Page 1 of 1

TURKI: gagalnya Sekularisme

Posted: Sun Apr 02, 2006 11:10 pm
by ali5196
http://www.faithfreedom.org/oped/JacobThomas60402.htm
Turkey : A Case Study in Failure to Secularize

By Jacob Thomas
2006/04/02

Kemal Ataturk lahir di Salonika, thn 1881. Kota di utara Yunani itu (yg sekarang dikenal sbg Masedonia) masih bagian dari jajahan Ottoman. Sejak kecil, kelakuannya tidak mencerminkan seorang muslim baik; ibunya sering mengomentari kelakuannya yg tidak menaruh hormat pada “Bayang2 Allah di Bumi”. Maksudnya, Sultan Ottoman di Istanbul, yg bukan hanya penguasa seluruh kerajaan dan jajahannya tetapi juga berlaku sbg kalif Umat Muslim sedunia. Mustafa Kemal, demikian nama lengkapnya, mendaftarkan diri kedlm angkatan bersenjata dan cepat naik daun.

Pihak Ottoman bergabung dgn Jerman dan Austria melawan Sekutu dlm Perang Dunia I. Saat perang berakhir dgn kekalahan jerman dan sekutu2nya, nampaknya kaum Ottoman juga akan kehilangan kawasan jajahannya dan bahkan bagian dari Turki sendiri. Mustafa Kemal mengepalai sisa2 tentara Ottoman dan berhasil mengalahkan Sekutu dan memaksa mereka meninggalkan Turki. Ia menjadi pemimpin tidak tersaingi dan mendapat julukan “Ataturk,” yi Bapak Bangsa Turki !

Ataturk memang memiliki rencana ambisius bagi negerinya. Ia menyatakan Turki sbg republik dan pd thn 1924 menghapuskan Kalifat dan mengundang ilmuwan Barat utk menulis kembali hukum Turki dgn men-sekulerkan mereka, membersihkan undang2 dari unsur2 syariah. Perubahan lain yg diterapkannya : huruf Arab diganti dgn huruf latin. Lelaki tidak lagi diijinkan utk mengenakan topi fez dan wanita dilarang
mengenakan hijab. Namun kita jangan sekalipun menganggap Turki telaha mengadopsi model demokrasi Barat. Menurut majalah online Italia, Chiesa, tgl 22 Maret, 2006:

“[…]malah, sekularisme Turki tidak memiliki kemiripan dgn liberalisme, doktrin yg di-inspirasi oleh pemisahan antara mesjid dan negara. Dlm Islam, baik Islam fundamentalis, radikal ataupun moderat, tidak ada pemisahan antara agama dan politik; keduanya saling meresapi. [...] Berbeda dgn dunia Kristen. Disana ada 2 kekuasaan; kekuasaan Tuhan dan kekuasaan Caesar/Kaisar. Keduanya bisa berdampingan atau terpisah, dapat eksis dgn harmonis atau saling konflik, tetapi selalu ada dua kekuasaan yg berbeda satu dgn yg lain, dan masing2 memiliki otonomi dlm bidang masing2.”

Setelah kematian Ataturk thn 1938, tradisi sekuler ini berlanjut dibawah genggaman angkatan bersenjata. Penerusnya, Ismet Inönü adalah mantan panglima dlm angkatan bersenjata Ottoman. Ia melanjutkan program pendahulunya. Tradisi Islam tertent spt Panggilan Solat tidak lagi dilantunkan dalam bahasa Arab, tetapi dlm bahasa Turki. Dan orang Muslim Turki dari Anatolia tidak lagi diijinkan naik haji !

Namun tetap saja, menurut artikel Chiesa ini, “Islam di Turki, walau didepak dari kehidupan umum, tetap tumbuh subur dlm masyarakat; dlm ajaran Sufi dan gerakan2 politik pro-islam yg timbul akhir dasawarsa ini . Gerakan Islam kompleks ini mencakup 2 tendensi, tendensi fundamentalis yg diinspirasikan gerakan radikal yg hadir di semua negara2 Islam yg menyerukan jihad melawan Barat yang “atheis dan korup” dan ingin Shariah sbg hukum negara, dan tendensi moderat yg ingin berdialog dan bersahabat dgn dunia modern. [...]”

http://www.chiesa.espressonline.it/dett ... 7175&eng=y

Dan setelah mempelajari sejarah Turki sejak thn 1918, saya berkesimpulan bahwa Turki adalah contoh kasus sebuah negara yg tidak mungkin mensekulerkan Islam selama2nya.

