Bagian 13b: Jihad di MALAYSIA

Sejarah pedang jihad di Timur Tengah, Afrika, Eropa & Asia.
Post Reply
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Bagian 13b: Jihad di MALAYSIA

Post by ali5196 »

sambungan dari Jihad di Indonesia :
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 7974#27974

http://www.kakiseni.com/articles/people/MDA5Mg.html

Masa Lalu Malaysia DICURI: wawancara dng Dr. Farish A Noor
by Jenny Daneels
05-12-2001

Dr. Farish A Noor, sejarawan, Muslim Malaysia (moderat alias bingung), bertanya : mengapa orang Malaysia tidak mengenal budayanya sendiri ? Mengapa mereka sampai harus melancong jauh ke AS atau UK utk belajar budaya mereka sendiri spt mahyong atau gamelan ?

... Ia melihat sebuah Malaysia yg jauh dari apa yg sering dikumandangkan oleh reklame2 di CNN atau industri turisme.

13 tahun ia menetap di UK & mengumpulkan barang2 antik Malaysia; buku2 tua, atlas tua, seni Melayu, keris, emas dsb yg TIDAK LAGI DAPAT DITEMUKAN DI MALAYSIA ! Semua buku2 dan keris2 ini, ini gambaran dari sebuah Malaysia yg tidak lagi saya kenali. Malaysia kini sudah berubah sampai saya tidak mengenalinya lagi. Oleh karena itu di Universitas saya mengajar sejarah Melayu kuno, khususnya sejarah pra-Islam. Masa lalu dgn era Hindu-Buddhisme inilah yg dilupakan dgn pesat di Malaysia kini.

Inilah yg sangat mengagetkan saya; kemampuan bangsa Malaysia mengidap amnesia kolektif ini, kemauan besar utk menghapuskan masa lalu, sungguh mengkhawatirkan.

Hanya ketika saya di England saya berkesempatan membaca hikayat2 kuno Melayu, semua cerita epik dari masa pra-Islam yg sangat kuat.
Hikayat munshi abdullah, hikayat Melayu, cerita pembentukan Malacca, ini semuanya teks2 dasar yg kebanyakan siswa literatur Melayu seharsnya menguasai.

Hikayat2 ini memberikan kedalaman sejarah, yg tidak lagi didapatkan dari sejarah kontemporer Malaysia. Sejarah Malaysia sekarang begitu datar, tidak ada kedalaman sejarah. Ini karena sejarah dipolitisasi.
Padahal hikayatpun merupakan teks politik. MEreka ditulis dlm masa transisi dari Hinduisme kpd Islam. Tapi dilakukan dgn cara sangat jitu dan halus, dibandingkan dgn sekarang. Mereka dulu ini adalah penulis Muslim yg mampu menghadapi masa transisi dgn sensitivitas pada masa pra-Islam. Ini Islamisasi masa dini, Islam hanya berakar selama 100-200 thn.

Datangnya Islam dijelaskan dgn istilah2 mukjizat, magic .... (alias TAQQIYA !) ini masyarakat yg tidak dapat menjelaskan mengapa perubahan ini terjadi.

Tapi hikayat2 ini sekarang dianggap tidak cocok secara politis (politicially incorrect). Di Indonesia misalnya, Idul Fitri dirayakan dgn pertunjukan wayang, sebuah budaya pra-Islam. Di Malaysia, itu sudah tidak lagi mungkin.

Tapi di Indonesia, mereka bangga akan sejarah Hindu mereka. DI Malaysia, pembahasan hikayat hanya terbatas di universitas, dan itupun dianggap sbg bahan pelajaran. Di Indonesia, orang masih bisa dgn bangga mengutip cerita2 dari berbagai babad/hikayat. Orang Malaysia tidak mungkin bisa.

Di Indonesia, belum (perhatikan kata BELUM) ada upaya utk mensejajarkan budaya Indonesia dgn Islam. Mereka berbagai latar belakang, tetapi mereka merasa sbg orang Indonesia. Di Malaysia, orang Hindu tidak lagi dianggap orang Malaysia/Melayu. Inilah akibat politisasi kategori rasial.

...

Malaysia kini menghadapi dua ancaman akibat globalisasi. Pertama,
'Macdonaldisation.' Kedua, Islamisasi yg ortodox, kaku dan defensif. Budaya Melayu yg berada ditengah2 sedang terjepti. Oleh karena itu, orang Malaysia tidak lagi mengerti budayanya sendiri.

