Sumbangan Muslim di Eropa: GANG RAPE, pelecehan wanita & beban pada ekonomi setempat ! Berapa kerugian yg harus ditanggung Eropa akibat Imigrasi Muslim ? June 26, 2006
http://www.news.faithfreedom.org/index. ... ticle&sid= 161
Menurut Menkeu SWEDIA, Pär Nuder, Swedia memerlukan lebih banyak imigran utk menopang tunjangan sosialnya. Namun sebenarnya,
ongkos imigrasi tahun 2004 adalah 225 milyar kroner, setingkat dgn 17.5% pendapatan pajak Swedia tahun itu, ini beban berat negara yg memiliki sistim perpajakan yg paling tinggi di dunia.
Pada saat yg sama,
jumlah pemerkosaan di Swedia meningkat dobel dalam hanya 20 tahun. Kasus2 pemerikosaan terhdp
anak2 dibawah usia 15 merupakan hal yang
6 kali lebih sering dari satu generasi yg lalu. Imigran dari Aljazair, Libya, Marokko dan Tunisia mendominasi kelompok tertuduh pemerkosa dlm gang (
gang rapers).
Pengacara Ann Christine Hjelm, yg memeriksa tindak pidana kekerasan dlm satu pengadilah, menemukan bahwa
85 % tertuduh pemerkosa dilahirkan di tanah asing atau dari orang tua asing. Sementara itu, ketakutan akan
honor killings oleh anggota keluarga karena sang perempuan dianggap merusak nama baik keluarga adalah masalah nyata bagi banyak perempuan imigran di Swedia.
100.000 gadis muda imigran Swedia hidup bagai dipenjara oleh keluarga mereka sendiri. Semakin banyak imigran non-barat di NORWEGIA menggantungkan diri kpd tunjangan sosial. Ini kesimpulan studi oleh Tyra Ekhaugen dari the Frisch Centre for Economic Research and the University of Oslo. Menurut riset Ekhaugen, jika trend imigrasi ini berlanjut, imigrasi malah menjadi beban dan bukan penopang tunjangan sosial karena kebanyakan imigran emoh bayar pajak spt layaknya setiap warga sebuah negara.
"Imigran2 Non-Barat" di Norwegia merupakan
penerima tunjangan sosial 10 kali lebih sering ketimbang penduduk asli. Yg dimaksudkan disini bukan imigran Cina dan India yg dikenal (dan terbukti secara statistik) sbg pekerja keras. Tetapi yg dimaksudkan adalah :
Muslim yg melulu menjadi gembel tunjangan. Wartawan Halvor Tjønn dari surat kabar Aftenposten, bulan Juni 2006 mengutip laporan dari NHO, Konfederasi Pengusaha Norwegia. NHO menyatakan bahwa
kebijakan imigrasi saat ini merupakan ancaman serius terhdp ekonomi Negara. Norwegia adalah pengekspor minyak ketiga terbesar di muka bumi ini setelah Saudi dan Russia. Namun menurut NHO, ada risiko bahwa kebanyakan untung yg didapatkan Norwegia dari minyak harus digunakan utk membayar tunjangan sosial bagi imigran Muslim yang semakin membengkak. Menurut para pakar Norwegia, harga netto inmigrasi mencapai 50 milyar kroner setiap tahunnya.
...
Lebih dari setengah jumlah tunjangan sosial di ibukota, Oslo, dihabiskan utk imigran Muslim, dan setiap tahun angka ini membengkak. Salah satu surat kabar berkomentar :
"Sejumlah besar Muslim hanya berkumpul antar sesama, berbicara dlm bahasa ibu mereka (tidak membaur dgn penduduk asli dan tidak mau belajar bahasa Norwegia), menonton saluran TV Timur tengah, membenci negara yg menyambut mereka dgn baik dan mencari jodoh dari negara mereka (dilarang kawin dgn bule kafir. Mereka yg membangkang akan kena ‘honor killing’). Satu2nya kontak mereka dgn penduduk asli adalah lewat kantor tunjangan sosial."
