus, Islam disebarkan dibawah ancaman pedang: “Masuk islam atau Mati”. Islam menganggap non muslim sebagai musuh Owloh. Utk lebih rincinya, baca saja buku “Mengenal Muhammad” karya Ali Sina.

Juga atas nama Owloh, Muhammad mendorong para pengikutnya utk menaklukan dunia dan memaksa para penghuni dunia agar menjadi muslim. Muslim menyebut semua ini sebagai “Futuhat” (Pembuka). Penaklukan muslim jauh lebih berdarah dibandingkan ‘kolonialisme’. Kolonial Inggris dan Perancis tidak pernah memaksa orang utk menolak agama lokal mereka. Utk lebih rincinya, baca buku “Islamic Jihad” karya M.A. Khan

Setelah kematian Muhammad, empat orang penggantinya – disebut Kalifah atau Al-Khulafa’ Al-Rashidun – mengambil alih. Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, semuanya mati terbunuh oleh teman muslim mereka sendiri dalam perebutan tahta kerajaan Muslim.

Memanfaatkan kekosongan kekuatan dunia setelah jatuhnya kekaisaran Romawi, orang2 muslim terus saja menjajah bagian besar dunia: Timur tengah, Afrika Utara, Spanyol, Iran, Afghanistan, Pakistan, Kazakhstan, Azerbaijan (dan bagian lain di Asia Tengah), sebagian india, Bangladesh, sebagian Cina, sampai ke Malaysia dan Indonesia.

Ketika Umar Ibn Al-Khattab, Kalifah kedua mengunjungi Mesir setelah ditaklukan pasukannya, dia berdiri didepan perpustakaan yg paling besar dan berharga didunia saat itu, Alexandria, dan bertanya “Apa ini?” Dia diberitahu bahwa gedung itu adalah perpustakaan. Dia bilang, “Jika buku2 didalamnya mengatakan apa yang dikatakan Quran, maka buku itu tak berguna. Jika tidak maka harus dihancurkan.” Dan dihancurkanlah perpustakaan terbesar didunia saat itu.

Sebagai turis, jika anda bepergian kenegara Arab dan negara Muslim, reruntuhan sejarah apa yang anda lihat? Pastilah bukan reruntuhan sejarah Muslim! Di Mesir, anda melihat reruntuhan Firaun; di Irak, reruntuhan Babilonia; di Siria, Tunisia, Maroko dan Turki, anda melihat reruntuhan Yunani dan Romawi; di Lebanon, reruntuhan Phoenician, dll.

Dua buah gereja yg megah diubah menjadi mesjid; Gereja Sophia di Istanbul dan yang sekarang disebut Mesjid Umayyah di Damaskus.

Sejak lahirnya islam, para muslim selalu membagi dua dunia menjadi Darul-Islam, dimana Islam adalah agama dunia, dan Darul-Harb, dimana dunia diperintah oleh hukum kafir, dan Muslim bisa tinggal disana sebagai minoritas.

Menurut sebuah studi di Kairo oleh Universitas Amerika, mayortias muslim seluruh dunia kepingin melihat Syariah dikenalkan dan diberlakukan diseluruh dunia.

Idealnya, baca: secara agamawinya, para muslim selalu mengaku bahwa Islam ‘lebih bersih’ dan ‘lebih sempurna’ dibanding agama2 lain: mengenai Yudaisme dan Kristen, muslim bilang bahwa agama tsb telah dirusak sejalan dengan waktu, sementara islam menuntut dimusnahkannya semua bentuk kepercayaan dan dalil politeis. Mesjid2 dan Madrasah2 seluruh dunia hingga saat ini terus mengkhotbahkan demikian.

Lagipula, tidak terpikirkan oleh mayoritas muslim utk memisahkan islam dari negara. Mereka mengklaim bahwa islam adalah sebuah sistem yang Kumplit yg harus mengatur hal agamawi ataupun non agamawi dalam kehidupan masyarakat dan manusia individu. Mereka juga percaya bahwa Syariah adalah “hukum terbaik” utk segala jaman, segala tempat.