Masy Malaysia sedang melewati masa yg sangat kompleks. Mereka sedang mencari jiwa mereka. Saya kaget kalau pada saat mengunjungi Museum atau Galeri Seni misalnya, saya satu2nya Melayu. Kebanyakan orang Cina, India dan bule.

Kalau saya mengajar ttg hikayat di Universitas misalnya, saya malah dimarginalisasi oleh siswa dan kolega saya. Mereka tidak mau menyentuh subyek2 ini. Bahkan akademisi kita sendiri takut, ini berarti, ada yg sangat tidak beres dgn bangsa kita. Ini berarti mereka belum apa2 sudah curiga duluan. Masalahnya, budaya hikayat ini sulit sekali dihidupkan kembali. Selama budaya Islam murni tidak ditolak, budaya asli kita tidak dpt dipullihkan kembali.

Memang pemerintah sekarang mulai menghidupkan kembali seni wayang, tapi ini sudah terlambat. Partai Islam spt PAS misalnya, menolak ini karena 82 ulama menolak setiap bentuk politik yg berpusat pada etnisitas. Mereka menolak ethno-nationalisme sbg sebuah ideologi. Merkea menganggap pembangkitan kembali budaya Melayu sbg tanda murtad. Bagi mereka, menjadi Muslim lebih penting daripada menjadi orang Melayu.
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Post by Laurent »

Selasa, 30 Oktober 2007 17:03:00
Krisis Percaya Diri Landa Malaysia


Jakarta-RoL -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Selasa (30/10), menyatakan krisis percaya diri sebagai bangsa kini melanda Malaysia, yang mendorong munculnya kebiasaan mencaplok budaya orang lain, terutama dari Indonesia.

"Kebiasaan mereka mencaplok budaya RI, apakah itu hasil kreasi pakaian (batik), musik (angklung), makanan, dan kemudian lagu-lagu, bahkan daratan (pulau), merupakan gejala kejiwaan yang mencerminkan krisis percaya diri sebagai bangsa," ujarnya kepada ANTARA.

Ia mengatakan itu, menanggapi informasi tentang diklaimnya lagi 'Burung Kakatua' sebagai lagu rakyat warisan budaya Malaysia, menyusul hal sama berlaku untuk 'Rasa Sayange'.

"Kebiasaan tidak beretika ini, sekaligus menciderai budaya Melayu yang seharusnya sopan santun dan berakhlak tinggi," kata Yusron Ihza Mahendra yang masih berdarah Melayu, dari wilayah Provinsi Bangka Belitung (Babel) ini.

Bangsa 'Umang-umang'
Bagi mantan jurnalis internasional ini, perilaku Malaysia itu semakin bisa disebut memalukan, terlebih karena mereka mencantumkan Islam sebagai agama negara.

"Seharusnya faktor akhlak seperti ini perlu mereka perhatikan. Malaysia tak perlu menjadi seperti 'umang-umang', atau siput laut yang telanjang dan selalu mengambil sarang bekas siput lainnya untuk dirinya. Saya bahkan cemas, jika sampai masyarakat RI memberi gelar Malaysia sebagai 'Bangsa Umang-umang', suatu sebutan yang tak sedap," ujar Yusron Ihza Mahendra.

Karena itulah, Pemerintah RI harus mengambil tindakan tegas terhadap pencaplokan budaya terus menerus oleh Malaysia.

"Kepada Malaysia, saya sebagai anggota parlemen, meminta untuk menghentikan perangai buruk yang dapat melahirkan kebencian antara kedua bangsa," kata Yusron Ihza Mahendra.

Ia juga mengingatkan Malaysia agar jangan menciptakan sebuah kelompok generasi Indonesia di masa nanti yang menganggap negara itu pencaplok budaya orang.

"Jika kita mendefenisikan sejarah sebagai 'ingatan kolektif sebuah masyarakat atau bangsa', maka saya ingin bertanya, apakah Malaysia ingin generasi RI sekitar 20 tahun ke depan ini mengingat bahwa sejarah RI-Malaysia adalah sejarah pencaplokan budaya RI oleh Malaysia," tanyanya.

Sekalipun bukan menuduh, menurut Yusron Ihza Mahendra, sangat aneh melihat kemiripan 'Petronas Tower' yang amat dibanggakan Malaysia dan jadi 'landmark' negeri jiran itu, tetapi amat sangat mirip dengan Candi Prambanan di Yogyakarta.

