Silsilah Majapahit:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Majapahit
Prabu Brawijaya, siapa ia?
Siapa raja terakhir Majapahit?
Menurut
http://id.wikipedia.org/wiki/Brawijaya:
Prabu Brawijaya (lahir: ? - wafat: 1478) atau kadang disebut Brawijaya V adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, yang memerintah sampai tahun 1478. Tokoh ini diperkirakan sebagai tokoh fiksi namun sangat legendaris. Ia sering dianggap sama dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah
Pararaton. Namun pendapat lain mengatakan bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Dyah Ranawijaya, yaitu tokoh yang pada tahun 1486 mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri, setelah berhasil menaklukan Bhre Kertabhumi.
Babad Tanah Jawi menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit. Ia naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung (Rajasa Wardhana?), dan kemudian memerintah dalam waktu yang sangat lama
(10 tahun dianggap lama?--ali5196), yaitu sejak putra sulungnya[rujukan?] yang bernama Arya Damar belum lahir,
sampai akhirnya turun takhta karena dikalahkan oleh putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga saudara tiri Arya Damar.[rujukan?]
Brawijaya memiliki permaisuri bernama
Ratu Dwarawati, seorang muslim dari Campa. Jumlah selirnya banyak sekali. Dari mereka, antara lain, lahir Arya Damar bupati Palembang,
Raden Patah-bupati Demak, Batara Katong bupati Ponorogo, serta Bondan Kejawan leluhur raja-raja Kesultanan Mataram. [TAPI menurut babad-babad keraton Raden Patah dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang putri/selir Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan.]
Sementara itu Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya, putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu. Mertawijaya adalah nama gelar Damarwulan yang menjadi raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan.
Sementara itu pendiri Kerajaan Majapahit versi naskah babad dan serat bernama Jaka Sesuruh, bukan Raden Wijaya sebagaimana fakta yang sebenarnya terjadi. Menurut Serat Pranitiradya, yang bernama Brawijaya bukan hanya raja terakhir saja, tetapi juga beberapa raja sebelumnya. Naskah serat ini menyebut urutan raja-raja Majapahit ialah:
Jaka Sesuruh bergelar Prabu Bratana
Prabu Brakumara
Prabu Brawijaya I
Ratu Ayu Kencanawungu
Prabu Brawijaya II
Prabu Brawijaya III
Prabu Brawijaya IV
dan terakhir, Prabu Brawijaya V
Konflik Demak dan Majapahit pada Masa Raden Fatah/Patah [menurut
http://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Patah]
LIngkaran hijau= Demak, lingkaran merah=Majapahit/Trowulan
Versi Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan,
Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya [urlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Moksa=]moksa[/url] dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama,
Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.
Versi
Kronik Cina dari
kuil Sam Po Kong (tempat singgah laksamana Cheng Ho) juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat
(Bukan ke Bali?---ali5196). Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
Versi Prof. Dr. N. J. Krom dalam buku “Javaansche Geschiedenis” dan Prof. Moh. Yamin dalam buku “Gajah Mada” mengatakan bahwa bukanlah Demak yg menyerang Majapahit pada masa Prabu Brawijaya V, tetapi adalah Prabu Girindrawardhana. Kemudian pasca serangan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, Girindrawardhana kemudian mengangkat dirinya menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Brawijaya VI, Kekuasaan Girindrawardhana tidak begitu lama, karena Patihnya melakukan kudeta dan mengangkat dirinya sebagai Prabu Brawijaya VII. MENURUT MB. Rahimsyah.
Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth), perang antar Demak dan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya VII bukan pada masa Raden Fatah dan Prabu Brawijaya V.
(Muslim vs Muslim?--ali5196)
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena
pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.
Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.
Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga
Girindrawardhana.
KESIMPULAN WIKIPEDIA
Pada umumnya, perang antara Majapahit dan Demak dalam naskah-naskah babad dan serat hanya dikisahkan terjadi sekali, yaitu tahun 1478. Perang ini terkenal sebagai
Perang Sudarma Wisuta, artinya perang antara ayah melawan anak, yaitu Brawijaya melawan Raden Patah, tetapi cerita ini cenderung bertentangan dengan fakta sejarah yang diperkuat oleh prasasti petak dan prasasti Jiyu (?) bahwa Brawijaya dijatuhkan oleh Girindrawardhana pada tahun 1478. Jadi sesungguhnya terjadi adalah perang antara Demak dan Daha untuk memperebutkan hegomoni sebagai penerus Majapahit.