Pengobar ‘rasionalisme’ dan ‘sekularisme’ seperti Ibn Khaldun (1336-1406) dan Ibn Rushd (1126-1198), yg terilhami oleh filsuf2 Yunani, dihukum dan ditahan rumah selama ‘jaman keemasan’ oleh kerajaan muslim. Keduanya bisa mempelajari filosofi Yunani dan menulis karya2 mereka BUKAN ditengah-tengah kerajaan Muslim, seperti Baghdad dan Kairo, tapi dinegara sekitarnya, Spanyol, yang saat itu mengalami kejayaan budaya dan ekonomi.

Saat ini, akademisi muslim tidak berani mengkritik tulisan2 Quran dan Hadis yg irasional. Mereka takut dibunuh dan dihukum. Teolog Mesir Nasser Hamed Abu Zeid adalah salah satu contohnya.

Para pemimpin agama, yang secara dominan telah dan masih tetap berjiwa fundamental, menikmati kekuasaan penuh dan secara kukuh telah bersekutu dengan para pemimpin Muslim-Arab.

Negara2, yang dijalankan oleh mentri2 urusan agama – disebut Wazarat Al Awqaf, atau sekolah2 seperti Al Axhar di Kairo Mesir –selalu memerankan peran ‘vital’ dalam memperkuat aturan2 rejim totaliter. Melalui Ijtihad/usaha mereka dan fatwa2, mereka telah mencoba membenarkan, mengesahkan tindakan2 para pemimpinnya kapanpun, dimanapun hal itu nyaman bagi mereka/ Mereka juga memainkan peran penting dalam mencuci otak masyarakat, dan dg demikian, menolong menaklukan masyarakat kedalam kehendak para penguasa.

“Submission” (Tunduk, patuh), yang menjadi titik pusat dalam islam, yg adalah arti sebenarnya dari kata “islam” itu sendiri, memainkan peran penting dalam menundukkan massa yg banyak, terutama mereka yg buta huruf, yang menjadi mayoritas didunia muslim. Ditambah lagi, menurut Quran dan Hadis, muslim harus menundukkan diri mereka pada kehendak “Wali Al Amir” (Sang Penguasa) dan orang2 tua dikeluarga mereka.

Para muslim merasa tenang dengan prinsip: “Sudah kehendak Allah. Pahala menunggu di Surga.” Islam mendorong para muslim untuk menyerahkan segala kehendak mereka pada sang Penguasa. Haram hukumnya untuk menolak kehendak penguasa. Hasilnya, para muslim belajar menjadi munafik, dan tumbuh menjadi takut akan kepemimpinan yg altruistik (mementingkan kepeningan orang banyak).

Terlebih lagi, Islam, termasuk Quran dan Hadis, menolak konsep “Demokrasi” dan terbentuknya partai2 politik, yang mereka percaya adalah peninggalan kaum penyembah berhala yang akan memecah belah ummat muslim. Sebaliknya, islam mendorong majelis “Syura” (Konsultasi) yg terdiri dari orang2 terkemuka dimasyarakat.

Muslim memanggil satu sama lain dengan sebutan “akhi” (Saudara), tapi dalam prakteknya mereka melakukan segala sesuatu demi kepentingan diri mereka sendiri, dan menganggap rendah kepentingan bersama. Menanamkan kepentingan bersama dalam masyarakat praktis tidak dikenal dalam masyarakat muslim; para penguasa melakukan apapun yg mungkin utk menundukkan massa yg banyak.

Para pemimpin muslim tidak percaya satu sama lain, tidak juga mentoleransi kritik. Setiap orang percaya bahwa mereka bertindak benar dan mereka yang tidak setuju, dicap sebagai “pengkhianat”.

Hasilnya, negara2 Arab selalu membakar perbedaan internal dan eksternal utk mengalihkan perhatian dari kegagalan mereka utk mengenalkan reformasi, memberikan pertumbuhan yg layak dan menawarkan solusi. Konflik Israel Palestinan adalah contoh utama dalam hal ini.

Dg demikian, negara Arab dan Muslim akan selalu dijangkiti oleh perpecahan internal, konflik dan kelemahan.

Kekaisaran muslim, dan belakangan negara2 muslim bebas diatas abad 20, telah dan masih dikuasai oleh rejim kejam yg tidak demokratis. Para penguasa itu, jika tidak berbentuk kerajaan absolut spt Saudi Arabia, Jordan, Emirat, Qatar, Bahrain, Oman dan Maroko, atau rejim setengah militer seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Syria, Yaman, Sudan dan Irak ketika dibawah Saddam. Pakistan, Bangladesh, Turki dan Indonesia pernah diperintah oleh militer.

