Mali: Mimpi Buruk Syariah

Sejarah pedang jihad di Timur Tengah, Afrika, Eropa & Asia.
Post Reply
anne
Posts: 502
Joined: Wed Sep 21, 2011 9:52 pm

Mali: Mimpi Buruk Syariah

Post by anne »

http://frontpagemag.com/2012/frank-crim ... nightmare/
http://uk.reuters.com/article/2012/09/1 ... 4A20120910

Mali: Mimpi Buruk Syariah
Posted by Frank Crimi on Sep 28th, 2012

Image

Kelompok Islamist, Ansar Dine (Pembela Iman), bersama kelompok Islamist lain dan sekutu al-Qaeda, sedang menciptakan mimpi buruk, sebuah negara ber-syariah di utara Mali, lengkap dengan pencambukan di muka umum, amputasi, dan hukum mati dirajam.

Ansar Dine, bersama dengan Gerakan untuk Persatuan dan Jihad Afrika Barat (Mujao) dan al-Qaeda di Islamic Maghreb (AQIM), pertama kali mendapatkan kontrol atas bagian utara Mali di bulan April, setelah mengambil alih komando pemberontakan yang dicetus separatis etnis Tuareg terhadap pemerintah Mali.

Semenjak itu, sebagai bagian dari konsolidasi kekuasaan di wilayah yang kurang lebih seukuran negara bagian Texas, Ansar Dine dan Mujao sibuk menerapkan hukum syariah di kota-kota sebelah utara Mali, termasuk kota-kota besar seperti Timbuktu, Kdal dan Gao.

Untuk itu, Islamis telah mengeluarkan fatwa atas berbagai tindakan yang mereka anggap sebagai "haram" (dilarang), perilaku seperti merokok atau menjual rokok, minum atau menjual minuman beralkohol, mendengarkan musik, tidak ikut shalat; atau perempuan yang tidak menutupi diri mereka dengan layak.

Bagi mereka yang bernasib malang karena terbentur dengan batasan-batasan ini, hukumannya amatlah keras, meliputi pencambukan di depan umum, amputasi, dan eksekusi mati dengan dirajam.

Pelaksana hukuman adalah polisi Islami, yang dibantu tugasnya oleh sejumlah kader, tentara anak-anak, beberapa berusia 11 tahun, yang direkrut barisan Islamist sebagai mata-mata, penjaga, koki dan petugas patroli.

Bagi sebagian korban, hukuman berlangsung secara kilat, langsung di tempat, dimana laki-laki dan perempuan diseret langsung dari jalanan oleh polisi Islami, dicambuk dan dipukul di tempat-tempat ramai dan di alun-alun kota. Pelaksanaan pemukulan seringkali dilakukan tentara anak-anak.

Bagi mereka yang terhindar dari pemukulan di depan umum, gantinya mereka menjalani ‘pengadilan’ Islami, yakni dengar pendapat di hadapan panel hakim yang dipilih otoritas Islam—yang kebanyakan Jihadis dari negara lain—dimana tertuduh diberi kesempatan menceritakan kejadian versi mereka.

Vonis yang diberikan dalam ‘ruang sidang’ seringkali dijatuhkan di hari yang sama sidang dimulai, dengan hukuman yang sudah ditetapkan: cambuk, amputasi, atau eksekusi mati, yang segera dilaksanakan di depan umum, dihadiri perwakilan dari penduduk setempat.

Seorang pria yang tangannya diamputasi di depan umum, menggambarkan pengalamannya dengan hukum syariah. Katanya, “Mereka mengikat tangan, kaki dan dadaku dengan kuat di sebuah kursi. Tangan kananku diikat dengan tali karet. Pemimpin sendiri , memotong tanganku seakan ia sedang menyembelih kambing. Selesai memotong, yang memerlukan waktu 2 menit, ia berseru, “Allahuakbar,”



Tentu saja, untuk menentukan jenis hukuman yang sesuai dengan suatu kejahatan diatur oleh hukum syariah, yang seluk beluknya diterangkan oleh Oumar Ould Hamaha dari Mujao, dalam kasus baru-baru ini di Gao (video atas) dimana tangan kanan dan kaki kiri lima orang tersangka pencuri dipotong.

