ALJAZAIR : ibu2 dipenjara karena tidak menikah

Post Reply
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

ALJAZAIR : ibu2 dipenjara karena tidak menikah

Post by ali5196 »

http://www.womensenews.org/article.cfm/ ... xt/archive

terjemahan dibawah oleh madison. tenks man ! :wink:
Last edited by ali5196 on Sun Jul 06, 2008 9:28 pm, edited 1 time in total.
User avatar
madison
Posts: 2276
Joined: Tue Sep 25, 2007 6:01 pm
Location: pentagon

Post by madison »

kasian banget nich ibu-ibu.
ane terjemahin dech.
User avatar
madison
Posts: 2276
Joined: Tue Sep 25, 2007 6:01 pm
Location: pentagon

Re: ALJAZAIR : ibu2 dipenjara karena tidak menikah****

Post by madison »

Tuduhan : Wanita-wanita Sahara yang dipenjara karena berbuat serong.
oleh Dominique Soguel
koresponden Women eNews.


Seorang anggota delegasi Morroko di New York bulan ini, memaparkan sebuah penjara rahasia di barat daya Aljazair yang diperuntukkan untuk ibu-ibu, dimana satu-satunya kesalahan mereka adalah tidak menikah. Kisah berlatar belakang politik ini terjadi akibat sengketa teritorial di Sahara Barat.

Image

[WOMENS ENEWS] --- Wanita-wanita hamil dan ibu-ibu tanpa suami, menderita dalam penjara rahasia di Tindouf, suatu propinsi di baratdaya Aljazair, menurut Brahim El Selem. "Penjara ini terbuat dari lumpur kering .. Anda tidak dapat melihat penjara ini, karena penjara ini adalah lubang yang terletak diantara dua bukit.

El Selem mengatakan penjara wanita ini - yang pernah dikunjunginya 3 atau 4 kali -- mengurung hampir 30 wanita, beberapa dari mereka bersama anak-anak. Atap yang terbuat dari seng tentunya tak cukup untuk melindungi mereka dari panasnya gurun Sahara.

Tuduhan apa yang dikenakan pada wanita-wanita itu?
Seks diluar nikah, tindak kejahatan yang seringkali berakhir di penjara bagi pria dan wanita di negara-negara muslim.


El Selem adalah mantan polisi dari Front Palisario, gerakan kemerdekaan Sahara barat melawan Maroko, yang didukung Aljazair.

El Selem mengatakan, wanita-wanita di dalam penjara ini hanya bisa keluar dengan 2 alasan. Pertama, ketika anaknya mencapai usia 2 tahun. Kedua, jika ada anggota komunitas Sahrawi yang mau menikahi wanita itu. Pernikahan bagi ibu-ibu tanpa suami ini cukup sulit, sehingga pilihan kedua ini jarang sekali terjadi. Namun, ada seorang wanita, yang memilih menikahi sepupunya yang cacat, supaya bisa keluar dari penjara ini.

El Selem mengunjungi penjara untuk ibu-ibu yang tidak menikah ini, saat sedang berpatroli. Beberapa dari wanita ini, adalah korban perkosaan yang kembali menerima pelecehan seksual oleh petugas penjara.

Image

El Selem menceritakan hal ini pada Women's eNews dalam sebuah interview saat kunjungan delegasi Maroko ke PBB di New York, yang disponsori oleh Moroccan Center for American Policy di Washington, milik Raja Maroko Mohammed VI.

Maroko menguasai hampir seluruh Sahara Barat, wilayah bekas jajahan Spanyol yang kaya akan mineral, sejak tahun 1976.

Sengketa Teritorial

Front Polisario, adalah gerakan kemerdekaan Sahara Barat dari Spanyol, Mauritania dan Maroko. Peperangan antara Maroko dan Front Polisario menyebabkan berpindahnya puluhan ribu orang Sahrawi, suku nomaden di Sahara Barat, ke kamp pengungsi milik Polisario di Aljazair.

Maroko dan Polisario terlibat perang mulut sejak gencatan senjata mengakhiri konflik bersenjata pada tahun 1991.

"Sejak konflik bersenjata berakhir, muncullah perang propaganda tentang hak azasi manusia," kata Eric Goldstein, peneliti senior Human Rights Watch bagian Timur Tengah dan Afrika Utara di New York. "Polisario menggambarkan Maroko sebagai penjajah brutal dan Maroko menggambarkan Polisario sebagai sekelompok pejuang tangguh yang gagal, dan boneka-boneka Aljazair."