Kesimpulan ali5196: kalau begitu ini adalah perang antara Brawijaya/Kertabumi melawan IPARnya (Girindrawardhana). Brawijaya yang penganut agama lama melawan IPARnya yang penganut agama baru. Mungkin perang antara keduanya tidak menyangkut agama, tapi faktanya akibat perang ini, Majapahit jatuh dibawah kekuasaan Islam. Kerajaan besar di Trowulan yang termasyur di Asia ini hanya sedikit bekasnya kecuali pintu gerbang dan sebagian fondasi gedungnya, sangatlah mengherankan. Padahal 300-500 tahun bukanlah jangka waktu yang lama bagi penghancuran sebuah istana oleh elemen alami. Ini hanya bisa terjadi karena istana HIndu/Buddha beserta dengan segala pernak pernik patung dan tanda2 'kemusyrikan' lain (menurut Islam) telah dihancurkan secara sengaja. Pola penghancuran islamiah ini yang khas ikonoklastik ini bisa ditemukan diseantero dunia dimana Islam bercokol dan secara pelan tapi sistimatis menghancurkan sisa2 budaya lama. Hanya istana Persepolis di Iran dan Piramida di Mesir yang tidak berhasil dihancurkan Muslim. Kuil2 HIndu di India, misalnya, dijadikan mesjid, termasuk Taj Mahal dan dibersihkan dari segala sisa budaya 'musyrik.'
Naskah babad dan serat tidak mengisahkan lagi adanya perang antara Majapahit dan Demak sesudah tahun 1478. Padahal menurut catatan Portugis dan kronik Cina kuil Sam Po Kong, perang antara Demak melawan Majapahit terjadi lebih dari satu kali.
Dikisahkan, pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahan Jin Bun. Yang dimaksud dengan bangsa asing ini adalah orang-orang Portugis di Malaka. Jin Bun pun menyerang Majapahit. Pa-bu-ta-la kalah namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun.
Perang ini juga terdapat dalam catatan Portugis. Pasukan Majapahit dipimpin seorang bupati muslim dari Tuban bernama Pate Vira.
(Ada juga Muslim yang memihak pada Majapahit, rupanya! ali5196) Selain itu Majapahit juga menyerang Giri Kedaton, salah satu sekutu Demak di Gresik. Namun, serangan ini gagal di mana panglimanya akhirnya masuk Islam dengan gelar Kyai Mutalim Jagalpati.
Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin putranya yang bernama Pangeran Sabrang Lor sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana adik Pangeran Sabrang Lor.
Menurut kronik Cina,
pergantian takhta ini dimanfaatkan oleh Pa-bu-ta-la untuk kembali bekerja sama dengan Portugis. Perang antara Majapahit dan Demak pun meletus kembali tahun 1524.
(Mengapa kerjasama dengan Portugis sampai perlu jadi alasan perang??ali5196) Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Ngudung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak. Dalam pertempuran ini Sunan Ngudung tewas di tangan
Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit.
Perang terakhir terjadi tahun 1527. Pasukan Demak dipimpin Sunan Kudus putra Sunan Ngudung, yang juga menggantikan kedudukan ayahnya dalam dewan Wali Sanga dan sebagai imam Masjid Demak. Dalam perang ini Majapahit mengalami kekalahan. Raden Kusen adipati Terung ditawan secara terhormat, mengingat ia juga mertua Sunan Kudus.
Menurut kronik Cina, dalam perang tahun 1527 tersebut yang menjadi pemimpin pasukan Demak adalah putra Tung-ka-lo (ejaan Cina untuk Sultan Trenggana), yang bernama Toh A Bo.
Dari berita di atas diketahui adanya dua tokoh muslim yang memihak Majapahit, yaitu Pate Vira dan Raden Kusen. Nama Vira mungkin ejaan Portugis untuk Wira. Sedangkan Raden Kusen adalah putra Arya Damar. Ibunya juga menjadi ibu Raden Patah. Dengan kata lain, Raden Kusen adalah paman Sultan Trenggana raja Demak saat itu.
Raden Kusen pernah belajar agama Islam pada Sunan Ampel, pemuka Wali Sanga. Dalam perang di atas, ia justru memihak Majapahit. Berita ini membuktikan kalau perang antara Demak melawan Majapahit bukanlah perang antara agama Islam melawan Hindu sebagaimana yang sering dibayangkan orang, melainkan perang yang dilandasi kepentingan politik antara Sultan Trenggana melawan Dyah Ranawijaya demi memperebutkan kekuasaan atas pulau Jawa.
(atau menurut ali5196: perang antara Islam moderat/abangan melawan Islam fundamentalis. ali5196)
Menurut kronik Cina, Pa-bu-ta-la meninggal dunia tahun 1527 sebelum pasukan Demak merebut istana. Peristiwa kekalahan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya ini menandai berakhirnya riwayat Kerajaan Majapahit. Para pengikutnya yang menolak kekuasaan Demak memilih pindah ke pulau Bali.