Masyarakat muslim dan Arab juga dijangkiti oleh khayalan dan angan2 ilusi. Media Arab dan Muslim penuh dengan propaganda cuci otak dan teori konspirasi, mereka menggambarkan islam sebagai agama terbaik dan program sosio-ekonomik terbaik segala jaman, dan menyalahkan penderitaan dunia muslim pada hegemoni barat.

Ali Gom’a, ulama besar Mesir mengklaim bahwa Islam adalah agama terbaik dimuka bumi: “Mereka yg tidak menyukainya, jadi begitu karena mereka tidak mengerti islam.”

Para pembela islam seperti Navid Kermani, seorang Jerman keturunan Iran mengklaim bahwa “Sedikit sekali orang mengerti tentang Syariah.” Dengan kata lain semua ayat2 mengerikan dalam Quran dan Hadis yang berlaku sebagai pemicu kebencian, kekerasan dan diskriminasi terhadap wanita, semuanya Cuma “kesalah-pahaman” belaka.

Sementara muslim menolak “riba”, dari bank, dalam kenyataannya mereka mengambil bunga, tapi mereka menyebutnya “Murabaha”, bagi untung. Mereka juga berkoar bahwa islam telah “membebaskan” wanita, tapi dalam teori dan prakteknya mereka mendiskriminasi dan merendahkan wanita.

Ulama muslim juga berkoar bahwa Quran adalah “Buku Sains terbaik sepanjang masa”.

Zaqhlul Al Najjar – seorang professor Geolgi dan teolog Muslim – menerbitkan artikel mingguan diharian Mesir Al Ahram, mengatakan bahwa Quran adalah buku sains terpenting sepanjang masa. Contohnya, hanya karena Quran menyebut kata “Tharra” (Atom), dia bilang bahwa buku ini adalah “Biangnya” semua buku sains. Ketika muslim awam mendengar ini, mereka terkagum-kagum.

Juga para propagandis muslim menggambarkan ‘khayalan’ jaman keemasan islam; meski dunia muslim menjadi kerajaan termaju saat itu dari penaklukan dan perampasan harta2 maupun pengetahuan intelektual dari masyarakat2 dunia yg beradab, tetap saja kerajaan itu jauh dari sebuah masyarakat ideal, dan difasilitasi oleh kalifah alim maupun murtad seperti al-Mamun dan penerusnya.

Tak pelak lagi, agama, agama apa saja, menjadi bagian dari budaya para pengikutnya. Sementara Protestanisme, menurut Max Weber, mendorong revolusi Industri, Islam menghambat segala macam kemajuan sosial dan ekonomi dari para muslim, dimanapun mereka tinggal. Hanya penyimpangan dari islam sajalah para muslim bisa memberi sumbangan apa yg muslim lakukan dimasa lalu. Dengan judul “Sukses Budaya dan Ekonomi,” pada majalah bulanan “Mercure,” Siegfried Kohlhammer menyinggung hubungan antara kemajuan budaya dan kemajuan ekonomi.

Kohlhammer mendefinisikan “budaya” sebagai penjumlahan dari nilai2, norma religius dan kepercayaan, dan kebiasaan tradisi yang secara sadar maupun tidak menetapkan pemikiran dan kelakukan dari orang2. Budaya, yang kita dapatkan dan pelajari selama proses peradaban, mempengaruhi “weltanschuung” kita dan persepsi intelektual, human dan lingkungan materi disekitar kita.

Ini paling jelas terlihat pada para muslim, dimanapun mereka menjadi mayoritas, atau tinggal sebagai minoritas dinegara berkembang.

Kohlhammer mendedikasikan bagian besar dari artikelnya utk menjelaskan kenapa para muslim sebagai mayoritas secara ekonomi kurang sukses, dan kurang berintegrasi jika sebagai imigran. Dia percaya bahwa norma budaya dan religius dan kepercayaan tertentu menghalangi para muslim utk mencapai sukses ekonomi.

