Bagaimana Islam Membentuk Dunia Eropa Abad Pertengahan

Sejarah pedang jihad di Timur Tengah, Afrika, Eropa & Asia.
Post Reply
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Bagaimana Islam Membentuk Dunia Eropa Abad Pertengahan

Post by Adadeh »

Bagaimana Islam Membentuk Dunia Eropa Abad Pertengahan
Oleh: John O'Neill
Kamis, 1 April 2010, jam 01:36 siang

Di awal abad ke 7 Masehi Kebudayaan Klasik Eropa, kebudayaan humanis yang dibentuk oleh masyarakat Yunani dan disebarkan oleh masyarakat Romawi di seluruh Eropa utara dan barat, telah menjadi begitu makmur, jauh lebih makmur daripada jaman sebelumnya. Di bagian timur, pusat² kebudayaan seperti Konstatinopel, Alexandria, Efesus, dan Antiokhia tetap merupakan pusat untuk belajar dan melakukan riset. Di sebelah barat, setelah mengalami kemandegan di abad ke 5 M, ketika Kekaisaran Romawi Barat runtuh, stabilitas telah kembali berlangsung dan kehidupan masyarakat kota telah pula berkembang seperti sediakala. Raja² Gothik dan Frank sekarang mengontrol berbagai propinsi di barat, dan mereka melakukan segala yang dapat mereka perbuat untuk melancarkan roda ekonomi dan institusi di kerajaan² mereka.

Penulis di jaman itu yakni Gregory dari Tours, menjabarkan kota² besar di Gaul (Perancis) dan Italia di abad ke 6 M, dan memberi banyak keterangan tentang cara hidup mekah para kalangan masyarakat kota kelas atas pada saat itu. Pemikir besar di jaman itu, seperti Boethius dan Cassiodorus, menyerap sepenuhnya pengetahuan dari Yunani dan Roma, dan orang² penting gereja seperti Saint Benedict menunjukkan kefasihan dan rasa hormat terhadap karya² besar filsuf Yunani dan Romawi.

Sebenarnya, di tahun 600 M, Peradaban Klasik Eropa tidak hanya telah berkembang pesat, tapi juga bertambah luas pengaruhnya. Setelah masyarakat Irlandia memeluk Kristen di abad 5 M, pengaruh Budaya Klasik Eropa menyebar ke daerah pantai barat Irlandia yang berbatuan. Di paruh selanjutnya dari abad ke 5 M, para biarawan Kristen membahas karya pengarang besar kuno seperti Hormel dan Virgil di biara² terpencil di Hedibres, pantai barat Skotlandia. Juga di Jerman, raja² Merovingian menyebarkan pengaruh budaya Klasik Eropa melampaui Rhine, dan perbatasan² kebudayaan Latin sekarang berada di Elbe - dan ini merupakan perluasan pengaruh ke timur yang jauh lebih besar daripada yang pernah dilakukan kekaisaran Romawi manapun. Ketika di abad ke 7 M, tentara Arab mencapai daerah Italia Selatan dan Spanyol, mereka melihat kebudayaan Latin yang begitu megah, kebudayaan yang kaya di berbagai kota, pertanian, seni, dan literatur yang sudah sangat berkembang, dan ini semua diatur oleh raja² Gothic yang dipengaruhi budaya Romawi. Sewaktu tiba di Spanyol, Spanyol Gothik, para penjajah Muslim di tahun 711 M kaget melihat besarnya ukuran dan kemewahan kota² Spanyol. Para pengamat Muslim mencatat tentang keberadaan Seville, Cordoba, Merida, dan Toledo; “empat ibukota Spanyol, ditemukan,” tulis mereka dengan naif, “oleh Okteban (Octavian) sang Kaisar.” Kota Seville tampaknya adalah kota yang paling mempesona para Muslim karena kekayaan dan keindahannya dalam berbagai hal. Tulis Ibn Adhari, “Kota Seville merupakan yang terbesar, paling penting, paling hebat dibangun, dan paling kaya diantara semua ibukota² Spayol. Sebelum kota ini ditaklukkan oleh penguasa Goth, kota ini digunakan sebagai tempat tinggal gubernur Romawi. Raja² Gothik memilih Toleda sebagai tempat tinggal; tapi Seville tetap merupakan tempat penting perkembangan pengaruh Romawi dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya. (dikutip dari Louis Bertrand dan Sir Charles Petrie, The History of Spain, London, 1945, hal. 7).

