Page 5 of 7

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 05, 2012 11:55 am
by keeamad
Sedikit oot,
tapi konteks penyesatan memang sudah menjadi konsep dasar islam sejak awal ...

Itu terbukti dari aulo pun gak jelas mewahyukan firmannya kepada siapa dan melalui siapa,
dan memang gak ada nama momad dan jibril dalam seluruh mayit makayah ......


BANYAK MUSLIM GAK TAHU, DAN TERGYUNCANG DENGAN FAKTA INI, MAKANYA MEREKA GAK BISA JAWAB (MELAKUKAN PEMBENARAN ATAS)FAKTA PENYESATAN ISLAM INI ....

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 05, 2012 11:56 am
by MaNuSiA_bLeGuG
Elias Daniel Mogot ( Daan Mogot )

Image



Daan Mogot memang terkenal dalam sejarah zaman revolusi perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada pertempuran di hutan Lengkong-Serpong Tangerang Banten, ketika Taruna Akademi Militer Tangerang yang dipimpinnya berusaha merebut senjata dari pihak tentara Jepang tanggal 25 Januari 1946. Ironisnya, sementara ia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia bahkan rela gugur di medan pertempuran, ayahnya tewas dibunuh para perampok yang menganggap ”orang Manado” (orang Minahasa) sebagai londoh-londoh (antek-antek) Belanda (mirip otak2 muslim sekarang kan ? ).

Sebagai sponsor terwujudnya gagasan mendirikan sekolah akademi militer, maka tanggal 18 November 1945 ia dilantik menjadi Direktur Militer Akademi Tangerang (MAT) pada waktu ia berusia 17 tahun. Sebenarnya di Yogyakarta juga berdiri Militer Akademi Yogya (MA Yogya) hampir bersamaan, yaitu tanggal 5 November 1945. Ide mendirikan sebuah akademi militer ini memang seperti yang diangan-angankan oleh Daan Mogot. Ide pendirian Militer Akademi Tangerang itu datang dari empat orang: Daan Mogot, Kemal Idris, Daan Yahya dan Taswin.

Pada tanggal 24 Januari 1946 Mayor Daan Yahya menerima informasi bahwa pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung dan akan melakukan gerakan merebut depot senjata tentara Jepang di depot Lengkong (belakangan diketahui bahwa Parung baru diduduki NICA bulan Maret 1946). Tindakan-tindakan provokatif NICA Belanda itu akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang secara serius. Sebab itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya selaku Kepala Staf Resimen, segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.

Tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna MA Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira yaitu Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira polisi tentara (Corps Polisi Militer/CPM sekarang). Ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu diserahkan kepada KNIL-NICA Belanda yang waktu itu sudah sampai di Sukabumi menuju Jakarta.

Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di markas Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Taruna MAT diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.

Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan mengesankan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang perlucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. Sekitar 40 orang Jepang disuruh berkumpul di lapangan.

Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Serdadu Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya, tentara Jepang lainnya yang berbaris di lapangan berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.

Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Taruna MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.

Tindakan Mayor Daan Mogot yang segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Dikatakan bahwa Mayor Daan Mogot bersama rombongan dan anak buahnya Taruna Akademi Militer Tangerang, meninggalkan asrama tentara Jepang, mengundurkan diri ke hutan karet yang disebut hutan Lengkong.

Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.

Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.

Akhirnya 33 taruna dan 3 perwira gugur dan 10 taruna luka berat serta Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, sedangkan 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri pada 26 Januari dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.

Daan mogot gugur di medan pertempuran dikala masih berusia 17 tahun.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 05, 2012 11:58 am
by dayaknesse
Blegug wrote :
biar kita sumpal itu mulut2 muslim barbar biadab bin ga tau diuntung dgn thread ini klo masih berani2 bilang kafir ga ada andil dalam kemerdekaan indonesia
kalian2 juga pahlawan2 Indonesia :heart:
berjuang dalam kemerdekaan Indonesia agar terbebas dari jajahan budaya Arab
semoga suatu saat semua warga di Indonesia bisa bebas berpendapat, bebas beribadah, bebas dari kekerasan

salam damai
it's me

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 05, 2012 12:04 pm
by keeamad
Blegug wrote :
biar kita sumpal itu mulut2 muslim barbar biadab bin ga tau diuntung dgn thread ini klo masih berani2 bilang kafir ga ada andil dalam kemerdekaan indonesia
dayaknesse wrote: kalian2 juga pahlawan2 Indonesia :heart:
berjuang dalam kemerdekaan Indonesia agar terbebas dari jajahan budaya Arab
semoga suatu saat semua warga di Indonesia bisa bebas berpendapat, bebas beribadah, bebas dari kekerasan

salam damai
it's me
Betul, kita harus tumpas FPI yang menggadaikan KEMERDEKAAN INDONESIA KEPADA ARAB DAN ISLAM ....