Kohlhammer berpendapat bahwa para muslim secara umum sangat protektif terhadap kerabatnya, khususnya kerabat wanita. Mereka juga bersikap patriarki (ikut garis ayah). Tidak seperti kelompok budaya lain, mereka tidak mengijinkan anggota wanita mereka utk bekerja diluar rumah utk menggapai karir. Hubungan antara muslim migran dan masyarakat non muslim didominasi oleh kecurigaan dan ketidak percayaan. Sementara para muslim, secara umum, menyalahkan kolonialisme eropa dan hegemoni barat yg terus berlangsung akan kemiskinan mereka yg langgeng, mereka juga dengan mudahnya beranggapan bahwa itu adalah “Kehendak Allah”. Mereka percaya bahwa hidup dibumi ini sepele saja dan tidak layak utk bertindak proaktif secara ekonomis. Mereka secara dalam yakin bahwa mereka hidup hanya utk menggapai pertolongan Allah dalam kehidupan berikunya.

“Ambisi” sama dengan “Rakus” dalam budaya muslim arab. Sikap ini dan insentif ekonomi yang terbatas telah menjadi bagian dari etika kerja dan budaya ekonomi bagi muslim secara luas. Agar bisa bertahan dalam lingkungan ekonomi yg represif, orang2 Arab dan Muslim mengembangkan metoda “Kreatif” yaitu penipuan terhadap negara dan warganya. Penawaran tipu2 dan sogokan menjadi bagian penting dari transaksi sehari2. Para penjual akan bersumpah demi Allah bahwa “harga” yg diminta pembeli adalah “harga modal”. Ketika pembeli pergi tidak jadi membeli, dia panggil lagi, dan diberinya harga modal tsb. Yang sebetulnya bukanlah harga modal. Transaksi seperti ini, meski tidak rasional dan tidak jujur, disebut “Shatara” (Pintar), dan mendominasi perdagangan di Arab dan negara2 muslim. Mayoritas Arab dan imigran muslim mengeksploitasi sistem kesejahteraan di Eropa, sering dengan cara penipuan dan ketidak jujuran, yang juga menjadi salah satu jenis Shatara bagi mereka.

Didunia Arab, rejim arab tidak sungguh2 tertarik akan perkembangan ekonomi utk seluruh penduduknya lewat pasar ekonomi modern. Sejumlah kecil pebisnis sukses arab adalah bagian integral dari rejim itu sendiri. Orang2 ini biasanya adalah partner rejim itu juga.

Represi ekonomi dipertahankan sebagai sebuah instrumen tekanan politik. Barang2 bahan dasar seperti roti, gula, the, dll, disubsidi oleh negara sebagai tujuan utk membeli kepatuhan masyarakat dan sebagai instrumen pengontrol. Sebuah pasar yg modern, bebas dan deregulasi mungkin menciptakan kemajuan dan kemakmuran bagi masyarakat yg lebih luas. Ini, pada saatnya, akan memperkuat masyarakat, membuat mereka tidak tergantung dan mendorong mereka utk meminta demokrasi, kebebasan berpendapat dan HAM.

Di kebanyakan negara2 muslim Arab, pekerjaan aman yg menguntungkan secara utama tersedia di departemen2 pemerintahan dan institusi2 yg dijalankan negara. Para elite dan rakyat kelas menengah yg sedikit secara umum dipekerjakan sebagai aparat negara. Pelayanan2 yang paling mendasar, dan juga orang2 yg menjadi pelayan tsb, dikontrol oleh negara. Sektor swasta jarang sekali menawarkan pekerjaan yg sebaik itu. Pertumbuhan populasi yg setahunnya 2-3% membuat semakin sulitnya negara dan swasta menyediakan pekerjaan yg cukup. Kebanyakan negara muslim jadi bangkrut, dan sektor swastanya lumpuh. Nepotisme dankorupsi digunakan utk ‘mensubsidi’ pendapatan kurang dan menjadi pengganti kerugian/kekurangan akan inflasi.

Penerima sogokan adalah para pegawai pemerintah, polisi, hakim2 bahkan profesor2 universitas. Populasi sisanya hidup dalam kehilangan yg mengerikan. Lingkungan korup ini membekap energi manusianya, inisiatif dan kreativitasnya. Menghasilkan sebuah ‘budaya’ yang menyuapi teori konspirasi dan gosip2 bahwa “orang lain bersalah atas kemiskinan kita, terutama orang2 barat”. Islamis dan Nasionalis mengulang2 kemuakan bahwa “Kita adalah ummat terbaik dimuka bumi, tapi barat mengganggu kemajuan kita.”

