Fatima Bhutto dikutip oleh
The Times:
βTo criticise the wrong man, to love the wrong faith, to follow the wrong god β can be a death sentence.β [''Salah kritik orang, mencintai agama yg salah, mengikuti tuhan yg salah - bisa membawa hukuman mati.'']
Novel Fatima Bhutto,
The Shadow of the Crescent Moon (Bayang2 Bulan Sabit) menggambarkan kekerasan yg mengakar terhadap wanita di negerinya.
Ini sebagian dari artikel yg ditulisnya di SK The Times UK:
''Inilah realita bagi wanita di Pakistan sekarang.
Berjalan di bandar udara, kau akan diperintahkan oleh lelaki tak dikenal bercelana koplak bahwa kau harus menutupi tubuhmu karena kulitmu --spt leher, kaki atau perut -- nampak dari
shalwar kameezmu (shalwar kameez: pakaian tradisional pakistan). Minta visa ke Malaysia saja kau akan diwanti2 bhw sbg wanita Pakistan kau harus menyiapkan tiket balik ke Pakistan utk membuktikan bhw kau tidak mencari pekerjaan sbg wts (padahal konsulat tsb tidak akan meminta bukti yg sama dari wanita Perancis misalnya, seakan hanya wanita Pakistan yg begitu gatal ingin tinggal lama di negara membosankan spt Malaysia).
Mengurus ktp, paspor atau surat2 bank, kau juga diwajibkan memberi nama suami atau ayah. Korban pemerkosaan harus mendapatkan ijin polisi sebelum rumah sakit bisa merawatmu. Lebih gila lagi, utk mendapatkan laporan polisi tidak mudah karena Ordinansi Hudud menghukum setiap wanita kalau terbukti melakukan sex diluar perkawinan terlepas apalah ia diperkosa atau tidak. Nah, kalau UUnya saja sudah begitu, mana ada korban pemerkosaan yg mau melaporkan diri diperkosa?
Kecuali kau orang kaya dan bersembunyi dibalik mobilmu, naik kendaraan umum dimalam hari tidak aman. Jangan naik becak di malam hari walau terpaksa. Kalau kau naik bis, kau akan duduk di bangku depan yang ditutup dgn kerangkeng untuk memisahkanmu dari sisa penumpang lainnya agar tidak ada orang yg bisa melihat atau menyentuhmu. Berjalan di kotapun sulit karena mana mungkin berjalan di kota2 yg tidak pernah membangun jalan khusus bagi pejalan kaki?
Jutaan wanita di Asia Selatan --termasuk Sri Lanka, Afghanistan, Bangladesh-- menderita dibawah sistim yang tidak adil setiap hari, baik secara politik, ekonomi, sosial dan bahkan didalam keluarga sendiri.
Novel saya,
The Shadow of the Crescent Moon lahir karena kekerasan yg bertubi2, baik secara fisik maupun psikis, terhadap wanita2 muda Pakistan dan perjuangan yg mereka hadapi setiap hari.
Menjadi wanita di Pakistan, kau tidak boleh lelah berjuang. Tidak ada pilihan lain. Bbrp tahun lalu, teman saya, Sabeen, diciduk polisi Karachi karena berjalan seorang diri di malam hari. Mereka sangka mrk bisa menakut2inya dan meminta suap. Tapi Sabeen adalah puteri seorang aktivis politik yang ditembak polisi dan spt ayahnya, ia tidak takut. Ia mencatat nomor polisi mrk dan melaporkan mrk ke kantor polisi. Ia berhak bergerak secara bebas, tanpa rasa takut, tanpa dihalangi oleh usia maupun gendernya.
Di thn 1996, pemerintah membatalkan Eksekusi Ordinasi Pencambukan yg menuntut pencambukan tahanan, TAPI pemerintah tidak membatalkan hukuman dibawah Ordinansi Hudud shg wanita yg dinyatakan bersalah krn zinah (walau diperkosa) tetap masih bisa dicambuk. Anda bisa lihat sendiri, tidak ada keamanan bagi wanita dibawah UU Pakistan. NOL besar! Kau harus pintar2 menutup mulut, utk tidak mengungkapkan pikiranmu karena disini bahkan dinding-pun punya kuping.
Salah kata, salah kritik orang, mencintai agama yg salah, mengikuti tuhan yg salah - bisa membawa hukuman mati. Kau jadi tidak percaya siapapun dan bawaanmu akan curiga melulu.
Oleh karena itulah negeri spt kami ini menghasilkan wanita2 spt Malala Yousafzai, wanita yg tidak mau tunduk pada ancaman teror yg mengepungnya. Oleh karena wanita2 berani spt inilah, Pakistan masih juga terus berjalan.''
[''Salah kritik orang, mencintai agama yg salah, mengikuti tuhan yg salah - bis
Mirror
Faithfreedom forum static