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Tue Mar 06, 2012 7:26 am
by je_prince97
keeamad wrote: Betul, kita harus tumpas FPI yang menggadaikan KEMERDEKAAN INDONESIA KEPADA ARAB DAN ISLAM ....
Bukan cuma FPI bro. Tapi seluruh islam harus musnah dari Indonesia. Ideologi itu tidak boleh bercokol lagi di Indonesia, karena selama ada islam, Indonesia tidak akan sembuh dari kankernya. Kalau mau menyembuhkan kanker, kan harus akar2nya yang dimusnahkan. Dalam hal ini, islam.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Tue Mar 06, 2012 2:22 pm
by 1234567890
je_prince97 wrote: Bukan cuma FPI bro. Tapi seluruh islam harus musnah dari Indonesia. Ideologi itu tidak boleh bercokol lagi di Indonesia, karena selama ada islam, Indonesia tidak akan sembuh dari kankernya. Kalau mau menyembuhkan kanker, kan harus akar2nya yang dimusnahkan. Dalam hal ini, islam.
kelihatannya islam itu kanker bagi seluruh dunia deh
ga cuman di indonesia

dimana ada muslim disitu ada kekerasan pemberontakan dan kekacauan (belum lagi perkosaan)

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Wed Mar 07, 2012 3:06 am
by MaNuSiA_bLeGuG

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Wed Mar 07, 2012 7:44 am
by je_prince97
1234567890 wrote:kelihatannya islam itu kanker bagi seluruh dunia deh
ga cuman di indonesia

dimana ada muslim disitu ada kekerasan pemberontakan dan kekacauan (belum lagi perkosaan)
Betul. Satujuh! \:D/

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 1:48 pm
by Maher-Shalal
MaNuSiA_bLeGuG wrote:Mangihut Mangaradja Hezekiel Manulang

Image

berhub sumber beritanya ga bisa di copas, lgsg aja baca dari sumbernya dgn mengklik nama dari sang tokoh. jgn liat dari tampang muslim plus peci loh, gitu2 dia pendeta hihihi... :green:
Ah...om Blegug, rajinan dikit napa seehhh :green: :green:

Mangihut Mangaradja Hezekiel Manulang

Digelari Tuan Manullang, seorang jurnalis, cendekiawan dan pendeta pejuang pers nasional dan pahlawan perintis kemerdekaan. Menimba ilmu hingga ke negeri singa, dan saat berusia 19 tahun telah menerbitkan koran Binsar Sinondang Batak (1906). Juga mendirikan organisasi sosial politik Hatopan Kristen Batak (HKB) setelah bergaul dengan para pendiri Syarikat Islam. Di bawah bendera HKB, ia menerbitkan surat kabar Soara Batak (1919-1930) untuk menentang penindasan penjajah Belanda lewat pena. Akibat tulisannya, ia dipenjara di Cipinang.

Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang digelari Tuan Manullang oleh gubernur jenderal kolonial Belanda karena penampilannya yang menyerupai bangsawan Eropa dan bertutur dalam bahasa Inggris. Pernah menjadi guru dan pensiun dengan pangkat bupati serta terakhir menjadi pendeta yang merintis kemandirian gereja serta ikut mendirikan Huria Kristen Indonesia (HKI).

Tidak banyak yang tahu siapa sosok bernama Mangaradja Hezekiel Manullang. Jurnalis dan pendeta yang Pahlawan Perintis Kemerdekaan Bangsa Indonesia & Pelopor Semangat Kemandirian Gereja di Tanah Batak ini bahkan nyaris tidak dikenali oleh generasi suku Batak kontemporer saat ini.

Jangankan mencari informasi tentangnya di internet, dalam buku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, nama MH Manullang terselip entah ke mana. Mungkin ini disebabkan orientasi buku sejarah yang lebih mengedepankan pahlawan-pahlawan Revolusi Kemerdekaan yang berada di Pulau Jawa. Padahal sama seperti perjuangan Sultan Hasanuddin(1870) Makassar, Pattimura (1817) Ambon, Diponegoro (1830) Jawa, Imam Bonjol (1864) Minangkabau, Tjik Di Tiro (1891) Aceh, perjuangan MH Manullang memimpin anak bangsa melawan penjajahan Belanda menoreh tinta emas dalam sejarah Indonesia.

Namun untunglah, setidaknya ada tiga buku yang mengulas lengkap sosok yang belakangan menjadi pendeta ini. Buku yang pertama ditulis oleh Lance Castles berjudul The Political Life of A Sumatran Residency: Tapanuli 1915-1940. Buku ini merupakan hasil penelitian Castles yang dituangkan dalam disertasi untuk menggapai gelar doktor dalam bidang ilmu politik di Yale University tahun 1972. Dalam dua bab penuh (Bab V dan Bab VI), Castles mengupas perjuangan MH Manullang - yang dijuluki Castles ‘Soekarno Orang Batak’ - dan organisasi perjuangan politik Hatopan Kristen Batak (KHB) yang dipimpinnya.