Sudah jelas bahwa kebudayaan Klasik Eropa tidak mundur sama sekali di abad 7 M! Penulis Arab lainnya, Merida, mengatakan bahwa Seville memiliki jembatan besar dan juga “istana² dan gereja² yang sangat megah,” ((Bertrand dan Petrie, hal.17-18) dan bukti nyata tentang hal ini bisa dilihat sampai sekarang. Beberapa gereja² Visigothik dan istana² masih tetap utuh, dan di tahun 1857 di dekat Toleda ditemukan koleksi mahkota² Visigoth yang bertahtakan batu² mulai yang membenarkan penjabaran para penjajah Muslim tentang kejayaan kota tersebut sebelum Muslim masuk (lihat Richard Fletcher, Moorish Spain, London, 1992, hal. 18)

Apa yang menyebabkan budaya Eropa yang begitu makmur dan cemerlang itu menjadi tiba² mandeg? Ahli sejarah Belgia yakni Henri Pirenne di tahun 1930-an telah menemukan alasan utamanya. Kemandegan budaya Eropa Klassik tidak merupakan akibat dari masyarakat Goth dan Vandal atau Gereja Kristen, melainkan karena orang² Arab Muslim. Pirenne menjelaskan bukti² yang tak terbantahkan dalam bukunya yang berjudul Mohammed and Charlemagne (1938). Di pertengahan abad ke 7 M, daerah Mediterania telah diblok oleh Arab Muslim. Perdagangan dengan pusat² masyarakat dan budaya besar di Levant, yang merupakan pusat perdagangan bagi kemakmuran Eropa, telah dihentikan. Jalur masuknya barang² mewah ke Visigoth Spanyol dan Merovingian Gaul terhenti, karena lautan dikuasai oleh bajaklaut² Arab Muslim. Emas² berhenti masuk ke Eropa Barat dan ini menyebabkan keping² uang emas tidak bisa dibuat lagi. Kota² besar Italia, Gaul, dan Perancis, terutama kota² pelabuhannya yang mendapatkan kekayaan melalui perdagangan dengan Mediterania, menjadi sepi bagaikan kota² hantu yang ditinggalkan penduduknya.

Akibat penjajahan Arab Muslim yang terparah, dari sudut pandang kebudayaan dan pendidikan, adalah berhentinya pengiriman papirus dari Mesir. Materi papirus ini dulu dikirim lewat kapal laut ke Eropa Barat dalam jumlah yang sangat besar sejak jaman Republik Romawi, dan papirus merupakan bahan untuk menulis yang sangat penting sekaleee bagi ribuan tujuan penulisan dan kebudayaan perdagangan. Diberhentikannya pengirim papirus mengakibatkan efek seketika yang sangat menghancurkan di seluruh bidang literasi. Dalam sekejap saja, mungkin dalam waktu semalam saja, perkembangan Kebudayaan Klasik Eropa jadi mandeg, seakan kembali ke jaman sebelum kekaisaran Romawi.