"Ini belum lagi masalah 'Terang Bulan' yang juga dicaplok Malaysia untuk lagu kebangsaan di masa lalu mereka. Makanya, solusinya adalah kembalikan 'Kaka Tua'-ku, dan kembalikan 'Rasa Sayange'-ku. Janganlah rasa sayang berubah jadi kebencian," kata Yusron Ihza Mahendra. antara

is

http://www.republika.co.id/online_de...1998&kat_id=23
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Post by Laurent »

Selasa, 30 Oktober 2007 16:49:00
Saatnya Indonesia Menggugat Malaysia


Jakarta-RoL -- Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR RI, Effendy Choirie, di Jakarta, Selasa (30/10), menegaskan kini saatnya Indonesia menunjukkan sikap tegasnya dengan melakukan gugatan atas berbagai perilaku buruk Malaysia yang gemar mencaplok hak orang lain.

"Tulis ini. Gak ada maaf bagi Malaysia yang terus berulah kurang etis," katanya kepada ANTARA, menanggapi informasi tentang diklaimnya lagi 'Burung Kakatua' sebagai lagu rakyat warisan budaya Malaysia, menyusul hal sama berlaku untuk 'Rasa Sayange'.

Effendy Choirie yang sehari-harinya bertugas di Komisi I DPR RI, dengan lantang menambahkan, Pemerintah RI harus jangan lagi berlama-lama bertindak.

"Sudah jelas-jelas hak-hak milik rakyatnya di-'obok-obok' masih saja tak mau bergerak. Gugat mereka (Malaysia) secara terang-terangan dengan menggunakan jalur-jalur hukum internasional yang resmi," kata politisi yang akrab disapa dengan panggilan Gus Choi ini.

Jika Indonesia masih saja tidak bereaksi keras, demikian Gus Choi, Malaysia akan lebih terdorong melakukan manipulasi atas berbagai kekayaan Nusantara.

"Jangan biarkan mereka lebih berani menggerogoti kedaulatan NKRI. Dan pemerintah kita pun jangan cuma habis pada langkah protes, tetapi ada tindakan lebih dari itu. Apakah pemutusan hubungan diplomatik hingga langkah-langkah drastis lainnya. Malaysia memang perlu diberi pelajaran bertetangga yang baik," kata Gus Choi.

Lagu Rasa Sayange yang memicu "konflik" hak kepemilikan kedua bangsa itu merebak awal bulan Oktober lalu ketika Malaysia menggunakan lagu itu sebagai iklan pariwisata negara itu.

Lagu ini, menurut kabar yang tersiar, telah diklaim sebagai lagu asli Malaysia, tetapi menjadi kontroversial ketika rakyat Indonesia mengaku bahwa lagu itu adalah lagu asal Maluku (Ambon) yang telah direkam dan dinyanyikan rakyat Indonesia jauh sebelum Malaysia menjadi negara berdaulat.

Seorang penyanyi tenar asal Ambon, Andre Hehanusa, dalam sebuah acara NewsDotKom di layar Metro TV Minggu ketiga bulan Oktober lalu mengakui bahwa lagu itu "bukan lagu Ambon".

Yang dimaksudkannya adalah melodi lagu itu memang dari Belanda, tetapi liriknya dinyanyikan bahasa Indonesia dan digunakan untuk berbalas pantun.

"Lagu itu bukan dari Ambon. Itu adalah lagu Belanda yang dinyanyikan hampir semua orang. Ingat, Malaysia menggunakan kata 'sayang hey' dan bukan 'sayange' seperti logat Ambon," kata Andre Hehanusa dalam acara yang disiarkan secara langsung itu.

Kabar yang tersiar menyebutkan bahwa lagu itu adalah ciptaan kakek dari penyanyi Andre Hehanusa asal Ambon, yang mendorong Gubernur Maluku kini mencari bukti-bukti kepemilikan lagu itu.

"Yang menjadi masalah di sini adalah Malaysia itu masih punya moral nggak?" kata Andre Hehanusa dalam acara itu.

Menurut Andre Hehanusa, karena itu adalah lagu Belanda maka tentu juga bukan lagu Malaysia, tetapi justru sudah dipatenkan menjadi milik negara jiran itu. antara

is

http://www.republika.co.id/online_de...1994&kat_id=23
Post Reply