Buku yang kedua ditulis oleh Pdt. Dr. J.R. Hutauruk berjudul Kemandirian Gereja. Buku yang merupakan disertasi doktoral (di Jerman) Hutauruk ini lebih spesifik membahas tentang upaya MH Manullang memperjuangkan kemandirian gereja Batak.

Sedangkan buku ketiga, yang diluncurkan bertepatan dengan Satu Abad Kebangkitan Nasional, 28 Mei 2008, merupakan perpaduan dari kedua buku itu ditambah berbagai referensi yang belum pernah diterbitkan. Buku yang termasuk dalam Seri Sejarah Penginjilan di Tanah Batak ini ditulis oleh Dr.P.T.D. Sihombing, M.Sc., S.Pd, yang punya segudang pengalaman di dunia penelitian khususnya sejarah penginjilan di tanah Batak.

Berdasarkan uraian dari berbagai sumber termasuk tiga buku itu, kehidupan MH Manullang yang juga disebut Tuan Manullang digambarkan cukup berliku namun diselingi dengan berbagai kesempatan berharga yang menjadikannya pribadi yang diperhitungkan oleh penjajah Belanda. Darah perjuangan membela mereka yang tertindas, menetes dari ayah-ibunya, Singal Daniel Manullang, dan Chaterine Aratua boru Sihite. Sebagai anak sulung, lahir 20 Desember 1887 di Tarutung, MH Manullang turut menyaksikan dan merasakan perjuangan ayahnya sebagai intelijen pasukan Raja Sisingamangaraja XII melawan penjajah Belanda.

Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Raja di Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara, tahun 1906, di usianya ke-19 tahun, ia menerbitkan Koran Binsar Sinondang Batak (BSB). Lewat surat kabar berbahasa Batak itu, MH Manullang mengawali gerakan membuka mata warganya agar memperjuangkan nasibnya. Ia juga mulai mengkritik tindakan pemerintah kolonial Belanda, yang menyakiti jiwa masyarakat dengan rodi-stelsel.

Pemerintah kolonial di Tapanuli menilai kehadiran "Binsar Sinodang Batak" merugikannya. Mereka menyerukan agar rakyat tidak berlangganan dan membacanya. Bahkan MH Manullang direncanakan akan ditangkap jika terus melakukan provokasi. BSB-pun akhimya berhenti terbit.

Kuatnya tekanan pemerintah kolonial dan petinggi misi Zending, dengan bijak ia sikapi dengan ‘menyingkir’ ke Singapura tahun 1907. Sambil mengecap pendidikan di Senior Cambridge School, MH Manullang memperluas cakrawala pemikirannya sekaligus memberikan semangat baru akan nasib bangsanya.

Sekembalinya di tanah air pada tahun 1910, ia dengan sukarela direkrut misi Methodist yang dinilainya lebih demokratis, diangkat menjadi guru, dan sempat membuka beberapa sekolah rakyat Misi di Jawa Barat (Cibinong, Cileungsi, Jonggol, Cikeumeuh dan Cisarua) dan Batavia (Jakarta)-pinggiran dari tahun 1910 hingga 1916. Pada waktu itu, ia sudah berpandangan, "Pendidikan untuk semua anak bangsa; semua anak pribumi harus dipintarkan".

Kehidupan bermasyarakat dan berpolitik yang ia lalui selama tujuh tahun (1910-1917) di Pulau Jawa, membuat MH Manullang cukup matang untuk berjuang melawan kekejaman pemerintah kolonial dan gaya otoriterisme petinggi Zending. Pergaulannya dengan tokoh-tokoh Syarikat Islam, H. Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, dan Abdul Muis telah memberikan manifest baru dalam perjuangan. Dukungan mereka menebalkan tekad MH Manullang untuk meninggalkan sekolah Methodist, kembali ke Tarutung, Tapanuli, daerah asalnya.

Model organisasi Syarikat Islam jualah yang mengilhami MH Manullang mendirikan Hatopan Kristen Batak (Hatopan bisa diartikan Syarikat) pada tahun 1918 di Tapanuli Utara. Dengan tema Hamajuon bangso Batak dan Patanakkohon hakristenon (mewujudnyatakan kekristenan), organisasi ini segera mendapat sambutan luas. Atas dukungan teman-temannya, Guru Polin Siahaan, Sutan Sumurung Lumbantobing, dan lain-lainnya, serta tokoh-tokoh Sarikat Tapanuli, HKB berkembang pesat sebagai komunitas yang gigih memperjuangkan perbaikan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan agama.