Namun kebanyakan surat kabar Norwegia tidak mengerti mengapa Muslim dan tuntutan mereka semakin tidak disukai semakin banyak orang. Mereka juga tidak pernah mau mempertanyakan ongkos sebenarnya imigrasi ke Negara mereka ini walaupun informasinya sudah ada selama bertahun2.
Kalau ini terus berlangsung, dlm beberapa puluhan tahun, Oslo akan mendapatkan mayoritas non-Barat. Sudah banyak periset di Norwegia, Swedia dan Denmark, penduduk asli dan keturunan mereka akan menjadi minoritas di Negara mereka sendiri, dalam abad ini juga. Pertanyaannya sekarang adalah KAPAN. Mengingat Jihad Islami akan memasuki tahap agresif dan fisik begitu angka penduduk Muslim mencapai 10 – 20% ini bukan berita baik bagi sejumlah daerah di Skandinavia. Mereka akan tidak lain dari daerah2 Muslim di Thailand, Filippina atau Nigeria. Kesemuanya memiliki penduduk Muslim yg menuntut negara muslim yg independen.
Sebagian besar masalah ini adalah MENTALITAS Muslim;
loyalitas mereka adalah pada Islam dan bukan negara kafir yg mereka jadikan tempat tinggal itu. Lelaki imigran yg
menceraikan isteri-isteri mereka menurut hukum sekuler, tetapi tetap hidup bersama menurut hukum Syariah, merupakan masalah yg semakin besar di kota Odense, Denmark, demikian menurut Erik Simonsen, salah seorang wakil gubernur. Hasilnya adalah:
sejumlah besar “janda cerai” mendapat tunjangan sosial.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa lelaki Muslim melakukan trick ini dgn sejumlah wanita pada saat yg sama. Huru hara Muslim di Perancis pd thn 2005, secara tepat digambarkan oleh penulis Mark Steyn sbg "Jihad pertama dalam sejarah yg ditopang oleh tunjangan sosial barat," ttg poligami yg dipraktekkan lelaki Muslim, yg tidak malu2 menerima tunjangan hasil pajak orang Perancis. Tetapi imigran yg independen secara financial juga suka berbohong, kata Simonsen.
"80 % ekonomi imigran di Odense adalah ekonomi pasar gelap. Ini sungguh tinggi dan tidak boleh dibiarkan, karena hukum adalah sama bagi semua."
Spt yg dikatakan seorang Muslim di Norwegia: "Saya bekerja di toko Pakistan (di Norwegia), tetapi semua pekerjaan disana sebenarnya 'tidak resmi.' Boss saya dan saya sendiri tidak membayar pajak. Ditambah lagi, saya menerima 100% tunjangan karena tidak sehat badan (disability) dan tunjangan2 lainnya (tunjangan anak, bini, sekolah dsb dsb). Saya harus lihai utk mendapatkan uang sebanyak mungkin, karena itu satu2nya tujuan saya tinggal di Norwegia."
Muslim menganggap tunjangan yg mereka terima dari kafir ini semacam pajak Jizyah, yaitu pajak yg harus dibayarkan non-Muslim kpd Muslim sesuai dgn Quran, sbg tanda inferioritas kafir dan pendudukan terhdp kekuasaan Islam.
Di
INGGRIS, seorang anggota sebuah kelompok Islam memperingati seorang wartawan terselubung agar jangan mencari pekerjaan karena itu hanya akan menyumbang kpd sistim kafir.
Salah satu alasan rendahnya partisipasi dlm jajaran buruh Muslim adalah bahwa mereka memiliki angka ‘drop out’ paling tinggi dari sekolah2, khususnya anak laki2. Walaupun Muslim rajin mengeluhkan "upaya2 integrasi pemerintah yg minim" dan "marginalisasi,” banyak dari mereka secara aktif memang menghalangi pendidikan anak2 mereka, takut anak2 menjadi seperti kafir. Ribuan anak2 Muslim dgn paspor Skandinavia dikirim ke madrasah2 di Pakistan dll, utk menghindari mereka menjadi "terlalu kebarat-batatan.” Ketika praktek ini didokumentasi dan dikritik oleh Badan Hak Azasi Manusia Norwegia, Pakistani di Norwegia malah dgn kurang ajarnya masih juga menuntut agar diberikan sekolah bagi anak2 mereka di Pakistan, yg tentunya dibiayai siapa lagi kalau bukan pembayar pajak Norwegia. Dan kemungkinan mereka juga akan mendapatkannya.