Pirenne menekankan fakta bahwa munculnya Islam di Eropa secara efektik telah mengisolasi Eropa secara intelektual dan ekonomi. Dan dari kelumpuhan ekonomi ini, munculah peperangan: serangan² yang dilakukan Muslim Arab mengakibatkan terjadinya gelombang kekerasan di Eropa Barat. Sebagai akibat langsung dari penyerangan Arab Muslim di Timur Tengah dan Eropa pada abad ke 7 dan 8 M, Kristendom (daerah yang mayoritas beragama Kristen) menjadi sangat berkurang bahkan di sebagian tempat sudah hilang sama sekali. Kehilangan daerah dalam proporsi yang sangat besar ini - seluruh bagian utara Syria lenyap - terjadi hanya dalam waktu dua atau tiga generasi saja. Daerah Eropa yang tetap utuh hanyalah daerah yang mayoritas Kristen saja, seperti Perancis, Jerman Barat, dan Danube utara, dan Italia (juga Irlandia dan sebagian Inggris). Dan daerah² ini juga terancam hilang lenyap diambil kekuasaan Arab Muslim karena mereka terus dikepung dan diserang dari utara, timur, dan selatan. Penguasa Arab Muslim terus-menerus mengirim tentara untuk menjarah, menghancurkan, dan menguasai seluruh Eropa dari berbagai arah. Nafsu Arab Muslim untuk mendapatkan dan memperdagangkan budak² kulit putih dalam jumlah besar mengakibatkan bangsa Viking menjawab permintaan pasar Muslim dan mulai melakukan penyerangan mematikan ke pulau² Inggris, Perancis dan utara Jerman untuk menawan orang² kulit putih yang kemudian dijual sebagai budak pada Arab Muslim. Fakta sejarah ini jarang diketahui meskipun diakui oleh berbagai sejarawan profesional. Bangsa Viking adalah bajaklaut yang merangkap sebagai pedagang budak. Untuk mendapatkan budak² dalam jumlah besar, mereka melakukan perjalanan laut yang jauh mencapai Eropa Barat dan sungai² besar Rusia di sebelah timur dan menyerang daerah² itu. Permintaan pasar Arab Muslim akan budak² sex wanita kulit putih dan budak² kasim (kebiri) begitu tinggi sehingga kaum Viking mendapatkan banyak keuntungan melalui perdagangan budak ini. Tanpa Islam, kaum Viking tidak akan ada dan tidak akan mau melakukan perjalanan laut yang begitu jauh. Kerjasama barbar Viking Utara dan Arab Muslim di Spanyol dan Afrika Utara ini mengakibatkan masyarakat Kristen Eropa terdesak mundur mendekati jurang kehancuran.

Hanya sampai di sini saja penjelasan dari Pirenne. Sewaktu menjelaskan bahwa pasukan Arab Muslim menghancurkan Kebudayaan Kristen di Eropa, Pirenne tidak menjelaskan bahwa penguasa Arab di mana pun memang cenderung menghancurkan budaya klasik masyarakat kafir yang dijajahnya, seperti yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Arab Muslim tidak hanya sekedar mengganggu jalur perdagangan yang menyebabkan kafir jatuh miskin saja, tapi politik Islam secara sengaja memang menuntut kepunahan budaya kafir sepenuhnya.

Pernyataan seperti ini tentunya bertentangan dengan anggapan kaum Muslim bahwa Arab Muslim datang ke Eropa di abad pertengahan sebagai penyelamat budaya Eropa dan bukan sebagai penghancur. Kita diberitahu Muslim berulangkali bahwa kaum Arab Muslim menghormati ilmu pengetahuan, dan mereka menemukan dan menyimpan karya² pengarang kuno kafir setelah karya² itu dianggap hilang dan tidak dihargai oleh masyarakat Eropa barbar **** di abad kegelapan.

Memang benar bahwa kaum Arab Muslim memperbolehkan institusi² pendidikan tetap berjalan di Mesir, Syria, dan Mesopotamia untuk beberapa saat saja. Jenis ilmu pengetahuan dan studi yang didukung para Muslim biasanya adalah sains, terutama matematika dan ilmu kedokteran. Tapi bidang² pengetahuan ini pun hanya ditolerir untuk sesaat saja, jauh lebih sebentar dibandingkan yang dimengerti orang awam. Sikap masyarakat kuno humanis yang menghormati segala bidang ilmu pengetahuan dan merupakan ciri khas Kebudayaan Klasik, tidak punya tempat di hati para Arab Muslim sejak pertama kali sampai seterusnya.