MH Manullang bersama dengan pemimpin gereja setempat mengadakan pertemuan, rapat-rapat besar, kongres untuk mendesak perbaikan kehidupan dan hubungan yang harmonis antar masyarakat setempat dengan pemerintah Belanda. Di sisi lain, HKB banyak dihujat oleh pemerintah kolonial Belanda dan petinggi Zending Jerman, yang menuduh MH Manullang sudah ‘menjual’ imannya kepada pemeluk agama lain. Mereka yang menghujat tidak menyadari, bahwa Hatopan Kristen Batak menjadi poros para nasionalis Indonesia yang karismatis.

Perjuangan MH menentang penjajah semakin intens setelah Pemerintah Belanda, melalui perantaraan kesultanan-kesultanan ciptaannya di daerah Sumatra Timur, membagi-bagi tanah pribumi kepada perkebunan besar tanpa menghiraukan hak rakyat. Tanah dinyatakan milik "kesultanan" yang kemudian disewakan kepada Belanda. Pemerintah kolonial itu lalu memberikan konsesi kepada pemodal perkebunan untuk mengolahnya. Rakyat yang ingin menggarap tanah harus menyewa kepada Pemilik Afdeling. Penguasaan atas tanah ini menyengsarakan rakyat. Padahal, dari tanahlah sumber kehidupan rakyat diperoleh. Akal-akalan itulah yang ditentang oleh MH Manullang. Dia menyadarkan, menghimpun dan menyuarakan tuntutan masyarakatnya dengan menerbitkan surat kabar Soeara Batak pada tahun 1919.

Sebagai pemimpin redaksi sekaligus editor, ia menyuarakan semangat anti kolonialisme yang dapat dilihat pada tulisan berikut:"Saudara-saudara kita jang menjadi koeli selamanja hidoep sebagai kerbau pedati dan kerbau badjak, kena hantam poekoel, tjatji maki dan berbagai siksaan kaoem planters (toean-toean keboen) sedjak dari ketjil sampai chef-nja semoea memandang sebagai perkakas jang tidak berperasaan boleh dipengapakan sadja" (H. Mohammad Said:1978).

Gaya tulisan MH Manullang memang bisa dibilang provokatif untuk ukuran masa itu. Ketika Soeara Batak pertama kali terbit, surat kabar ini juga sudah langsung menyatakan solidaritasnya dan menyindir pedas penangkapan dan penahanan terhadap Parada Harahap. Sebagaimana diketahui, Parada Harahap dikenal sebagai raja delik pers dari Sumatera Utara. Ini berkaitan dengan tulisan-tulisan Parada yang banyak terkena pers delik akibat kecaman-kecamannya terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Seruan MH Manullang makin ‘provokatif’ dalam tulisan tentang konsesi "Pansoer Batu". Pansoer Batu adalah areal tanah seluas 1.020 bau yang hendak disewakan (erfacht) kepada pengusaha perkebunan Eropa. Namun masyarakat Pansoer Batu menolak menyewakan tanah mereka dan tetap menanami tanah tersebut. Dalam demonstrasi petani yang diorganisir MH Manullang , 7 Juli 1919, terjadi insiden para demonstran perempuan ditempelengi oleh Asisten Residen Ypes.

MH Manullang kemudian mengklaim insiden itu sebagai penghinaan paling berat bagi ‘bangso Batak’ (bangsa Batak) yang menghormati martabat kaum perempuannya, dan karenanya tidak pernah memukul kaum itu di muka umum.

Tulisannya di Soeara Batak itu membuat ia terkena delik pers pada bulan Desember 1920. la dituduh menimbulkan bibit permusuhan di antara golongan bangsa Hindia; menyerang kehormatan seorang Openbare Ambtenaar (Asisten Residen Ypes) dan sengaja mencaci pemerintah Belanda.

Sebelum terkena pers delik pada surat kabar yang dipimpinnya, MH Manullang juga pernah menulis kasus Pansoer Batu pada surat kabar Poestaha, yang terbit di Padang Sidempuan. Pada Poestaha edisi 4 Juli 1919, MH Manullang menulis: "Teman-teman Batak! Dengan sangat menyesal saya memberitahukan kepada Saudara-saudara: tanah di Pansurbatu di subdistrik Tarutung telah dicuri oleh pengisap darah (kapitalis bermata putih). Ada ribuan pohon kemenyan dan ratusan bau lahan yang ditanami padi, milik saudara-saudara kita, tetapi pemerintah di Tapanuli tidak melarangnya …sekarang kita mengetahui bahwa pemerintah hanyalah bersandiwara." (Lance Castles: 2001).

Gugatannya terhadap insiden Pansoer Batu mengantarkannya ke depan pengadilan kolonial di Padang Sidempuan. Dengan tegar, ia membela dirinya sendiri di depan pengadilan dan menggugat penindasan Belanda kepada bangsa Indonesia. Semangat kebangsaan yang ia kobarkan di depan pengadilan dan semangat anti kolonialisme membuat ia memprakarsai Persatuan Tapanuli (1921) dan Persatuan Sumatera (1922). Ini bertahun-tahun sebelum pelaksanaan Sumpah Pemuda tahun 1928.