Menurut surat kabar Copenhagen Post di
DENMARK, saat pintu sekolah dibuka kembali setelah liburan muslim panas, tidak semua siswa akan hadir. Beberapa sekolah malah melaporkan satu dari lima murid mereka absen. Surat kabar Berlingske Tidende melaporkan bahwa beberapa anak2 belum kembali dari liburan dari Negara asal mereka dgn orang tua mereka. 'Kalau murid2 dibiarkan absen pada permulaan semester, maka ini akan menjadi masalah besar bagi integrasi mereka dan bisa mempengaruhi pendidikan mereka,' kata Menteri Integrasi Minister Rikke Hvilshøj. Wartawan Rushy Rahsid mengatakan ia sering mengadakan liburan panjang dgn orang tuanya ke Pakistan guna dicekoki ajaran agama, budaya, tradisi dan keluarga.
Belum lagi tingkat agresifitas imigran2 ini, khususnya di SMA2 di kota Malmö, ‘slum’/kampung kumuh Skandinavia terbesar dan terbahaya.
Pertengahan tahun 2006, polisi turun tangan di sebuah sekolah di BERLIN setelah guru2 mengeluh bahwa mereka tidak lagi dapat menangani dgn agresi dan kurang rasa hormatnya murid2 mereka. Seorang guru yg meninggalkan sekolah itu mengatakan kpd surat kabar De Tagesspiegel bahwa murid2 etnik Arab menggangu murid2 etnik Turki, Jerman dan bangsa2 lainnya. "Sekolah bagi mereka," kata Petra Eggebrecht, mantan director sekolah Rütli, "hanyalah tempat mencari pengakuan dari sesama murid, dimana pelaku2 kriminal menjadi tokoh idaman." Anak2 muda juga memang target mudah bagi organisasi2 Islam.
Masalah yg semakin besar adalah bahwa murid2 lelaki Arab sering menolak otoritas guru wanita. Murid dari SMA Ruetli tidak malu2 mengemukakan pandangan mereka kpd wartawan. "Murid2 Jerman sering memberi kita uang agar kami tidak menghajar muka mereka."
Imigrasi Muslim juga mengakibatkan meningkatnya kejahatan kekerasan yg terorganisir. Th 2002, Lars Hedegaard dgn Dr. Daniel Pipes menulis bgm imigran2 dari negara2 muslim spt Turki, Somalia, Pakistan, Lebanon and Iraq – yg merupakan kurang dari 5 % penduduk MENGKONSUMSI 40 % TUNJANGAN SOSIAL. Yang lebih parah lagi, Muslim hanya 4 % dari penduduk Denmark yg 5,4 jtua, tetapi MERUPAKAN MAYORITAS PEMERKOSA, dan korban mereka selalu non-Muslim. Perbandingan yg sama juga ditemukan dalam tindak2 kejahatan lainnya.
Th 2005, 82 % tindak pidana di Kopenhagen dilakukan oleh imigran atau keturunan imigran, dan tuduhan polisi terhdp generasi kedua imigran adalah 5 kali lebih besar daripada terhdp penduduk Denmark asli. Penjaga pintu masuk (‘Doormen’) di ibukota Denmark ini kini selalu membawa senjata guna dapat membela diri terhdp gang2 imigran buas. Malah ada beberapa kasus dimana gang2 imigran ini mendatangi para doormen KE RUMAH MEREKA.