Banyak orang yang telah mendengar kisah bagaimana Kalifah Umar memerintahkan pembakaran perpustakaan Alexandria tak lama setelah Arab Muslim menjajah Mesir. Karena alasan ‘politically correct’ jaman sekarang, para sejarawan Barat dengan cepat menuduh pembakaran ini sebagai propaganda Kristen yang diciptakan oleh Kristen Koptik Mesir di abad ke 10 dan 11 M. Bahkan jikalau sekali pun ini hanya dianggap sebagai propaganda belaka, sudah tak bisa disangkal lagi bahwa orang² Arab Muslim memang menghancurkan begitu banyak warisan Kebudayaan Klasik kafir, termasuk karya para penulis jaman dahulu yang terkemuka. Hal ini terbukti melalui terputusnya begitu saja pengetahuan sejarah masyarakat kafir terhadap budaya kafirnya yang dahulu, begitu mereka dijajah Muslim. Hanya dalam waktu singkat saja, tiada seorang pun orang Mesir yang tahu siapakah nama Firaun yang membangun Piramida Besar - padahal dulu mereka tahu akan hal ini melalui tulisan² filsuf Yunani seperti Herodotus dan Diodorus, dan juga penulis Mesir yang tinggal di Yunani yakni Manetho. Pemutusan ikatan budaya seperti ini juga dilakukan di seluruh daerah penjajahan dunia Muslim. Di abad ke 11 M, penyair dan ahli matematika Persia yakni Omar Khayyam bahkan tidak tahu nama² para pembangun istana² besar di Persepolis dan Susa. Dia mengira istana² megah ini dibangun oleh raja jin bernama Jamshid. (Masya alloh, umar... tolol nian kau!)

Siapa yang bisa menyangkal kerusakan luar biasa besar yang dilakukan terhadap monumen² kuno oleh para Arab Muslim? Kita sudah tahu sejak awal bahwa para penjajah Muslim di Mesir membentuk panitia kerja yang tugas satu²nya hanyalah untuk merampoki kuburan² Firaun. Tindakan perusakan ini dilakukan selama berabad-abad. Lalu di abad ke 12 M, Saladin, Sultan Islam Kurdi yang sering ditayangkan di berbagai novel dan film sebagai sultan nan bijaksana, memulai penghancuran piramida² Giza. Putra Saladin yakni Al-Aziz Uthman melanjutkan perusakan yang dilakukan babehnya dengan cara yang sama - dia sendiri ingin menghancurleburkan Piramida Besar. (Andrew Beattie, Cairo: A Cultural History, Oxford University Press, 2005, hal. 50)

Di seluruh penjuru Asia Barat, sejak awal, biara² dan gereja² Kristen dijarah dan dihancurkan sampai rata dengan bumi oleh para Muslim. Biara² ini mengandung begitu banyak naskah yang bukan hanya tentang Kristen saja, tapi juga pengetahuan budaya klasik. Penghancuran yang dilakukan Muslim ini tidak dibantah oleh siapapun, bahkan tidak pula oleh Karen Armstrong si pembela Islam.

Lalu bagaimana dengan “Jaman Keemasan Islam” di bidang ilmu pengetahuan yang begitu sering digembar-gemborkan orang? Seperti yang kujelaskan secara detail dalam bukuku “Holy Warriors: Islam and the Demise of Classical Civilization”, Jaman Emas Islam pada umumnya hanyalah mitos atau dongeng belaka, dan bukan fakta. Ada banyak bukti yang menunjukkan kesalahan serius mengenai penjelasan posisi Islam di panggung dunia. Penjarahan dan penghancuran yang dilakukan Muslim terhadap budaya kafir kuno sudah dimulai dibawah Kalifah Umar di abad ke 7 M dan ini pun terus dilakukan oleh para penguasa Muslim lainnya, seperti Saladdin dan para kalifah lain di abad ke 11 dan 12 M. Penghancuran yang dilakukan Umar dan Saladdin berselisih waktu 150 tahun, dan bukan 450 seperti yang disangka orang banyak jaman sekarang. Hanya terdapat selang waktu sebentar saja, sangat sebentar saja, di mana beberapa bentuk kegiatan belajar dan melakukan riset (kebanyakan dalam bidang studi yang bermanfaat bagi Muslim) ditoleransi penguasa Muslim. Sumbangan “Islam” yang sering dikumandangkan Muslim dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan - contohnya penemuan akan kertas dan penggunaan angka nol - malah faktanya merupakan penemuan² budaya China dan India. Banyak dari penemuan ini yang telah digunakan di Persia lama sebelum kebudayaan Islam dimulai di sana, dan Muslim hanya memakai produk yang sejak dulu jaman kafir memang sudah ada.

