Buletin Dakwah Islami yg Bercorak FASIS
Annaafi adalah lembar buletin Jum’at yang terbit tiap minggu, dengan redaktur Ust. Drs. H. Ru’yat Hamidi, LC, penasihat dan dosen Korp. Mubaligh dan Mubalighoh Masjid Istiqlal Jakarta.
Saya kebetulan membaca salah satu buletin edisi 17 Rajab 1430 H/10 Juli 2009, judul yang diangkat adalah “Kawan dan Lawan”,
dan ditulis oleh Ummu Akbar.
Sekilas tidak ada yang aneh pada judulnya. Namun ketika isinya dibaca, sangat jelas terlihat pandangan keislaman Ummu Akbar yang bercorak fasis,
dengan menganggap bahwa
musuh sejati umat Islam adalah orang kafir. Ya, “orang kafir”, tanpa ada penjelasan orang kafir seperti apa yang wajib dimusuhi oleh kaum Muslimin. Ummu Akbar juga menegaskan bahwa kawan sekaligus saudara “kita”, tentu saja sesama kaum Muslimin, dan lagi-lagi tanpa ada penjelasan kaum Muslimin seperti apa yang harus dianggap kawan dan saudara.
Untuk menjustifikasi pandangan sempitnya itu, Ummu Akbar “memanfaatkan” banyak ayat Al Quran.
Diantaranya adalah
Al Mumtahanah ayat 1
[60.1] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.
Ali Imran 28,
[3.28] Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
Al Maidah 51,
[5.51] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.
dan Al Munafiqun 4.
[63.4] Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
==========
Dalam tulisannya, Ummu Akbar tampak ingin membangun opini di kalangan pembaca Muslim bahwa
umat Muslim itu adalah superior atas orang kafir (non-Muslim). Dan semua orang kafir itu adalah musuh Allah yang inferior baik di dunia maupun akhirat, sampai-sampai berteman dengan mereka pun tidak boleh.
Hal ini dipertegas pada paragraf ketiga dalam tulisannya,
“kita tidak boleh berteman dengan mereka, atau bahkan memberi bantuan walau hanya berupa dukungan moral, begitulah seharusnya sikap kita terhadap orang-orang kafir”.
Lagi-lagi, tidak ada penjelasan sama-sekali orang kafir seperti apa yang wajib dimusuhi. Sehingga dari tulisannya itu tersirat bahwa seluruh orang kafir adalah musuh kaum Muslimin. Demikian pandangan Ummu Akbar yang memayungi dirinya dengan beberapa ayat Al Quran di atas.
* * * *
PANDANGAN Ummu Akbar yang demikian mengingatkan kita pada fasisme Hitler dan Kaisar Jepang pada PD II.
Bedanya, Hitler dan Jepang menggunakan “ras” sebagai simbolisme atau “lem perekat”.
Sementara Ummu Akbar dan kaum Islamis sejenis menggunakan “agama”.
Hitler dan Jepang memandang bahwa bangsa di luar ras mereka adalah musuh yang inferior, yang harus tunduk-takluk kepada mereka.
Demikian pula pandangan Ummu Akbar dan kelompok Islamis sejenis, mereka memandang bahwa umat di luar agama adalah musuh yang inferior dan harus ditundukkan.
Adanya simbologi sebagai lem perekat demikian adalah salah satu ciri ideologi fasis.
Hal tersebut dibangun untuk membuat masyarakat percaya bahwa kelompok mereka lebih unggul dari kelompok lain, sehingga mudah dimobilisir oleh penguasa. Sebagaimana Hitler dan Jepang menganggap “ras” mereka lebih unggul ketimbang ras lain, maka demikian juga Ummu Akbar dan kaum Islamis sejenis, menganggap kelompok agama mereka lebih unggul dan mulia ketimbang umat agama lain.
Propaganda fasis juga memiliki ciri khas lain: yaitu menjual kewaspadaan atas ancaman dari luar (baik yang benar-benar ancaman, maupun yang sekedar diada-adakan). Saya pikir sudah bukan rahasia, bahwa kelompok Islamis kerap kali menjadikan “barat” –dengan elemen-elemennya yaitu Nasrani, Yahudi, dan sekuler-ateis– sebagai musuh yang senantiasa mengancam kaum Muslimin. Berbagai cara selalu dilakukan untuk menyalahkan “barat” atas segala penderitaan umat Muslim.
Seringkali sikap ini begitu berlebihan sehingga membuat mereka lupa terhadap kezaliman yang diperbuat oleh sesama saudara Muslim sendiri.
Sangat disayangkan jika masyarakat Muslim tidak memiliki kepekaan terhadap dakwah-dakwah bernada fasis seperti di atas, sehingga tulisan-tulisan manusia sejenis Ummu Akbar dapat melenggang bebas di masjid-masjid.
Inilah cikal-bakal radikalisme Islam yang biasanya berujung pada aksi-aksi kekerasan fisik.
Umat Muslim seharusnya sadar, bahwa musuh sejati mereka sebenarnya bukan orang kafir, tapi penyakit hati dan rasa superioristis yang didakwahkan oleh saudara mereka sendiri.