Pengadilan kemudian memvonisnya hukuman penjara kolonial untuk 3 tahun di pembuangan Nusakambangan. Rakyat menyambutnya dengan protes dan demonstrasi di mana-mana. Mereka menulis surat kepada gubernur jenderal sampai Ratu Wilhelmina. Rapat-rapat besar diadakan di mana-mana, di alun-alun, di gereja-gereja. Reaksi itu memaksa Belanda mengurangi hukuman menjadi 15 bulan di penjara Cipinang, Jakarta.

Soeara Batak masih sempat terbit di bawah kepemimpinan Soetan Soemoeroeng, pengganti MH Manullang, yang juga dikenal memiliki sikap anti kolonialis Belanda. Sama halnya dengan MH Manullang, Soemoeroeng juga terkena delik pers, ketika Soeara Batak pada terbitan 2 dan 6 Juni mengupas soal konsesi Sioebanoeban dan Pansoer Batoe. Soemoerong kemudian disidang oleh Pengadilan Kerapatan Besar Tarutung pada tanggal 7 Februari 1924. Kemudian diputuskan bahwa Soemoeroeng dihukum 1,5 tahun penjara karena dinggap telah melanggar pasal 207 dan 145 KUHP Hindia Belanda, yaitu memberi rasa malu dan menerbitkan bibit kebencian antara rakyat dan pemerintah. Akibatnya Soeara Batak tidak terbit lagi.

Setelah keluar dari penjara pada tahun 1924, MH Manullang kemudian menerbitkan koran baru bernama Persamaan. Kemudian ketika pindah ke Sibolga Persamaan diubah namanya menjadi Pertjatoeran. Semangat anti kolonialisme MH Manullang tak pudar walau ia sempat mendekam selama setahun di penjara. Bersama teman-teman seperjuangan ia melaksanakan Kongres Persatuan Tapanuli, 17 Februari 1924. Kongres menyerukan Dalihan Na Tolu. Seluruh bangso Batak bersaudara. Semangat "dalihan na tolu" ini merupakan ikrar bersama untuk mengusir penjajah.

Organisasi HKB yang dipimpinnya kemudian berubah haluan kepada upaya ‘kemandirian’ gereja Batak setelah putusan-putusan HKB sering mendapat mosi dari para pendeta yang mendapatkan tekanan dari Belanda. Bahkan kemudian, pada usia 52 tahun, ia menjadi pendeta setelah lebih dulu mengikuti pendidikan kependetaan. Cita-citanya adalah mendirikan Gereja Batak Raya yang lepas dari kontrol dan dominasi orang Eropa pada zaman itu. Untuk itu, MH Manullang bersama rekan-rekannya, 1 Mei 1927, mendirikan Huria Christen Batak (HChB) sebagai gereja yang berdiri sendiri. HChB terus berkembang. Tahun 1950 berubah menjadi HKI (Huria Kristen Indonesia) yang berkantor pusat di Pematang Siantar.

Gerak perjuangan MH Manullang dalam usia senjanya masih berlanjut di zaman pendudukan militer Jepang dan masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, MH Manullang sempat dipenjara selama 1,5 tahun dengan tuduhan tidak mau bekerja sama. Dua tahun kemudian dalam usaha Jepang menarik simpati rakyat, MH Manullang dibebaskan. la diangkat sebagai Kepala Penerangan Tapanuli, sampai Proklamasi Kemerdekaan. Ia kemudian menjalani masa pensiun penuh dengan pangkat Bupati pada usia 70 tahun.

Pengabdian dan perjuangan MH Manullang dikukuhkan oleh Pemerintah RI pada tanggal 2 Oktober 1967 sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan. Hari-hari terakhirnya terus diabdikan dalam kegiatan gerejani.

Setelah menerima upacara perjamuan kudus di Rumah Sakit PGI Cikini tempat ia dirawat, MH Simanullang menghadap Allah di Surga, 20 April 1979. Meski berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, MH Manullang memilih dibaringkan di samping istrinya dan pusara ibunda dan bapaknya Singal Manullang, prajurit setia Sisingamangaraja XII di Huta Bangunan Peanajagar, Siulu Ompu, Silindung, Tarutung. Ia meninggalkan 5 orang putra, 4 orang putri dengan 105 orang cucu, 126 orang buyut dan 6 cicit.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 2:23 pm
by Maher-Shalal
MaNuSiA_bLeGuG wrote:another PAPUAN,