Penolakan akan ilmu pengetahuan dan sikap analitik dikatakan para pembela Islam adalah kesalahan dari filsuf Islam Al-Ghazali (1058-1111). Tapi pendeta Katolik dan ahli fisika Stanley Jaki menerangkanbahwa sikap menolak berpikir itu bersumber dalam Qur’an. Memang sudah jelas bahwa Al-Ghazali, yang merupakan tokoh utama hukum Islam, “menolak hukum alam, yang merupakan inti ilmu pengetahuan, dan menganggapnya sebagai hujatan terhadap keinginan bebas Allah.” (Stanley Jaki, The Savior of Science, Regnery, Washington DC, 1988, hal. 242). Tapi sudah sejak awal, “Ilmu kebathinan Muslim menolak gagasan tentang ilmu alam (seperti yang dijabarkan oleh Aristoteles) dan menganggapnya sebagai hujatan dan hal yang tak masuk akal, yang menghalangi kebebasan sang Pencipta.” (Ibid). Robert Spencer mengutip ilmuwan sosial Rodney Stark yang menyatakan Islam tak punya “konsep Tuhan yang memungkinkan jaminan perkembangan ilmu pengetahuan ... Allâh tidak dijabarkan sebagai pencipta yang masuk akal tapi sebagai Tuhan yang aktif bisa mencampuri urusan dunia kapanpun dia mau. Pandangan theologika Islam seperti ini mengutuk segala usaha yang mencoba merumuskan ilmu pengetahuan alam dan menganggap usaha seperti ini sebagai hujatan yang menyangkal kebebasan Allah untuk bertindak semaunya.” (Robert Spencer, Religion of Peace? Why Christianity is and Islam isn't, Regnery, Washington DC, 2005, hal. 154).

Sikap Allâh yang bebas ikut campur tanpa aturan ini jelas tampak dalam kehidupan Muhammad sendiri, yang dengan bebasnya melanggar norma² moral yang dihormati masyarakat lingkungannya. Setelah Muhammad melanggar aturan moral tersebut, dia selalu mengeluarkan ayat² Qur’an dari Allâh untuk menghalalkan perbuatannya.

Sikap merdeka dan semua gue Allâh itulah yang menyebabkan kematian berpikir pada umat Muslim. Mereka menganggap seluruh jagad raya didominasi oleh kekuatan yang sama sekali tak dapat dimengerti. Jika rumahku hancur oleh sambaran petir, maka itu adalah kemauan Allâh saja; dan bukan karena aku gagal untuk memasang alat penangkal petir di atap rumah. Memang begitulah sikap berpikir Muslim yang diakibatkan oleh Islam. Maimonides (filsuf Yahudi, ahli Taurat) menjelaskan cara Muslim berpikir sebagai berikut:

Akal manusia tidak mampu mengerti mengapa organ tubuh manusia berada di tempat tertentu dan tidak di tempat lain. Melalui jalan pikir yang serupa, mereka (Muslim) mengatakan bahwa akal manusia menerima kemungkinan bahwa suatu benda bisa jadi lebih besar atau kecil daripada ukuran semestinya, atau memiliki bentuk/tempat yang berbeda dari bentuk/tempat semestinya. Misalnya, orang bisa setinggi gunung, punya beberapa kepala, dan bisa terbang di udara; atau serangga bisa sebesar serangga pada umumnya, atau bisa sebesar gajah.

Metoda pemikiran seperti ini percaya bahwa kemungkinan apapun bisa terjadi di seluruh jagad raya. Ketika mereka menetapkan bahwa suatu benda bisa mengalami segala kemungkinan, maka itu berarti benda itu bisa tampil dalam bentuk yang wajar atau dalam berbagai bentuk lainnya, dan tak ada batasan apapun; tapi mereka lupa bertanya apakah fakta di dunia nyata mendukung kesimpulan mereka ...