Hamaha berkata Islamist memotong tangan kanan dan kaki kiri pria-pria tersebut karena “Menurut hukum syariah, pria-pria tersebut harus menjalani hukuman ganda untuk pencurian dan perampokan. Kalimat untuk pencurian adalah memotong satu satu tangan, dan kalimat untuk perampokan adalah memotong kaki yang berlawanan.

Bila mencuri dapat mengakibatkan hilangnya beberapa anggota tubuh, maka hukuman tersebut masih cukup ‘ringan’ dibanding mereka yang dituduh memiliki anak luar nikah, seperti kasus pasangan muda yang dirajam sampai mati, bulan Juli, oleh anggota Ansar Dine di kota Aguelhok, Mali, dekat perbatasan Aljazair.

Islamist membawa pasangan muda tersebut ke tengah kota dan memaksa mereka masuk lubang sedalam empat kaki, tinggal bagian kepala di atas permukaan tanah. Kemudian keduanya dirajam sampai mati di hadapan kerumunan 300-an orang yang dipaksa melihat hukuman barbar tersebut.

Menurut salah seorang saksi mata, “Mereka memasukkan keduanya ke dalam lubang, dan kemudian mulai menghujani dengan batu-batu besar, sampai keduanya meninggal. Itu mengerikan. Tidak manusiawi. Mereka membunuh pasangan tersebut seakan keduanya hewan.”

Walaupun sulit dipercaya, nyatanya para Islamist telah menjelang di Mali Utara. Hari-hari awal, perlakuan mereka masih tergolong ‘lunak’ terhadap perempuan, masih mengarahkan sebagian besar murkanya keperadilan pria.

Namun, tampaknya strategi tersebut gagal menjamin ditegakkannya syariah diantara warga Mali, maka para Islamist sekarang mengarahkan sasarannya khusus pada kaum perempuan.

Misalnya, di kota Timbuktu banyak kaum perempuan yang mengenakan jilbab berwarna cerah yang tidak sepenuhnya menutupi rambut mereka. Pelanggaran yang begitu parah di mata Islamist, sehingga Ansar Dine, yang mengontrol kota tersebut menuntut kaum perempuan mengenakan jilbab hitam panjang yang menutup seluruh kepala mereka.

Aturan berpakaian yang baru itu membawa nasib malang, terutama bagi wanita seorang perempuan hamil yang akan melahirkan. Sesampainya di rumah sakit dengan mengenakan jilbab putih yang terlarang, perempuan tersebut diperintahkan pulang ke rumah dan mengganti pakaiannya, karena sudah waktunya, akhirnya ia melahirkan di trotoar di luar rumah sakit.

Selain mengubah jilbab, Islamist yang juga berang terhadap pakaian ngepas yang dikenakan perempuan muda, melarang jenis pakaian tersebut dengan mengharuskan kaum perempuan mengenakan ‘toungous’ jubah besar tradisional yang biasa dikenakan suku Sahel Afrika.

Sementara perempuan Timbuktu yang tidak memenuhi persyaratan aturan berpakaian Islam Mali, saat ini dihukum dengan dipukuli tongkat oleh polisi Islam, Ansar Dine lebih jauh mengumumkan bahwa mereka akan menaikkan hukuman pada setiap perempuan yang melanggar aturan berpakaian dengan memotong kedua telinga mereka dan mengirim mereka ke sebuah penjara baru, khusus perempuan!

Warga Timbuktu yang bernasib malang. Islamist Ansar Dine telah begitu menjejakkan kaki mereka begitu dalam. Secara sistematis mereka menghancurkan sejumlah besar kuil-kuil agama kota tersebut, mausoleum dan pemakaman. Situs-stus yang memiliki arti penting dalam kehidupan budaya, sejarah dan agama warga Timbuktu.

Seperti dikatakan seorang perempuan Timbuktu, “Mereka hanya memerlukan waktu satu setengah jam untuk menghancurkan warisan kita, budaya kita.”