Silas Papare

Image

berhub ga bisa di kopi, jdi baca aja lgsg di sumbernya hehe...
Silas Papare

Ketika Irian Barat masih di bawah penguasaan Belanda, Silas Papare berjuang membebaskan untuk menyatukannya dengan Republik Indonesia. Berbagai usaha dilakukannya seperti, pemberontakan, mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), serta Badan Perjuangan Irian. Perjuangannya akhirnya membuahkan hasil, Irian Barat merdeka dan menyatu kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Pria kelahiran Serui, Irian Jaya, 18 Desember 1918 ini merupakan orang yang berjiwa kebangsaan Indonesia yang sangat tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan dari sekolah setingkat sekolah dasar dan dari sekolah juru rawat, Silas kemudian menjadi Pegawai Pemerintah Belanda. Namun karena jiwa ke-Indonesia-annya yang begitu tinggi, maka begitu ia mendengar bahwa Indonesia telah merdeka, ia pun langsung mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Pada bulan Desember 1945, bersama teman-temannya berusaha mempengaruhi pemuda-pemuda di Irian Barat yang tergabung dalam Batalyon Papua agar melancarkan pemberontakan. Rencana itu gagal karena telah bocor duluan. Ia kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Jaya Pura. Setelah bebas, pemberontakan kedua pun direncanakan kembali. Namun lagi-lagi gagal karena keburu bocor. Ia pun kembali ditangkap dan dipindahkan ke Serui. Di Serui inilah ia kebetulan bertemu dan berkenalan dengan Dr.Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan Belanda dari Sulawesi yang kembali dikuasai Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.

Selanjutnya pada bulan Nopember 1946, ia mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Karenanya, ia kembali ditangkap pemerintah Belanda dan memindahkannya ke Biak. Dari Biak, tanpa sepengetahuan Belanda, ia melarikan diri ke Yogyakarta.

Dan pada bulan Oktober 1949, ia kemudian membentuk Badan Perjuangan Irian yang bertujuan untuk membantu pemerintah Indonesia membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda sekaligus menyatukannya dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di pihak lain, Belanda tetap berupaya mempertahankan Irian Barat sebagai daerah kekuasaannya. Akhirnya pemerintah Indonesia sampai pada kesimpulan untuk merebut Irian Barat walau dengan cara kekuatan senjata sekalipun. Silas Papare yang memang sangat menginginkan cepatnya berakhir penguasaan Belanda di tanah leluhurnya itu dengan cepat mengambil bagian dalam rencana pemerintah RI tersebut. Bahkan rupanya jauh-jauh hari, Silas malah sudah mempersiapkan diri akan perang terbuka ini dengan membentuk Kompi Irian di lingkungan Mabes Angkatan Darat.

Namun pada saat akhir-akhir hendak meletusnya perang terbuka tersebut, Belanda akhirnya bersedia berunding. Penandatangan persetujuan pun resmi di lakukan oleh keduabelah pihak pada tanggal 15 Agustus 1962. Dalam penantanganan Persetujuan New York itu, Silas Papare ikut terlibat sebagai anggota delegasi RI.

Tanggal 1 Mei 1963, Irian Barat pun resmi menjadi wilayah Republik Indonesia. Hal sesuai dengan isi persetujuan New York tersebut. Nama Irian Barat pun kemudian diganti menjadi Irian Jaya.

Walau masa hidup Silas Papare lebih banyak terkuras pada usaha pembebasan negerinya, namun semua jerih payahnya itu terasa terbayar sudah. Tanggal 7 Maret 1978, Silas baru kemudian meninggal dunia di tanah kelahirannya Serui. Dengan begitu, kurang lebih lima belas tahun sisa hidupnya masih bisa menikmati alam kemerdekaan negerinya yang diperjuangkannya ini.

Kini estaped perjuangan diteruskan kepada generasi muda. Namun perjuangan kini bukan lagi mengusir kolonial, tapi perjuangan mengusir kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, perpecahan, yang kini sepertinya masih akrab di bumi cendrawasih ini.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 2:35 pm
by MaNuSiA_bLeGuG
Maher-Shalal wrote: Ah...om Blegug, rajinan dikit napa seehhh :green: :green:
weleh2, itu pegimane care kok bisa di copas ? Image

kmaren2 ane klik kanan aja ngga bisa.... Image

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 2:40 pm
by Aku-Suka-Hujan
Walah... 5 page yang berisi sejarah yang sudah banyak dilupakan oleh banyak orang...
Saya sampai terharu melihat sedemikian banyak tokoh-tokoh yang diatas darah, keringat dan air mata mereka, Indonesia bisa tegak berdiri seperti sekarang belum lagi puluhan ribu orang lainnya yang gugur mempertahankan bangsa dan tidak diketahui namanya...
Saya salut dan sangat berterima-kasih kepada kontributor-kontributor di sini yang membuka cakrawala baru akan pengetahuan sejarah saya...

Herannya: Kok masih yah ada orang yang menyangkal kontribusi mereka pada bangsa ini... Apakah nasionalisme mereka udah luntur gara-gara kebanyakan jedot2 kepala ke lantai dan baca kitab Arab?