[Mereka mengatakan] api menghasilkan panas, air menghasilkan dingin, dan ini sesuai dengan kenyataan pada umumnya; tapi mungkin juga terjadi perubahan, di mana api menghasilkan dingin dan tetap berupa api; dan air menghasilkan panas, dan tetap berupa air. Melalui cara pandang seperti inilah semua logika mereka dibentuk.
(Moses Maimonides, The Guide for the Perplexed, M. Friedländer trans., Barnes and Noble, New York, 2004)

Penolakan Islam dan seluruh dunia Islam terhadap sains dan akal sehat nampak dalam sejumlah kejadian penting, misalnya pembakaran yang dilakukan oleh El Mansur (Kalifah Cordoba, akhir abad ke 10, awal abad ke 11) dengan tangannya sendiri terhadap “karya² materialis dan filosofi perpustakaan yang berhubungan dengan Hakam II,” (Bertrand, loc cit. hal. 58). Juga melalui fakta besar yang jelas sekali bahwa di abad ke 13 M, Eropa telah mengalahkan Islam dalam seluruh bidang sains dan teknologi - padahal Islam telah menguasai seluruh pusat pendidikan Yunani dan Babylonia, dan Eropa harus mulai dari nol. Kita juga harus ingat fakta bahwa dalam pengepungan yang dilakukan Ottoman terhadap Konstantinopel di tahun 1453, para tentara Muslim tidak mampu membuat kanon mesiu untuk menghancurkan tembok² kota. Mereka harus minta bantuan para pengkhianat Transylvania (orang² Eropa ahli pembuat senjata mesiu): padahal baik senjata api maupun bubuk mesiu merupakan ciptaan budaya China di daratan Asia.

Penolakan pemikiran logis dan akal sehat bahkan juga mempengaruhi Averroes, yang mengatakan bahwa iman dan akal sehat tidak dapat disatukan. Anggapan umum seringkali salah mengerti keterangan dari Averroes, dengan menyatakan ajarannya sebagai kebenaran berwajah dua: apa yang salah dalam agama bisa dianggap benar dalam filosofi dan begitu juga sebaliknya; dan pernyataan kontradifktif bisa jadi benar, tergantung dari cara pandang agama atau filosofi. Sebenarnya yang disampaikan Averroes lebih sederhana daripada itu. Dia yakin akan kebenaran gagasan Aristoteles dalam berbagai hal (seperti misalnya keberadaan bumi yang abadi) merupakan hasil dari cara berpikir yang logis, dan tak ada kesalahan yang ditemukan dalam proses berpikir logis yang menghasilkan kesimpulan akhir. Tapi pemikiran seperti ini bertentangan dengan cara turunnya wahyu illahi, seperti misalnya Qur’an. Sebagai seorang filsuf, kata Averroes, dia harus mengikuti hasil dari pemikiran logis, tapi karena kesimpulan logis bertentangan dengan wahyu illahi, maka kesimpulan logis itu tidak bisa 100% benar. Lagi pula bagaimana mungkin pemikiran manusia sederhana bisa lebih benar daripada pemikiran Allah yang maha kuasa, yang menciptakan kemampuan manusia untuk berpikir? Hal seperti itu tak terjadi dalam proses revolusi ilmu pengetahuan di Eropa pada abad ke 15 dan 16 M. Manusia Eropa di jaman itu tidak memisahkan iman dan pengetahuan. Contohnya bisa dilihat pada ilmuwan Eropa ternama Isaac Newton, yang menganut prinsip penyelidikan sifat alam jagad raya sebagai usaha untuk mengungkapkan desain illahi yang megah.


John J. O'neill adalah penulis Holy Warriors: Islam and the Demise of Classical Civilization.
Phao
Posts: 452
Joined: Sun Jul 05, 2009 7:15 pm
Location: 'Atapiluloh Al Ajib' city - Arab Saudi

Re: Bagaimana Islam Membentuk Dunia Eropa Abad Pertengahan

Post by Phao »

Adadeh wrote:(Masya alloh, umar... tolol nian kau!)
:lol: :lol: Kl tdk botol, bukan slimer namanya... :turban:
:green:

Bro Adadeh, mungkin bro Ali membutuhkan bantuan bro Adadeh menerjemahkan buku Holy Warriors... biar lebih cepet selesai...
komik sirat-nya juga ditunggu...
thx :rolleyes:
Post Reply