Sejak kematian Ataturk pd thn 1938, perkembangan Republik Turki menunjukkan bahwa upaya2nya utk selamanya memisahkan negaranya dari Islam, gagal. Baik ia maupun penerus2nya gagal menyadari bgm mengakarnya Islam, khususnya di daerah2 pedesaan. Ternyata warga Istanbul dan Ankara, dan pusat2 metropolitan didekat Mediteran, tidak mampu menahan upaya Muslim2 Anatolia (di pusat dan timur Turkey ) yg mencoba memulihkan kembali status istimewa Islam yg dinikmati sebelumnya. Sistim demokrasi yg memberi setiap warga hak suara justru membawa kebangkitan partai Islam. Ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang Turki menginginkan kembali sebuah versi tradisi Islam Ottoman ketimbang ideology sekuler Ataturk.

Saya memikirkan hal ini sejak naiknya pemimpin Islamis, Recep Tayyib Erdogan. Wawancara dgnnya dimuat dlm Wall Street Journal tgl 18 Maret 2006. Judulnya : After Ataturk/Setelah Ataturk.

Setelah basa-basi, Erdogan menyinggung ttg sebuah film Turki, “Valley of the Wolves – Iraq ” yg juga ditonton sang pewawancara, Mr. Pollock. Pollock mengatakan bahwa film itu membuatnya sedih. Karena walaupun memang ada kebijakan AS di Irak yg patut dikritik, tapi utk menggambarkan tentara AS sbg manusia yg suka membunuh dan telah mengambil bagian2 tubuh orang2 Irak utk dijual kpd pihak penjual organ Yahudi, sangat kelewatan,” katanya. Namun PM Erdogan memang ahli dalam mengelak pertanyaan dan menjawab “Saya tidak mengatakan mereka dibunuh tetnara AS … ada orang2 miskin yg menggunakan cara ini utk mendapatkan uang.”

Mr. Pollock mengakhiri wawancaranya dgn kata2 ini:

“Sejak partai berorientasi Islam milik Erdogan, Partai Keadilan dan Perkembangan, meraih kekuasaan, orang mulai bertanya apakah gaya halusnya itu hanya sekedar tameng bagi agenda yg lebih radikal, yaitu merubah karakter sekuler Republik Turki yg didirikan Mustafa Kemal Ataturk



Saya merasakan kekhawatiran Mr. Pollock ttg hubungan masa depan Turki dgn Barat dibawah kepemimpinan seorang PM yg Islamis dan ahli dalam seni Kitman (seni Islam dlm menyembunyikan maksud). Saya tidak ragu2 bahwa Erdogan bermaksud menenangkan dunia akan kebijakan domestik dan luarnegeri Turki. Namun saya yakin bahwa sang pewawancara bisa menangkap perasaan Erdogan yg sangat mengkhawatirkan masa depan Turki, apalagi karena sedang mengetuk pintu Uni Eropa.



Bahkan kalau para pengikut Ataturk tetap memimpin Turki, ideologi sekuler mereka tidak pernah sama dgn versi barat yg mentolerir pluralisme dan demokrasi sejati. Rejim Ataturk sendiri mengusir non-Muslim spt penduduk Yunani dari Smyrna (Izmir.) Sebagian besar orang Kristen yg tinggal di pusat kerajaan Ottoman selama berabad2, pd akhirnya minggat juga ke AS. Dgn kata lain, Republik Turki spt yg diciptakan Ataturk memang tidak pernah merupakan bentuk demokrasi sejati. Tetapi mereka tidak malu memohon keanggotaan dlm Uni Eropa. Bisa anda bayangkan apa yg akan terjadi dgn Uni Eropa kalau dibanjiri 70 juta orang Turki !//