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 3:07 pm
by Maher-Shalal
Maher-Shalal wrote: Ah...om Blegug, rajinan dikit napa seehhh :green: :green:
MaNuSiA_bLeGuG wrote:weleh2, itu pegimane care kok bisa di copas ? Image

kmaren2 ane klik kanan aja ngga bisa.... Image
Pake aja "view source", om. Di setiap browser ada fasilitasnya kok :green:

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Mon Mar 26, 2012 3:37 pm
by notthisworld
nice tread ... :supz: :supz: :supz: ane tinggalin jejak dulu

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sat Apr 28, 2012 1:58 am
by Al_Qirun
muslim_netral wrote:
Jadi kau pikir yang jajah indonesia berabad-abad itu orang Arab? ](*,)
wah wah sepertinya saya familiar dengan ibu ini, kalau tidak salah anda yang berkoar2 tentang blackhole's dan tidak mau mempertanggungjawabkannya ya?? saya ingat sekarang

apakah Indonesia dijajah Belanda?? anda kurang up to date sepertinya..

Sejarawan Universitas Indonesia (UI), Prof Taufik Abdullah, mengatakan, Indonesia tidak pernah dijajah oleh pemerintah kolonial Belanda selama 350 tahun.

"Bangsa ini terlalu lama larut dalam mitos bahwa Indonesia pernah hidup di bawah kolonialisme Belanda selama 350 tahun. Ini tidak sesuai dengan fakta, yang terjadi justru Belanda memerlukan lebih dari 300 tahun untuk menaklukkan beberapa daerah di Hindia Belanda," katanya di Medan, Selasa (19/1/2010).

Hal tersebut dikatakannya di sela seminar nasional pengusulan Sultan Serdang ke-5, Sulaiman Syariful Alamsyah (1881-1945), sebagai Pahlawan Nasional. Taufik mengatakan, orang-orang Belanda pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1552 di bawah pimpinan Cornelius de Houtman yang mendarat di salah satu pelabuhan dan pusat kekuasaan di Nusantara saat itu, yakni Banten.

Kolonialisme Belanda berakhir pada tahun 1942 ketika Hindia Belanda diserbu dan diduduki oleh bala tentara Jepang. "Logikanya, apakah masuk akal kalau dikatakan bahwa Belanda langsung berkuasa ketika mereka baru saja datang di Banten," katanya.

Taufik mengatakan, ironi dalam mitos yang dianggap sejarah itu juga berlanjut pada abad ke-17 yang boleh dikatakan sebagai zaman ketika berbagai kerajaan di Kepulauan Nusantara diperintah oleh raja-raja besar dan berkuasa.

Abad ke-17 adalah masa berjayanya Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang meluaskan kekuasaannya ke tanah Semenanjung dan Pantai Barat Sumatera, demikian juga dengan Sultan Agung yang meluaskan kekuasaannya ke seluruh Jawa, kecuali Banten dan Batavia. Begitu juga dengan Raja Tallo yang sekaligus menjabat Perdana Menteri Kerajaan Gowa dan Sultan Hasanuddin, Raja Gowa (1653-1669).

Mereka memerintah di kerajaan masing-masing dan biasa juga terlibat dalam kompetisi dan konflik sesama mereka. Pada masa itu pula mereka menghadapi dengan gagah berani infiltrasi kekuatan asing, seperti Belanda, Spanyol, dan Portugis.

"Lalu, bagaimana harus dipahami kalau di bawah kolonialisme Belanda memerintah, raja-raja di Nusantara itu memiliki kekuasaan yang cukup besar dan bahkan sibuk memperluas wilayah kekuasaan mereka masing-masing," katanya.


bahkan Dosen saya mengatakan Tidak ada Jajah-menjajah yang ada kontrak/sewa -jual beli tanah antara "PENJAJAH BELANDA" dan nenek moyang kita dulu..