Gang2 kriminal imigran ini lebih aktif daripada yg diperkirakan. Brutalitas mereka melebihi Mafia Italia atau Triad Cina, demikian kata polisi. Periset Norwegia sudah mewanti2 bahwa gang2 etnis ini bisa memberikan badai pidana yg belum pernah disaksikan di Skandinavia. Arne Johannessen dari Organisasi Polisi Norwegia memperingatkan pd thn 2003, ongkos kejahatan akan meningkat pesat, sebagian karena imigrasi.
Surat kabar Swedia, Aftonbladet, mengungkapkan bahwa 9 dari 10 kelompok kriminal di Swedia adalah MUSLIM. Trend yg sama juga dikenal di Perancis dimana Muslim mencapai 10% dari jumlah penduduk tetapi 70% dari penduduk penjara ! Jumlah Muslim dibawah usia 18 yg ditahan di Swedia meningkat pesat dlm 5 thn belakangan ini.
Di BELANDA, argumen ekonomis bahwa imigrasi memberi nafas baru bagi penduduk yg semakin menua dgn cara menghidupkan ekonomi "tidak lagi berlaku." Sejak diundangnya buruh2 imigran ke Belanda sejak thn 70-an, TIDAK ADA KEUNTUNGAN EKONOMI secara KESELURUHAN. Menurut Paul Scheffer, professor sosiologi perkotaan di Universitas Amsterdam, 60% penduduk generasi pertama imigran Turki dan Maroko MENGANGGUR !
Andrew Bostom, penulis
The Legacy of Jihad, mengutip pengamatan Dr. Muqtedar Khan, yg sering dibesar2kan sbg ‘Muslim Moderat’ dr AS, setelah kunjungan kerja ke Belgia. Bahkan Khan mengakui besarnya ongkos tunjangan sosial bagi imigran Muslim di Negara itu: "…Cheque tunjangan sosial biasanya 70- 80 % gaji. Bagi mereka [Muslim] yg menikah dgn anak2, tunjangan sosial ini memberikan mereka kehidupan nyaman dlm rumah murah dan bahkan ada yg sanggup membeli rumah sendiri."
Bruce Bawer, orang AS yg hidup di Norwegia mendokumentasi dlm bukunya ‘
While Europe Slept’ bagaimana IMAM2 OSLO BERKOTBAH SECARA TERBUKA AGAR MUSLIM MENUNTUT TUNJANGAN SOSIAL INI —dan tidak perlu merasa bersalah kalau penghasilan ini ditopang dgn mencuri dari toko2—KARENA INI MERUPAKAN PAJAK JIZYAH DARI KAFIR.
Bostom bertanya: mengapa Barat tetap buta akan adanya diskriminasi terhdp non-Muslim di negara2 Islam sementara Muslim menuntut hak utk tinggal dgn nyaman di Eropa dan AS ?”
Malah banyak Muslim yg secara aktif mendukung kegiatan Jihad. Mullah Krekar, yg dinyatakan bersalah atas terorisme di Yordania dan dicurigai karena terlibat Pemboman Madrid, dan Iraq menggasak tunjangan sosial Oslo selama bertahun2 dan kabarnya diantar dgn taksi secara gratis oleh taksi2 milik Muslim yg menganggapnya orang hebat ! Sekarang ia ke pengadilan utk melawan deportasinya ke Irak dan menyebut deportasinya itu sbg “PENGHINAAN” ! (??) Krekar juga secara terbuka mendukung teroris Muslim segala jaman, Osama bin Laden dan Abu Musab al-Zarqawi.
Di
INGGRIS, polisi mendapatkan bahwa masing2 keempat tertuduh pemboman di London bln Juli 2005 menerima
lebih dari £500,000 dlm tunjangan sosial. Tertuduh memiliki beberapa alias (nama samaran) dan alamat. Salah satunya memiliki 6 alias, ada juga yg memiliki beberapa kewarganegaraan, umur dan nomor kartu tunjangan sosial. Setiap nama samaran digunakan utk mengeruk tunjangan.