Perencanaan Ekonomi yg solid tidak ada. Pemimpin Negara muslim dan raja2nya membuat masyarakat sibuk dengan perselisihan2, bentrokan2, yg diminyaki oleh pemimpin dan raja yg sama juga, seperti yg terjadi di Irak, Palestina, Lebanon, Libya, Afganistan dan baru-baru ini di Somalia.

Pelajaran politik dari rejim arab adalah pertentangan dan perang. Contohnya, setelah Saddam Hussain dihukum mati, Khadafy, diktator Libya, mendirikan patung Saddam disetiap kota di Libya.

Kebanyakan orang arab adalah “ahli” dalam analisa politik dan ekonomi, percakapan favorit utk menghabiskan waktu luang mereka. Kritik dari pemimpin politik lokal dan demonstrasi2 ditekan, dibungkam oleh media, dan dihukum penjara dan siksa. Dilain pihak, demonstrasi kecil oleh organisasi HAM internasional terhadap Guantanamo dilaporkan terus menerus disetiap koran dan TV yg dikontrol pemerintah.

Sebagai minoritas, para muslim tidaklah sesukses etnis lain dan minoritas religius lain, baik di negara berkembang maupun dinegara miskin. Minoritas seperti Yahudi, jerman, jepang, Korea, Cina, India, Sikh dan Armenia adalah orang2 paling sukses di Amerika utara dan selatan, di Afrika dan di Asia. Tapi muslim tidak.

Yahudi, musuh bebuyutan muslim, di Amerika saja hanya 1% dari populasi keseluruhan, tapi menikmati standar hidup dan pendidikan 80% lebih tinggi dari penduduk amerika lainnya. Enam belas persen (16%) dari seluruh pemenang Nobel adalah orang Yahudi. Komunitas Cina, contohnya, di Indonesia dan Malaysia (negara mayoritas muslim), di Thailan dan Amerika secara ekonomis adalah yang paling sukses. Hal yg sama juga berlaku bagi minoritas orang Jepang, India dan Korea. Di Uganda dan Kenya, minoritas India menyumbang sebanyak 35% dari GNP negara tsb. Muslim Arab dan muslim dunia pada umumnya di Amerika dan Eropa tidaklah begitu sukses. Di Inggris, 61% imigran Bangladesh dan Pakistan (semuanya muslim) tidak punya pekerjaan. 48% orang Pakistan dan 60% orang Bangladesh punya pendidikan dibawah standar. Dilain pihak, penghasilan orang India di Inggris lebih tinggi dibanding rata-rata orang Inggris itu sendiri.

Di Swedia, sementara tingkat pekerjaan diantara populasi masyarakat lokal sekitar 74%, hanya 42% orang turki, 31% Lebanon, 21% Irak dan 12% Somalia.

Dilain pihak, menurut studi baru-baru ini oleh sebuah tim riset pada Universitas Amerika di Beirut/Lebanon, orang Kristen Arab, sebagai minoritas di masyarakat muslim dan non muslim secara ekonomis lebih sukses dibanding teman2 muslim mereka.

Budaya muslim – berisi dengan agama abad pertengahan yg penuh tekanan, islam – tidak pernah melakukan proses modernisasi. Kecuali modernisasi ini terjadi, Islam akan tetap menghambat kemajuan dalam masyarakat muslim.

Dg demikian, reformasi politik dan religius di dunia Arab dan Muslim sangatlah penting utk kebaikan kemanusiaan, dan dunia yang tercerahkan harus meningkatkan tekanannya pada rejim Arab/Muslim utk itu. Hanya dg begitulah perang atas kemiskinan dan ekstremisme bisa dimenangkan.

Reformasi politik dan religius adalah kunci menuju kemajuan dan damai didunia muslim. Akankah itu terjadi? Saya biasanya orang yang optimis, tapi kali ini, saya tidak demikian.

Posted: Fri Jul 17, 2009 10:46 pm
by ali5196

Buku Ali Sina: MENGENAL MUHAMMAD

buku-ali-sina-mengenal-muhammad-t14106/