Salam Al_Qirun

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sat Apr 28, 2012 9:57 am
by Pan Kobar
Mouse'slim emang gk prnh tau malu. Buat apa mengungkit2 agama apa plng brjasa dlm kemerdekaan RI. buta sjarh. RI gk bkalan prnh ada tnp kiprah, R.Wijaya, Gajah Mada dkk. nusantara ingin djajah sjak dlu oleh Mongol dan China(Mongl n China prnh mgrim pasukn dbwh panglima Shih Pie+Ike Mese dr mongol, Kau Hsing dr China) ,nmun brkt kiprah para leluhr diats Mongol n China gagal bgi2 daerah jajahn di nusantara. Jd konsep KEMERDEKAAN tdk hny dkenal pd jmn pnjjhan Belanda nmun jauh sblumnya, ktika Islam jd gmbel. lalu Soekarno menggali kmbali apa yg prnh nusantara miliki mka dri beliau lhrlah Pancasila n Bhineka Tunggl Ika. Srta bndera Merah Putìh sdh dgunakn sjk jmn Mjphit. tau gk Slim pd jmn pnjajhn blnda, Blnda lbh memilih mmboyong Kitab Negarakrtagama ktmbng bw quran, krn dlm kitab tsb ada tatacara bgm cra menata negara agar aman, damai, tntram, sjhtra gmah ripah loh jinawi.
Jd jika slims2 bcra ttg jasa leluhr RI/nusantara jgn lupakn jasa para leluhr diatas.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sat Apr 28, 2012 10:21 am
by Mahasiswa98
Super sekali bro kalang kilang jgn heran lah mereka gak pada sekolah yang bener makanya gak tahu selain itu banyak juga dari negarawan kita yang mau menghapus sejarahnya sendiri seperti proses islamisai yang katanya penuh damai hal itu sebenarnmya usaha untuk memanipulasi ingatans ejarah negara kita. jangan takut sekarang segala sesuatu yang tidka dibuka akan dibukakan kepada manusia. nice thread bro appreciated

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sun Apr 29, 2012 12:16 am
by nurdin amir
trit yang bagus, makasih buat Kalangkilang yang udah bikin. saya sekedar berpendapat aja :

menurut penglihatan saya, penyesatan macam ini bukan kebetulan belaka, bukan semata degilnya slimmers, melainkan merupakan langkah sengaja yang dilakukan secara sistematis untuk menggiring opini masyarakat bahwa segala sesuatunya di negara ini adalah milik islam. sehingga pada waktunya mudah untuk diajak merubah negara ini menjadi negara syariah.

contoh :

1. sejarah bangsa ini dirubah jadi milik islam --> majapahit itu kerajaan islam. ntar kerajaan2 lain macam sriwijaya dan padjajaran juga diklaim sebagai islam.

2. kafir ga ikut berjuang memerdekakan RI --> trit ini.

3. pejuang kemerdekaan/pahlawan nasional diklaim sebagai islam --> pattimura, sisingamangaraja XII

4. piagam jakarta --> ntar diklaim pancasila itu udah gak asli, palsu, bahwa yang bener itu sebenernya piagam jakarta.

5. dll, liat aja deh ntar


well, ini sekedar pendapat aja ya.

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sun Apr 29, 2012 1:01 am
by 1234567890
nurdin amir wrote:trit yang bagus, makasih buat Kalangkilang yang udah bikin. saya sekedar berpendapat aja :

menurut penglihatan saya, penyesatan macam ini bukan kebetulan belaka, bukan semata degilnya slimmers, melainkan merupakan langkah sengaja yang dilakukan secara sistematis untuk menggiring opini masyarakat bahwa segala sesuatunya di negara ini adalah milik islam. sehingga pada waktunya mudah untuk diajak merubah negara ini menjadi negara syariah.

contoh :

1. sejarah bangsa ini dirubah jadi milik islam --> majapahit itu kerajaan islam. ntar kerajaan2 lain macam sriwijaya dan padjajaran juga diklaim sebagai islam.

2. kafir ga ikut berjuang memerdekakan RI --> trit ini.

3. pejuang kemerdekaan/pahlawan nasional diklaim sebagai islam --> pattimura, sisingamangaraja XII

4. piagam jakarta --> ntar diklaim pancasila itu udah gak asli, palsu, bahwa yang bener itu sebenernya piagam jakarta.

5. dll, liat aja deh ntar


well, ini sekedar pendapat aja ya.
muslim kan memang doyan nyatut .. lalu ngerubah seenak jidatnya, lalu klaim asli jadi palsu dan sebaliknya

"injil" palsu lah ..... neil armstrong diklaim sebagai islam lah ... napoleon juga di klaim sebagai islam ... lalu steve jobs dianggep islam dan keturunan muhammad lah ... semua diklaim seenak perut
nanti bisa 2x siluman babi pun islam

Re: Penyesatan 1: Kafir Tidak ikut berjuang dalam Kemerdekaa

Posted: Sun Apr 29, 2012 5:04 pm
by nadia ghazali
Jgn lupa dgn kisah tragis orang orang batak ditangan si banjingan tuanku iman benjol, tuanku rao dll
Mrk sibuk memperkosa dan membantai sesama sendiri gara gara si iblis awloh
Dan masih dijdikan sbg pahlawan negara... Yuks...menjijikan
Masih dikasih kehormatan dgn mengabadikan nama mrk di jalan jalan yg ada di indonesia
Padahal apa yg mrk lakukan lebih kejam drpd penjajah...krn mrk mambantai saudara sendiri
Ibaratnya..
Lebih sakit rasanya diracun oleh saudara sendiri drpd oleh tetangga
Musuh dlm selimut...
But itulah otak zombie arab.... Gak ngeh kl dianya sembah setan
Aku yg bukan batak aja. Sangat miris membaca kisah ini...ada di forum ini