Namun, sayangnya, bagi rakyat Mali utara, itu adalah warisan budaya, sedang bagi Ansar Dine dan sekutunya Islamnya, al-Qaeda, seuatu yang diusahakan keras untuk dimusnahkan dan jangan sampai pernah ada lagi.
anne
Posts: 502
Joined: Wed Sep 21, 2011 9:52 pm

Mali: Potong Telinga Yg Tdk Berjilbab Hitam

Post by anne »

http://www.jihadwatch.org/2012/10/shari ... aring.html
http://observers.france24.com/content/2 ... hment-jail

Mali: Supremasi Islam mengumumkan akan memotong telinga perempuan yang tidak mengenakan jilbab hitam

Untuk menghindari cambukan, mutilasi dan penjara, kaum perempuan Timbuktu sekarang harus mengenakan jilbab hitam dengan pakaian longgar. Islamist, yang mengambil alih kota tersebut sebulan yang lalu, sedang menerapkan hukum syariah, dan untuk pertama kali sejak berkuasa mereka kini mengkhususkan sasarannya pada kaum perempuan.

Selama minggu-minggu terakhir, dua kelompok Islamist, Ansar Dine dan Mujao, yang mengambil alih Mali utara bulan April, semakin meningkatkan hukuman fisik terhadap warga lokal. Termasuk mencambuk, mengamputasi dan bahkan merajam mati mereka yang melanggar syariah. Di Timbuktu, amputasi pertama terjadi tanggal 17 September. Islamist memotong tangan seorang pria yang diduga melakukan pencurian. Dua bulan sebelumnya, seorang pria dan wanita yang dituduh berselingkuh, dicambuk di depan publik.

Empat hari lalu, di pasar-pasar dan rumah sakit, Islamis mulai memerintahkan kaum perempuan menutup kepala mereka sepenuhnya [editor: banyak perempuan mengenakan tutup kepala berwarna-warni yang memperlihatkan sedikit rambut mereka]. Dalam pengumuman yang disiarkan di radio hari Kamis, mereka juga mengatakan kaum perempuan tidak boleh lagi berada di luar rumah setelah jam 11 malam. Sejak itu, para jihadis berpatroli di jalan-jalan, mengawasi kaum perempuan, dan memukul dengan tongkat mereka yang tidak melanggar aturan baru ini.

Saat ini, banyak perempuan Timbuktu yang mengenakan kerudung berwarna cerah yang menutupi sebagian rambut mereka. Namun, pakaian mereka yang berwarna putih seringkali agak transparan. Islamist memutuskan perempuan harus memakai jilbab yang lebih panjang yang menutupi telinga mereka, dan harus berwarna hitam. (keterlaluan, sudah kulitnya gelap disuruh pakai hitam lagi tiap hari) #-o Mereka juga melarang pakaian ngepas yang banyak dipakai wanita muda. Sekarang mereka semua mengenakan gaun panjang atau ‘toungous’ yakni pakaian sepanjang 12 meter yang merupakan pakaian tradisional di gurun Sahel, di atas gaun yang biasa mereka kenakan.

Islamist mengumumkan bahwa, setiap perempuan yang tidak mematuhi aturan mereka akan dipotong telinganya dan dikirim ke sebuah penjara baru khusus perempuan. Walaupun belum terlaksana, mereka cukup keras: Kamis sore, sewaktu saya sedang mengunjungi seorang teman di rumah sakit, saya melihat seorang wanita sudah menjelang melahirkan tiba. Ia mengenakan kerudung putih, maka Islamist menyuruhnya pulang bergantu pakaian. Perempuan tersebut menjelaskan ia akan segera melahirkan, dan rumahnya jauhnya dua kilometer, sehingga tidak bisa pulang segera. Akhirnya ia melahirkan di luar rumah sakit, di trotoar jalan.

Waktu kehadiran awal mereka di Timbuktu, Islamis agak toleran dengan kaum perempuan. Kebanyakan mereka mentargetkan kaum pria, misalnya memaksa mereka pergi ke mesjid setiap Jumat. Dengan mentargetkan kaum perempuan, mereka mencoba memukul kaum prianya, yang mana sangat menyakitkan.