The London Times mengutip bahwa Inggris sedang "merangkak menuju apartheid" akibat segregasi etnik. Dikatakan bahwa pengangguran antara ke 1.6 juta Muslim di Inggris adalah 3 kali lebih besar daripada penduduk umumnya dan merupakan yang TERTINGGI dari kelompok2 agama manapun. Setengah dari jumlah Muslim MENGANGGUR (52%). Ini tertinggi dari kelompok agama manapun.
DP111, komentator Inggris pada situs spt Jihad Watch, Little Green Footballs dan blog Fjordman, menunjuk bahwa keluarga2 Muslim sangat besar shg satu anggota keluarga (ayah) tidak mampu menunjang semuanya. Mereka perlu menggembel … maaf meminta bantuan negara. Jadi "sekitar 80% penduduk Muslim" tergantung tunjangan sosial: "Jumlah ini kebanyakan mencapai tangan2 Jihadi. Skenario yg sama juga terjadi di negara2 Eropa yg memiliki penduduk Muslim." "Kami berada dlm posisi konyol dimana kami membiayai penduduk yg mencoba mati2an menghancurkan kami. Rakyat Islam tidak lain dari cara kolektif utk menjarah dan merampok hasil kerja keras orang lain.
Di masa lalu, ini dilakukan lewat perang, penaklukan dan baru penjarahan. Kini caranya adalah lewat imigrasi (invasi), menggembel atau tindak pidana. Belum lagi pinjaman2/dana2 bantuan kdp negara2 Muslim yg TIDAK PERNAH DAPAT MEREKA LUNASI. Jadi, dari segi ekonomi, Islam merupakan upaya kolektif utk "beg, borrow or steal"(MENGGEMBEL, MEMINJAM DAN MENCURI)
Ia bertanya, mengapa negara2 kapitalis masih juga memberi subsidi kpd orang2 yang paling agresif dan paling malas di muka bumi ini ?? Bgm negara2 peradaban tinggi ini mau2nya menggali lobang menuju kebodohan ??
Ongkos imigrasi Muslim tidak hanya mencakup tingginya tunjangan sosial. "Diperlukan faktor kehilangan kepercayaan kedlm pasar, kehilangan investasi baru atau ketidaksukaan akan penjagaan keamanan yg intrusive. Belum lagi meningkatnya ongkos asuransi bagi bisnis. Kesemuanya ini mempengaruhi kompetisi bisnis dgn negara2 yg tidak memiliki imigran Muslim besar spt Jepang, Korea dan Taiwan. Kita bisa kehilangan jutaan Dollar per satu Muslim per tahun. Belum lagi, kami harus memberikan mereka bantuan keuangan dlm jumlah besar, tunjangan sosial dlm skala massif sementara kita sendiri hidup dlm ketakutan dan kebebasan kami semakin terkikis."
Mantan Muslim, Ali Sina menyatakan bahwa bahkan di AS yg memiliki penduduk Muslim yg lebih kecil dan kurang adanya tunjangan sosial spt di Eropa Barat,
Muslim merupakan beban besar terhdp ekonomi: "Karena sekitar 2 juta Muslim hidup di AS dan beberapa diantara mereka memang teroris, orang2 AS terpaksa menghabiskan ratusan milyar dolar utk ‘homeland security’.
Saya tidak tahu angka sebenarnya, tapi katakanlah $200 milyar dollar per tahun. Kenyataannya bisa lebih besar. Dgn hanya $200 milyar dollar, pembayar pajak harus merogoh kantong sebanyak $100.000 dollar per tahun. Inilah "sumbangan" Muslim kpd AS, Mr. President. Sekali anda menjumlahkan ongkos kehancuran dlm serangan teroris terhdp pesawat, gedung dsb, ongkosnya bisa lebih tinggi. Dan kita masih berbicara ttg kerugian uang. Bisakah anda menghitung kerugian terhdp para anggota keluarga korban teroris ? Apa yg berlaku bagi AS juga berlaku bagi pemerintah dimanapun yg terpaksa buang uang utk meningkatkan keamanan mereka."