Namun, Goldstein menganggap tuduhan El Selem sebagai sesuatu yang patut dipertimbangkan. "Mereka memang delegasi yang disponsori oleh pemerintah Maroko, Tapi apa yang mereka katakan patut didengarkan.

Perhitungan Bantuan

Maroko menyatakan kamp pengungsi Sahrawi menjadi tempat yang kejam bagi penghuninya, dan pemimpin Polisario menyelundupkan dan menjual bantuan yang seharusnya ditujukan bagi pengungsi. Tanpa sensus terkini, PBB menyediakan bantuan untuk 91.000 pengungsi, sementara Aljazair - yang mendukung Front Polisario -- meminta bantuan untuk 156.000 pengungsi.

Delegasi El Selem, termasuk diantaranya 5 orang mantan pengungsi Sahrawi yang meninggalkan kamp Sahrawi ke Maroko pada tahun 2008, mengunjungi perwakilan pemerintah, perwakilan media-media dan Human Rights Watch di New York.

Selain meminta perhatian untuk pelecehan di penjara wanita, delegasi Maroko juga mendesak diadakannya sensus pengungsi di kamp Polisario oleh PBB dan perjanjian pemulangan bagi siapapun yang ingin meninggalkan kamp milik Polisario dan kembali ke Maroko,

"Kehidupan di penjara tersebut sungguh mengenaskan," kata Goldstein. "Tapi saya belum menyelidiki penjara ini, jadi saya tidak memiliki informasi yang bertentangan maupun yang memperkuat apa yang dikatakan orang Sahrawi pada kita."

Mouloud Said, perwakilan Polisario di Washington DC, menyangkal dugaan El Selem tentang penjara ibu-ibu yang tidak menikah tersebut. "Saya tidak pernah mendengar hal ini. Dugaan semacam ini tentunya tidak dapat dibuktikan dari jarak 5000 mil."

Laporan Selanjutnya.

Human Rights Watch akan membuat laporan tentang keadaan orang Sahrawi di kedua sisi perbatasan dalam beberapa bulan ini dan akan menyelidiki lebih jauh tentang penjara wanita pada kunjungan selanjutnya.

"Sehubungan dengan ibu-ibu dan anak-anak yang lahir diluar pernikahan," Menteri Keadilan Polisario, Hamada Salmi, menulis surat untuk Goldstein, pada tanggal 6 Mei, "Hal ini terkait dengan perilaku seksual tertentu yang dinyatakan sebagai tindak kejahatan, karena melanggar kesusilaan menurut tradisi masyarakat kami dan bertentangan dengan pendidikan agama yang diajarkan bagi anak-anak kami.

Perbuatan serong dan seks diluar nikah, menurut surat tersebut, adalah kejahatan yang dapat dihukum dengan kurungan
mulai dari 1 tahun hingga 5 tahun menurut pasal 169 dan 170 UU Polisario.

Ibu-ibu dan anak-anak biasanya menjalani 1 hingga 2 tahun kurungan sampai mereka dapat "diterima kembali di masyarakat." Kementerian juga membenarkan bahwa wanita dikurung supaya mereka terhindar dari apa yang disebut honor killings, dimana wanita dibunuh karena melakukan suatu hal yang memalukan keluarga atau lingkungannya.

Dalam surat yang sama -- yang diberikan Goldstein pada Women's eNews -- dikatakan bahwa tempat wanita-wanita itu biasa disebut Pusat Pertolongan bagi Ibu dan Anak karena tujuannya memperhatikan kesehatan si ibu dan anak yang dikandungnya. Tempat ini juga melindungi ibu dan anak dari bahaya yang tidak diinginkan dan menyediakan terapi untuk membantu mereka mengatasi masa-masa sulit.

Pejabat Polisario, menurut Goldstein, malah tidak menjelaskan apakah wanita-wanita yang ditahan memang bersalah dan sedang menjalani hukuman atau ditahan untuk perlindungan mereka. Namun, mereka memang mengakui kasus seperti ini terjadi 4-5 kali dalam satu tahun.

"Kami menentang pengurungan wanita karena berbuat serong, dan kami menentang pengurungan wanita untuk melindungi mereka, kecuali memang mereka memintanya," kata Goldstein. "Adalah tanggung jawab aparat untuk melindungi wanita jika ada ancaman honor killings di masyarakat, tanpa harus mengurung mereka."

----------------------------
Post Reply