Selamat tinggal Timbuktu manise………
.
Image Image Image

selamat datang hitam………

Image
anne
Posts: 502
Joined: Wed Sep 21, 2011 9:52 pm

Re: Mali: Mimpi Buruk Syariah

Post by anne »

Di tengah kekhawatiran budaya Mali yang kaya akan menderita di bawah kelompok Islam, tak terbayangkan musik tidak lagi eksis. Mali sudah terkenal secara internasional akan irama musiknya. Kini, musik yang menjadi bagian dari denyut kehidupan rakyat Mali, tidak akan bisa didengar lagi di Mali Utara. Kebencian terhadap kehidupan dan kemanusiaan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam.

Mali: Musik Dilarang
http://www.guardian.co.uk/world/2012/oc ... -war-music

kutipan dari Andy Morgan
guardian.co.uk, Selasa 23 Oktober 2012 12.29 WIB


Image
Pertunjukan musisi Mali di festival Crepissage, Timbuktu, Mali, di depan masjid Sankore. Foto: Alamy

Pickup berhenti di Kidal, sebuah kota di gurun Mali yang luas, kampung halaman salah seorang anggota group musik Mali, Tinariwen, yang mendapat penghargaan Grammy. Tujuh orang dengan AK47 keluar, berbaris menuju rumah seorang musisi lokal. Musisi tersebut sedang tidak ada di rumahnya, pesan singkat diberikan pada saudara perempuannya: “Jika kau bertemu dengannya, katakan bahwa jika ia berani muncul di kota ini lagi, kami akan memotong semua jari yang ia gunakan untuk bermain gitar.”

Mereka kemudian mengeluarkan gitar, amplifier, speaker, mikrofon dan drum kit dari rumah, menyiram bensin, dan membakar semuanya. Di Mali utara, telah dinyatakan perang agama terhadap musik.

Image Image
kiri: Toumani Diabaté, pemain kora Mali, di Bamako; kanan: Bono (U2) menghadiri Festival Musik Mali terakhir di Timbuktu

"Budaya adalah sumber penggerak kita," kata Toumani Diabaté, pemain kora Mali yang pernah berkolaborasi antara lain dengan Damon Albarn dan Björk. "Musik adalah kekayaan mineral kami Tidak satupun hadiah musik utama di dunia saat ini yang belum pernah dimenangkan oleh seorang musikus Mali."

"Musik mengatur kehidupan setiap orang Mali," tambah Cheich Tidiane Seck, seorang produser dan musisi Mali produktif. "Dari ayunan sampai liang kubur Dari zaman kuno sampai hari ini.. Seorang Mali tanpa musik ? Tidak....maksudku...yang lain saja!" Namun itulah kenyataan hambar yang mulai melingkupi negeri yang pernah diliputi sukacita ini.

Iyad Ag Ghaly, seorang Salafi pendiri Ansar-ud-Deen, salah satu kelompok yang berkuasa, di tahun 1990-an, sebelum mendalami Islam bersama Tablighi Jamaat, dari Pakistan, dulunya senang merokok dan bergaul dengan para musisi Tinariwen. Ia bahkan menyusun lagu dan puisi mengenai cinta, pergolakan dan keindahan kampung halamannya di gurun. Sekarang, musik, bersama dengan sumber kekuatan utama kebersamaan dan kebaikan, menghilang atau bersembunyi di seluruh wilayah kekuasaannya.

Keputusan resmi melarang semua musik barat dikeluarkan tanggal 22 Agustus oleh juru bicara Islamist berjanggut lebat, di kota Gao. "Kami tidak menginginkan musik setan. Ayat-ayat Qur'an harus menggantikanya. Syariah menghendaki hal itu," isi dekrit.

Larangan muncul dalam konteks aplikasi mengerikan hukum Syariah di semua aspek kehidupan sehari-hari. Milisi memotong tangan dan kaki pencuri atau merajam pezinah. Perokok, peminum alkohol dan wanita yang dianggap berpakaian tidak layak dicambuk di depan publik. Sebagaimana dikatakan salah satu musisi Touareg terkenal dari Kidal: “Tak ada sukacita Tidak ada yang menari. Tidak ada pesta. Semua orang berada di bawah pengaruh mantra. Ini aneh.....”

User avatar
simplyguest
Posts: 1909
Joined: Mon Apr 02, 2012 1:40 pm

Re: Mali: Mimpi Buruk Syariah

Post by simplyguest »

Bener2 agama teror.
Dimana-mana cuma menyebarkan kebencian dan ketakutan =D>
Post Reply